Korea BEST PRACTICES PENGATURAN INDUSTRI RITEL

12. Anggota asosiasi berkomitmen untuk melakukan pendekatan proaktif untuk menghadapi keinginan konsumen dan akan memberikan respon secara akurat kepada konsumen ketika dibutuhkan.

3.5. Korea

Berikut merupakan notifikasi dari karakteristik dan kriteria praktek bisnis dalam perdagangan yang tidak adil yang dilakukan dalam bisnis toko modern besar. Aturan tersebut merupakan penjabaran dari Korean Monopoly Regulation and Fair Trade Act khususnya pada article 36 1 dan 2. Aturan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kriteria dari peritel besar yang melakukan praktek perdagangan tidak adil dengan mengambil keuntungan dari bargaining position-nya yang kuat terhadap peritel lainnya. Bisnis toko modern besar adalah peritel yang menjual berbagai macam produk yang umumnya dibutuhkan oleh konsumen sehari-hari, dengan total luas area 3000 m 2 atau lebih. Sedangkan peritel besar adalah pelaku bisnis yang terlibat dalam bisnis toko modern besar. Ada beberapa hal yang diatur dalam notifikasi tersebut. 1. Undue return of product. Peritel besar tidak diperbolehkan untuk mengembalikan barang seluruhnya maupun sebagian kepada pemasok termasuk mengganti kesepakatan pembelian maupun merubah pesanan dengan barang lainnya. Pada beberapa kondisi berikut pengembalian barang boleh dilakukan, seperti barang rusak atau cacat yang diakibatkan oleh pemasok, pengembalian dilakukan pada periode waktu yang memang memungkinkan, dan atas permintaan pemasok. 2. Undue price reduction. Peritel besar tidak diperbolehkan mengurangi nilai pembayaran terhadap barang yang telah dibeli dari pemasok, kecuali jika terdapat barang yang cacat atau rusak akibat kelalaian pemasok serta jika barang yang dipesan ternyata berbeda dengan barang yang dikirim. 3. Undue delay of payment to the supplier. Jika barang dengan sistem konsinyasi telah terjual, maka peritel besar tidak diperbolehkan untuk menunda pembayaran atas penjualan barang tersebut kepada pemasoknya. 4. Undue coercive demands. Peritel besar dilarang untuk memaksa pemasoknya untuk menjual barang dibawah harga normalnya dengan tujuan untuk melakukan aktivitas tertentu seperti diskon, dll. Peritel besar juga tidak diperbolehkan untuk memaksa pemasok atau penyewa toko untuk ikut serta dalam penjualan tertentu seperti premium sales atau diskon khusus. Peritel besar pun dilarang untuk memaksa pemasok maupun penyewa toko untuk membeli voucher berhadiahnya. 5. Undue refusal to receive. Peritel besar tidak diperbolehkan menunda atau menolak atau menerima barang dari pemasok tanpa alasan yang tepat, setelah melakukan kesepakatan terkait dengan ukuran, design, bentuk, dll, dari barang yang dipesan. Jadi pesanan yang diterima harus benar-benar sesuai dengan yang telah disepakati, tidak boleh menambah, atau mengurangi, atau menolak barang yang telah disepakati. 6. Undue coercion of sales promotion costs and etc. Berikut hal-hal penting yang diatur. - Peritel besar tidak diperbolehkan melakukan hal yang dapat mengakibatkan pemasok menanggung beban biaya yang lebih besar akibat adanya kegiatan penjualan barang promosi. - Peritel besar tidak diperbolehkan untuk meminta pegawai dari pemasok untuk ditempatkan di tokonya sebagai bagian dari aktivitas penjualan, atau meminta pemasok untuk membayar biaya pegawai peritel besar. 7. Obstruction of business activities. Peritel besar tidak diperbolehkan melakukan hubungan eksklusif dengan pebisnis lain atau hanya melakukan hubungan bisnis dengan pelaku tertentu, yang dapat membatasi kegiatan pemasok maupun penyewa toko. 8. Obligation to sign the written contract and undue changes of contract. Peritel besar tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi dengan pemasok maupun penyewa toko tanpa ada kontrak tertulis, atau baru memberikan kontrak tertulis setelah penyewa toko membuka tokonya. Peritel besar tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang tidak termasuk dalam kontrak. Kasus berikut dapat dilakukan diluar kontrak tertulis yaitu ketika peritel besar merubah lokasi tokonya untuk mendisplay ulang barang dengan alasan yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

BAB IV INDUSTRI RITEL

Dalam Bab ini diuraikan mengenai perkembangan industri ritel di Indonesia khususnya di beberapa daerah. Cakupan bahasan dalam Bab ini meliputi pembahasan mengenai struktur industri ritel di Indonesia dengan tujuan untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku usaha di industri tersebut. Dari bahasan tersebut akan diperoleh gambaran mengenai pelaku usaha yang dominan dalam industri tersebut.

4.1. Sejarah Singkat Industri Ritel

Peta industri ritel di Indonesia mulai diramaikan oleh pelaku asing sejak dilakukannya liberalisasi perdagangan pada tahun 1998. Sejak saat itu persaingan antar peritel semakin ketat. Peritel asing tersebut sangat aktif untuk melakukan investasi terutama dalam skala besar seperti hipermarket dan Department Store. Salah satu contohnya adalah Continent, Carrefour, Hero, Walmart, Yaohan, Lotus, Mark Spencer, Sogo, dll. Tabel 4.1. Sejarah Singkat Industri Ritel Indonesia Periode Perusahaan Tahun Keterangan 1950- 1970 Toko Matahari PT. Departement Store Indonesia 1950 1962 Toko pakaian didirikan hari Dharmawan dan istri Anna Janti Pengelola Sarinah Dept. Store didirikan Pemerintah RI 1971- 1980 PT. Hero Mini Supermarket PT. Gelael Supermarket Toko Serba Ada Matahari Toko Ramayana Toko Rimo PT. Melawai Plaza 1971 1972 1972 1978 1978 1980 1980 Didirikan dan operasional sejak 1972 Didirikan Dick Gelael Cikal Bakal Matahari Dept. Store pertama kali dibuka. Cikal bakal Ramayana Dept. Store dibuka di Jl. Agus Salim –Jakarta Cikal bakal Rimo Dept. Store, didirikan oleh Rita dan Mohanlal Rhamchad Harjani. Dibuka di kawasan Duta Merlin. Pengelola Metro Pasar Swalayan didirikan Simon Maruli