Metode Penulisan Kajian Pustaka

7 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan diakonia Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Memberikan data tentang keaktifan umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi dan keterlibatan umat dalam tugas pelayanan diakonia serta pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan umat dalam tugas pelayanan diakonia Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi serta keterlibatan umat demi mengembangkan iman dalam kehidupan menggereja. 3. Memberikan sumbangan kepada Lingkungan St. Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul dalam upaya meninggkatkan keterlibatan umat mengikuti perayaan Ekaristi dan keterlibatan umat dalam tugas pelayanan diakonia .

E. Metode Penulisan

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kuantitatif. Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis yang didukung dengan data kuantitatif. Data diperoleh dengan menyebarkan angket kepada umat di lingkungan Xaverius Siyono paroki Santo Yusup Bandung. Data yang dibutuhkan 8 dikumpulkan menggunakan angket berskala yang jawabanya bersifat tertutup. Selain itu penulis juga mengembangkan refleksi pribadi dengan bantuan buku- buku pendukung.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok- pokok sebagai berikut: BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II berisi tinjauan teoritis dan hipotesis tentang perayaan Ekaristi dan Tugas pelayanan Gereja diakonia yang meliputi Perayaan Ekaristi: Sakramen Ekaristi dalam Gereja Katolik, Pengertian Sakramen, Pengertian Ekaristi, Ekaristi Sebagai Perayaan Gereja, Makna Ekaristi sebagai perayaan, Partisipasi Umat dalam Perayaan Ekaristi, Dasar Sakramen Ekaristi, Makna Sakramen Ekaristi, Tata perayaan Ekaristi. Keterlibatan Umat dalam Tugas Pelayanan diakonia : Pengertian keterlibatan, Keterlibatan Umat Sebagai Anggota Gereja, Pengertian Diakonia, Diakonia dalam Alkitab, Arah Dasar Pelayanan, Bentuk-bentuk Diakonia. BAB III menjelaskan metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data, dan teknik analisis data. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 BAB IV menguraikan tentang hasil penelitian yang terdiri dari uji persyaratan analisis, deskripsi data hasil penelitian, uji hipotesis, pembahasan hasil penelitian, refleksi kateketik dan keterbatasan penelitian. BAB V merupakan bagian penutup yang berisikan, kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan sekaligus menjawab permasalahan dari judul yang telah dipilih oleh penulis. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang dipaparkan oleh penulis membahas teori berdasarkan variabel dari penulisan skripsi tentang pengaruh keaktifan mengikuti perayaan Ekaristi terhadap keterlibatan tugas pelayanan diakonia umat Lingkungan Santo Xaverius Siyono Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul. Ada dua aspek yang diungkap yaitu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan diakonia yang masing-masing diduga memiliki korelasi satu terhadap yang lain. Maka pada bagian ini, akan diulas lebih dalam apa itu Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi dan Keterlibatan Tugas Pelayanan diakonia, kemudian akan memahami apa yang dimaksud dengan Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi Terhadap Keterlibatan Tugas Pelayanan diakonia secara keseluruhan.

1. Perayaan Ekaristi

a. Pengertian Sakramen

Martasudjita, 2003: 61 dalam bukunya menjelaskan, kata sakramen dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Latin sacramentum yang menunjukkan tindakan penyucian atau pengkudusan yang pada abad ll dipakai untuk menerjemahkan kata Yunani, mysterion dalam Kitab Suci. Sacramentum bisa juga berarti “Sumpah” pengabdian diri prajurit dalam dunia militer. Kata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 sacramentum sendiri dipakai untuk menerjemahkan mysterion dalam Kitab Suci. Dalam Perjanjian Lama mysterion menggambarkan Allah sendiri yang mewahyukan diri baik dalam sejarah masa kini maupun masa yang akan datang eskatologis atau rencana penyelamatan-Nya dalam sejarah manusia. Perjanjian Baru memahami mysterion sebagai rencana keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus, sebagaimana dikatakan dalam Kol. 2:2 “… sehingga mereka memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian, dan mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus”. Konferensi Waligereja Indonesia KWI 1996: 400 mendefinisikan: sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat Allah yang menyelamatkan”. Sakramen itu sungguh-sungguh nyata datang dari Allah yang menyelamatkan umat-Nya. Keselamatan yang datang melalui sakramen-sakramen bisa dirasakan dengan penghayatan dalam hidup sehari-hari. Dalam buku Kitab Hukum Kanonik KHK, 1983: § 840 disampaikan “Sakramen merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman”. Sakramen yang telah kita terima dalam Gereja memberikan kekuatan, menciptakan dan memperkokoh persatuan umat. Dengan begitu umat Kristiani yang menerima sakramen sungguh dipersatukan dalam Gereja dalam persekutuan Roh Kudus dan dipersatukan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya. Menurut dokumen Gereja Kompendium Katekismus Gereja Katolik 2009: art. 224 yang menyatakan bahwa “sakramen merupakan tanda yang mendatangkan rahmat”. Sakramen-sakramen yang kita peroleh dari Gereja PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 sungguh memberikan rahmat yang dapat dirasakan yakni kedamaian, ketentraman, persaudaraan, kerukunan, kasih sesama, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat Allah yang menyelamatkan. Sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi dapat dilihat dalam Gereja. Sakramen menandakan, menampakkan dan melaksanakan perintah Tuhan sebelum wafat dan kebangkitan-Nya. Sakramen ini menunjukkan suatu kesatuan, ikatan cinta kasih yang sungguh dipenuhi oleh rahmat karunia Roh Kudus. Hal ini menjadi peristiwa konkret yang penulis lihat, terima dan ini sungguh memberikan rasa kedamaian, kebahagian, kesatuan, dan persaudaraan yang terjadi dalam hidup.

