Pengantar Struktur Kepribadian Ajo Kawir

20

BAB II HASRAT SEKSUAL DALAM STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH

PADA NOVEL SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS KARYA EKA KURNIAWAN

2.1 Pengantar

Pada bab ini penulis akan mengkaji Novel Seperti Dendam , Rindu Harus Dibayar Tuntas dari segi struktur kepribadian tokoh. Dalam asumsi penulis, untuk mengetahui perilaku tokoh yang erat kaitannya dengan hasrat seksual, penulis menganalisis terlebih dahulu struktur kepribadian tokoh-tokoh yang terdapat pada novel. Dalam hal ini, penulis mengolah teks manifes dan mencoba mengungkapkan teks yang tersembunyi di baliknya untuk mengungkap perilaku para tokoh yang berhubungan dengan hasrat seksual. Struktur kepribadian manusia mencakup tiga hal, yakni id , ego ,dan superego . Id berada pada alam ketaksadaran, sementara ego dan superego meliputi alam sadar manusia Hartono, 2003: 5. Penulis mendapati setidaknya tiga tokoh yang dapat dianalisis struktur kepribadiannya dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas . Ketiga tokoh tersebut adalah Ajo Kawir yang merupakan tokoh utama, Si Iteung dan Mono Ompong yang merupakan tokoh tambahan dalam novel. Ketiga tokoh tersebut memiliki sikap yang sama yakni gemar berkelahi. Kegemaran mereka berkelahi merupakan bentuk pengalihan terhadap pengalaman traumatis tokoh yaitu pelecehan seksual. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21

2.2 Struktur Kepribadian Ajo Kawir

Ajo Kawir merupakan tokoh utama dalam alur cerita pada novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas . Ia digambarkan sebagai seorang lelaki yang gagah perawakannya juga gemar berkelahi. Kegemarannya berkelahi bertolak belakang dari perilakunya semasa kecil. Semasa kecil, Ajo kawir digambarkan sebagai seorang remaja yang taat beribadah. Ia juga digambarkan sebagai seorang remaja yang cukup pandai di kelasnya, ia tidak pernah mendapatkan nilai jelek untuk setiap mata pelajaran. “Pada dasarnya Ajo Kawir anak baik, begitu Si Tokek akan berkata. Di antara teman-teman sepermainan mereka, Ajo Kawir yang paling rajin pergi ke surau. Di sekolah nilainya tak pernah memalukan.” Kurniawan, 2014: 9 Ajo Kawir gemar membaca, ia lebih suka membaca komik mengenai surga dan neraka. “Ajo Kawir memperlihatkan komik-komiknya. Tapi ini komik tentang surga dan neraka, katanya. Bahkan kiai di surau memuji komik- komik ini.” Kurniawan, 2014: 8 Tanpa disadari, kegemarannya membaca komik mengenai surga dan neraka ini menjadi pengetahuan dasar atau lebih tepat sebagai pedoman hidupnya dalam berperilaku. Pengetahuan dasarnya dalam berperilaku ini merupakan superego nya. Ia beranggapan bahwa apa yang ia lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat nantinya. “Astagfirullah, bisakah kita cari mainan lain? Aku tak mau masuk neraka dan kemaluanku digigit memek bergigi.” Kurniawan, 2014: 9 22 Kegemarannya berkelahi sendiri muncul karena masalah yang menimpa kemaluannya. Hal ini bermula ketika ia diajak oleh sahabatnya yang bernama Si Tokek untuk mengintip wanita gila bernama Rona Merah. Ajo Kawir merasa tidak nyaman dan ketakutan dengan perbuatan yang ia lakukan bersama dengan sahabatnya. Ia sering mendapatkan nasihat dari Wa Sami ibu dari Si Tokek untuk tidak mendekati rumah wanita gila itu. “Ajo Kawir segera bilang bahwa Wa Sami berkali-kali sudah mengatakan agar tidak mengganggu perempuan itu.” Kurniawan, 2014: 10 Rasa tidak nyamannya berubah menjadi rasa