20
BAB II HASRAT SEKSUAL DALAM STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH
PADA NOVEL
SEPERTI DENDAM, RINDU HARUS DIBAYAR TUNTAS
KARYA EKA KURNIAWAN
2.1 Pengantar
Pada bab ini penulis akan mengkaji Novel
Seperti Dendam
,
Rindu Harus Dibayar Tuntas
dari segi struktur kepribadian tokoh. Dalam asumsi penulis, untuk mengetahui perilaku tokoh yang erat kaitannya dengan hasrat seksual, penulis
menganalisis terlebih dahulu struktur kepribadian tokoh-tokoh yang terdapat pada novel. Dalam hal ini, penulis mengolah teks manifes dan mencoba
mengungkapkan teks yang tersembunyi di baliknya untuk mengungkap perilaku para tokoh yang berhubungan dengan hasrat seksual.
Struktur kepribadian manusia mencakup tiga hal, yakni
id
,
ego
,dan
superego
.
Id
berada pada alam ketaksadaran, sementara
ego
dan
superego
meliputi alam sadar manusia Hartono, 2003: 5. Penulis mendapati setidaknya tiga tokoh yang dapat dianalisis struktur kepribadiannya dalam novel
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
. Ketiga tokoh tersebut adalah Ajo Kawir yang merupakan tokoh utama, Si Iteung dan Mono Ompong yang merupakan
tokoh tambahan dalam novel. Ketiga tokoh tersebut memiliki sikap yang sama yakni gemar berkelahi. Kegemaran mereka berkelahi merupakan bentuk
pengalihan terhadap pengalaman traumatis tokoh yaitu pelecehan seksual. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2.2 Struktur Kepribadian Ajo Kawir
Ajo Kawir merupakan tokoh utama dalam alur cerita pada novel
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
. Ia digambarkan sebagai seorang lelaki yang gagah perawakannya juga gemar berkelahi. Kegemarannya berkelahi
bertolak belakang dari perilakunya semasa kecil. Semasa kecil, Ajo kawir digambarkan sebagai seorang remaja yang taat beribadah. Ia juga digambarkan
sebagai seorang remaja yang cukup pandai di kelasnya, ia tidak pernah mendapatkan nilai jelek untuk setiap mata pelajaran.
“Pada dasarnya Ajo Kawir anak baik, begitu Si Tokek akan berkata. Di antara teman-teman sepermainan mereka, Ajo Kawir yang paling rajin pergi ke surau. Di
sekolah nilainya tak pernah memalukan.” Kurniawan, 2014: 9
Ajo Kawir gemar membaca, ia lebih suka membaca komik mengenai surga dan neraka.
“Ajo Kawir memperlihatkan komik-komiknya. Tapi ini komik tentang surga dan neraka, katanya. Bahkan kiai di surau memuji komik-
komik ini.” Kurniawan, 2014: 8
Tanpa disadari, kegemarannya membaca komik mengenai surga dan neraka ini menjadi pengetahuan dasar atau lebih tepat sebagai pedoman hidupnya dalam
berperilaku. Pengetahuan dasarnya dalam berperilaku ini merupakan
superego
nya. Ia beranggapan bahwa apa yang ia lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di akhirat nantinya.
“Astagfirullah, bisakah kita cari mainan lain? Aku tak mau masuk neraka dan kemaluanku digigit memek bergigi.” Kurniawan, 2014: 9
22
Kegemarannya berkelahi sendiri muncul karena masalah yang menimpa kemaluannya. Hal ini bermula ketika ia diajak oleh sahabatnya yang bernama Si
Tokek untuk mengintip wanita gila bernama Rona Merah. Ajo Kawir merasa tidak nyaman dan ketakutan dengan perbuatan yang ia lakukan bersama dengan
sahabatnya. Ia sering mendapatkan nasihat dari Wa Sami ibu dari Si Tokek untuk tidak mendekati rumah wanita gila itu.
“Ajo Kawir segera bilang bahwa Wa Sami berkali-kali sudah mengatakan agar tidak mengganggu perempuan
itu.” Kurniawan, 2014: 10
Rasa tidak nyamannya berubah menjadi rasa ingin tahu ketika mendapati dua oknum polisi yang masuk ke rumah Rona Merah. Setelah menanti beberapa
saat, Ajo Kawir mengetahui apa yang akan dilakukan oleh kedua oknum polisi tersebut. Kedua oknum polisi tersebut ternyata berniat akan memperkosa Rona
Merah. Karena ketidakhati-hatiannya, ia tertangkap basah sedang mengintip perbuatan kedua oknum polisi tersebut.
