Trading Term : Consumen Surplus atau Retailer Surplus

mengatasi kesenjangan daya tawar pemasok terhadap peritel, dengan menerbitkan sejenis aturan tentang unfair trade yang proses penegakan hukumnya diserahkan ke lembaga pengawas persaingan. Tetapi dalam perjalanannya kita belum mengetahui secara pasti apakah rencana SNI akan dilaksanakan mengingat tidak ada keterkaitannya dengan program yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang lebih memilih untuk mengembangkan petunjuk teknis pelaksanaan dari Perpres 1122007 dalam bentuk Peraturan Menteri Perdagangan No 532008.

5.2.3.2 Trading Term : Consumen Surplus atau Retailer Surplus

Hal yang menarik untuk dikaji adalah beberapa fakta yang menyatakan bahwa dengan adanya trading terms justru dihasilkan produk-produk murah dengan harga yang sangat terjangkau oleh konsumen. Hal inilah yang dilakukan oleh Carefour. Memperhatikan proses bisnis dari rantai distribusi dari pemasok sampai dengan konsumen, maka terdapat pertanyaan yang menarik, apakah harga murah yang diperoleh konsumen merupakan hasil efisiensi dari pemasok dan peritel? Berdasarkan informasi dari pemasok, diketahui bahwa trading terms yang dibayar pemasok berada di kisaran 30-70 dari harga jual produk. Artinya para pemasok di tengah persaingan yang sangat ketat, berusaha meningkatkan efisiensinya sampai bisa memberikan potongan harga 30-70 dari harga jual. Ini tentu saja merupakan sebuah tekanan yang luar biasa bagi pemasok. Tetapi betulkah hasil efisiensi tersebut bermuara pada harga murah yang dinikmati konsumen? Dengan memperhatikan bahwa potongan harga adalah sekitar 30- 70 dari harga jual dan berdasarkan hasil survey harga di Carrefour lebih murah sekitar 5-10, maka hal tersebut memiliki makna bahwa sekitar 20-65 hasil efisiensi dari pemasok jatuh ke tangan peritel. Dalam hal inilah, maka dapat disimpulkan bahwa hasil efisiensi dari para pemasok sebagian besar justru banyak beralih menjadi retailer surplus daripada consumer surplus. Gambaran terhadap hal tersebut dapat dilihat dari gambar di bawah ini. Gambar 5.3 Rekonstruksi Terjadinya Retailer Surplus Kondisi ini, akan terus berlanjut mengingat posisi peritel yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan pemasok. Efeknya efisiensi yang dihasilkan pemasok akan menjadi sia-sia mengingat terus-menerus dinikmati oleh peritel. Tentu saja kondisi ini menjadi tidak adil dan Marjin Pemasok Biaya Produksi Marjin Peritel Marjin Pemasok Marjin Peritel Biaya Produksi Marjin Pemasok Marjin Peritel Biaya Produksi Marjin Pemasok Biaya Produksi Marjin Peritel Marjin Pemasok Marjin Peritel Biaya Produksi Marjin Pemasok Marjin Peritel Biaya Produksi H A R G A J U A L secara jangka panjang akan menyebabkan terjadinya reduksi insentif pelaku usaha untuk melakukan efisiensi. Padahal dalam kondisi ideal, seharusnya persaingan antar pemasok dan antar peritel itulah yang menyebabkan harga murah kepada konsumen bukan merupakan hasil eksploitasi peritel terhadap pemasok. Hal ini bisa dilihat dalam gambar di bawah ini. Gambar 5.4 Persaingan Peritel dan Pemasok Menghasilkan Harga yang Murah bagi Konsumen

5.2.3.3 Permasalahan Private Label