ingin tahu ketika mendapati dua oknum polisi yang masuk ke rumah Rona Merah. Setelah menanti beberapa saat, Ajo Kawir mengetahui apa yang akan dilakukan oleh kedua oknum polisi tersebut. Kedua oknum polisi tersebut ternyata berniat akan memperkosa Rona Merah. Karena ketidakhati-hatiannya, ia tertangkap basah sedang mengintip perbuatan kedua oknum polisi tersebut. “Ajo Kawir, menonton semua adegan itu sambil menggigil dengan mata tak lepas dari lubang tempat mengintip, tak kuasa menopang tubuhnya. Pegangannya ke kusen jendela terlepas, dan tanpa bisa dicegah ia tergelincir. Suara gaduhnya mengagetkan semua orang.” Kurniawan, 2014: 27 Ia dipaksa oleh dua oknum polisi yang memperkosa Rona Merah untuk turut serta memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang senggama milik Rona Merah. Salah seorang polisi bahkan menodongkan pistol ke kepala Ajo Kawir. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 “Ajo Kawir ketakutan, menggeleng dan hendak pergi. Tapi Si Perokok Kretek mengeluarkan dan menempelkan moncong pistol ke dahi si bocah sambil berkata, diam dan lihatlah ” Kurniawan, 2014: 28 Kedua oknum polisi memaksa Ajo Kawir untuk turut memperkosa Rona Merah. Pada saat itu juga batang kemaluan milik Ajo Kawir memutuskan untuk tidur dalam waktu yang cukup lama. “Ajo Kawir diam saja, kedua polisi kesal dan hampir mengangkatnya untuk memasukkan kemaluannya secara paksa ke dalam perempuan itu. Tapi mendadak mereka terdiam dan menoleh ke arah selangkangan Ajo Kawir. Di luar yang mereka duga, kemaluan bocah itu meringkuk kecil, mengerut dan hampir melesak ke dalam. Setelah berpandangan sejenak, kedua polisi tiba-tiba tertawa sambil menggebrak- gebrak meja.” Kurniawan, 2014: 29 Alasan mendasar dari rasa takut yang dialami oleh Ajo Kawir sehingga membuat batang kemaluannya memutuskan untuk tidak bergerak bukan karena paksaan atau pistol yang ditodongkan oleh oknum polisi ke kepalanya melainkan karena superego yang dimilikinya. Ia sadar betul bahwa perbuatannya akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Pengalaman traumatis ini timbul akibat dominasi superego . Si Tokek merasa bersalah atas kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Ia sering menyalahkan dirinya sendiri dan berusaha keras untuk membuat sahabatnya dapat melupakan kejadian itu. Untuk menebus kesalahannya, ia memutuskan untuk senantiasa menemani ke mana pun sahabatnya itu pergi. Bahkan, ketika Ajo Kawir memutuskan untuk mencari masalah dengan anak lain dan mengajak mereka berkelahi, Si Tokek tidak akan tinggal diam. Ia akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 dengan senang hati ikut dalam perkelahin itu. Kegemaran Ajo Kawir berkelahi merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. “Untuk urusan ini, Si Tokek merupakan orang yang merasa paling bersalah, meskipun Ajo Kawir tak pernah menganggapnya demikian. Si Tokek ingin melakukan apa pun untuk menebus kesalahannya, tapi ia sadar tak ada apa pun yang berharga di dunia ini yang bisa dilakukannya untuk menebus semua kesalahan itu.” Kurniawan, 2014: 5 “Dan apa boleh buat, Si Tokek tak pernah mau membiarkan sahabatnya babak- belur sendirian, maka ia pun sering memperoleh bagian lebam di sana- sini.” Kurniawan, 2014: 4 Suatu ketika, Paman Gembul datang menemui Iwan Angsa yang merupakan ayah dari Si Tokek. Paman Gembul merupakan rekan kerja dari Iwan Angsa semasa keduanya masih muda. Maksud kedatangannya adalah mencari orang yang mau bekerja