Subjek 2 DN Hasil Analisis Data Penelitian

330-337 Permintaan maaf dari istri subjek. 540-547 Janji yang dibuat oleh subjek dan istrinya untuk saling memperbaiki sikap. 10. Penilaian subjek terhadap istri setelah memutuskan tetap mempertahankan perkawinan AK1.2. No Baris Kata Kunci 529-532 Subjek melihat istrinya sebagai seseorang yang butuh didengarkan dan diperhatikan. 547-549 Subjek melihat istrinya sebagai seseorang yang memerlukan suami yang bisa melindungi dan menjaga kehormatannya. 11. Perasaan subjek setelah membuat keputusan untuk tetap mempertahankan perkawinan AK1.3. No Baris Kata Kunci 361-363 Subjek merasa lebih ringan dalam menghadapi permasalahan. 12. Kesulitan yang dialami subjek ketika memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan AK1.4. No Baris Kata Kunci 350-353 370-373 514-516 Subjek sulit untuk membangun kepercayaan lagi terhadap istrinya. 354-355 Subjek masih terbayang-bayang istrinya jalan dengan laki-laki lain. 13. Pelajaran yang subjek pahami setelah peristiwa perselingkuhan berlalu AK1.5. No Baris Kata Kunci 376-394 Subjek menyadari belum menjadi seorang imam yang baik bagi istri dan anak-anak. 394-399 Subjek ingin menjaga dan melindungi kehormatan istri. 553-561 Subjek mengubah komunikasi dalam keluarga menjadi dua arah. 567-573 577-581 Subjek menyadari istrinya bukan orang yang sempurna. 14. Perasaan subjek saat ini menjalani perkawinan setelah peristiwa perselingkuhan tersebut berlalu AK2.6. No Baris Kata Kunci 403-408 Subjek bersyukur karena telah berhasil menghadapi permasalahan yang mengancam keutuhan rumah tangganya. 15. Penilaian subjek setelah peristiwa perselingkuhan tersebut berlalu AK2.7. No Baris Kata Kunci 415-418 Subjek melihat istrinya telah berubah setelah peristiwa tersebut berlalu. Istri subjek juga mulai mengenakan jilbab. 16. Kegiatan keseharian yang dilakukan subjek bersama dengan istri saat ini setelah peristiwa perselingkuhan berlalu AK2.8. No Baris Kata Kunci 410-412 418-423 599-602 Subjek dan istri menjadi lebih banyak meluangkan waktu untuk bersama. 606-610 Ada waktu untuk nonton film berdua. 611-614 Kalau hari libur sering keluar untuk makan malam berdua. b. Analisis deskriptif 1. Awal Subjek DN mengisahkan bahwa sebelum terjadi peristiwa perselingkuhan, subjek melihat istrinya sebagai seseorang yang baik, penyayang dan dapat mengurus keperluan subjek serta anak-anak DN, pp 1-8 . Sikap istri subjek DN yang baik dan perhatian tersebut yang membuat subjek tertarik dan memutuskan untuk menikahi istrinya DN, pp 18-19. Setelah subjek DN dan istrinya menikah, mereka menjalani keseharian dengan melakukan pembagian tugas dalam mengurus rumah tangga. Setiap hari subjek DN dan istrinya saling bekerjasama dalam mempersiapkan segala kebutuhan mereka. Istri subjek DN setiap harinya bertugas mempersiapkan sarapan sebelum mereka berangkat bekerja sementara itu subjek DN membantu membersihkan rumah DN, pp 32-36. Aktivitas yang dilakukan oleh subjek DN bersama dengan istrinya kembali berlanjut setelah mereka berdua pulang dari bekerja. Setelah pulang dari bekerja subjek DN dan istrinya biasanya akan menghabiskan waktu dengan menonton TV dan mengobrol mengenai permasalahan di kantor masing-masing DN, pp 462-467 . Sedangkan aktivitas di hari libur yang subjek DN lakukan bersama dengan istri sebelum mempunyai anak, lebih banyak dilakukan di rumah. Pada hari libur biasanya