39 Ego
Si Iteung kembali muncul setelah mendapatkan informasi tersebut dari Paman Gembul. Dorongan
superego
mulai mempengaruhi
ego
untuk dapat membalaskan dendam suaminya. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap Si Iteung
setelah keluar dari penjara. Keluar dari penjara Si Iteung memilih untuk segera mencari kedua oknum polisi tersebut dan membunuh mereka. Ia hanya bisa
sebentar bertemu dengan Ajo Kawir yang memutuskan kembali ke rumah sebelum akhirnya ia sendiri harus kembali masuk ke dalam penjara untuk
mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut. “Iteung, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Ajo Kawir. “Aku membunuh dua
polisi, Sayang. Dua polisi sahabat baikmu.” Kurniawan, 2014: 242
2.4 Struktur Kepribadian Mono Ompong
Mono Ompong merupakan tokoh tambahan dalam novel
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
. Ia digambarkan sebagai seorang remaja lelaki yang gemar berkelahi. Kegemarannya berkelahi muncul sedari ia masih duduk di
bangku sekolah dasar. Pernah ia berkelahi dengan temannya karena tidak terima akan perilaku temannya tersebut yang memelorotkan celana olahraganya di depan
teman-temannya.
“Ini untuk kelakuanmu menginjak sepatuku, ini untuk merobek bukuku, dan ini untuk kelakuanmu memelorotkan celana olahragaku di depan anak-anak
perempuan. ia memukul membabi buta, dan ia memperoleh pukulan yang
membabi buta pula.” Kurniawan, 2014: 139 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Peristiwa tersebut menjadi pengalaman traumatisnya. Dari perkelahian itu ia kehilangan dua gigi depannya. Kegemarannya berkelahi ini merupakan bentuk
pengalihan trauma sekaligus sebagai internalisasi nilai
superego
oleh
ego
bahwa perkelahian merupakan jalan termudah agar seorang lelaki dapat diakui oleh lelaki
lainnya. Perkenalannya dengan Ajo Kawir sendiri terjadi ketika ia memutuskan
untuk menjadi kernet truk miliknya. Perilaku dari Mono Ompong yang mudah sekali tersulut emosi dan suka berkelahi inilah yang kemudian membangkitkan
trauma milik Ajo Kawir.
“Aku tak peduli. Tapi kurasa menjadi sopir truk akan banyak petualangan, akan banyak keributan, akan banyak caci-maki, dan akan banyak perkelahian. Tak ada
pekerjaan lain yang memberi jalan untukku menjadi jagoan yang sesungguhnya.” Kurniawan, 2014: 186
Mono Ompong mencintai seorang gadis di desanya yang bernama Nina. Ia sering menceritakan soal Nina kepada Ajo Kawir, bahkan mengaku-ngaku bahwa
Nina merupakan kekasihnya. Pernah suatu kali ia menggunakan uang SPP-nya hanya untuk dapat bercinta dengan Nina.
“Mono Ompong memejamkan mata. Semakin merinding. Nina menyentuhnya, mengelusnya. Mono Ompong mengigit bibir. Nina kembali mengelus barangnya.
Ada sesuatu yang mendesak ingin keluar. Satu sentuhan lagi, dan sesuatu
menyembur dari ujung kemaluan Mono Ompong.” Ya ampun, Mono,” pekik Nina, sebelum tertawa ngakak.
“Pelbur. Baru nempel langsung nyembur.” Nina terus tertawa ngakak dan Mono Ompong merasa ingin mati. Kurniawan, 2014: 209-210
41
Hal tersebut ternyata hanya mempermalukan dirinya sendiri dan membuat ibunya marah besar. Ia malu kepada Nina karena gagal membuktikan bahwa ia
merupakan sosok lelaki yang kuat dalam hal bercinta. Ia juga malu karena hukuman yang diberikan oleh ibunya dengan menjewer telinganya di depan
tetangganya setelah ibunya mengetahui bahwa ia telah mencuri tabungan ibunya serta menggunakan uang SPP-nya untuk bercinta dengan Nina. Dari hal inilah
kemudian ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan memilih bekerja sebagai kernet truk milik Ajo Kawir.
“Anak jadah Kau colong duit ibumu buat nyoblos sama perempuan. Jadah Anak tolol. Keluar sekolah dan sekarang nyolong duit untuk nyoblos perempuan.
