Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dapat mentoleransi perselingkuhan yang dilakukan oleh istri. Perselingkuhan yang dilakukan istri membuat posisi suami sebagai kepala rumah tangga
terancam. Suami menjadi merasa malu dan harga diri direndahkan, dimana kehormatannya sebagai laki-laki dan sebagai suami terancam.
Perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pasangan atau keduanya dalam perkawinan akan memiliki dampak yang besar bagi keberlangsungan
perkawinan. Selain akan menjadi penyebab berakhirnya perkawinan atau perceraian, perselingkuhan juga mempengaruhi kondisi psikologis pasangan
yang bersangkutan. Dampak psikologis yang muncul seperti hilangnya harga diri, rasa hormat, rasa aman, kenyamanan dan kepercayaan yang telah
bertahun-tahun dibangun serta rasa dilecehkan oleh pasangannya yang melakukan perselingkuhan Spring, 2006.
Ketika perselingkuhan terjadi, hal ini sering dikaitkan dengan sejumlah hasil merugikan bagi pernikahan dan individu yang bersangkutan Atkins, D.
Kessel, D., 2008. Dalam artikel mereka disebutkan bahwa berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perselingkuhan
berhubungan positif dengan perceraian. Betzig dalam Shackelford, Buss, Bennett, 2002 menjelaskan bahwa perselingkuhan mungkin menjadi faktor
tertinggi sebagai sumber pembubaran hubungan. Dalam sebuah studi dari 160 budaya, perselingkuhan adalah alasan yang paling sering dikutip untuk
perceraian. Mengakhiri suatu hubungan perkawinan atau bercerai tampak menjadi salah satu solusi umum untuk masalah perselingkuhan yang telah
dilakukan oleh pasangan. Selain itu, perselingkuhan juga dikaitkan dengan
kualitas perkawinan yang buruk. Shackelford et al. 2008 dalam penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bahwa perselingkuhan terjadi dikarenakan
faktor kepribadian dan kepuasan perkawinan. Namun, perselingkuhan tidak selalu diakhiri dengan perceraian. Ada
beberapa pasangan yang mengalami perselingkuhan, pada akhirnya memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yuniarti 2009 menunjukkan bahwa alasan suami mempertahan perkawinannya dengan istri yang berselingkuh adalah karena
merasa harapan terhadap perkawinanya telah terpenuhi, keberadaan anak, subjek yakin bahwa istri tidak akan berselingkuh lagi dan rasa cinta.
Ketika seseorang mengetahui mengenai pengkhianatan atau perselingkuhan yang telah dilakukan oleh pasangannya, pilihan utama yang
dihadapi adalah untuk memaafkan pasangan dan tetap bersama-sama atau untuk mengakhiri hubungan Shackelford et al., 2002. Lawson dalam
Shackelford et al., 2002 menyebutkan bahwa tidak semua pasangan mengakhiri hubungan perkawinan mereka setelah mengetahui telah terjadi
perselingkuhan. Berdasarkan hasil survey Lawson, terhadap pasangan yang salah satu dari pasangan telah melakukan perselingkuhan menyebutkan bahwa
pasangan yang terlibat perselingkuhan menjelaskan alasan mengapa mereka berselingkuh kepada pasangan yang lain. Beberapa dari pasangan memutuskan
untuk mengikuti terapi pasangan dalam upaya untuk menemukan akar masalah dan memperbaiki perkawinan mereka. Beberapa pasangan yang lain berusaha
untuk menggali dan membuat rincian mengenai permasalahan dalam rangka
mengenali acaman dan dampak akibat perselingkuhan. Beberapa pasangan pada akhirnya memutuskan untuk memaafkan pasangan mereka.
Gilbert et al. dalam Pearlman, 2010 menyebutkan bahwa penelitian mengenai peran penting memaafkan dalam perkawinan telah menjadi
pembahasan psikologis, terlebih memaafkan berfungsi sebagai stabilitas keutuhan rumah tangga. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
memaafkan dapat menjadi faktor penting dalam membantu untuk menyembuhkan dan memulihkan hubungan yang bermasalah. Memaafkan
dalam perkawinan telah terbukti bermanfaat ketika pasangan suami istri dihadapkan pada pelanggaran sehari-hari, dan memaafkan juga sangat penting
ketika pasangan suami istri dihadapkan dengan pengkhianatan besar, seperti perselingkuhan. Berdasarkan penelitian dan observasi klinis yang telah
dilakukan memaafkan merupakan terapi yang tepat dalam pemulihan hubungan perkawinan pada pasangan setelah terjadi perselingkuhan Spring, 2006.
Memaafkan juga bermanfaat untuk diri sendiri, hubungan interpersonal Suwartono Viktoria, 2010 dan mengurangi konflik yang telah terjadi
Suwartono Viktoria, 2010; McNulty, 2008. Memaafkan pelanggaran yang terjadi dalam suatu perkawinan merupakan salah satu faktor pendukung untuk
menciptakan kehidupan perkawinan yang bahagia Fatima Ajmal, 2012. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkkan bahwa memaafkan juga
berkaitan dengan kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis Witvliet, 2001. Di lain pihak, perilaku tidak memaafkan berkorelasi positif dengan indikator
stres dan psikopatologi Berry Worthington, 2001; Witvliet, 2001.
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa memaafkan atau mengakhiri suatu hubungan perkawinan tergantung pada jenis kelamin dan
sifat atau jenis dari perselingkuhan Shackelford et al., 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Fisher et al. 2008 menunjukkan bahwa baik suami atau istri
percaya pasangan mereka akan memiliki waktu yang lebih sulit untuk memaafkan perselingkuhan seksual daripada perselingkuhan emosional, tetapi
hal tersebut tidak menunjukkan bahwa perselingkuhan seksual akan lebih cenderung mengarah pada pembubaran hubungan atau perceraian. Penelitian
yang juga banyak dilakukan adalah mengenai usaha terapis klinis membantu pasangan memunculkan sikap memaafkan terhadap pasangannya yang
melakukan perselingkuhan Bird, Butler, Fife, 2007; Fife, Weeks, Gambescia, 2008; Olmstead, Blick, Mills, 2009; Parker, Berger,
Campbell, 2010. Peneliti merasa tertarik untuk melihat dan mengkaji mengenai
memaafkan dalam lingkup yang lebih spesifik yaitu memaafkan perselingkuhan yang terjadi dalam perkawinan. Memaafkan merupakan sesuatu
yang tidak mudah untuk dilakukan, terlebih pelanggaran yang dilakukan merupakan suatu pengkhianatan yang dilakukan oleh pasangan yang dicintai.
Di sisi lain, memaafkan merupakan cara bagi pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan.
Penelitian mengenai memaafkan perselingkuhan di Indonesia pernah dilakukan oleh Sa’adah et al. 2012. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa proses istri memaafkan suami yang berselingkuh terjadi bertahap dan
berulang-ulang. Proses memaafkan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti permintaan maaf suami, dukungan dari keluarga, dan kepedulian anak
terhadap permasalahan, membantu seorang istri dalam proses memafkan suami yang melakukan perselingkuhan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat bahwa kebanyakan penelitian yang dilakukan membahas mengenai dinamika istri dalam menghadapi
perselingkuhan yang dilakukan oleh suami mereka. Pada faktanya, tidak menutup kemungkinan bahwa istri juga dapat melakukan perselingkuhan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk membahas mengenai dinamika suami dalam menghadapi perselingkuhan yang dilakukan oleh istri
mereka. Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai bagaimanakah proses suami memaafkan istri yang berselingkuh dalam rangka mempertahankan
perkawinan.