sembari mendengarkan musik subjek DN akan membersihkan rumah sedangkan istrinya memasak DN, pp 50-54. Kegiatan di hari libur subjek DN dan istrinya sedikit berbeda setelah mereka mempunyai anak pertama. Setelah mempunyai anak pertama, setiap pagi subjek DN dan istrinya meluangkan waktu untuk jalan-jalan bersama dengan anak mereka keliling kampung DN, pp 56-59. Dalam hal mengungkapkan rasa sayang kepada istri, subjek DN menyampaikan bahwa dia bukan merupakan orang yang romantis. Walaupun bukan tipe orang yang romantis, namun subjek DN tetap menunjukkan perasaan sayang kepada istri melalui perkataan seperti “papa sayang mama” DN, pp 454-455. Selebihnya subjek DN menunjukkan perasaan sayang kepada istrinya dengan tindakan seperti mengajak istrinya makan bersama ketika hari ulang tahun pernikahan DN, pp 456-460 . Subjek DN merasa bahwa selama menjalani kehidupan perkawinan sebelum peristiwa perselingkuhan, subjek dan istrinya tidak pernah mengalami permasalahan. Permasalahan yang terjadi seperti mengurus kebutuhan rumah tangga dan anak-anak menurut subjek DN merupakan hal yang biasa terjadi dalam menjalani kehidupan perkawinan DN, pp 65-72; DN, pp 430-436. Dalam menghadapi permasalahan mengurus keperluan rumah tangga seperti menjaga kerapian dan kebersihan rumah, subjek DN dan istrinya akan menyelesaikan masalah tersebut dengan saling pengertian satu dengan yang lain DN, pp 81-83. Di sisi lain, ketika permasalahan yang dihadapi menuntut pengambilan keputusan, subjek DN yang selalu berperan sebagai pengambil keputusan dan tindakan penyelesaian masalah. Dalam menghadapi permasalahan demikian, subjek DN jarang mengajak istrinya berdiskusi mengenai cara penyelesaian masalah yang terjadi DN, pp 442-445. 2. Tengah Memasuki usia 11 tahun perkawinan, kehidupan rumah tangga subjek DN terusik oleh perselingkuhan yang dilakukan oleh istrinya. Subjek DN tidak pernah menyangka bahwa dia akan menghadapi permasalahan yang mengacam keutuhan rumah tangganya. Selama menjalani kehidupan perkawinan, subjek DN mengganggap bahwa rumah tangganya dalam kondisi yang baik tanpa ada permasalahan yang mengganggu. Hingga pada suatu ketika, seorang tetangga meyampaikan kepada subjek DN bahwa istri subjek telah berselingkuh DN, pp 104-107. Informasi yang disampaikan oleh tetangga subjek DN tersebut, tidak begitu saja dipercayai oleh subjek DN, pp 107-108. Namun, semakin hari banyak tetangga subjek DN yang membicarakan permasalahan tersebut DN, pp 109-110. Situasi tersebut, membuat subjek DN pada akhirnya ingin membuktikan kebenaran perselingkuhan yang dilakukan oleh istrinya DN, pp 113- 114 . Subjek DN kemudian memutuskan untuk mengikuti istrinya pergi. Pada hari itu, subjek DN akhirnya mengetahui bahwa istrinya telah berselingkuh. Pada waktu itu, subjek DN melihat sendiri bahwa istrinya telah pergi dengan laki-laki lain DN, pp 113-123. Pada saat subjek DN melihat sendiri perselingkuhan istrinya tersebut, subjek berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan kemarahannya di depan umum DN, pp 124-129. Subjek DN kemudian memutuskan untuk pulang dan menyelesaikan permasalahan tersebut di rumah DN, pp 140-142. Selama subjek DN menunggu istrinya pulang ke rumah, banyak perasaan yang berkecamuk dalam diri subjek. Perselingkuhan yang dilakukan oleh istri subjek DN membuat subjek memiliki perasaan yang campur aduk DN, pp 121-123. Subjek DN merasa marah DN, pp 