Tabel 4.8 Aktivitas Transportation
No. Aktivitas
Waktu detik 1
Request material dan mengambil material di gudang menuju mesin mixing 180
2 Membawa material hasil mixing menuju ke mesin produksi
180 3
Mengambil plastik dan box 3000
4 Membawa box menuju ke mesin printing
300 5
Membawa box menuju proses packaging 180
6 Membawa box menuju ke rak Finish Good
600 Total Waktu Aktivitas
4440
4.9 Aktivitas Inspection
No. Aktivitas
Waktu Detik
1 Periksa Botol
180 2
Memeriksa hasil printing 3
3 Memeriksa nomer kode pada label
60 4
Inpeksi dan penyusunan box di gudang barang jadi 300
Total Waktu Aktivitas 543
4.10 Aktivitas Storage
No. Aktivitas
Waktu Detik
1 Diletakkan di WIP work in process
300 Total Waktu Aktivitas
300
4.11 Aktivitas Delay
No. Aktivitas
Waktu Detik
1 Inventory
di area persiapan mixing 600
2 Menunggu proses mixing
1200 3
Menunggu proses berikutnya 3000
4 Menunggu proses berikutnya
120 5
Inpeksi dan penyusunan box di gudang barang jadi 300
Total Waktu Aktivitas 2100
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Big Picture Mapping BPM
Data yang dikumpulkan dalam big picture mapping adalah sebagai
berikut: a. Aliran Fisik
Untuk memenuhi permintaan yang datang dari konsumen, perusahaan harus menyiapkan bahan baku yang akan digunakan untuk diolah menjadi produk
yang sesuai dengan keinginan konsumen. Aliran penyediaan bahan baku sampai menjadi produk yang siap dipasarkan ke konsumen pada PT. Rexplast
Sidoarjo dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Department pemasaran menerima informasi kebutuhan pelanggan dan
menganalisa project. Kemudian menerima rekap dan analisa masukkan awal.
2. Departement PPIC memeriksa stock barang material dan membuat delivery list. Kemudian membuat surat permintaan dan pengeluaran
barang 3. Department purchasing menghubungi supplier untuk membeli material
dan supplier mengirim material tersebut. 4. Department warehouse memeriksa incoming material per box kemasan
dan menerima surat permintaan pengeluaran barang.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 4.2 Aliran fisik pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV.
b. Aliran Informasi Pada prinsipnya produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di
PT. Rexplast ini adalah untuk melayani permintaan konsumen. Informasi permintaan produk botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV yang
datang kemudian diproses oleh perusahaan dan akhirnya produk yang dihasilkan akan dikirim ke konsumen sesuai dengan permintaan. Untuk lebih
jelas aliran informasi pemenuhan kebutuhan konsumen pada PT. Rexplast Sidoarjo akan diuraikan sebagai berikut :
1. Aliran informasi dimulai dengan adanya permintaan order produk botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV dari customer melalui
departemen pemasaran. Kemudian melakukan perhitungan dan menyusun penawaran.
2. Department PPIC menerima order forecast dari department pemasaran dan menginformasikan jadwal pengiriman material ke departement
pemasaran. Kemudian departement purchasing menghubungi supplier untuk mengirimkan material.
Dept. Pemasaran
Dept. PPIC Dept.
Purchasing Supplier
Warehouse
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Material tersebut sebelum disimpan di gudang akan diperiksa terlebih dahulu oleh QA Quality Assurance.
4. Kemudian bagian mixing akan mengambil material di gudang untuk di mixing
yang kemudian material tersebut dibawa ke mesin blow moulding. Setelah bahan baku yang dibutuhkan oleh bagian produksi telah terpenuhi,
maka bagian produksi akan mulai untuk melakukan produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Setelah melalui proses blow,
botol – botol akan menjadi botol blank yang kemudian akan diprinting dan
di packaging dan dikirim ke customer.
Gambar 4.3 Aliran informasi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV.
Dari data aliran fisik dan aliran informasi diatas, maka akan dibuat big picture mapping
BPM dengan gambar sebagai berikut:
Dept. Pemasaran
Dept. PPIC Dept.
Purchasing Supplier
Warehouse QA
Mixing Blow
Moulding
Printing Packaging
Warehouse Customer
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dept. Produksi
Supplier Customer
Dept. Pemasaran
Purchasing
6
1
2
3
2
4
2
2
600 180
Gudang bahan baku
Gudang produk jadi Area persiapan
1860 240
6180 detik Non Value Added Time
4773 detik Value Added Time
PPIC
3300 4050
120 423
900 60
Gambar 4.4 Big Picture Mapping PT. Rexplast Sidoarjo.