b. Pengertian Ekaristi

Dalam buku Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral Martasudjita, 2005: 28 menjelaskan tentang arti Ekaristi yang berasal dari bahasa Yunani eucharistia atau puji syukur. Eucharistia merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa Yunani eucharistein yang berarti memuji dan mengucap syukur. Eucharistein dalam Perjanjian Baru, terdapat dalam Mat. 26:27; Luk. 22:19.20 digunakan bersama-sama dengan kata eulogein Mat. 26:26: 1Kor. 10:16 yang berarti memuji-bersyukur. Pengertian ini digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa Ibrani barekh yang artinya memuji dan memberkati. Barekh atau berakhah dalam tradisi liturgi Yahudi dipergunakan dalam konteks doa berkat perjamuan yang berisi pujian, syukur, dan permohonan. 13 Doa berkat dalam tradisi Yahudi berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi yakni doa berkat atas roti dan piala. Dengan demikian Ekaristi dapat dimengerti sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan makan Yahudi. Bapa Gereja Santo Ignatius dari Antiokia berpendapat Ekaristi itu membangun kesatuan Gereja. Bilamana orang menerima Ekaristi, maka akan disatukan dengan Yesus Kristus. Ekaristi bukanlah barang atau benda melainkan peristiwa dan sarana untuk identifikasi dengan Kristus. Santo Yustinus juga berpendapat Ekaristi adalah kurban rohani sebab Ekaristi itu adalah doa yang benar dan pujian syukur yang tepat. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan dan penebusan. Dalam kenangan tersebut, peristiwa inkarnasi juga dihadirkan. Santo Irenius juga berpendapat bahwa Ekaristi merupakan kurban pujian syukur. Dia berpendapat demikian karena dalam Ekaristi diungkapkan pujian-syukur atas pencipataan, tentu saja atas peristiwa penebusan Yesus Kristus Martasudjita, 2005: 28. Ekaristi dari dokumen Gereja dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik KWI, 2009: 99 menyebutkan Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai kembali-Nya dalam kemuliaan. Seluruh perjalanan hidup Yesus diabadikan di dalam Gereja. Gereja menjadi tempat yang dipercaya oleh-Nya untuk mengabadikan kenangan wafat dan kebangkitan-Nya. Hal ini menjadi tanda bahwa di dalam Ekaristi terlihat adanya kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang dicurahkan kepada umat-Nya. 14 Ekaristi dalam Kitab Hukum Kanonik 1983: kan. 899 § l merupakan tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya. Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa pengertian Ekaristi adalah sebagai doa berkat yang berlangsung dalam perjamuan untuk membangun kesatuan Gereja dan dengan Yesus Kristus. Ekaristi itu merupakan kenangan akan penderitaan Yesus, sekaligus akan penciptaan, penebusan, peristiwa kemuliaan dan juga merupakan kurban pujian syukur. Ekaristi sebagai kurban tubuh dan darah Tuhan Yesus sendiri yang ditetapkan-Nya untuk mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai kembali-Nya dalam kemuliaan. Melalui Ekaristi ada kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan paskah, di mana rahmat dan jaminan kemuliaan yang akan datang dicurahkan kepada umat-Nya. Ekaristi sebagai tindakan Kristus sendiri dan Gereja: di dalamnya Kristus Tuhan, melalui pelayanan imam, mempersembahkan diri-Nya kepada Allah Bapa dengan kehadiran-Nya secara substansial dalam rupa roti dan anggur, serta memberikan diri-Nya sebagai santapan rohani kepada umat beriman yang menggabungkan diri dalam persembahan-Nya.

c. Makna Ekaristi sebagai perayaan

Rob van Kessel 1997:35-36 menyebutkan bahwa liturgi sebagai perayaan dan kenangan akan misteri kristus yaitu bagaimana Allah 15 menyelamatkan manusia. Orang kristiani dalam pertemuan merayakan Perjamuan selalu mengadakan anamneses, yaitu kenangan akan hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus. Kenangan yang membebaskan inilah yang menjadi fokus pada umat. Martasudjita 2005: 105 dalam bukunya menyebutkan bahwa Ekaristi merupakan perayaan. Perayaan dari bahasa Latin celebratio dari kata kerja celebrare yang banyak memiliki arti seperti: merayakan, mengunjungi, meramaikan, memuji, memasyurkan, dls, sehingga dasar dari perayaan selalu berunsur banyak, plural. Dalam pengertian teologis-liturgis ada tiga arti pokok dari kata perayaan Martasudjita 2005: 106-108 sebagai berikut:  Segi kebersamaan. Perayaan merupakan kegiatan bersama, subjek perayaan Ekaristi adalah Kristus dan bersama seluruh Gereja. Konsili Vatikan ke II menegaskan “upacara-upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan” LG 26. Perayaan Ekaristi selalu bersifat resmi, umum, eklesial artinya menghadirkan seluruh Gereja. Sehingga kapanpun dan dimanapun Ekaristi merupakan perayaan bersama dari Kristus dan seluruh Gereja-Nya.  Segi partisipatif. Perayaan menunjuk makna keterlibatan atau partisipasi dari seluruh hadirin. Ekaristi menuntut partisipasi sadar dan aktif dari seluruh umat beriman SC 14. Orang yang melakukan dengan sadar tahu dengan yang Ia perbuat, maka umat beriman perlu memahami seluruh makna perayaan Ekaristi, termasuk arti semua simbolnya. Kata aktif menunjuk keterlibatan yang sepenuhnya dan seutuhnya. Umat beriman diharapkan agar merayakan perayaan Ekaristi bukan sebagai penonton yang bisu, melainkan bisa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 memahami misteri yang dirayakan dengan baik dan ikut serta secara penuh, khidmat, dan aktif SC 48. Keterlibatan tersebut dilakukan mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga sesudah perayaan, yakni dengan menghasilkan buah-buah perwujudan iman.  Segi kontekstual. Perayaan dilaksanakan menurut situasi dan kondisi setempat di mana unsur kebutuhan, situasi, dan tantangan zaman, unsur-unsur budaya lokal ikut mempengaruhi sebuah perayaan. Ekaristi sebagai perayaan seluruh Gereja juga dirayakan menurut gaya dan model penghayatan setempat. Para Bapa Konsili Vatikan II sangat mendorong berbagai penyesuaian liturgi, termasuk dalam hal inkulturasi liturgi, tentu saja asalkan selaras dengan hakikat semangat liturgi yang asli dan sejati SC 37. Sehingga perayaan Ekaristi mesti menjawab kebutuhan dan kerinduan aktual dan kontekstual dari umat beriman setempat.