134-136; DN, pp 144; DN, pp 150, sedih DN, pp 144, kecewa DN, pp 144; DN, pp 477-481, dan bingung bagaimana harus betindak DN, pp 148- 150. Melihat secara langsung perselingkuhan istri, subjek DN juga timbul perasaan benci kepada istrinya DN, pp 520-521. Setelah subjek DN menunggu, akhirnya istrinya pulang. Subjek DN kemudian segera menanyakan kepada istrinya apa yang dilakukan hari itu DN, pp 153-155. Istri subjek DN menjawab kalau dia hari itu pergi bersama teman-temannya. Mendengar kebohongan istri, subjek DN bertambah marah DN, pp 158, kemudian menyampaikan bahwa hari itu subjek mengikuti istrinya pergi. Subjek DN semakin bertambah marah DN, pp 162; DN, pp 166; DN, pp 168 ketika istrinya malah menyalahkan subjek sebagai suami yang tidak perhatian. Subjek DN merasa sakit hati DN, pp 167 mendengar perkataan istrinya tersebut. Perasaan marah subjek DN terhadap istrinya membuat subjek berpikir untuk menceraikan istrinya DN, pp 174-175; DN, pp 234-235. Dalam kondisi yang sangat marah, subjek DN mengucapkan kata cerai kepada istrinya DN, pp 167-171. Namun, setelah mengucapkan kata perceraian kepada istri, subjek DN teringat akan anak-anak yang masih kecil DN, pp 177- 179. Subjek DN menyadari bahwa dengan meceraikan istrinya tidak akan menyelesaikan masalah. Perceraian yang terjadi justru akan melukai anak-anak. Subjek DN kemudian memutuskan untuk mencoba berbicara satu sama lain dengan istrinya. Sebelum subjek DN memulai pembicaraan dengan istrinya, subjek mengungsikan anak-anak ke rumah ibunya terlebih dahulu DN, pp 187-189. Subjek DN tidak ingin anak-anaknya mengetahui permasalahan yang terjadi dalam keluarga mereka DN, pp 191-192. Setibanya subjek DN dan anak-anak di rumah ibu subjek, subjek DN kemudian menceritakan mengenai permasalahan yang terjadi dalam rumah tangganya DN, pp 201-203. Setelah subjek DN mendapatkan nasihat dari ibunya, subjek memutuskan untuk segera pulang ke rumah dan menyelesaikan masalah tersebut dengan istrinya. Dalam perjalanan pulang, perasaan subjek DN masih berkecamuk. Subjek DN merasa kecewa kepada istrinya DN, pp 224-226 dan gagal dalam mendampingi keluarganya DN, pp 222-224. Selain itu, subjek DN sebagai imam dalam keluarga juga merasa telah diremehkan dan ditipu oleh istrinya DN, pp 231-233. Setelah tiba di rumah, subjek DN mencoba menanyakan kepada istrinya mengenai perselingkuhan yang telah dilakukan. Istri subjek DN beralasan bahwa dia melakukan perselingkuhan itu karena merasa kurang mendapat perhatian dari subjek. Istri subjek DN juga mengganggap bahwa subjek bukan suami yang dapat mengerti dirinya. Subjek DN merasa kesal dan kecewa DN, pp 255-259 mendengar alasan dari istrinya tersebut. Pada waktu itu, subjek DN membuat keputusan bahwa subjek dan istrinya memerlukan waktu untuk saling introspeksi DN, pp 261-263. Pada saat itu, subjek DN merasa memerlukan bantuan dari orang lain untuk membimbingnya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Keesokan hari, subjek DN memutuskan untuk menemui seorang ulama DN, pp 263-269; DN, pp 321-325. Ulama tersebut kemudian memberikan beberapa nasihat yang membuat subjek DN menyadari kekurangnya sebagai kepala rumah tangga. Setelah mendapatkan nasihat dari ulama, subjek DN kembali ke rumah dan mengajak istrinya untuk berbicara mengenai penyelesaian masalah tersebut DN, pp 330-337; DN, pp 532-537. Setelah subjek DN berbicara dengan istrinya, subjek meminta istrinya untuk segera mengakhiri hubungan dengan teman selingkuh DN, pp 338-348. 