Penjelasan: Dari gambar big picture mapping BPM diatas dapat diketahui bahwa
permintaan produk datang mulai dari customer memesan produk kepada pihak
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
departemen pemasaran, kemudian pihak pemasaran menghubungi purchasing dan pihak PPIC tentang material apa saja yang dibutuhkan untuk membuat botol
Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Setelah itu pihak PPIC menghubungi pihak departemen produksi bahwa ada order botol Johnson Johnson Sifterless
50 gram LV. Pihak departemen produksi kemudian akan memeriksa stok material di gudang, jika stok material habis maka pihak departemen produksi akan
menghubungi pihak PPIC untuk menambah stok material melalui departemen purchasing
dan pihak purchasing akan menghubungi supplier untuk pembelian material. Kemudian pihak supplier akan mengirimkan material yang akan
disimpan digudang dan dipersiapkan untuk proses produksi. Kemudian proses proses produksi akan berjalan, dimana pada stasiun kerja 1 adalah proses mixing
dengan 6 orang pekerja, stasiun 2 adalah proses blow moulding dengan 2 orang pekerja, stasiun 3 adalah printing dengan 2 orang pekerja dan stasiun kerja 4
adalah packaging dengan 2 orang pekerja. Setelah selesai proses produksi, botol – botol tersebut akan dimasukkan di gudang produk jadi yang nantinya akan dikirim
ke customer.
4.2.2 Hasil Skor dan Perangkingan Pemborosan Dari Kuisioner
Berdasarkan data penilaian responden terhadap masing – masing pemborosan yang ada di tabel 4.6 maka dapat dihitung skor rata – rata tiap
pemborosan dan rangking dengan contoh perhitungan sebagai berikut:
1. Lingkungan, kesehatan dan keselamatan = Nilai Res 1 + … + Nilai Res 7 Total Responden
= 1
7 1
1 1
1 1
1 1
= +
+ +
+ +
+
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Contoh perhitungan skor pemborosan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.
Dari perhitungan diatas akan dilakukan perangkingan skor pemborosan dari rangking yang tertinggi hingga rangking yang terendah, seperti tabel 4.12 di
bawah ini: Tabel 4.12 Rekap Skor Pemborosan Dari Kuisioner Sesuai Rangking
sumber informasi : hasil pengolahan data pada lampiran C
Berdasarkan hasil rata-rata tipe pemborosan tersebut diatas, terlihat bahwa hasil rata-rata tertinggi ada pada tipe pemborosan kecacatan yaitu dengan skor
rata-rata sebesar 2,29 , urutan kedua adalah menunggu dengan skor rata – rata sebesar 1,86 , urutan ketiga adalah produksi berlebih dengan skor rata – rata
sebesar 1,57 , urutan keempat adalah proses yang tidak sesuai dengan skor rata – rata sebesar 1,43 , urutan kelima adalah pekerja yang tidak profesional dengan
skor rata – rata sebesar 1,29 , urutan keenam adalah transportasi dengan skor rata – rata sebesar 1,14, urutan ketujuh adalah lingkungan, kesehatan dan keselamatan
dengan skor rata – rata sebesar 1,00 , urutan kedelapan adalah persediaan yang
NO PEMBOROSAN
RESPONDEN Skor
RANGKING 1
2 3
4 5
6 7
Rata- Rata
1 Kecacatan
3 2
2 1
3 2
3 2,29
1 2
Menunggu 1
3 2
3 1
1 2
1,86 2
3 Produksi Berlebih
1 1
2 2
2 2
1 1,75
3 4
Proses Yang Tidak Sesuai 1
2 2
1 1
1 2
1,43 4
5 Pekerja Yang Tidak
Profesional 1
2 1
2 1
1 1
1,29 5
6 Transportasi
2 1
1 1
1 1
1 1,14
6 7
Lingkungan, keselamatan dan kesehatan
1 1
1 1
1 1
1 1,00
7 8
Persediaan Yang Tiidak Perlu 1
1 1
1 1
1 0,86
8 9
Gerakan Yang Tidak Perlu 1
1 1
1 1
0,71 9
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tidak perlu dengan skor rata – rata sebesar 0,86, urutan kesembilan adalah gerakan yang tidak perlu dengan skor rata – rata sebesar 0,71.