d. Dasar-dasar Perayaan Ekaristi

1 Paskah Yahudi Sebagai Kenangan akan Pembebasan dari Mesir Eksodus Kenangan adalah peristiwa yang menentukan perjalanan hidup bersama terlebih bagi sebuah bangsa. Bagi bangsa Israel kenangan yang tak dapat dilupakan adalah peristiwa pembebasan dari Mesir. Peristiwa pembebasan dari Mesir yang tertulis dalam Kitab Keluaran menjadi sangat penting karena diikuti oleh penggambaran di padang Gurun dan pembentukan bangsa Israel sebagai umat Allah dalam ikatan perjanjian bangsa Israel dipilih menjadi umat Israel yang Kudus oleh Yahwe. Prasetyantha, 2008: 19. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Kenangan akan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dipandang sebagai awal dari pembentukan umat dan agama Israel yang kemudian dirayakan setiap tahun pada perayaan Paskah yang jatuh pada musim semi, yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan sekitar Bulan Maret April. Acara pokok dalam perayaan Paskah adalah pembersihan dan pembakaran semua ragi yang dilakukan pada pagi hari tanggal 14 bulan Nisan, dan penyembelihan binatang kurban yang dilakukan di Bait Allah. Dan setelahnya diadakan Perjamuan Paskah yang diadakan secara berkelompok Prasetyantha, 2008: 22. Perayaan Ekaristi Gereja berakar pada tradisi perjamuan makan Paskah Yahudi. Adapun Inti pokok tradisi perjamuan makan Yahudi adalah doa sebelum perjamuan yang berisi doa syukur atas Roti, perjamuan makan, lalu doa sesudah perjamuan yang berisi doa syukur atas P iala sebagai bentuk “berkat perjamuan” Martasudjita, 2003: 273. 2 Perkembangan Perayaan Paskah dan Roti Tak Beragi Perayaaan Paskah mempunyai akarnya pada tradisi para gembala, sedangkan perayaan Roti Tak Beragi pada mulanya berakar pada perayaan di lingkungan para petani. Bangsa Israel menyatukan kedua perayaan itu dan memberi makna teologis yang khas bangsa Israel. Hari raya Paskah dan Roti Tak beragi memiliki sejarah yang sangat panjang. Secara kronologis, umat Israel menempatkan titik awal terjadinya pada peristiwa Keluaran dari Mesir. Hari Raya Paskah dan Roti Tak Beragi bersama-sama diberi nama perayaan Paskah. Prasetyantha, 2008: 22. 18 3 Perjamuan Paskah Yahudi di Zaman Yesus Perayaan Paskah tetap menjadi perayaan keagamaan Yahudi yang utama pada zaman Yesus. Paskah masih dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Nisan. Pada pagi hari, umat mengumpulkan semua ragi, membawanya ke Bait Allah untuk dibakar bersama-sama oleh para imam. Dan pada sore hari dilaksanakan penyembelihan kambing dan domba yang dilakukan di Bait Allah, dan setelah matahari terbenam dimulailah perjamuan Paskah yang dilaksanakan di dalam keluarga atau di dalam kelompok, dengan cara mengelilingi meja Paskah dengan jumlah paling sedikit sepuluh orang. Namun jika di dalam satu keluarga tidak memenuhi jumlah minimal tersebut, mereka dapat mengundang keluarga lain untuk bergabung. Adapun tujuannya yaitu agar anak domba Paskah dapat disantap sampai habis, tanpa sisa. Sesuai dengan peraturan seluruh daging kurban harus habis, dimakan dan tulang-tulangnya dibakar. Adapun peserta perjamuan biasanya memakai pakaian putih, menyantap makanan dengan setengah berbaring mengitari meja perjamuan yang berurkuran rendah yang dipimpin oleh kepala keluarga Prasetyantha, 2008: 25. Di dalam Perjanjian Lama peraturan tentang perjamuan Paskah ini dapat kita temukan pada Kel. 12: 1-13: 6. Macam-macam makanan yang disantap di dalam perjamuan Paskah mempunyai maknanya masing-masing. Semuanya dikaitkan dengan peristiwa keluaran dari Mesir eksodus. Anak domba Paskah dipakai sebagai kenangan akan belas kasih Allah yang t elah “melewati” rumah rumah nenek moyang Israel di tanah Mesir dan tidak membinasakan anak-anak sulung mereka Kel. 12:27. Adapun beberapa lambang yang digunakan dalam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 Paskah yang dapat dilihat antara lain: sayur pahit melambangkan kondisi perbudakan yang membawa kepahitan hidup bangsa Israel karena bangsa Mesir Kel. 1:14 sedangkan Roti tak Beragi melambangkan penderitaan di masa lalu dan dikaitkan dengan situasi yang tergesa gesa ketika bangsa Israel hendak meninggalkan Mesir setiap perlambangan mengalami perubahan sesuai dengan zamannya yang semakin rohani Prasetyantha, 2008: 28. 4 Perjamuan Malam Terakhir Yesus Dalam buku Ekaristi dalam Hidup Kita Prasetyantha, 2008: 29, mengatakan perjamuan Tuhan sudah menjadi salah satu faktor utama yang meneguhkan ikatan persaudaraan antar anggota jemaat dan antar komunitas Gerejani, sejak berkembangnya jemaat kristiani. Perjamuan Tuhan menjadi sarana utama untuk menyatukan umat dengan Kristus Sang Penebus. Perjamuan malam terakhir Yesus dengan para Rasul dikisahkan dalam Injil Sinoptik. Kisah tentang perjamuan malam terakhir dimulai dengan pertanyaan para rasul kepada Yesus mengenai tempat untuk mengadakan perjamuan Paskah bagi mereka. Dari jawaban Yesus dapat kita duga bahwa tampaknya Dia sudah merencanakan hal itu dan sudah menghubungi salah seorang yang bersedia menyediakan tempat bagi mereka di dalam kota Mat. 26: 18. Injil sipnotik Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sepakat menganggap perjamuan malam terakhir Yesus sebagai perjamuan Paskah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20

e. Keaktifan Mengikuti Perayaan Ekaristi

Martasudjita 2005:108 dalam bukunya menjelaskan bagian-bagian manakah yang dapat menjadi perhatian utama partisipasi aktif umat dalam Perayaan Ekaristi yaitu sebagai berikut:  Partisipasi umat beriman diharapkan secara sadar dan aktif dalam seluruh Perayaan Ekaristi, mulai dari persiapan, saat pelaksanaan, dan juga saat pengamalan misteri iman itu dalam kehidupan sehari-hari SC 14 dan 48. Melalui kehadiran dan keikutsertaannya dalam seluruh bagian Perayaan Ekaristi, umat beriman berpartisipasi aktif. Umat dianjurkan ikut merayakan Ekaristi sejak awal hingga akhir karena Perayaan Ekaristi karena merupakan satu kesatuan tindakan ibadat SC 56. Partisipasi sadar dan aktif itu dituntut oleh hakikat liturgi sendiri yang merupakan perayaan iman dari umat beriman sebagai “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” 1 Ptr. 2: 9.  Dalam liturgi partisipasi sadar dan aktif umat beriman dilaksanakan menurut “tingkatan, tugas, serta keikutsertaan mereka” SC 26. Artinya, dalam menjalankan partisipasi tersebut, masing- masing umat beriman “menjalankan dan melakukan seutuhnya, apa yang menjadi perannya menurut hakikat perayaan serta kaidah- kaidah liturgi” SC 28. Dengan kata lain, partisipasi sadar dan aktif seluruh umat beriman harus dilaksanakan sesuai dengan peran dan tugas masing-masing. Pembagian peran dan tugas dalam kehidupan bersama atau suatu perayaan merupakan sesuatu yang wajar dan biasa. Yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 paling penting ialah koordinasi dan pengetahuan keterampilan masing-masing menurut tugasnya.  Umat beriman juga ada yang dipilih sebagai petugas-petugas liturgi yang ambil bagian dalam pelayanan liturgi bagi seluruh umat beriman. Mereka itu antara lain lektor, akolit, pelayan komuni tak lazim, pemazmur, paduan suara atau kor, petugas musik, koster, komentator, kolektan, penyambut jemaat, seremoniarius, dan sebagainya lih . PUMR 98-107.  Sedangkan kesempatan partisipasi aktif umat yang tidak terlibat dalam petugas liturgi ialah aklamasi dan jawaban-jawaban umat terhadap salam dan doa-doa imam PUMR 35, Pernyataan Tobat, Syahadat, Doa Umat, Doa Bapa Kami PUMR 36. Umat selurus sebaiknya juga ikut terlibat dalam pengucapan atau menyanyikan: nyanyian Kemuliaan, refren Mazmur Tanggapan, Bait Pengantar Injil dengan atau tanpa alleluia, nyanyian persiapan persembahan, Kudus, aklamasi anamnesis, nyanyian pemecahan Hosti Agnus Dei , madah pujian sesudah komuni, dan nyanyian penutup PUMR 37.