3. Akhir Dalam mengambil keputusan untuk tetap mempertahankan perkawinan, subjek mengalami banyak kesulitan. Pada awalnya, subjek DN merasa sulit untuk menerima istrinya kembali. Walaupun, subjek DN sudah mendapatkan nasihat dari seorang ulama, subjek masih membutuhkan waktu untuk merefleksikan peristiwa yang dialami. Pada waktu itu, subjek DN juga sempat berpisah ranjang dengan istrinya DN, pp 504-508. Subjek DN merasa masih belum dapat melupakan kejadian saat melihat istrinya dengan laki-laki lain DN, pp 345-355. Kejadian yang dilihat sendiri oleh subjek DN, membuat subjek kesulitan untuk membangun kepercayaan kepada istrinya DN, pp 350-353; DN, pp 370-373; DN, pp 514-516. Pada akhirnya kesulitan-kesulitan tersebut dapat dihadapi oleh subjek DN melalui masa-masa merefleksikan diri. Banyak hal yang membuat subjek DN memutuskan untuk mempertahankan perkawinan. Pada waktu itu, yang membuat subjek DN bertahan adalah melihat anak-anak yang masih kecil DN, pp 239-241. Subjek DN sendiri juga menyadari bahwa dia masih mencintai istrinya DN, pp 577-585 sehingga dia ingin memberi kesempatan istrinya untuk berubah. Selain itu, permintaan maaf DN, pp 330-337 dari istri subjek DN membuat subjek merasa tenang dan yakin kalau istrinya dapat berubah. Dukungan dan nasihat dari ibu subjek DN DN, pp 210-216 juga membuat subjek kuat dalam menghadapi permasalahan tersebut. Subjek DN menyadari bahwa dia belum dapat menjadi kepala rumah tangga yang baik DN, pp 292-309; DN, pp 489-491. Kesadaran subjek DN ini, membuat subjek ingin memperbaiki kekurangan dan tetap mempertahankan perkawinan dengan istri. Selain itu juga, subjek DN dan istrinya telah saling berjanji untuk memperbaiki diri masing-masing dan saling mengingatkan satu sama lain ketika terjadi suatu permsalahan DN, pp 540-547. Setelah memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan, pandangan subjek DN terhadap istrinya berubah. Pada awalnya, ketika subjek DN mengetahui perselingkuhan istrinya, subjek sempat membenci istrinya dan berkeinginan untuk menceraikan istrinya. Namun, setelah subjek DN mencoba merefleksikan diri, subjek melihat istrinya sebagai seseorang yang membutuhkan perhatian DN, pp 529-532. Subjek DN juga merasa bahwa istrinya adalah orang yang butuh dilindungi dan dijaga kehormatan sebagai istri DN, pp 547-549. Setelah subjek DN memutuskan untuk kembali menerima istrinya, subjek merasa lebih ringan dan berpikiran postif dalam menghadapi permasalahan tersebut DN, pp 361-363. Setelah merefleksikan diri, subjek DN menjadi dapat memaknai dengan positif peristiwa yang hampir mengancam keutuhan rumah tangga. Subjek DN mengambil pelajaran setelah peristiwa itu berlalu. Subjek DN menjadi belajar bahwa dia harus dapat menjadi imam yang baik bagi keluarganya DN, pp 376-394. Mengalami peristiwa tersebut, subjek DN menyadari bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini, termasuk istrinya DN, pp 567-573; DN, pp 577-581. Siapa saja bisa melakukan kesalahan, oleh karena itu subjek DN menyadari bahwa dia juga memiliki tanggung jawab dalam menjaga dan melindungi kehormatan istrinya DN, pp 394-399. Selain itu, subjek DN menjadi sadar bahwa selama ini dia telah bersikap otoriter dalam keluarga. Setelah mengalami peristiwa tersebut, subjek DN belajar untuk mengubah