Kenapa tidak kau coblos saja bebek di belakang rumah? Semuanya boleh kau
coblos. Gratis Anak jadah Berengsek Koplok Sialan Babi” Kurniawan, 2014: 210
Superego
nya mengalami perkembangan yakni adanya anggapan bahwa dengan meniduri seorang wanita maka keberadaannya akan diakui oleh lelaki lain.
Keinginannya untuk dapat meniduri Nina bukan semata-mata karena hasrat seksual yang dimilikinya melainkan karena ia ingin membuktikan diri agar
mendapatkan pengakuan dari teman-temannya sebagai seorang lelaki sejati. Hal ini tidak lepas dari pengalihan pengalaman traumatis miliknya.
Superego
Mono Ompong berperan dominan hingga menguasai
ego
nya. Hal ini dapat ditunjukkan dari pekerjaannya sebagai seorang kernet truk yang semata-mata hanya untuk
mengumpulkan uang agar dapat ia gunakan untuk membayar Nina. Hal ini juga dibuktikan dari Mono Ompong yang menerima tawaran dari Si Kumbang seorang
pengemudi truk lain yang menantangnya berkelahi. Ia berpesan pada Ajo Kawir PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
untuk mempertaruhkan uangnya pada kemenangan dari Si Kumbang, tetapi Ajo Kawir tidak melakukannya. Ajo Kawir mempertaruhkan uang tersebut untuk
kemenangan dari Mono Ompong sendiri. Ajo Kawir merasa ada persamaan antara dirinya dengan Mono Ompong. Mereka memiliki pengalaman traumatis yang
sama yaitu pelecehan seksual.
“Taruh semua uangku untuk kemenangan Si Kumbang,” kata Mono Ompong kepada Ajo Kawir.
“Apa maksudmu? Kau boleh kalah, tapi jangan pernah berencana kalah.” “Setidaknya, jika aku kalah, aku memperoleh uang banyak.”
“Kalau kau mati?” “Berikan uang itu untuk Nina. Itu nama gadis di foto itu.” Kurniawan, 2014: 187
Mono Ompong yang digambarkan sebagai seorang remaja dengan nyali yang besar ternyata mendapati dirinya sendiri ketakutan dan cemas jika ia kalah
dalam pertarungan bahkan tidak dapat bertemu lagi dengan wanita pujaannya. Hal ini dibuktikan dari sikap Mono Ompong yang berubah ketakutan bahkan
meringkung dan menangis di dalam kabin truk milik Ajo Kawir. Rasa takut dan cemas yang dialami Mono Ompong menunjukkan timbulnya kembali pengalaman
traumatisnya. Jika ia kalah dalam perkelahiannya dengan Si Kumbang maka ia akan malu di hadapan banyak orang.
“Aku kangen Nina.” Ia kembali mewek. Airmatanya bercucuran di pipi. Ajo Kawir dan Jelita hanya saling pandang tak tahu bagaimana menghentikan seorang
bocah yang mewek karena seorang gadis yang bahkan mereka tak mengenalnya. Kurniawan, 2014: 191
43
Setelah mendapatkan nasihat dari Ajo Kawir, Mono Ompong memutuskan untuk tidak menjadi seorang pecundang dengan lari dari perkelahiannya dengan Si
Kumbang. Hal ini menunjukkan
superego
bekerja lebih dominan yang kemudian direalisasikan lewat oleh
ego
. Ia tetap berkelahi dengan Si Kumbang dan memenangkan perkelahian dengan luka yang cukup serius pada tulang kakinya.
“Mono Ompong selalu berharap bisa menjadi jagoan. Ia selalu berharap bisa berjalan ke tengah kerumunan dan orang-orang menyingkir ketakutan. Mungkin
pertarungan ini merupakan kesempatannya, satu-satunya kesempatan, untuk
memberitahu semua orang bahwa ia jagoan.” Kurniawan, 2014: 182
“Untuk Mono Ompong, ini bukan soal uang. Ini perkara yang sama dengan peristiwa ketika ia kehilangan dua giginya. Usaha untuk menjadi jagoan.”
Kurniawan, 2014: 187
2.5 Rangkuman Struktur Kepribadian Tokoh