rentang dinamis yang lebar, sensitivitas tinggi, dan akan mendeteksi semua senyawa yang mengandung karbon Scott, 2003.
Gambar 6. Skema FID Scott, 2003 Pada pemakaian FID, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama,
kecepatan alir O
2
udara dan H
2
. Untuk memperoleh tanggapan FID yang optimal sebaiknya kecepatan aliran H
2
+ 30 mLmenit dan O
2
sepuluh kalinya. Kedua adalah suhu FID harus diatas 100
o
C. Hal ini bertujuan untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan menurun
sensitivitasnya Gandjar dan Rohman, 2007. Solut yang keluar dari kolom dicampur H
2
dan udara kemudian dibakar pada nyala di bagian dalam detektor. Atom karbon senyawa organik dapat
menghasilkan radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO
+
dalam nyala hidrogen – udara.
CHO + O CHO
+
+ e
-
2
CHO
+
yang dihasilkan dalam nyala bergerak ke katoda yang berada di atas nyala. Arus yang mengalir di antara anoda dan katoda diukur dan diterjemahkan sebagai
sinyal pada rekorder. Detektor ini jauh lebih peka daripada detektor daya hantar panas. Kepekaan detektor ionisasi nyala akan lebih meningkat kalau N
2
digunakan sebagai gas pembawa Hendayana, 2010.
6. Pengaturan Suhu
Secara keseluruhan, pemilihan suhu dalam kromatografi gas
berhubungan dengan beberapa faktor. Suhu injektor harus relatif tinggi, konsisten dengan stabilitas thermal sampel, untuk memberikan kecepatan penguapan yang
paling tinggi agar sampel masuk ke kolom dalam volum kecil, menurunkan penyebaran dan meningkatkan resolusi. Suhu kolom berhubungan dengan
kecepatan, sensitifitas dan resolusi. Pada suhu tinggi, sampel berada pada fase gas terlama dan terelusi dengan cepat, tetapi resolusinya jelek. Pada suhu rendah,
sampel berada di fase diam paling lama dan terelusi dengan lamban; resolusi meningkat tetapi sensitifitas menurun. Suhu detektor harus cukup tinggi untuk
mencegah sampel terkondensasi Christian, 2004. KG didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkannya yakni
kelarutan senyawa dan titik didih senyawa. Karena titik didih senyawa berhubungan dengan suhu makan suhu merupakan faktor utama dalam
kromatografi gas Gandjar dan Rohman, 2007. a.
Operasi isotermal Pemilihan suhu kolom untuk operasi isotermal merupakan permasalahan
yang kompleks dan biasanya diselesaikan dengan suatu kompromi. Sampel yang
komponen-komponennya memiliki titik didih dengan rentang yang luas menghasilkan hasil kromatograf yang tidak memuaskan hanya dengan single
isotermal run. Pemisahan pada suhu kolom yang sedang mungkin menghasilkan resolusi yang bagus untuk komponen dengan titik didih rendah tetapi
membutuhkan waktu yang panjang untuk mengelusi komponen dengan titik didih tinggi. Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan suhu kolom beberapa
poin lebih tinggi selama pemisahan sehingga komponen dengan titik didih tinggi akan terelusi lebih cepat dan dengan peak yang lebih berdekatan Dean,1995.
b. Suhu terprogram
Pemisahan konstituen-konstituen dalam sampel yang mempunyai daerah titik didih luas dapat diperbaiki dan dipercepat dengan menaikan temperatur
kolom pada suatu laju yang seragam. Cairan yang mempunyai titik didih rendah akan terelusi terlebih dahulu, sedangkan pada temperatur lebih tinggi zat yang
mempunyai titik didih lebih tinggi baru akan terelusi Khopkar, 1990. Sampel diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi ketika suhu kolom di
bawah suhu komponen sampel pada titik didih terendah, diutamakan di bawah suhu 90
o
C. Suhu kolom kemudian dinaikkan dengan kecepatan yang telah ditentukan. Pada aturan umumnya, waktu retensi dibagi pada peningkatan suhu
20-30
o
C. Suhu akhir seharusnya mendekati titik didih komponen yang terelusi terakhir tetapi tidak boleh melebihi batas maksimal suhu pada fase diam yang
digunakan. Kecepatan pemanasan 3-5
o
Cmenit harus dicoba pada awal operasi kemudian diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh pemisahan yang optimum
Dean, 1995.
7. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif secara KG menggunakan metode standar internal. Metode standar internal digunakan karena terdapat ketidakpastian yang
disebabkan injeksi sampel, kecepatan aliran gas, dan variasi keadaan kolom dapat diminimalisasi. Dalam prosedur ini, standar internal yang telah diukur dengan
seksama dimasukkan ke dalam setiap larutan baku dan sampel, dan rasio luas puncak analit terhadap luas puncak standar internal adalah parameter analisisnya.
Puncak standar internal dan puncak lainnya harus terpisah dengan baik sebagai syarat keberhasilan metode ini Skoog, West, dan Holler, 1994.
Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif bersifat stabil dan reprodusibel, baik pada penyiapan sampel atau proses
kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif:
a. Analit solut harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen- komponen lain dalam kromatogram
b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan Rohman, 2009.
E. Parameter Optimasi Metode
Dalam kromatografi modern terdapat beberapa parameter yang berhubungan satu dengan yang lain dan perlu dimengerti untuk memahami konsep
kromatografi. Parameter tersebut adalah waktu retensi, faktor kapasitas, selektivitas, efisiensi, dan resolusi.
1. Waktu retensi
Waktu retensi t
R
adalah waktu mulai injeksi cuplikan hingga suatu komponen campuran keluar kolom, dengan kata lain waktu yang diperlukan suatu
komponen campuran solute untuk keluar dari kolom. Waktu retensi diukur melalui kromatogram dari menit ke-0 hingga muncul puncak peak Hendayana,
2010.
2. Faktor Kapasitas
Faktor kapasitas k’ merupakan suatu ukuran kekuatan interaksi suatu komponen dengan fasa diam yang diformulasikan sebagai berikut:
3
K’= faktor kapasitas t
R
= waktu retensi yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu komponen yang berinteraksi dengan fasa diam untuk meninggalkan kolom
t = waktu yang diperlukan oleh suatu komponen yang tidak berinteraksi
dengan fasa diam untuk meninggalkan kolom n
s
= jumlah mol suatu senyawa di dalam fasa diam n
m
= jumlah mol suatu senyawa di dalam fasa gerak V
S
= volume fasa diam V
m
= volume fasa gerak Senyawa yang mempunyai harga faktor kapasitas tinggi menunjukkan
komponen tersebut berinteraksi dengan fase diam secara kuat. Sebaliknya,