komunikasinya menjadi lebih terbuka. Subjek DN menjadi memberikan kesempatan pada istrinya untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan DN, pp 553-561. Saat ini, subjek DN dalam menjalani kehidupan perkawinan merasa bersyukur DN, pp 403-408 karena telah berhasil mempertahankan perkawinannya. Setelah menghadapi permasalahan yang mengancam keutuhan rumah tangga, subjek DN merasa lega karena dapat menghadapi permasalahan tersebut. Subjek DN juga merasa senang karena setelah peristiwa itu berlalu banyak perubahan dalam dirinya dan istrinya. Subjek DN melihat istrinya saat ini menjadi lebih santun dengan mengenakan jilbab DN, pp 415-418. Selain itu, saat ini subjek dan istrinya juga lebih banyak meluangkan waktu untuk berdua untuk bercerita dan bercanda DN, pp 410-412; DN, pp 418-423; DN, pp 599-602. Setelah peristiwa tersebut, subjek DN dan istrinya juga menjadi mempunyai waktu untuk menonton film berdua DN, pp 606-610 dan makan malam berdua di luar DN, pp 611-614. Berdasarkan cerita subjek DN mengenai pengalamannya dalam berproses menghadapi persitiwa perselingkuhan yang dilakukan oleh istrinya, subjek DN menunjukkan narasi dengan struktur atau alur progresif. Walaupun pada awal penceritaan subjek DN menunjukkan narasi yang regresif yaitu subjek DN menemui kesulitan ketika memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinannya. Subjek DN merasa belum dapat melupakan rasa sakit yang dialami akibat perbuatan istrinya. Subjek DN juga mengalami pertentangan batin antara menceraikan atau tetap mempertahankan perkawinan dengan istri. Subjek DN yang sudah terlanjur mmebenci istrinya menjadi sulit untuk mempercayai kembali istrinya. Namun, narasi yang disampaikan oleh subjek DN berubah menjadi progresif dengan melihat perjuangan subjek dalam usaha untuk melupakan rasa sakit akibat perbuatan istri dan melihat istri dengan cara pandang yang baru. Skema 3. Dinamika Memaafkan Subjek 2 DN AWAL SITUASI PERKAWINAN Penilaian subjek terhadap istri: - Istri yang baik - Penyayang - Perhatian - Dapat mengurus keperluan subjek serta anak-anak Kegiatan keseharian subjek bersama istri: - Mengurus kebutuhan rumah tangga - Menonton TV dan mengobrol bersama setelah pulang kerja - Menunjukkan perasaan cinta dengan verbal maupun nonverbal Permasalahan yang muncul: - Pengurusan kebutuhan rumah tangga - Pengurusan kebutuhan anak-anak Cara mengatasi permasalahan dalam perkawinan: - Melihat permasalahan dengan perasaan positif yang tampak dalam perilaku saling pengertian satu dengan yang lain - Sebagai kepala rumah tangga mentukan keputusan dan tindakan penyelesaian masalah PERSELINGKUHAN Perubahan penilaian: - Istrinya telah menyakiti dan mengecewakan dirinya Perubahan perasaan: - Benci, Marah, Bingung, Sedih, Sakit hati, Kecewa, Kesal - Diremehkan dan ditipu - Harga dirinya diinjak-injak oleh istrinya - Merasa gagal sebagai imam dalam mendampingi keluarganya Respon subjek yang muncul: - Tidak mempercayai istrinya lagi - Sulit melupakan perselingkuhan - Muncul keinginan untuk menceraikan istrinya Tindakan yang dilakukan: - Bertanya kepada istri mengenai kebenaran perselingkuhan - Mengungsikan anak-anak ke rumah ibu - Pisah ranjang dengan istri sementara waktu untuk meredakan emosi - Meminta istrinya untuk mengakhiri hubungan dengan pasangan selingkuh - Membuat janji dengan istrinya untuk saling memperbaiki sikap Faktor yang mempengaruhi