“Ajo Kawir, menonton semua adegan itu sambil menggigil dengan mata tak lepas dari lubang tempat mengintip, tak kuasa menopang tubuhnya. Pegangannya ke
kusen jendela terlepas, dan tanpa bisa dicegah ia tergelincir. Suara gaduhnya
mengagetkan semua orang.” Kurniawan, 2014: 27
Ia dipaksa oleh dua oknum polisi yang memperkosa Rona Merah untuk turut serta memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang senggama milik Rona
Merah. Salah seorang polisi bahkan menodongkan pistol ke kepala Ajo Kawir. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
“Ajo Kawir ketakutan, menggeleng dan hendak pergi. Tapi Si Perokok Kretek mengeluarkan dan menempelkan moncong pistol ke dahi si bocah sambil berkata,
diam dan lihatlah ” Kurniawan, 2014: 28
Kedua oknum polisi memaksa Ajo Kawir untuk turut memperkosa Rona Merah. Pada saat itu juga batang kemaluan milik Ajo Kawir memutuskan untuk
tidur dalam waktu yang cukup lama.
“Ajo Kawir diam saja, kedua polisi kesal dan hampir mengangkatnya untuk memasukkan kemaluannya secara paksa ke dalam perempuan itu. Tapi mendadak
mereka terdiam dan menoleh ke arah selangkangan Ajo Kawir. Di luar yang mereka duga, kemaluan bocah itu meringkuk kecil, mengerut dan hampir melesak
ke dalam. Setelah berpandangan sejenak, kedua polisi tiba-tiba tertawa sambil menggebrak-
gebrak meja.” Kurniawan, 2014: 29
Alasan mendasar dari rasa takut yang dialami oleh Ajo Kawir sehingga membuat batang kemaluannya memutuskan untuk tidak bergerak bukan karena
paksaan atau pistol yang ditodongkan oleh oknum polisi ke kepalanya melainkan karena
superego
yang dimilikinya. Ia sadar betul bahwa perbuatannya akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Pengalaman traumatis ini timbul akibat
dominasi
superego
. Si Tokek merasa bersalah atas kejadian yang menimpa sahabatnya itu. Ia
sering menyalahkan dirinya sendiri dan berusaha keras untuk membuat sahabatnya dapat melupakan kejadian itu. Untuk menebus kesalahannya, ia
memutuskan untuk senantiasa menemani ke mana pun sahabatnya itu pergi. Bahkan, ketika Ajo Kawir memutuskan untuk mencari masalah dengan anak lain
dan mengajak mereka berkelahi, Si Tokek tidak akan tinggal diam. Ia akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dengan senang hati ikut dalam perkelahin itu. Kegemaran Ajo Kawir berkelahi merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya.
“Untuk urusan ini, Si Tokek merupakan orang yang merasa paling bersalah, meskipun Ajo Kawir tak pernah menganggapnya demikian. Si Tokek ingin
melakukan apa pun untuk menebus kesalahannya, tapi ia sadar tak ada apa pun yang berharga di dunia ini yang bisa dilakukannya untuk menebus semua
kesalahan itu.” Kurniawan, 2014: 5 “Dan apa boleh buat, Si Tokek tak pernah mau membiarkan sahabatnya babak-
belur sendirian, maka ia pun sering memperoleh bagian lebam di sana- sini.”
Kurniawan, 2014: 4
Suatu ketika, Paman Gembul datang menemui Iwan Angsa yang merupakan ayah dari Si Tokek. Paman Gembul merupakan rekan kerja dari Iwan Angsa
semasa keduanya masih muda. Maksud kedatangannya adalah mencari orang yang mau bekerja untuknya berkelahi. Iwan Angsa menolak untuk berkelahi
kembali dan menyarankannya untuk bertemu dengan Ajo Kawir. Ajo Kawir tentu dengan senang hati menerima tawaran itu. Ia merasa senang bukan karena
imbalan yang ditawarkan oleh Paman Gembul, ia hanya berpikir akan sangat menyenangkan jika dapat berkelahi dengan banyak orang sehingga dapat
melupakan masalah yang menimpa kemaluannya tersebut. Sikap Ajo Kawir yang dengan senang hati menerima tawaran Paman Gembul merupakan bentuk
pengalihan trauma miliknya.