untuknya berkelahi. Iwan Angsa menolak untuk berkelahi kembali dan menyarankannya untuk bertemu dengan Ajo Kawir. Ajo Kawir tentu dengan senang hati menerima tawaran itu. Ia merasa senang bukan karena imbalan yang ditawarkan oleh Paman Gembul, ia hanya berpikir akan sangat menyenangkan jika dapat berkelahi dengan banyak orang sehingga dapat melupakan masalah yang menimpa kemaluannya tersebut. Sikap Ajo Kawir yang dengan senang hati menerima tawaran Paman Gembul merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. “Dan sekarang aku ingin kamu menghajar seorang lelaki lain. Lebih tua darimu. Jauh lebih tua. Dan mungkin lebih kuat darimu. Namanya Si Macan.” Kurniawan, 2014: 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 “Aku hanya butuh duitmu, dan terutama aku hanya butuh seseorang yang mau berkelahi denganku.” Kurniawan, 2014: 72 Suatu hari, ketika Ajo Kawir mencari seorang lelaki bernama Pak Lebe seorang pengusaha tambak dan berniat untuk menghajarnya, Ajo Kawir bertemu dengan seorang gadis cantik yang juga ahli dalam berkelahi bernama Si Iteung. Si Iteung merupakan pengawal pribadi Pak Lebe. Pertemuan itu berujung pada perkelahinan antara keduanya. Dari perkelahian itu timbul perasaan cinta antara keduanya. Ia mengagumi sosok Si Iteung bukan saja karena ia memiliki paras yang cantik, tetapi karena Si Iteung merupakan wanita yang ahli bela diri. Ia jatuh cinta kepada wanita yang dapat mempertahankan kehormatannya. Anggapan seperti inilah yang kemudian menjadi cerminan ego tokoh Ajo Kawir. “Ajo Kawir mencoba tersenyum. Bibirnya terasa sakit, tapi ia tersenyum. Matanya berbinar melihat Iteung di depannya. Ia senang melihat rambutnya yang beriak ketika menerjangnya, ketika mengiriminya pukulan. Ia senang melihat roman mukanya yang memerah menahan marah. Ia senang melihat matanya yang memancarkan kebencian.” Kurniawan, 2014: 84 “Kakinya masih terasa goyah, tapi gadis itu telah mengiriminya satu pukulan lagi. Ia kembali terhuyung dan terjatuh ke rerumputan. Rumput dengan tanah keras di bawahnya. Ia merasa ia tak mampu lagi untuk bergerak. Ia sudah selesai. Ia tak menyesal. Ia merasa bahagia. Ia bahagia merasakan pukulan gadis itu di tubuhnya. Ia bahagia merasakan gadis itu betapa dekat dengannya.” Kurniawan, 2014: 88 “Iteung,” gumamnya. Ia tak tahu apakah gadis itu mendengarnya atau tidak. Ia bahkan nyaris tak bisa mendengar suaranya sendiri. “Aku, aku mencintaimu.” Kurniawan, 2014: 89 Hubungan mereka direstui oleh kedua orang tua masing-masing, tetapi tidak oleh teman Si Iteung yang bernama Budi Baik. Budi Baik merupakan teman seperguruan Si Iteung yang juga menaruh perasaan kepada Si Iteung. Kehadiran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 tokoh Ajo Kawir dianggap sebagai penghalang bagi hubungannya dengan Si Iteung. Suatu waktu, Budi Baik dan teman-temannya mencegat Ajo Kawir dan mengeroyoknya hingga babak belur. Hal ini kemudian diketahui oleh Si Iteung dan Si Tokek yang kemudian balik menghajar mereka. Ajo Kawir dan Si Iteung pun memutuskan untuk menikah walaupun sebelumnya Ajo Kawir sempat ragu apakah ia dapat membuat Si Iteung bahagia dengan keadaannya. Ego dari Ajo Kawir yang menemukan pujaan hatinya yakni seorang wanita yang ahli bela diri dan beranggapan bahwa ia merupakan sosok wanita yang dapat mempertahankan kehormatannya membawanya ketingkat yang lebih tinggi yakni superego yang ditandai dengan menikahi Si Iteung. “Kami sudah menentukan hari pernikahan. Aku akan