tindakan subjek: - Perasaan cinta - Sholat - Nasihat ibu - Nasihat ulama - Permintaan maaf istri - Kesadaran subjek akan kekurangan diri sebagai suami kurang memberi perhatian pada istri Perubahan penilaian: - Melihat istrinya sebagai seseorang yang butuh didengarkan dan diperhatikan - Melihat istrinya sebagai seseorang yang memerlukan suami yang bisa melindungi dan menjaga kehormatannya Perubahan perasaan: - Bersyukur karena telah berhasil menghadapi permasalahan yang mengancam keutuhan rumah tangganya Perubahan aktivitas: - Subjek dan istri menjadi lebih banyak meluangkan waktu untuk bersama - Ada waktu untuk nonton film berdua - Kalau hari libur sering keluar untuk makan malam berdua TENGAH Dinamika Subjek Saat Terjadi Perselingkuhan AKHIR Proses Subjek dalam Memaafkan 106 Skema 4. Dinamika Memaafkan Subjek ES dan DN Penilaian positif kedua subjek terhadap istri Akitivitas keseharian dalam berumah tangga yang terpola PERSELINGKUHAN TAHAP TERLUKA:  Perasaan terluka dampak psikologis  Perubahan penilaian terhadap istri AWAL SITUASI PERKAWINAN Respon spontan yang muncul: - Membenci perbuatan istri karena telah menyepelekan subjek sebagai suami - Membenci istri dan perbuatannya sehingga muncul keinginan untuk menceraikan TENGAH Dinamika Subjek Saat Terjadi Perselingkuhan TAHAP KEMBALI BERSAMA Perubahan aktivitas: - Subjek dan istri saat ini lebih banyak mempunyai waktu untuk bersama - Ada waktu di malam hari untuk doa bersama dan sharing mengenai perasaan masing-masing - Ada waktu untuk nonton film berdua - Kalau hari libur sering keluar untuk makan malam berdua AKHIR Proses Subjek dalam Memaafkan  Perasaan terluka dampak psikologis: marah, kecewa, sedih, bingung, marah, disepelekan oleh istri, sulit melupakan perselingkuhan, tidak mempercayai istrinya lagi  Perubahan penilaian terhadap istri: - Istri menyepelekan subjek sebagai suami - Istrinya telah menyakiti dan mengecewakan dirinya TAHAP PENYEMBUHAN  Tindakan yang dilakukan: - Berdoa - Meminta nasihat pada ibu dan ulama  Respon istri: meminta maaf pada subjek  Perubahan pikiran: - Menyadari bahwa ada kekurangan sebagai suami - Menyadari bahwa istri memerlukan perhatian - Menyadari bahwa istri butuh dijaga dan dilindungi kehormatannya

D. Pembahasan

Kisah mengenai pengalaman dalam mempertahankan perkawinan yang disampaikan oleh kedua subjek merupakan narasi personal dengan struktur atau alur yang progresif. Narasi bertujuan untuk memahami ketidakberaturan yang dalam hal ini proses subjek penelitian dalam menghadapi permasalahan rumah tangga. Narasi menjadi alat untuk menghadirkan keteraturan dan memberikan makna terhadap peristiwa yang terjadi. Narasi yang disampaikan oleh subjek ES dan DN menunjukkan proses mereka dalam mengatasi permasalahan perselingkuhan yang dilakukan oleh istri mereka. Berbagai perasaan negatif yang dirasakan oleh subjek ES dan DN hingga timbul keinginan untuk menceraikan istri menunjukkan struktur yang regresif. Namun, struktur regresif tersebut berubah menjadi struktur progresif ketika subjek ES dan DN dapat merefleksikan peristiwa yang dialami dan membuka pandangan terhadap kekurangan mereka serta kebutuhan-kebutuhan istri. Pandangan positif kedua subjek terhadap istri dan kehidupan perkawinan membuat mereka tidak pernah menduga akan mengalami permasalahan perselingkuhan. Situasi perkawinan dapat menjadi faktor penyebab istri subjek ES dan DN melakukan