“Dan sekarang aku ingin kamu menghajar seorang lelaki lain. Lebih tua darimu. Jauh lebih tua. Dan mungkin lebih kuat darimu. Namanya Si Macan.”
Kurniawan, 2014: 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
“Aku hanya butuh duitmu, dan terutama aku hanya butuh seseorang yang mau berkelahi denganku.” Kurniawan, 2014: 72
Suatu hari, ketika Ajo Kawir mencari seorang lelaki bernama Pak Lebe seorang pengusaha tambak dan berniat untuk menghajarnya, Ajo Kawir bertemu
dengan seorang gadis cantik yang juga ahli dalam berkelahi bernama Si Iteung. Si Iteung merupakan pengawal pribadi Pak Lebe. Pertemuan itu berujung pada
perkelahinan antara keduanya. Dari perkelahian itu timbul perasaan cinta antara keduanya. Ia mengagumi sosok Si Iteung bukan saja karena ia memiliki paras
yang cantik, tetapi karena Si Iteung merupakan wanita yang ahli bela diri. Ia jatuh cinta kepada wanita yang dapat mempertahankan kehormatannya. Anggapan
seperti inilah yang kemudian menjadi cerminan
ego
tokoh Ajo Kawir.
“Ajo Kawir mencoba tersenyum. Bibirnya terasa sakit, tapi ia tersenyum. Matanya berbinar melihat Iteung di depannya. Ia senang melihat rambutnya yang
beriak ketika menerjangnya, ketika mengiriminya pukulan. Ia senang melihat roman mukanya yang memerah menahan marah. Ia senang melihat matanya yang
memancarkan kebencian.” Kurniawan, 2014: 84 “Kakinya masih terasa goyah, tapi gadis itu telah mengiriminya satu pukulan lagi.
Ia kembali terhuyung dan terjatuh ke rerumputan. Rumput dengan tanah keras di bawahnya. Ia merasa ia tak mampu lagi untuk bergerak. Ia sudah selesai. Ia tak
menyesal. Ia merasa bahagia. Ia bahagia merasakan pukulan gadis itu di tubuhnya.
Ia bahagia merasakan gadis itu betapa dekat dengannya.” Kurniawan, 2014: 88 “Iteung,” gumamnya. Ia tak tahu apakah gadis itu mendengarnya atau tidak. Ia
bahkan nyaris tak bisa mendengar suaranya sendiri. “Aku, aku mencintaimu.” Kurniawan, 2014: 89
Hubungan mereka direstui oleh kedua orang tua masing-masing, tetapi tidak oleh teman Si Iteung yang bernama Budi Baik. Budi Baik merupakan teman
seperguruan Si Iteung yang juga menaruh perasaan kepada Si Iteung. Kehadiran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
tokoh Ajo Kawir dianggap sebagai penghalang bagi hubungannya dengan Si Iteung. Suatu waktu, Budi Baik dan teman-temannya mencegat Ajo Kawir dan
mengeroyoknya hingga babak belur. Hal ini kemudian diketahui oleh Si Iteung dan Si Tokek yang kemudian balik menghajar mereka. Ajo Kawir dan Si Iteung
pun memutuskan untuk menikah walaupun sebelumnya Ajo Kawir sempat ragu apakah ia dapat membuat Si Iteung bahagia dengan keadaannya.
Ego
dari Ajo Kawir yang menemukan pujaan hatinya yakni seorang wanita yang ahli bela diri
dan beranggapan bahwa ia merupakan sosok wanita yang dapat mempertahankan kehormatannya membawanya ketingkat yang lebih tinggi yakni
superego
yang ditandai dengan menikahi Si Iteung.