f. Makna Sakramen Ekaristi

1 Ekaristi sebagai Ungkapan Cinta Kasih Yesus yang Sehabis-habisnya Kematian Yesus di kayu salib mengungkapkan cinta kasih-Nya kepada para murid serta seluruh umat manusia demi persatuan dengan Allah. Ia mengorbankan diri di kayu salih demi memenuhi karya keselamatan dari Allah bagi umat-Nya. Ia memiliki jiwa pengorbanan yang sungguh luar biasa dan memiliki kasih yang sungguh total terhadap sahabat-sahabat-Nya. Hal ini dapat dilihat dalam Yoh. 15:13 yang berbunyi “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya ”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 Yesus memberikan teladan bagaimana memberikan kasih terhadap sesama. Yesus mengajarkan nilai cinta kasih yang sungguh-sungguh menyentuh hati bagi sahabat-sahabat-Nya tiada kasih yang sempurna selain kasih yang rela memberikan nyawa-Nya untuk orang yang dikasihi-Nya. Yesus memberikan anugerah cinta kasih yang tanpa batas kepada para murid serta umat-Nya. Yesus telah memberikan kemenangan sejati dan keselamatan bagi semua orang, oleh sebab itu untuk mengenang anugerah-Nya, Gereja mengabadikan dan mengenang-Nya dalam Ekaristi Suci. Ekaristi menjadi suatu kenangan akan anugerah cinta kasih yang mendalam dan memiliki kekuatan untuk hidup rohani yang bersumber dari Allah. Ekaristi disebut Sakramen cinta kasih, lambing kesatuan baik dengan Allah maupun dengan warga Gereja sendiri Martasudjita, 2005: 295-296. Yesus selama hidup menumpahkan cinta kasih-Nya yang tanpa batas atau sehabis-habisnya kepada para murid-Nya. Hal ini tersirat dalam Yoh. 13:1 yang berbunyi sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti la senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang la mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. Ia memberikan pelayanan dengan kasih yang sungguh luar biasa. Ia mengasihi murid-murid-Nya tanpa batas dan menyayangi mereka sampai akhir hayat. Yesus memberikan kasih-Nya secara total kepada mereka sampai pada kesudahan dan la rela memberikan nyawa-Nya demi keselamatan para murid serta seluruh umat beriman. Ekaristi jauh melampaui batas-batas orang-orang yang hadir, tetapi dengan seluruh Gereja dan bahkan seluruh umat manusia. 23 Dalam perayaan Ekaristi, hidup Allah melalui Kristus dibagikan lewat misteri roti yang dipecah dan dibagikan dalam arti harus menderita dan membagikan hidupnya. Namun dalam perayaan Ekaristi pula, umat beriman saling berbagi dalam patisipasi seluruh umat Gereja dan khususnya umat yang hadir dengan imam dan petugasnya. Setelah Misa kita diutus untuk berbagi yang kita alami selama perayaan Ekaristi tadi. Kita yang memperoleh hidup Allah secara cuma-cuma, kini kita harus mau membagikan rahmat hidup Allah kepada sesama kita, baik keluarga maupun masyarakat kita. Berbagi bagi Gereja dan masyarakat, berbagi pula terhadap mereka yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. Berbagai bentuk pengorbanan kita persis perutusan dari Ekaristi. Kita yang menerima hidup Tuhan yang dibagikan, kita juga diundang untuk berani berbagi kepada sesama, entah apapun bentuknya itulah wujut pelayanan kita kepada Allah dan sesama Martasudjita, 2012: 124. 2 Ekaristi sebagai Perjamuan yang Mempersatukan Umat dengan Allah, Umat dengan Umat Pada zaman dahulu perjamuan adalah pengalaman kebersamaan yang paling mendalam dengan para peserta perjamuan dan sekaligus dengan Allah Grun, 1998: 29. Perjamuan ini menunjukkan bahwa Allah mengundang dan mengajak para murid serta umat untuk berkumpul bersama dengan-Nya menjadi satu kesatuan keluarga besar. Perjamuan ini membuat umat merasakan kerinduan untuk berkumpul bersama. Semua ini menjadi tanda bahwa Allah solider atau peduli dengan umat, dan umat peduli dengan sesama dalam suatu kebersamaan. Tuhan Yesus sendiri Bersabda “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah- tengah mereka” Mat. 18: 20. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 Konsili Vatikan II mengajarkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah SC 7. Hal ini dimengerti dalam keseluruhan perayaan Ekaristi sehingga Ekaristi menjadi tempat untuk mengenang seluruh karya keselamatan Yesus Kristus yang berakhir dengan wafat dan kebangkitan-Nya Martasudjita, 2005: 297-298. Umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi diajak untuk bersatu dengan Allah melalui terang Roh Kudus koinonia. Koinonia merupakan bentuk keterlibatan umat untuk bersatu dengan Allah melalui Ekaristi dan membentuk suatu persaudaraan antar umat beriman dengan terang Roh Kudus. Dalam LG 7 dinyatakan “Dalam pemecahan Ekaristi kita secara nyata ikut serta dalam tubuh Tuhan; maka, kita diangkat untuk bersatu dengan Dia da n bersatu antara kita”. Hal ini menjadi tempat dihimpunnya persatuan antara umat dengan Allah, umat dengan umat yang membentuk suatu Gereja. Allah selalu hadir di tengah hidup umat dalam setiap perkumpulan yang melibatkan kehadiran-Nya Martasudjita, 2005: 358. 