perselingkuhan. Walaupun subjek ES dan DN menggambarkan bahwa kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja sebelum terjadi perselingkuhan ES, pp 39-44; DN, pp 64-72, namun yang menjadi permasalahan bukan tidak ada masalah yang muncul dalam perkawinan, tetapi melihat akitivitas keseharian subjek ES dan DN dengan istri mereka yang telah terpola. Rutinitas yang dilakukan berupa pengurusan kebutuhan rumah tangga dan anak-anak. Subjek ES dalam narasinya juga menyampaikan bahwa subjek tidak pernah menunjukkan perasaan sayang dengan kata-kata verbal terhadap istrinya. Subjek ES merasa bahwa tindakan nyata yang dilakukan sudah cukup untuk menunjukkan perasaan sayangnya terhadap istri ES, pp 503-513; ES, pp 522-528. Berbeda dengan subjek ES, subjek DN dapat menunjukkan perasaan sayang terhadap istri dengan kata-kata verbal dan juga tindakan nyata DN, pp 451-460. Hal yang menjadi kendala adalah subjek tidak pernah melibatkan istrinya dalam pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan rumah tangga DN, pp 442-445. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam hubungan perkawinan dan keluarga. Pasangan suami istri memerlukan komunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun nonverbal, dalam menjalani hidup bersama sehari-hari. Penggunaan komunikasi verbal dan nonverbal serta pola komunikasi berperan penting dalam menjaga kestabilan suatu keluarga. Galvin dan Brommel 1982 menjelaskan bahwa dalam keluarga memiliki karakteristik yaitu saling bergantung, ada aturan, penyesuaian dan keterbukaan. Cara berkomunikasi subjek ES dan DN dengan istri mereka belum menunjukkan ada keterbukaan satu dengan yang lain. Sikap subjek ES dan DN menjadi faktor penyebab istri mereka melakukan perselingkuhan. Shackelford et al. 2008 menunjukkan bahwa perselingkuhan terjadi dikarenakan faktor kepribadian dan kepuasan perkawinan. Berdasarkan narasi yang telah disampaikan oleh subjek ES dan DN menunjukkan bahwa istri mereka cenderung merasa kurang puas terhadap kehidupan perkawinan. Sikap subjek ES dan DN yang dirasa tidak menyenangkan dan tidak dapat diandalkan oleh istri membuat istri berpaling kepada laki-laki lain. Ginanjar 2009 menjelaskan bahwa perselingkuhan dapat terjadi karena pasangan yang selingkuh memiliki kebutuhan yang besar akan perhatian. Subjek ES yang cenderung tidak dapat menunjukkan perhatian terhadap istrinya, membuat istri mencari laki-laki lain yang dapat memberikan perhatian yang lebih. Sama halnya, dengan subjek DN yang tidak melibatkan istrinya dalam pengambilan keputusan membuat istrinya juga cenderung mencari perhatian dari laki-laki lain. Selain itu, perselingkuhan terjadi juga karena ada kesempatan untuk melakukan perselingkuhan tersebut. Ketidakpuasan istri subjek ES dan DN terhadap suami mereka, membuat mereka mencari kesempatan untuk bertemu dengan laki-laki lain. Kesempatan itu didukung dengan adanya sarana seperti tempat kerja, hotel, restoran hingga tersedianya alat komunikasi modern saat ini. Berdasarkan situasi di atas, dapat dilihat bahwa perempuan lebih cenderung melakukan perselingkuhan emosional Atkins, Baucom, Jacobson, 2001. Brase et al. 2004 menjelaskan bahwa perselingkuhan emosional terjadi ketika seseorang yang berada dalam hubungan berkomitmen perkawinan menjadi terlibat secara emosional misalnya, perasaan cinta romantis dengan orang lain selain pasangan mereka. Kristee 