“Kami sudah menentukan hari pernikahan. Aku akan bahagia. Ia akan bahagia. Aku akan melewati umur dua puluh dengan bahagia.” Kurniawan, 2014: 101
“Beberapa bulan setelah melewati ulang tahun Ajo Kawir yang kedua puluh, dan beberapa hari setelah Iteung melewati umur yang sama, mereka menikah. Kedua
orangtua Iteung sangat bahagia. Kedua orangtua Ajo Kawir juga sangat bahagia. Iwan Angsa dan Wa Sami sampai berkaca-kaca melihat Ajo Kawir menikah. Si
Tokek tampak tersenyum ke sana-
kemari, ikut menerima para tamu.” Kurniawan, 2014: 112
Menikah dengan Si Iteung merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Kehadiran sosok Iteung pada kehidupan Ajo Kawir membuatnya dapat melupakan
pengalaman traumatisnya. Sosok Iteung yang kuat dan ahli bela diri membuat Ajo Kawir dapat melupakan Rona Merah. Tindakan Ajo Kawir yang mencintai Iteung
terjadi karena dorongan
id
nya yaitu hasrat seksul yang ia kelola agar tidak melakukan pemerkosaan kepada tokoh yang lebih kuat. Pengelolaan tersebut
dilakukan oleh
ego
miliknya.
Superego
miliknya mengatakan bahwa ia tidak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
boleh melakukan pemerkosaan dan hubungannya dengan Si Iteung harus legal maka ia menikahi Si Iteung. Hal inilah yang menjadi motif Ajo Kawir memilih
Iteung sebagai kekasihnya. Ada
superego
yang memang dipengaruhi oleh dorongan
id
akan tetapi ia dapat mengelola dengan memilih tokoh yang kuat sehingga ia tidak akan melakukan energi psikis negatif yaitu pemerkosaan.
Kehidupan keluarga Ajo Kawir yang tadinya baik-baik saja menjadi retak setelah ia mendapati bahwa Si Iteung hamil. Anggapan bahwa keahlian Si Iteung
dalam berkelahi yang dapat mempertahankan kehormatannya runtuh seketika. Runtuhnya anggapan tersebut menimbulkan kembali pengalaman traumatisnya.
Ajo Kawir tahu bahwa anak yang dikandung oleh Si Iteung bukanlah anaknya, Ajo Kawir sadar betul bahwa ia tidak dapat menghamili istrinya tersebut.
Kehamilan Si Iteung menjadi tamparan keras bagi dirinya. Tamparan itu membuatnya kembali mengingat pengalaman traumatis yang menimpa dirinya di
rumah Rona Merah. Karena hal itulah Ajo Kawir menjadi sangat marah kepada dirinya sendiri.
Rambut Iteung agak basah, begitu pula wajah dan pakaiannya. Tapi ia masih berdiri di tempatnya. Setelah beberapa saat, Ajo Kawir segera menyadari mata
Iteung berkaca-kaca. “Ada apa?” tanya Ajo Kawir. “Kamu dari mana sejak pagi?”
Airmata Iteung meleleh, mengalir di pipinya. “Iteung? Ada apa?”
“Aku dari rumah sakit,” katanya. Ia mulai terisak. “Aku... aku hamil.” “Ha . . . apa?”
Iteung tertunduk dan terduduk di kursi. Ia menangis dan menyembunyikan wajahnya. Di sela isaknya ia mengatakan sesuatu, tapi Ajo Kawir tak
mendengarnya dengan jelas.
“Iteung” Ajo Kawir mulai berteriak. “Katakan siapa? Siapa?” Bahu Iteung terguncang-guncang.
“Lonte” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Ajo Kawir berbalik, membuka pintu dan membantingnya. Ia berjalan meninggalkan rumah itu, menerobos gerimis. Kurniawan, 2014: 118-119
Ajo Kawir memutuskan untuk meninggalkan rumah dan kembali menjalankan misi yang diberikan oleh Paman Gembul untuk mencari dan
membunuh orang yang bernama Si Macan. Ajo Kawir berusaha untuk menolak timbulnya kembali pengalaman traumatis miliknya. Hal ini dapat dibuktikan
dengan tindakan Ajo Kawir yang membunuh Si Macan. Terjadi pertemuan antara unsur
id
dan
superego
miliknya yang direalisasikan oleh unsur
ego
miliknya. Disatu sisi Ajo Kawir berusaha melakukan perlawanan terhadap pengalaman
traumatisnya dengan membuat unsur
ego
baru di dalam dirinya yaitu membunuh Si Macan, tetapi di sisi lain
superego
miliknya tidak dapat mengontrol tindakan dari Ajo Kawir. Tindakan perlawanan
superego
ini menjadi klimaks dari struktur kepribadian tokoh Ajo Kawir.