3 Ekaristi sebagai Permohonan Seruan datang-Nya Karunia Roh Kudus Epiklese Martasudjita 2005: 357-358 di dalam bunya menjelaskan Epiklese merupakan bagian pokok dalam Doa Syukur Agung DSA. Hal ini merupakan faktor utama terjadinya karya keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Keselamatan yang datang tidaklah datang dengan begitu saja tetapi ada yang membawa atau mengkaruniakannya yaitu Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membuat keselamatan itu dapat sampai pada semua orang beriman. Pada waktu Ekaristi imam dan umat berdoa bersama memohon kepada Allah supaya mengkuduskan persembahan yang berupa roti dan anggur melalui Roh-Nya agar 25 menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah karunia Roh Kudus sungguh bekerja dan memberikan hidup bagi umat-Nya yang telah dikasihi oleh Allah. Tanpa kehadiran Roh Kudus keselamatan yang telah dipercayakan di dalam Gereja tidak terjadi dan rencana keselamatan Allah hanya terlihat abstrak tanpa ada perwujudan yang nyata. Berkat karya Roh Kudus rencana Keselamatan Allah sungguh-sungguh terjadi dalam diri Kristus dan di dalam Gereja. Dalam Epiklese terkandung doa permohonan untuk Roh Kudus supaya turun untuk mengkuduskan roti dan anggur sebagai Tubuh dan Darah Kristus dan mengkuduskan umat Allah yang sungguh beriman. Berkat Roh Kuduslah umat Allah yang beriman memperoleh kesatuan diri dengan Allah melalui Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian umat yang telah dikuduskan melalui karya Roh Kudus memperoleh hubungan yang mesra dengan Allah dan umat menjadi buah karya Roh Kudus yang telah disucikan atas segala perbuatan yang baik Martasudjita. 2005: 358. 4 Ekaristi Memampukan Kita Untuk Tinggal Dalam Kristus Yesus di dalam injil Yohanes 1:39 bersabda: “Marilah dan kamu akan melihatnya. Mereka pun datang dan melihat di mana la tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama sama dengan Dia. Yesus mengundang para murid untuk tinggal bersama Dia. Yesus mengundang mereka untuk masuk dan bersatu dalam persekutuan dengan-Nya. Hal ini bertujuan agar para murid mengalami, merasakan, menghidupi dan mengalami sendiri misteri pribadi dan hidup Kristus. Maka dengan demikian para Murid memiliki suatu pengalaman pribadi tinggal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 bersama Kristus dan pengalaman itu menjadi suatu misi dalam perutusan dalam mewartakan kabar gembira keseluruh dunia Martasudjita, 2012: 21. Pengalaman pribadi para murid masuk dan tinggal bersama Kristus menjadi tujuan utama dari seluruh hidup umat beriman. Pengalaman pribadi ini menjadi salah satu wujud kesaksian untuk bersatu dengan Tuhan yang menjadi ujung tombak dalam bersaksi bagi orang lain. Hal ini nampak di dalam 1 Yoh. 1: 1-3, Perikop ini mengungkapkan pengalaman tinggal dalam Kristus yang terlihat dalam pernyataan berikut: apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup, itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Hal ini menunjukkan suatu kesatuan dan pengalaman iman yang luar biasa. Pengalaman tinggal bersama-Nya membuat kita sadar bahwa hidup bersama-Nya membawa suatu anugerah yang terindah, kedamain cinta kasih, dalam seluruh hidup Kristus. Pengalaman inilah yang harus kita bawa bagi orang lain dalam hidup bersama di tengah-tengah dunia Martasudjita, 2012: 22. Peristiwa tinggal bersama Kristus terwujud di dalam Ekaristi. Di dalam Ekaristi Yesus menjadi roti hidup yang diserahkan bagi umat-Nya. Roti hidup ini memberikan kehidupan bagi umat dimanapun berada. Melalui Ekaristi umat diajak untuk masuk dan bersatu di dalalm misteri Ekaristi, yakni mengenangkan misteri wafat dan kebangkitan-Nya. Peristiwa tinggal bersama Kristus terwujud dalam penyambutan Komuni Suci. Kita merayakan Ekaristi, menyambut tubuh dan darah-Nya dalam Komuni Suci menjad i tanda bahwa kita “tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita” Martasudjita, 2012: 23. 27 5 Ekaristi sebagai Sumber untuk Memperoleh Kekuatan Hidup Umat dalam Menghadapi Persoalan Hidup Ekaristi merupakan sumber kekuatan orang Kristiani. Dengan Ekaristi umat Kristiani memperoleh kekuatan untuk menghadapi masalah hidup sehari- hari Martasudjita, 2012: 57. Dalam kehidupan sehari-hari umat akan dihadapkan dengan permasalahan hidup yang kompleks. Dengan begitu umat tentunya ingin mencari jalan keluar dari permasalahan dan ingin memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Untuk itulah umat Kristiani selalu merayakan Ekaristi untuk menimba kekuatan dari Allah dalam menghadapi segala rintangan yang ada. Selain itu juga umat dapat memperoleh kekuatan untuk dapat mewartakan kabar gembira dari Allah kepada seluruh bangsa. 6 Ekaristi Sebagai sumber dan puncak Kehidupan Gereja Martasudjita 2003; 297 mengatakan bahwa, Ekaristi tidak hanya pusat seluruh liturgi Gereja, tetapi juga menjadi sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dalam hal ini LG art. 11 Lumen Gentium , Konstitusi Dogmatis Konsili vatikan II tentang Gereja mengatakan demikian: “Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah: demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis. Baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan Suci, mereka secara konkret menampilkan kesatuan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan”. Ekaristi sebagai sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani menunjukkan sebuah pemahaman dari Konsili Vatikan II, yang tidak dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 memisahkan Ekaristi dengan Kehidupan sehari-hari. Hidup sehari-hari memperoleh kekuataan dan dasarnya dari Ekaristi sebagai sumber. Selain itu Ekaristi juga menjadi puncak dari seluruh kegiatan umat Kristiani. Artinya, semua bidang kehidupan yang dijalani umat Kristiani tertuju dan mengarah kepada Ekaristi sebagai puncaknya.

