Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab TANGGUNG JAWAB PRODUK

BAB III TANGGUNG JAWAB PRODUK

PRODUCT LIABILITY DALAM LAYANAN PURNA JUAL

A. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab

Dalam hukum, setiap tuntutan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan seseorang harus wajib bertanggung jawab. Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum. Secara teoritis pertanggungjawaban yang terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut pertanggungjawaban dengan pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab dapat dibedakan menjadi: 37 a. Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, tindakan yang kurang hati- hati. b. Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab yang harus dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pengusaha atas kegiatan usahanya. Terkait dengan pertanggungjawaban didalamnya terdapat prinsip tanggung jawab yang merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 38 37 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, Hal. 101. 38 Shidarta, Op.cit., Hal. 59. Universitas Sumatera Utara Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab hukum dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability base on fault 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of nonliabiity 4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability Ad.1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan liability base on fault Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan. Prinsip ini dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata dipegang secara teguh. Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok yaitu:  adanya perbuatan melanggar hukum; perbuatan melanggar hukum dapat berupa melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain. 39  adanya unsur kesalahan; kesalahan ini mempunyai tiga unsur yaitu: 40 39 Miru dan Yodo, Op.cit., Hal.130. 40 Purwahid Patrick, Dasar-Dasar Hukum Perikatan Perikatan yang Lahir dariPerjanjian dan Undang- Undang, Bandung: Mandar Maju, 1994, Hal.10-11. Universitas Sumatera Utara 1. perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan; 2. perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya: a. dalam arti objektif: sebagai manusia normal dapat menduga akibatnya; b. dalam arti subjektif: sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya. 3. dapat dipertanggungjawabkan: debitur dalam keadaan cakap  adanya kerugian yang diderita; pengertian menurut Nieuwenhuis adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu yang disebabkan oleh perbuatan melakukan atau membiarkan yang melanggar norma oleh pihak lain. 41 Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang, sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan yang diharapkan. 42  adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Prinsip ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Artinya tidak jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain. Dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang mengakui mempunyai suatu hak, dalam hal ini adalah penggugat. Ad.2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liability 41 Nieuwenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih, Surabaya: Universitas Airlangga, 1985, Hal. 57. 42 Miru dan Yodo, Op.cit., Hal.133. Universitas Sumatera Utara Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan kalau ia tidak bersalah. Beban pembuktian ada pada si tergugat. Ini dikenal dengan istilah beban pembuktian terbalik. Dalam prinsip beban pembuktian terbalik, seseorang dianggap bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya, hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah yang lazim dikenal dalam hukum namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas ini cukup relevan karena yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pelaku usaha. 43 Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Ad.3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab presumption of nonliabiity 44 Contohnya dapat kita lihat dalam hukum pengangkutan, kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabintangan yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang konsumen adalah tanggung jawab dari penumpang, dalam hal ini pelaku usaha tidak dapt diminta pertanggungjawabannya. 45 Sekalipun demikian, dalam Pasal 44 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang Angkatan Udara, ada penegasan,”prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab” ini tidak lagi diterapkan secara mutlak dan mengarah kepada prinsip tanggung jawab dengan pembatasan uang ganti rugi, artinya bagasi kabintangan tetap dapat dimintakan pertanggungjawabannya sepanjangbukti 43 Kristiyanti, Op.cit., Hal. 95 44 Shidarta, Op.cit., Hal.62 45 Op.cit., Hal.96 Universitas Sumatera Utara kesalahan pihak pelaku usaha dapat ditunjukkan, beban pembuktian ada padi si penumpang. 46 Di Indonesia konsep strict liability tanggung jawab mutlak, tanggung jawab risiko secara implisit dapat ditemukan di dalam pasal 1367 dan Pasal 1368 KUHPerdata. Pasal 1367 KUHPerdata mengatur tentang tanggung jawab seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Sedangkan Pasal 1368 KUHPerdata tentang tanggung jawab pemilik atau pemakai seekor binatang buas atas kerugian yang ditimbulkan oleh binatang itu, meskipun Ad.4. Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability Adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab misalnya keadaan force majeur. Pada prinsip ini hubungan kausalitas antara pihak yang bertanggung jawab dengan kesalahannya harus ada. Strict liability adalah bentuk khusus dari tort perbuatan melawan hukum, yaitu prinsip pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan pada kesalahan sebagaimana pada tort umumnya, tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku usaha langsung bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu. Dengan prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen karena mengonsumsi produk yang cacat merupakan suatu risiko, yaitu termasuk dalam risiko usaha. Karena itu, pelaku usaha harus lebih berhati-hati dalam menjaga keselamatan dan keamanan pemakaian produk terhadap konsumen. 46 Ibid. Universitas Sumatera Utara binatang itu dalam keadaan tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Keadaan tersesat atau terlepas ini sudah menjadi faktor penentu tanggung jawab tanpa mempersoalkan apakah ada perbuatan melepaskan atau menyesatkan binatangnya. Dengan perkataan lain, pemilik barang dan pemilik atau pemakai binatang dapat dituntut bertanggungjawab atas dasar risiko, yaitu risiko yang diambil oleh pemilik barang atau pemilikpemakai binatang 47 Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelakuusaha dan dalam UUPK seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan konsumen termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. . Ad.5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability Prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian jasa laundry misalnya jika kita barang kita hilang atau rusak maka ganti kerugian hanya dibatasi yaitu 10 kali dari biaya pencucian. 48 Tanggung jawab produk adalah terjemahan dari istilah product liability. Kata “tanggung jawab” yang dipergunakan pada pengertian tanggung jawab produk, karena kata “tanggung jawab” tersebut sudah dipakai secara umum oleh masyarakat untuk terjemahan responsibility dan liability dalam bahasa Inggris. Namun demikian banyak

B. Tanggung Jawab Produk Product Liability