“Ajo Kawir merebut tongkat itu. Si Macan terhuyung. Sebelum Si Macan roboh ke tanah, tongkat itu menyambar batok kepalanya. Terdengar bunyi derak tongkat
patah, serta batok kepala yang terbelah.” Kurniawan, 2014: 120
Anti klimaks dari struktur kepribadian tokoh Ajo Kawir ditandai dari sikapnya yang menyerahkan diri kepada polisi dan mendekam di penjara selama
beberapa tahun. Tindakan Ajo Kawir menyerahkan diri kepada polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut merupakan cerminan
superego
miliknya yang kemudian direalisasikan oleh
ego
. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
“Jangan berbuat bodoh,” kata Paman Gembul. “Kau aman di sini. Kau bisa belajar mesin mobil di sini. Ini bengkel yang bagus. Mereka tak tahu kau di sini. Aku tak
ingin melihatmu mati.” Kurniawan, 2014: 152
Setelah keluar dari penjara Ajo Kawir memutuskan membeli sebuah truk dan bekerja menjadi sopir truk. Banyak hal yang kemudian ia pelajari dari semua
kejadian yang telah menimpa dirinya, khususnya dari kemaluannya sendiri selama mendekam di penjara. Ia bertekad untuk tidak kembali menjadi seorang yang
gemar berkelahi dan memutuskan untuk hidup damai seperti yang diajarkan oleh kemaluannya. Hal ini membuktikan perkembangan
ego
yang dimiliki oleh Ajo Kawir. Kegemarannya berkelahi menghilang bahkan berubah menjadi pribadi
yang lebih tenang serta berpikiran jernih. Pekerjaannya menjadi seorang sopir truk mempertemukannya dengan tokoh yang bernama Mono Ompong dan Jelita.
“Ajo Kawir menoleh ke si kenek dan berpikir, sebelas tahun lalu, ketika umurnya sama dengan bocah itu, ia benar-benar akan melakukan apa yang dikatakan si
kenek. Barangkali lebih dari itu. Ia tak akan menghajar Si Kepala Botak, sebab itu tak perlu. Ia yakin, jika itu terjadi sebelas tahun lalu, ia akan membiarkan truknya
menghajar sedan Si Kepala Botak.” Kurniawan, 2014: 122
Dari tokoh Mono Ompong ia dapat kembali mengingat sosok dirinya ketika masih remaja yang gemar sekali mencari masalah dengan anak yang sebaya
dengannya dan mengajak mereka berkelahi. Dari tokoh Jelita inilah ia sering memimpikan kemaluannya dapat berdiri kembali. Hal ini menjadi bukti
menguatnya unsur
id
miliknya. Keinginannya menjadi pribadi yang normal masih ada, tetapi disisi lain pengalaman traumatisnya belum sepenuhnya sembuh. Ia
masih berharap dapat melihat batang kemaluannya berdiri kembali. Ia berjanji PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pada dirinya sendiri jika suatu saat kemaluannya sembuh ia akan pulang ke rumah dan menemui Si Iteung. Jauh dalam benaknya ia masih mencintai istrinya.