g. Tata perayaan Ekaristi

Perayaan Ekaristi terdiri atas dua bagian pokok, yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, dan kedua bagian pokok itu diapit oleh Ritus Pembuka sebagai bagian yang mempersiapkan dan Ritus Penutup sebagai bagian yang menutup. Keempat bagian tersebut berhubungan begitu erat sehingga seluruhnya menjadi satu tindakan ibadat SC 56. Martasudjita 2005: 118 menjelaskan,Ritus pembuka memiliki tujuaan untuk mempersatukan dan mempersiapkan umat agar mereka dapat mendengarkan Sabda Allah dan merayakan Ekaristi dengan layak. Ritus pembuka dapat dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus apabila Misa didahului perayaan lain, asalkan sesuai dengan kaidah buku liturgi PUMR 45. Bagian-bagian dalam Ritus pembuka biasanya ada perarakan masuk, penghormatan altar dan pendupaan, tanda salib, salam, pengantar, tobat, Kyrie Tuhan Kasihanilah, Gloria Kemuliaan, dan doa pembuka. Liturgi Sabda bersama Liturgi Ekaristi merupakan dua bagian pokok dari Perayaan Ekaristi. Liturgi Sabda ada dua struktur, yakni Pewartaan Sabda Allah dan Tanggapan umat atas Sabda Allah. Terdapat dialog perjumpaan antara Allah 29 yang bersabda dan umat yang mengggapi Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah dilaksanakan dalam pembacaan Kitab Suci dan Homili yang memperdalam sabda Allah itu. Tanggapan umat atas Sabda Allah itu terungkap melalui Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil, serta Syahadat dan Doa Umat yang memperdalam tanggapan umat tersebut Martasudjita, 2005: 133. Liturgi Ekaristi menjadi pusat seluruh perayaan Ekaristi, di dalamnya terdapat kekhasan dan keagungan, tanpa ini suatu perayaan tidak bisa disebut Perayaan Ekaristi. Doa Syukur Agung menjadi pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi PUMR 30 dan 78. Struktur liturgi Ekaristi berakar dan berpangkal tolak dari perayaan perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid. Gereja melaksanakan me nurut perintah Tuhan “Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku” Luk 22: 19. Yang dikenang Gereja adalah misteri karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui wafat dan kebangkitan Kristus. Liturgi Ekaristi dibagi menjadi tiga hal pokok yaitu persiapan persembahan, Doa Syukur Agung dan pemecahan roti serta komuni Martasudjita, 2005: 143. Bagian terakhir dari Perayaan Ekaristi adalah Ritus Penutup yang berguna untuk menutup dan mengantar umat beriman untuk kembali ke perjuangan hidup sehari-hari dan menjalankan perutusanya di dunia. Inti pokok Ritus Penutup ini adalah Berkat dan Pengutusan sebelumnya bisa disampaikan pengumuman serta ada perarakan keluar. Berkat mengungkapkan bahwa Tuhan sungguh hadir dan menyertai umat-Nya, dengan menerima berkat kita dianugrahi kesatuan hidup dengan persekutuan Allah Tritunggal. Berkat memungkinkan kita untuk melaksanankan tugas perutusan. Pengutusan mengharapkan kita untuk 30 melaksanakan atau menghadirkan apa yang telah kita rayakan dalam Misa Kudus di dunia. Dalam te ks TPE 2005 pengutusan diawali dengan pernyataan “Saudara sekalian, Perayaan Ekaristi sudah selesai”, dan umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Kemudian disampaikan pengutusan itu: “Marilah pergi Kita diutus”, dan umat menjawab “Amin” Martasudjita, 2005: 212.

2. Keterlibatan Umat dalam Tugas Pelayanan Gereja Diakonia

a. Pengertian keterlibatan

Menurut Dua Gete 1975: 9 keterlibatan adalah suatu sikap manusia untuk mencurahkan tenaganya serta perhatiannya sepenuh-penuhnya, dengan jiwa raga, kepada suatu pekerjaan atau usaha. Keterlibatan mengandung unsur kehendak, akal budi dan perasaan. Jika ketiganya selaras dan maksimal akan terwujut keterlibatan yang maksimal. Pengertian Keterlibatan menurut Kompedium Katekisimus Gereja Katolik art. 1913 diartikan sebuah pengabdian yang sukarela dan luhur dari pribadi- pribadi dalam peranannya semua orang harus turut serta dalam peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan dilaksanakan secara sukarela oleh setiap pribadi, keinginan yang timbul dari dalam dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela karena keinginan dari dalam diri untuk memberikan tenaga, pikiran dan kemampuan pada suatu pekerjaan atau usaha selaras dengan kehendak, akal budi dan perasaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31

b. Keterlibatan Umat Sebagai Anggota Gereja

Prasetya 2003: 40 menjelaskan bahwa dalam kehidupannya sebagai umat berima Katolik, berdasarkan sakramen Baptis dan Krisma serta aneka karunia yang diterimanya dari Allah, kaum awam diharapkan mau mengambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus sebagai imam, nabi, dan raja, dikatakan juga dalam Konsili Vatikan II “Kaum beriman kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawi Kristus” LG 31. Keterlibatan kaum awam ke dalam Gereja ini dimaksudkan agar Gereja Katolik hidup dan berkembang, serta menghasilkan buah yang berkelimpahan bagi seluruh umat beriman Katolik. Berperan serta dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja, kaum awam berperan aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja. Keterlibatan kaum awam dalam upaya untuk mengembangkan Gereja Katolik tampak secara nyata dalam kegiatan liturgi, kegiatan pewartaan, dan kegiatan penggembalaan anggota Gereja. Keterlibatan kaum awam dalam tugas- tugas ini hendaknya dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab, secara maksimal dan optimal, disertai usahanya untuk memupuk aneka keutamaan hidup Oleh karena itu janganlah mereka berhenti memupuk dengan tekun sifat-sifat dan keutamaan-keutamaan sesuai dengan keadaan-keadaan itu yang telah mereka terima, dan mengamalkan karunia-karunia yang telah mereka terima dari Roh Kudus AA 4. Kaum awam dan Hierarki diharapkan dapat saling bekerjasama dengan semangat kemitraan Prasetya 2003: 42-43. 32

c. Pengertian pelayanan Diakonia

Anne Hommes, MSW dalam buku yang berjudul Spiritualitas dan Pelayanan 2012: 1 mengartikan pelayanan sebagai perbuatan yang baik. Kaum Kristen dapat mengabdi kepada Kerajaan Allah sebagaimana orang-orang Indonesia dapat mengabdi kepada tanah airnya. Di samping arti pengabdian ada makna yang lain, yaitu bantuan yang diberikan untuk orang lain. Hardawiryana 1977: 11 menyebutkan bahwa pelayanan ialah bentuk pengabdian tertentu yang diterima atau diakui dalam lingkup jemaah tertentu. Bentuk pelayanan bersifat resmi dan banyak umat menjalankan pengabdian tanpa diakui secara explisit dan formal. Ardisubagyo 1987: 30 menjelaskan bahwa kata diakonia biasanya diartikan sebagai pelayanan. Pelayanan Gereja didasari oleh Yesus sendiri, Sang Kepala Gereja “Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani Mrk. 10: 45.

