Pengertian Burnout Dimensi Burnout

10

BAB II LANDASAN TEORI

A. BURNOUT

1. Pengertian Burnout

Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1974. Freudenberger dalam lambert, Barton-Bellessa, Hogan., 2015 mengemukakan bahwa burnout adalah kelelahan psikologis yang diakibatkan karena tuntutan kerja yang berlebihan. Maslach dan Jackson dalam Lambert, Hogan, Altheimer, Jiang, Stevenson., 2010 mengemukakan bahwa burnout didefinisikan sebagai sindrom kelelahan emosional dan sinisme yang sering terjadi antara individu-individu yang bekerja. Menurut Maslach dan Jackson dalam Lambert dkk., 2015 burnout adalah keadaan karyawan merasa lelah secara emosional, dan sinisme pada berbagi jenis pekerjaan. Burnout juga dapat didefinisikan sebagai kondisi karyawan merasa tertekan, kebosanan, dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang mengakibatkan kelelahan emosional dan depresi fisik Pines dan Kafry, dalam lambert dkk., 2015. Selain itu, burnout juga didefinisikan sebagai efek dari stres kerja akibat pekerjaan yang berlebihan sehingga individu akan mengalami kurangnya energi dan minat terhadap pekerjaan Schultz Schultz, 2010. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan, misalnya bersikap sinis terhadap klien maupun rekan kerja, membolos, sering terlambat, dan menjaga jarak pada klien Cherniss, 1987. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, yang dimaksud burnout adalah keadaan karyawan merasa kelelahan, bosan, tertekan, bahkan menarik diri dari lingkungan pekerjaannya, akibat dari tuntutan pekerjaan yang berlebihan.

2. Dimensi Burnout

Maslach dalam Maslach, Schaufeli, Leiter, 2001 memberikan gambaran adanya tiga dimensi burnout yaitu : a. Kelelahan emosional Emotional Exhaustion Kelelahan emosional mengacu pada hilangnya perasaan dan kelelahan secara emosional dan psikologis terhadap pekerjaan Maslach Jackson, dalam lambert dkk., 2015. Selain itu Lin dalam lambert dkk., 2015 menyatakan bahwa kelelahan emosional juga disebut sebagai hilangnya perasaan emosional, dan perasaan emosional yang berlebihan. Selain itu, menurut Schultz dan Schultz dalam Herati, 2012, kelelahan emosional disebabkan karena kelelahan psikologis dan tuntutan emosional, sering melakukan pekerjaan yang berlebihan, atau ekspektasi tinggi yang tidak realistis. b. Depersonalisasi Depersonalization Depersonalisasi mengacu pada ketidakpedulian, sinisme, dan perasaan negatif Maslach Jackson, 1981, 1984. Sehingga ketika seseorang mengalami depersonalisasi dalam pekerjaannya, mereka cenderung memperlakukan orang lain secara impersonal, dan tanpa perasaan. Maslach 2001 mengemukakan bahwa depersonalisasi adalah perilaku memberi jarak antara diri sendiri pada klien serta mengabaikannya. Selain itu juga, muncul sikap ketidakpedulian atau sikap sinis ketika mereka merasa kelelahan dan putus asa. c. Rendahnya pencapaian prestasi diri Lack of personal accomplishment Dimensi ketiga ini mengacu pada rendahnya pencapaian prestasi diri ditandai dengan individu merasa tidak puas dengan hasil karya dirinya sendiri, dan tidak mampu melakukan tugas Maslach Jackson, 1981. Selain itu, individu merasa tidak efektif dalam bekerja dan merasa tidak mampu dalam menyelesaikan pekerjaan Maslach, 1982; Maslach et al., 2001. Hal ini mengakibatkan perasaan enggan memberikan dampak positif dalam pekerjaan dan enggan berhubungan dengan orang lain di tempat kerja Maslach Schaufeli, dalam Lambert dkk., 2015. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga dimensi Burnout, yaitu : dimensi kelelahan emosional emotional exhaustion, dimensi depersonalisasi depersonalization, dan dimensi rendahnya pencapaian prestasi diri lack of personal accomplishment.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Burnout