“Di kamar mandi, setelah membuka celana dalamnya, ia melihat Si Burung memang basah dan lengket. Si Tokek yang pernah mengatakan hal ini: dipakai
atau tidak burungmu, tubuh lelaki yang sehat terus menghasilkan pejuh. Lama- kelamaan itu akan penuh. Harus dikeluarkan dengan cara apa pun, atau mereka
akan jebol dan memutuskan keluar sendiri. Dengan mimi atau tidak. Yang ia tahu,
kini mereka jebol karena mimpi. Mimpi Jelita.” Kurniawan, 2014: 217
“Jika aku bisa kembali ngaceng, pikirnya, aku punya satu-satunya alasan untuk kembali ke rumah. Untuk melihat gadis kecilku, dan terutama untuk melihat
isteriku.” Kurniawan, 2014: 225
“Jika aku bisa ngaceng, pikirnya kembali, aku bisa membuat Iteung bahagia. Dan aku juga bisa bahagia. Bahkan satu hari yang membahagiakan antara aku dan
Iteung, barangkali bisa menghapus tahun-tahun yang menderitakan ini. Tapi apakah meniduri Jelita satu-satunya cara untuk membuat Si Burung bangun,
seperti apa yang diajarkan m
impiku?” Kurniawan, 2014: 226
Keputusannya berdamai dan menerima segala kejadian yang telah menimpanya merupakan bentuk pengalihan trauma miliknya. Dari hal inilah
secara tidak langsung kesembuhan mulai terjadi pada dirinya. Perkembangan
id
milik Ajo Kawir mulai termanifestasikan dalam mimpi. Mimpi merupakan salah satu bentuk alam bawah sadar manusia dimana
id
berperan penting di dalamnya sedangkan
superego
kehilangan kendali. Dari mimpi inilah Ajo Kawir sering mendapati kemaluannya dapat berdiri kembali ketika melihat Jelita.
“Tiba-tiba ia teringat sesuatu, menyadari sesuatu. Hal ini telah terjadi berkali-kali, tapi baru kali ini ia menyadarinya. Ingatannya sangat jelas: di mimpi itu, mimpi
berbaring di karpet bersama Jelita di bak truk, Si Burung terbangun. Keras dan
besar.” Kurniawan, 2014: 218 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Hal yang dirasakan oleh Ajo Kawir ketika sedang memimpikan Jelita ternyata berdampak pada kehidupan nyatanya. Hal ini membuktikan bahwa
id
miliknya mencoba menerobos batas
ego
. Ia menjadi pribadi yang tidak fokus dalam bekerja. Ia semakin sering berbicara dengan kemaluannya. Ia merasa heran
dengan selera atau hasrat seksual miliknya. Hal ini bukan tanpa alasan karena sebelumnya ia mengenal dua pribadi wanita berparas cantik yakni Rona Merah
dan Si Iteung akan tetapi kemaluannya tidak bergerak sedikit pun. Berbeda dengan dua wanita berparas cantik tadi, dalam mimpinya ia mendapati
kemaluannya tengah berdiri ketika menjumpai Jelita yang jauh tidak lebih cantik dari dua wanita yang pernah dikenalnya. Bahkan jauh dari kata cantik, Jelita lebih
tepat jika dibilang jelek. Dari tokoh Jelita inilah ia kemudian dapat sembuh dari penyakit yang menimpa kemaluannya tersebut. Ia dan Jelita bercinta di bilik
kamar mandi di sebuah pom bensin. Untuk pertama kalinya, Ajo Kawir merasa sangat bahagia mendapati kemaluannya dapat berdiri kembali. Hal ini
membuktikan bahwa ia berhasil meloloskan
id
miliknya.
“Kemudian perempuan itu mendekatinya, menyentuh pipinya. Jelita berjinjit, mencium bibirnya. Ajo Kawir masih terdiam, bertanya-tanya apakah semua ini
bagian dari mimpinya, atau sesuatu yang terjadi di luar tidurnya? Ia tak punya waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Jelita memeluknya, terus
menciuminya. Hingga akhirnya Jelita berlutut, dan mulai membuka kancing jins Ajo Kawir. Ketika celananya melorot, bahkan Ajo Kawir pun terpana dibuatnya.
Ia melihat Si Burung bangun. Mengacung keras, besar, menunjuk. Ia belum
pernah melihat Si Burung sedemikian indahnya.” Kurniawan, 2014: 230-231
Dari tokoh Jelita pula Ajo Kawir teringat kembali dengan sosok wanita yang pernah ia kenal sebelumnya. Ia merasa ada kemiripan antara Jelita dengan Rona
32
Merah. Kedua tokoh tersebut merupakan karakter yang sama lemahnya jika dibandingkan dengan Si Iteung.
“Ia memang jelek. Super jelek. Tapi tidakkah melihatnya kau merasa seperti pernah bertemu dengannya? Kurasa ia mengingatkanku kepada perempuan itu. Si
perempuan gila. Rona Merah. Entahlah, tapi kurasa mereka perempuan yang
sama.” Kurniawan, 2014: 239-240
2.3 Struktur Kepribadian Si Iteung