d. Diakonia dalam Kitab Suci

1 Kepekaan dan Tanggung Jawab Sosial dalam Perjanjian Lama Kepedulian dan sikap Allah terhadap ketidakadilan sosial terlihat dalam Keluaran 2:23-25, 3:7-10. Dalam bacaan itu kita dapat melihat, Ia memperhatikan sungguh-sungguh kesengsaraan umat-Nya, Ia mendengarkan seruan mereka, Ia mengetahui penderitaan mereka, la turun untuk melepaskan umat-Nya dan la mengutus Musa untuk menjalankan misi-Nya. Membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Widyatmadja, 2009: 45. 33 Setelah raja Salomo, kehadiran Allah dipusatkan dalam bentuk-bentuk upacara makin megah dan mewah. Raja dan Maju imam-imam lebih disibukkan dengan upacara keagamaan ketimbang perbaikan sosial ekonomi. Ketidakadilan semakin terasa, bentuk korban penebusan makin mendapatkan perhatian. Dalam prakteknya, upacara keagamaan ritual memberikan kepuasan rohani bagi gema orang-orang kaya dan yang berkuasa. Upacara keagamaan menjadi beban bagi orang-orang miskin, karena membutuhkan biaya banyak. Para nabi dalam Perjanjian Lama hidup dan berperan dalam situasi ini. Para nabi adalah orang- orang yang selalu mempunyai pergumulan Solidaritas dengan rakyat kecil. Nabi Amos, Yesaya, Mikha, dan sebagainya adalah nabi-nabi yang banyak mencela upacara agama yang digunakan untuk menutupi berbagai kejahatan. Hampir tidak ada nabi-nabi yang berasal dari kalangan Bait Allah yang membela rakyat kecil dan mengkritik ketidakadilan dan upacara agama yang munafik. Hal inilah yang menyebabkan nabi-nabi yang membela rakyat kecil itu dimusuhi oleh penguasa dan tokoh-tokoh agama Widyatmadja, 2009: 46. 2 Kepekaan dan Tanggung Jawab Sosial dalam Perjanjian Baru Perjanjian Baru, khususnya mengenai pelayanan dan khotbah. Yesus, tidak mengabaikan kepekaan sosial. Yesus Kristus menampakkan solidaritas Allah kepada orang-orang miskin-papa. Yesus telah dilahirkan sebagai anak tukang kayu. Ia berasal dari Nazaret, suatu tempat yang dimustahilkan untuk mengeluarkan seorang nabi. Allah datang di dunia karena kasih-Nya kepada umat- Nya. Inilah wujud solidaritas kepada manusia yang dinampakkan dari karya dan kotbah Yesus di Betlehem hingga di kayu salib Widyatmadja, 2009: 47. 34 Kedatangan Yesus ke dunia ini digambarkan Injil Lukas sebagai kabar gembira bagi orang-orang miskin Luk. 4: 18-19. Injil yang ditulis Lukas berisi tentang berita gembira untuk orang-orang miskin dan teguran atau panggilan kepada orang-orang kaya untuk bertobat. Jadi Injil merupakan kabar kesukaan bagi orang-orang miskin, tetapi bukan kabar gembira bagi orang-orang kaya yang lupa akan tanggung jawab sosialnya kepada sesama. Cerita tentang mujizat lima roti dan dua ekor ikan memberikan atau pelajaran kepada kita bahwa Yesus memperhatikan kebutuhan dan penderitaan jasmani manusia. Ini tidaklah dimaksudkan agar orang-orang datang kepada Yesus untuk mencari roti, tetapi mujizat itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran seperlunya kepada murid- murid Yesus agar mereka bersedia memberi roti kepada sesama manusia dalam segala kekurangnya. Allah selalu menampakan diri dalam pembelaan kepada orang miskin, banyak cerita Yesus Kristus yang membela orang miskin Widyatmadja, 2009: 48.