bahagia. Ia akan bahagia. Aku akan melewati umur dua puluh dengan bahagia.” Kurniawan, 2014: 101 “Beberapa bulan setelah melewati ulang tahun Ajo Kawir yang kedua puluh, dan beberapa hari setelah Iteung melewati umur yang sama, mereka menikah. Kedua orangtua Iteung sangat bahagia. Kedua orangtua Ajo Kawir juga sangat bahagia. Iwan Angsa dan Wa Sami sampai berkaca-kaca melihat Ajo Kawir menikah. Si Tokek tampak tersenyum ke sana- kemari, ikut menerima para tamu.” Kurniawan, 2014: 112 Menikah dengan Si Iteung merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Kehadiran sosok Iteung pada kehidupan Ajo Kawir membuatnya dapat melupakan pengalaman traumatisnya. Sosok Iteung yang kuat dan ahli bela diri membuat Ajo Kawir dapat melupakan Rona Merah. Tindakan Ajo Kawir yang mencintai Iteung terjadi karena dorongan id nya yaitu hasrat seksul yang ia kelola agar tidak melakukan pemerkosaan kepada tokoh yang lebih kuat. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh ego miliknya. Superego miliknya mengatakan bahwa ia tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 boleh melakukan pemerkosaan dan hubungannya dengan Si Iteung harus legal maka ia menikahi Si Iteung. Hal inilah yang menjadi motif Ajo Kawir memilih Iteung sebagai kekasihnya. Ada superego yang memang dipengaruhi oleh dorongan id akan tetapi ia dapat mengelola dengan memilih tokoh yang kuat sehingga ia tidak akan melakukan energi psikis negatif yaitu pemerkosaan. Kehidupan keluarga Ajo Kawir yang tadinya baik-baik saja menjadi retak setelah ia mendapati bahwa Si Iteung hamil. Anggapan bahwa keahlian Si Iteung dalam berkelahi yang dapat mempertahankan kehormatannya runtuh seketika. Runtuhnya anggapan tersebut menimbulkan kembali pengalaman traumatisnya. Ajo Kawir tahu bahwa anak yang dikandung oleh Si Iteung bukanlah anaknya, Ajo Kawir sadar betul bahwa ia tidak dapat menghamili istrinya tersebut. Kehamilan Si Iteung menjadi tamparan keras bagi dirinya. Tamparan itu membuatnya kembali mengingat pengalaman traumatis yang menimpa dirinya di rumah Rona Merah. Karena hal itulah Ajo Kawir menjadi sangat marah kepada dirinya sendiri. Rambut Iteung agak basah, begitu pula wajah dan pakaiannya. Tapi ia masih berdiri di tempatnya. Setelah beberapa saat, Ajo Kawir segera menyadari mata Iteung berkaca-kaca. “Ada apa?” tanya Ajo Kawir. “Kamu dari mana sejak pagi?” Airmata Iteung meleleh, mengalir di pipinya. “Iteung? Ada apa?” “Aku dari rumah sakit,” katanya. Ia mulai terisak. “Aku... aku hamil.” “Ha . . . apa?” Iteung tertunduk dan terduduk di kursi. Ia menangis dan menyembunyikan wajahnya. Di sela isaknya ia mengatakan sesuatu, tapi Ajo Kawir tak mendengarnya dengan jelas. “Iteung” Ajo Kawir mulai berteriak. “Katakan siapa? Siapa?” Bahu Iteung terguncang-guncang. “Lonte” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 Ajo Kawir berbalik, membuka pintu dan membantingnya. Ia berjalan meninggalkan rumah itu, menerobos gerimis. Kurniawan, 2014: 118-119 Ajo Kawir memutuskan untuk meninggalkan rumah dan kembali menjalankan misi yang diberikan oleh Paman Gembul untuk mencari dan membunuh orang yang bernama Si Macan. Ajo Kawir berusaha untuk menolak timbulnya kembali pengalaman traumatis miliknya. Hal ini dapat dibuktikan dengan tindakan Ajo Kawir yang membunuh Si Macan. Terjadi pertemuan antara unsur id dan superego miliknya yang direalisasikan oleh unsur ego miliknya. Disatu sisi Ajo Kawir berusaha melakukan perlawanan terhadap pengalaman traumatisnya