4.2.3 Uji Reliabilitas
Untuk uji Reliabilitas dilakukan dengan menghitung nilai alpha dengan bantuan software SPSS 16. Apabila nilai alpha yang diperoleh dari hasil
perhitungan alpha tabel maka data dikatakan reliabel yang berarti data dari hasil pengukuran dengan kuisioner dapat dipercaya. Dari hasil perhitungan didapat
hasil pengujian reliabilitas sebagai berikut : Tabel 4.13 Hasil uji reliabilitas
Data kuisioner Pemborosan
r
hitung
r
alpha
r
table
0,701 0,669
Sumber : lampiran D Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai alpha 0,851 lebih besar dari nilai r
tabel
0,729 sehingga dapat dikatakan bahwa data yang didapatkan reliabel. Hasil uji reliabilitas nilai pembobotan pemborosan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran D.
4.2.4 Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools VALSAT
Pemilihan tools ini dilakukan untuk memperoleh tools yang dapat secara tepat menggambarkan aliran nilai yang terjadi di lantai produksi perusahaan.
Tools ini dipilih berdasarkan pada pemborosan yang terjadi di PT. Rexplast
Sidoarjo. Dengan adanya penggambaran menggunakan salah satu dari value stream analysis tools
ini diharapkan dapat mengidentifikasi secara detail titik-titik pemborosan yang terjadi serta mengetahui permasalahan yang melatarbelakangi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
terjadinya pemborosan tersebut. Berikut ini adalah tools yang digunakan pada value
stream analysis tools yang akan ditunjukkan pada tabel 4.14. Tabel 4.14 Value Stream Analysis Tools
Moses L. Singgih dan Ucok James MP Marpaung, 2008 Notes : H : high correlation and usefullnes
M :medium correlation and usefullnes L : low correlation and usefullnes
Keterangan : H high correlation : faktor pengali = 9 M medium correlation
: faktor pengali = 3 L low correlation
: faktor pengali = 1 Value stream analysis tools
ini diperoleh dari hasil perkalian antara rata- rata setiap tipe pemborosan hasil identifikasi pemborosan dengan nilai korelasi
antara tools dengan pemborosan yang terjadi sehingga diperoleh skor untuk setiap tools
yang ada pada VALSAT. Dimana terdapat beberapa ketentuan, yaitu untuk pemborosan yang mempunyai hubungan yang tinggi dikalikan 9, yang medium
dikalikan 3 dan yang rendah dikalikan angka 1. Sedangkan pemborosan yang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tidak dapat dipetakan, rata-rata tersebut dikalikan dengan nilai 0 atau tidak terdapat nilai sekali.
Sebagai contoh perhitungan VALSAT untuk masing – masing tools adalah sebagai berikut :
Type pemborosan = Rata-rata pemborosan x nilai korelasi pemborosan untuk masing – masing tools
- Untuk Tool Process Activity Mapping PAM Jenis pemborosan : Produksi berlebih = 1,75 x 1 = 1,75
Sedangkan untuk perhitungan VALSAT untuk masing – masing tools selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E
Berdasarkan perhitungan VALSAT yang didapat pada lampiran maka dibuatlah tabel VALSAT. Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk menentukan
tools matrix apa yang mempunyai nilai bobot tertinggi sehingga bisa digunakan
sebagai acuan untuk penganalisaan lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan dalam tabel perhitungan VALSAT pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Perhitungan VALSAT
NO Pemborosan
Skor Rata-
Rata NILAI VALSAT
PAM SCRM PVF QFM DAM DPA PS 1
Produksi Berlebih 1,75
1,75 5,25
1,75 5,25 5,25 2
Menunggu 1,86 16,74 16,74 1,86 0,00 5,58 5,58
3 Transportasi
1,11 9,99
1,11 4
Proses Yang Tidak Perlu 1,43 12,87 0,00
4,29 1,43 1,43
5 Persediaan Yang tidak Perlu
0,86 2,58
7,74 2,58
7,74 2,58 0,86 6
Gerakan Yang Tidak Perlu 0,71
6,39 0,71
6,39 7
Kecacatan 2,29
2,29 8
Pekerja Yang Tidak Profesional 1,29
1,29 1,29
3,87 1,29 11,61 3,87 11,61 9
Lingkungan, keselamatan dan kesehatan
1,00 1,00
1,00 3,00 3,00 9,00 3,00 9,00
TOTAL NILAI VALSAT 54,90 32,73 15,60 13,86 39,18 21,71 22,58
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran E
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dari tabel 4.15 diatas, kemudian disusun rangking skor VALSAT berdasarkan tools yang memiliki nilai paling besar sampai dengan nilai yang