e. Arah dasar pelayanan

1 Sikap dasar melayani, bukan dilayani Konferensi Waligereja Indonesia KWI 1996: 447 menjelaskan bahwa Yesus mengajari kita untuk saling melayani. Yesus bersabda: Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah para bangsa memerintah rakyat mereka dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka, dan ingin disebut pelindung. Tidaklah demikian diantara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin terkemuka diantara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Aku ada di PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 tengah-tengah kamu sebagai pelayan Mat. 20:26-28. Adanya kelas-kelas dan tingkat tingkat itu, biasa dalam masyarakat. Tetapi, Yesus mengajarkan kita sikap untuk saling melayani. Yesus tidak pernah menganggap orang lain lebih rendah daripada diri-Nya. Ia mengetahui bahwa sebetulnya Ia tidak sama dengan yang lain. Ia berkata “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kaki mu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki” Yoh. 13:13- 14. “Karena Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” Mrk. 10. Itulah sikap yang diharapkan Yesus dari murid-murid-Nya. Janganlah kamu disebut rabi guru sebab hanya satu gurumu, kamu semua adalah saudara” Mat. 23:8. Semua adalah saudara, dan harus saling membantu dalam mencari jalan d an arah hidup. Paulus berkata, “Tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua ada lah satu di dalam Kristus Yesus” Gal. 3:28. Kristus telah menghapus perbedaan suku dan ras, perbedaan tingkat sosial atau kelas, dan juga pria dan wanita sama di hadapan Tuhan. Membedakan orang dan golongan tidak cocok dengan semanga Yesus. Iman dapat mempengaruhi pandangan orang, karena memberi pandangan baru terhadap keluhuran pribadi manusia, terhadap kesamaan dan persaudaraan semua orang, dan terhadap sikap pelayanan. Dalam pandangan Kristen melayani tidak merendahkan, melainkan mengangkat orang karena membuatnya sama dengan Kristus, Tuhan dan Guru. Menurut Ardhisubagyo 1987: 30-31 pelayanan Gereja ditujukan ke dalam, kepada sesama anggota jemaat dengan mengutamakan yang miskin dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 tertindas. Pelayanan Gereja juga terbuka ke luar, bagi masyarakat luas dengan mengutamakan mereka yang miskin, hina, sakit, terasing dan tertindas. Orang- orang seperti merekalah yang terutama diperhatikan oleh Yesus. Gereja harus menampilkan dirinya sebagai garam dan terang dunia. Fungsi pelayanan diakonia tidak bisa dilepakan dari ketiga fungsi lainya. Koinonia, kerygma dan liturgia tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi harus menjiwai dan mendorong umat untuk melaksanakan pelayanan diakonia . Diakonia dikatakan sebagai gerak dasar seluruh kegiatan Gereja, segala kegiatan gereja bermuara pada pelayanan terhadap sesama bukan hanya memuaskan kebutuhan rohani sendiri. Prasetya 2003: 79 mengungkapkan bahwa sikap dan semangat pelayanan juga nampak secara nyata dalam diri seorang pemuka jemaat, baik di tingkat paroki pengurus dewan paroki maupun pengurus wilayah pengurus wilayah atau stasi atau lingkungan. Mereka berasal dari umat berkarya diantara umat dan untuk perkembangan umat sendiri. Pemuka jemat ini dipilih, diangkat dan diberi tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya. 2 Tanggung jawab Siapa yang menyatakan diri muri d Kristus, “ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” 1 Yoh. 2:6. Pelayanan berarti mengikuti jejak Kristus, “Seorang murid tidak lebih daripada gurunya” Mat 10:24. Perwujudan iman Kristiani adalah pelayanan, maka iman Kristiani tidak pernah menjadi alasan untuk merasa diri lebih baik dar i pada orang lain. Sebaliknya, “barang siapa meninggikan dirinya akan direndahkan” Mat 23:12 Paulus berkata, “Apakah yang menerimanya, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang 37 mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah tidak ” 1Kor. 4:7. Dan Yesus berkata: “Apa bila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melaku kan apa yang harus kami lakukan” Luk. 17:10. Konsili Vatikan II menyatakan “Menyimpanglah dari kebenaran, mereka yang mengira bahwa boleh melalaikan tugas kewajiban di dunia karena kita mencari dunia yang akan datang dan tidak mengindahkan, bahwa justru karena iman sendiri kita lebih terikat untuk menjalankan tugas-tugas itu, menurut panggilan masing- masing” GS 43. Sebab, “manusia, yang diciptakan menurut citra Allah, diberi titah supaya menaklukkan b umi dalam keadilan dan kesucian” GS 34. Usaha pembangunan itu perlu diperhatikan, bahwa “keadilan yang lebih sempurna, persaudaraan yang lebih luas, cara hidup sosial yang lebih manusiawi, semua itu lebih berharga daripa da kemajuan di bidang teknologi” GS 35. Tanggung jawab selalu bersifat pribadi, dan itu kewajiban orang perorangan. Yang mempunyai tanggung jawab bukan lembaga, juga bukan masyarakat dan negara, melainkan orang-orang yang mengarahkannya. Bahkan setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk masyarakat sebagai anggotanya. Tentu saja, masing-masing menurut kedudukan dan kemampuannya: “Yang kepadanya diberi banyak, dari padanya akan banyak dituntut; dan kepada siapa banyak dipercayakan, dari padanya akan dituntut lebih banyak lagi ” Luk. 12:48. Semua harus ikut bertanggung jawab bersama. Maka tanggung jawab itu tidak pertama-tama bersifat materiil, sebab tidak semua orang mampu mengusahakan dan menjamin kesejahteraan materi. Tetapi setiap orang bertanggung jawab atas 38 kehormatan bagi pribadi manusia. Dalam usaha pelayanan janganlah yang lain menjadi objek belas kasihan. Pelayanan berarti kerjasama, di dalamnya semua orang merupakan subjek yang ikut bertanggung jawab. Yang pokok adalah harkat, martabat, harga diri, bukan kemajuan dan bantuan sosial ekonomis, yang hanyalah sarana. Tentu sarana-sarana juga penting, dan tidak bisa dilewatkan begitu saja, namun yang pokok ialah sikap pelayanan itu sendiri. Orang Kristen dituntut supaya mengembang kan sikap pelayanan, sebagai intisari sikap Kristus, bukan hanya dalam orang yang melayani, melainkan juga dalam dia yang dilayani, membantu orang supaya menyadari dan menghayati, bahwa kemerdekaan itu kesempatan melayani seorang akan yang lain lih. Gal 5:13 melayani, sebagai prinsip dasar kehidupan bersama dalam masyarakat itu tidak gampang. Gereja dipanggil menjadi pelopor pelayanan, hadir pada orang lain sebagai sesamanya. Itu hidup Kristus, itulah panggilan Gereja menurut Konferensi Waligereja Indonesia KWI 1996: 449-450.

f. Bentuk-bentuk Pelayanan Diakonia

Widyatmadja 2009: 109-116 menjelakan bahwa pada umumnya cara berdiakonia dapat dibagi tiga, yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif developmentalist-pembangunan dan diakonia transformati pembebasan sebagai berikut: 1. Diakonia Karitatif Diakonia karitatif merupakan bentuk diakonia paling tua yang dipraktekkan oleh Gereja dan pekerja sosial. Diakonia sering diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan, pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 dan perbuatan amal kebajikan lainnya. Diakonia ini mendapat dukungan dari gereja terutama sebelum tahun 1950. 2. Diakonia ReformatifPembangunan Diakonia reformatif lebih dikenal sebagai diakonia pembangunan. Selama dekade pembangunan diakonia ini banyak dipakai oleh banyak Gereja. Kesadaran baru dari Gereja-Gereja untuk berpartisipasi dalam pembangunan muncul sesudah Sidang Raya Dewan Gereja sedunia IV di Upsalla. Pembangunan bisa berupa pembuatan waduk, pemakaian bibit unggul, penghijauan, perbaikan jalan, dll. 3. Diakonia Transformatif Pembebasan Rakyat kecil yang buta hukum serta mengalami kelumpuhan semangat berjuang, perlu dilayani, yaitu dengan menyadarkan hak-hak mereka. Rakyat kecil selalu butuh penyadaran akan haknya. Mereka juga butuh dorongan dan semangat untuk percaya pada dirinya sendiri. Proses penyadaran dan memberikan kekuatan pada rakyat untuk percaya pada dirinya dikenal sebagai diakonia transformatifpembebasan. Diakonia transformatif dimaksudkan agar terjadi perubahan total dalam fungsi-fungsi dan penampilan dalam kehidupan bermasyarakat, suatu perubahan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Metode diakonia transformatif, antara lain adalah pengorganisasian masyarakat. Dengan menggunakan pengorganisasian masyarakat dalam melayani orang miskin dan tersisih, maka fokus dari diakonia adalah l rakyat sebagai subjek dari sejarah, bukan objek, 2 tidak karitatif, tetapi preventif, 3 tidak didorong oleh belas kasihan, tetapi keadilan, 4 menstimulir partisipasi rakyat, 5 memakai alat analisis sosial dalam ada memahami sebab-sebab kemiskinan. 40

B. Penelitian yang Relevan