dengan membuat unsur ego baru di dalam dirinya yaitu membunuh Si Macan, tetapi di sisi lain superego miliknya tidak dapat mengontrol tindakan dari Ajo Kawir. Tindakan perlawanan superego ini menjadi klimaks dari struktur kepribadian tokoh Ajo Kawir. “Ajo Kawir merebut tongkat itu. Si Macan terhuyung. Sebelum Si Macan roboh ke tanah, tongkat itu menyambar batok kepalanya. Terdengar bunyi derak tongkat patah, serta batok kepala yang terbelah.” Kurniawan, 2014: 120 Anti klimaks dari struktur kepribadian tokoh Ajo Kawir ditandai dari sikapnya yang menyerahkan diri kepada polisi dan mendekam di penjara selama beberapa tahun. Tindakan Ajo Kawir menyerahkan diri kepada polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut merupakan cerminan superego miliknya yang kemudian direalisasikan oleh ego . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 “Jangan berbuat bodoh,” kata Paman Gembul. “Kau aman di sini. Kau bisa belajar mesin mobil di sini. Ini bengkel yang bagus. Mereka tak tahu kau di sini. Aku tak ingin melihatmu mati.” Kurniawan, 2014: 152 Setelah keluar dari penjara Ajo Kawir memutuskan membeli sebuah truk dan bekerja menjadi sopir truk. Banyak hal yang kemudian ia pelajari dari semua kejadian yang telah menimpa dirinya, khususnya dari kemaluannya sendiri selama mendekam di penjara. Ia bertekad untuk tidak kembali menjadi seorang yang gemar berkelahi dan memutuskan untuk hidup damai seperti yang diajarkan oleh kemaluannya. Hal ini membuktikan perkembangan ego yang dimiliki oleh Ajo Kawir. Kegemarannya berkelahi menghilang bahkan berubah menjadi pribadi yang lebih tenang serta berpikiran jernih. Pekerjaannya menjadi seorang sopir truk mempertemukannya dengan tokoh yang bernama Mono Ompong dan Jelita. “Ajo Kawir menoleh ke si kenek dan berpikir, sebelas tahun lalu, ketika umurnya sama dengan bocah itu, ia benar-benar akan melakukan apa yang dikatakan si kenek. Barangkali lebih dari itu. Ia tak akan menghajar Si Kepala Botak, sebab itu tak perlu. Ia yakin, jika itu terjadi sebelas tahun lalu, ia akan membiarkan truknya menghajar sedan Si Kepala Botak.” Kurniawan, 2014: 122 Dari tokoh Mono Ompong ia dapat kembali mengingat sosok dirinya ketika masih remaja yang gemar sekali mencari masalah dengan anak yang sebaya dengannya dan mengajak mereka berkelahi. Dari tokoh Jelita inilah ia sering memimpikan kemaluannya dapat berdiri kembali. Hal ini menjadi bukti menguatnya unsur id miliknya. Keinginannya menjadi pribadi yang normal masih ada, tetapi disisi lain pengalaman traumatisnya belum sepenuhnya sembuh. Ia masih berharap dapat melihat batang kemaluannya berdiri kembali. Ia berjanji PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 pada dirinya sendiri jika suatu saat kemaluannya sembuh ia akan pulang ke rumah dan menemui Si Iteung. Jauh dalam benaknya ia masih mencintai istrinya. “Di kamar mandi, setelah membuka celana dalamnya, ia melihat Si Burung memang basah dan lengket. Si Tokek yang pernah mengatakan hal ini: dipakai atau tidak burungmu, tubuh lelaki yang sehat terus menghasilkan pejuh. Lama- kelamaan itu akan penuh. Harus dikeluarkan dengan cara apa pun, atau mereka akan jebol dan memutuskan keluar sendiri. Dengan mimi atau tidak. Yang ia tahu, kini mereka jebol karena mimpi. Mimpi Jelita.” Kurniawan, 2014: 217 “Jika aku bisa kembali ngaceng, pikirnya, aku punya satu-satunya alasan untuk kembali ke rumah. Untuk melihat gadis kecilku, dan terutama untuk melihat isteriku.” Kurniawan, 