2.3.3. Trading Terms
Ketentuan trading terms dalam kebijakan ini dibuat lebih spesifik dan lebih rigid
dengan besaran nilai maksimum yang telah ditentukan sebagai berikut ini.
a. Fixed rebate ditentukan maksimal sebesar 1 dari total penjualan b. Conditional rebate diberikan setelah peritel modern mampu mencapai
target penjualan. Nilainya pun dibuat berjenjang, dimana jika 100 target penjualan tercapai maka conditional rebate adalah sebesar 1 ,
kemudian jika mencapai lebih dari 100 dikenakan 5-10 tergantung besaran target penjualan yang dicapai.
c. Listing fee untuk Hipermarket berkisar dari Rp. 150,000 sampai Rp.10,000,000,-, Supermarket berkisar antara Rp. 75,000 sampai
Rp.10,000,000,-, Minimarket berkisar antara Rp. 5,000 sampai Rp.20,000,000,-. Perubahan listing fee dapat dilakukan dengan
menyesuaikan perkembangan inflasi.
Hal yang terpenting dalam pengaturan trading terms ini adalah memberikan ruang bebas diantara pemasok dengan peritel agar dapat bernegosiasi. Peritel
pun harus memberikan waktu lebih agar pemasok dapat mempelajari isi dari perjanjian, sehingga setelah kontrak berjalan tidak ada lagi permasalahan
yang terjadi terutama terkait dengan biaya-biaya yang tidak tercantum dalam perjanjian.
2.3.4. Perizinan
Aturan mengenai perizinan selanjutnya dibahas lebih rinci dalam Peraturan Menteri Perdagangan khusus Perizinan.
2.3.5. Ketentuan lain
Peritel asing dilarang untuk memasuki bisnis ritel skala minimarket, supermarket dengan luas dibawah 1.200 m
2
dan Department Store dengan luas lantai dibawah 2.000 m
2
.
2.4. Peraturan Daerah terkait Penataan Pasar Tradisional dan Pasar Modern 2.4.1. Perda Kota Bandung No. 2 Tahun 2009
Bandung sebagai kota jasa, industri dan perdagangan, merupakan salah satu tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Dalam kedudukan
sebagai ibukota provinsi, Kota Bandung menjadi tujuan investasi, baik asing maupun dalam negeri. Hal ini ditunjang dengan berbagai industri serta
perdagangan yang potensial dikembangkan, seperti pariwisata, manufaktur, maupun berbagai industri perdagangan dalam skala besar dan retail. Hal
inilah yang memunculkan inisiatif Pemerintah Kota Bandung untuk merumuskan Peraturan Derah tentang Perdagangan. Perda tersebut mulai
dirumuskan pada tahun 2006 dan kemudian diterbitkan pada awal tahun 2009. Hal-hal penting yang diatur dalam Perda Kota Bandung tentang
Perdagangan tersebut adalah : a. Ketentuan fair trade yang harus dilakukan oleh peritel modern yang
meliputi informasi yang jelas kepada konsumen mengenai barang yang dijual terdapat label harga, harga dicantum dalam bentuk rupiah, harga
diskon harus dicantumkan, harus terdapat label halal, sesuai persyaratan kesehatan, memberikan salinan catatan pembelian, kondisi barang yang
baik, informasi dari iklan atau promosi yang tidak menyesatkan dan tidak memojokkan pedagang lain, tidak menjanjikan hadiah yang yang
bohong, penggunaan logo atau nama merek yang membingungkan konsumen, serta tidak menimbun barang untuk tujuan spekulasi.
b. Pemerintah Daerah melakukan upaya perlindungan kepada pedagang kecil dengan memberikan subsidi langsung atau tidak langsung pada
pedagang lokal untuk produk-produk unggulan lokal yang strategis. Sementara, Pemda menentukan produk-produk unggulan daerah yang
strategis tersebut sebagai obyek proteksi. c. Pemda diarahkan untuk turut serta dalam menciptakan perdagangan dan
persaingan yang sehat. Dalam hal ini Pemda sebagai pihak yang berwenang dalam pemberian izin berusaha, sehingga diharapkan Pemda
tidak menyalahgunakan wewenang tersebut. Salah satu yang dilarang adalah dengan menghambat prosedural badan usaha yang telah
memenuhi persyaratan, membatasi dan menghalangi pemberian izin usaha perdagangan dan melakukan diskriminasi terhadap usaha
perdagangan. d. Pengaturan mengenai jarak pendirian pasar modern yang satu dengan
pasar modern yang lainnya, serta pembatasan jarak pendirian antara pasar modern dengan pasar tradisional.
e. Pemda mewajibkan pola kemitraan kepada peritel modern. Peritel modern wajib menyediakan ruang tempat usaha bagi usaha kecil dan
usaha informal atau pedagang kaki lima sebesar 10 dari luas lantai efektif bangunan dan tidak dapat diganti dalam bentuk lain. Pedagang
kaki lima atau pedagang kecil yang diprioritaskan untuk ditempatkan dalam pasar modern tersebut adalah pedagang yang berada di sekitar
lokasi bangunan tempat usaha tersebut.
2.4.2. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta