Sublimasi pada Tokoh Ajo Kawir Sublimasi pada Tokoh Si Iteung

53 Ompong memilih untuk menjadi seorang kernet truk milik Ajo Kawir untuk mengalihkan trauma miliknya. Ketiga tokoh mengalihkan trauma mereka ke hal- hal yang lebih positif.

3.3.1 Sublimasi pada Tokoh Ajo Kawir

Untuk mempertanggungjawabkan tindakannya karena telah membunuh Si Macan, Ajo Kawir menyerahkan diri kepada polisi dan mendekam di penjara untuk waktu yang cukup lama. Semasa di dalam penjara itulah ia banyak melakukan instropeksi diri dan berefleksi mengenai segala kejadian yang telah menimpa dirinya. Hal ini menjadi titik awal sublimasi Ajo Kawir. Ia menyadari bahwa kemaluannya mengajarinya untuk dapat hidup dengan tenang dan berpikiran jernih dalam menyikapi segala macam bentuk kejadian di sekitarnya. Sublimasi yang terdapat pada tokoh Ajo Kawir terjadi ketika ia keluar dari penjara. Ia memutuskan untuk membeli sebuah truk dan menjadi seorang sopir truk. Keputusannya ini merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Ajo Kawir mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima yakni bentuk seks, kemarahan, bahkan ketakutan ke dalam bentuk yang bisa diterima secara sosial terlebih bisa diterima oleh dirinya. Hal ini dapat terjadi karena Ajo Kawir berhasil meloloskan id nya. “Truk ini milikku sendiri,” kata Ajo Kawir ketika pertama kali ia bergabung dengannya beberapa bulan lalu. “Aku mencicilnya selama tiga tahun lebih.” Kurniawan, 2014: 137 “Si Kumbang hanya ingin mencari keributan denganmu”, kata Mono Ompong. Giginya bergemelutuk. “Aku tahu, dan ia tak akan 54 memperolehnya”. “Cepat atau lambat, ia akan mengajakmu berduel. Entah apa alasannya. Ia tak suka kamu, sesederhana itu. Ia tak suka orang bicara tentangmu sebagai pembunuh Si Macan.” “Ia tak akan memperoleh alasan apa pun, dan aku tak ingin berduel dengannya. Tidak dengan siapa pun. Demi kemal uanku” Kurniawan, 2014: 131

3.3.2 Sublimasi pada Tokoh Si Iteung

Sublimasi yang terdapat pada tokoh Si Iteung dibuktikan dari dirinya yang meminta kepada ayahnya untuk mendapat pelajaran tambahan yaitu dengan masuk ke perguruan silat Kalimasada. Keinginannya ini merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh gurunya merupakan pengalaman traumatis baginya. Hal ini memicu munculnya anggapan bahwa lelaki adalah musuh. “Papa, aku ingin mengambil les,...” “Aku mau belajar berkelahi.” Kurniawan, 2014: 165-166 Si Iteung memilih untuk mengalihkan traumanya dengan berolahraga. Dalam hal ini berlatih bela diri dikategorikan sebagai tindakan yang dapat diterima secara sosial terutama dapat diterima oleh dirinya. Sebagai bentuk pengalihan trauma, ia ingin terlihat kuat di depan orang lain terutama di depan lelaki.

3.3.3 Sublimasi pada tokoh Mono Ompong