2014: 225 “Jika aku bisa ngaceng, pikirnya kembali, aku bisa membuat Iteung bahagia. Dan aku juga bisa bahagia. Bahkan satu hari yang membahagiakan antara aku dan Iteung, barangkali bisa menghapus tahun-tahun yang menderitakan ini. Tapi apakah meniduri Jelita satu-satunya cara untuk membuat Si Burung bangun, seperti apa yang diajarkan m impiku?” Kurniawan, 2014: 226 Keputusannya berdamai dan menerima segala kejadian yang telah menimpanya merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Dari hal inilah secara tidak langsung kesembuhan mulai terjadi pada dirinya. Perkembangan id milik Ajo Kawir mulai termanifestasikan dalam mimpi. Mimpi merupakan salah satu bentuk alam bawah sadar manusia dimana id berperan penting di dalamnya sedangkan superego kehilangan kendali. Dari mimpi inilah Ajo Kawir sering mendapati kemaluannya dapat berdiri kembali ketika melihat Jelita. “Tiba-tiba ia teringat sesuatu, menyadari sesuatu. Hal ini telah terjadi berkali-kali, tapi baru kali ini ia menyadarinya. Ingatannya sangat jelas: di mimpi itu, mimpi berbaring di karpet bersama Jelita di bak truk, Si Burung terbangun. Keras dan besar.” Kurniawan, 2014: 218 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 Hal yang dirasakan oleh Ajo Kawir ketika sedang memimpikan Jelita ternyata berdampak pada kehidupan nyatanya. Hal ini membuktikan bahwa id miliknya mencoba menerobos batas ego . Ia menjadi pribadi yang tidak fokus dalam bekerja. Ia semakin sering berbicara dengan kemaluannya. Ia merasa heran dengan selera atau hasrat seksual miliknya. Hal ini bukan tanpa alasan karena sebelumnya ia mengenal dua pribadi wanita berparas cantik yakni Rona Merah dan Si Iteung akan tetapi kemaluannya tidak bergerak sedikit pun. Berbeda dengan dua wanita berparas cantik tadi, dalam mimpinya ia mendapati kemaluannya tengah berdiri ketika menjumpai Jelita yang jauh tidak lebih cantik dari dua wanita yang pernah dikenalnya. Bahkan jauh dari kata cantik, Jelita lebih tepat jika dibilang jelek. Dari tokoh Jelita inilah ia kemudian dapat sembuh dari penyakit yang menimpa kemaluannya tersebut. Ia dan Jelita bercinta di bilik kamar mandi di sebuah pom bensin. Untuk pertama kalinya, Ajo Kawir merasa sangat bahagia mendapati kemaluannya dapat berdiri kembali. Hal ini membuktikan bahwa ia berhasil meloloskan id miliknya. “Kemudian perempuan itu mendekatinya, menyentuh pipinya. Jelita berjinjit, mencium bibirnya. Ajo Kawir masih terdiam, bertanya-tanya apakah semua ini bagian dari mimpinya, atau sesuatu yang terjadi di luar tidurnya? Ia tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Jelita memeluknya, terus menciuminya. Hingga akhirnya Jelita berlutut, dan mulai membuka kancing jins Ajo Kawir. Ketika celananya melorot, bahkan Ajo Kawir pun terpana dibuatnya. Ia melihat Si Burung bangun. Mengacung keras, besar, menunjuk. Ia belum pernah melihat Si Burung sedemikian indahnya.” Kurniawan, 2014: 230-231 Dari tokoh Jelita pula Ajo Kawir teringat kembali dengan sosok wanita yang pernah ia kenal sebelumnya. Ia merasa ada kemiripan antara Jelita dengan Rona 32 Merah. Kedua tokoh tersebut merupakan karakter yang sama lemahnya jika dibandingkan dengan Si Iteung. “Ia memang jelek. Super jelek. Tapi tidakkah melihatnya kau merasa seperti pernah bertemu dengannya? Kurasa ia mengingatkanku kepada perempuan itu. Si perempuan gila. Rona Merah. Entahlah, tapi kurasa mereka perempuan yang sama.” Kurniawan, 2014: 239-240

2.3 Struktur Kepribadian Si Iteung