2011 menjelaskan bahwa perempuan yang selingkuh beralasan merasa kurang ada perhatian dari suami mereka. Terungkapnya perselingkuhan yang dilakukan oleh istri subjek ES dan DN, menempatkan kedua subjek pada tahap pertama yaitu tahap terluka atau merasa disakiti. Smedes 1991, terj. menjelaskan bahwa rasa sakit yang mendalam sehingga tidak dapat dilupakan menempatkan seseorang pada tahap krisis pemberian maaf. Smedes 1991, terj. menyebutkan terdapat 3 tiga karakteristik rasa sakit yang menimbulkan krisis kesedian memberikan maaf, yaitu: menyangkut pribadi manusia, perlakuan tidak adil, dan sangat menikam perasaan. Dalam hal ini, perselingkuhan termasuk rasa sakit yang sangat menikam perasaan. Perselingkuhan merupakan suatu bentuk ketidaksetiaan dan pengkhianatan. Pada saat subjek ES dan DN dengan istri yang saling mencintai mengikat janji setia dalam suatu perkawinan, mereka mempunyai kepercayaan satu dengan yang lain. Namun, ketidaksetiaan yang dilakukan oleh istri subjek ES dan DN, menjadikan kepercayaan tersebut hancur. Ketidaksetiaan yang terjadi akan menimbulkan dua pilihan yaitu berpisah dengan perasaan terluka atau memaafkan pasangan yang telah tidak setia. Hubungan suami istri yang telah didasarkan pada saling percaya dapat menjadi hancur ketika terjadi pengkhianatan. Subjek ES dan DN yang telah mengalami pengkhianatan akan sulit untuk menerima kembali istri yang telah mengkhianati mereka. Dampak psikologis atau perasaan terluka yang dirasakan oleh subjek ES dan DN merupakan faktor yang menyebabkan mereka sulit untuk memaafkan perbuatan yang dilakukan oleh istri mereka. Spring 2006 menjelaskan bahwa perselingkuhan yang terjadi akan membawa dampak psikologis bagi pasangan yang telah dikhianati. Dampak psikologis yang dirasakan oleh subjek ES dan DN seperti kehilangan indentitas diri. Subjek ES merasa bahwa dirinya telah hancur dan dilecehkan sebagai seorang kepala rumah tangga ES, pp 161-164. Hal yang sama juga dirasakan oleh subjek DN yaitu subjek DN merasa telah diremehkan dan ditipu oleh istrinya DN, pp 232-233. Subjek ES dan DN yang awalnya menganggap bahwa diri mereka adalah kepala rumah tangga yang baik berubah menjadi seseorang yang terlecehkan karena perbuatan istri mereka. Selain itu, dampak psikologis yang juga dirasakan oleh subjek ES dan DN berupa perasaan kehilangan keistimewaan diri. Subjek ES merasa bahwa dirinya tidak pernah menyangka akan mengalami permasalahan tersebut. Penilaian subjek ES terhadap istrinya yang selama ini baik berubah menjadi perasaan kecewa dengan perbuatan istrinya yang telah mengkhianatinya ES, pp 153-158 . Hal yang sama juga dirasakan oleh subjek DN. Subjek DN merasa telah gagal sebagai imam dalam mendampingi keluarganya DN, pp 222-224 . Subjek DN merasa bahwa sebagai seorang suami tidak ada artinya lagi dimata istrinya. Tahap kedua, yaitu tahap membenci. Pada saat subjek ES dan DN menyadari bahwa mereka telah terluka karena perselingkuhan istri, maka akan muncul perasaan membenci. Smedes menjelaskan bahwa perasaan membenci merupakan tanggapan spontan terhadap perasaan terluka yang dialami seseorang. Dalam narasi yang telah disampaikan oleh subjek ES dan DN, perasaan benci yang ditunjukkan oleh subjek ES dan DN terlihat berbeda. Pada tahap membenci ini, subjek ES tidak menyampaikan secara jelas bahwa beliau membenci istrinya. Subjek ES hanya mengungkapkan perasaan sedih, marah,