paling kecil. Hasil rangking tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.16 Perhitungan rangking Skor VALSAT
NO TOOLS
NILAI VALSAT
RANKING SKOR
VALSAT 1
Process Acivity Mapping PAM
54,90 1
2 Supply Chain Respone Matrix
SCRM 32,73
3 3
Production Variety Funnel PVF
15,60 6
4 Quality Filter Mapping
QFM 13,86
7 5
Demand Amplification Mapping DAM
39,18 2
6 Decision Point Analysis
DPA 21,71
5 7
Physical Structure PS
22,58 4
Sumber : informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran E
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan tabel VALSAT
diperoleh peringkat dari tiap matriks VALSAT. Matriks atau mapping yang memiliki nilai skor VALSAT tertinggi dan rangking tertinggi adalah Process
Activity Mapping PAM dengan nilai skor VALSAT sebesar 54,90 , rangking
kedua adalah Demand Amplification Mapping DAM dengan nilai skor VALSAT sebesar 39,18 , rangking ketiga adalah Supply Chain Response Matrix SCRM
dengan nilai skor VALSAT sebesar 32,73, rangking keempat adalah Physical Structure
PS dengan nilasi skor VALSAT sebesar 22,58 , rangking kelima adalah Decision Point Analysis DPA dengan nilai skor VALSAT sebesar 21,71 ,
rangking keenam adalah Production Variety Funnel PVF dengan nilai skor VALSAT sebesar 15,60 dan untuk rangking ketujuh adalah Quality Filter
Mapping QFM dengan nilai skor VALSAT sebesar 13,86. Dari rangking skor
diatas tools yang terpilih untuk dianalisa lebih lanjut adalah tools PAM process
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
activity mapping , karena tools ini mempunyai nilai skor VALSAT yang paling
tinggi diantara tools VALSAT lainnya.
4.2.5 Process Activity Mapping PAM
Process Activity Mapping ini adalah suatu tool alat yang digunakan
untuk membuat detailed mapping dalam proses pemenuhan kebutuhan order fulfillment process
. Penggambaran peta ini berguna untuk mengetahui seluruh value stream activity
dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi pemborosan.
Penggambaran peta ini berguna untuk mengetahui seluruh value stream activity
dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurang pemborosan. Pada dasarnya
aktivitas yang terjadi di dalam process activity mapping ini meliputi 3 aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value
adding activity . Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe,
yaitu operasi, transportasi, inspeksi, storage, dan delay. Process Activity Mapping
dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya adalah tipe aktivitas, jumlah operator yang terlibat, waktu yang
dibutuhkan, jarak perpindahan untuk setiap aktivitas. Hasil selengkapnya terdapat pada lampiran H. Dari hasil pengolahan menggunakan Process Activity Mapping,
diperoleh jumlah aktivitas untuk setiap pengelompokkan aktivitas dengan persentase masing-masing.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan data jumlah aktivitas yang ada pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 maka dapat dihitung prosentase jumlah aktivitas dengan perhitungan
sebagai berikut: Jenis Aktivitas = jumlah aktivitas pada tiap aktivitas
100 x
Total seluruh Aktivitas Operation
= 100
28 12
x = 42,86
Storage =
100 28
1 x
= 3,57
Transportation =
100 28
6 x
= 21,43 Delay = 100
28 5
x = 17,86
Inspection =
100 28
4 x
= 14,29 Dari perhitungan diatas kemudian akan disusun tabel jumlah aktivitas
beserta prosentasenya dibawah ini dan digambarkan pula dalam bar chart seperti pada Gambar 4.3.
Tabel 4.17 Prosentase jumlah aktivitas
No Aktivitas
Jumlah Aktivitas
Persentase 1
Operation 12
42,86 2
Transportation 6
21,43 3
Inspection 4
14,29 4
Storage 1
3,57 5
Delay 5
17,86 Total
28 100
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
42.86 21.43
14.29 3.57
17.86
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
P ro se n ta se Aktivita s
O peration Trans portation
Ins pec tion S torage
Delay
T ip
e A
k ti
v it
a s
P ro sen tase Ju m lah A ktivitas
Gambar 4.5 Persentase Jumlah Aktivitas
Berdasarkan tabel 4.17 dan gambar 4.5 diatas terlihat bahwa jumlah aktivitas yang terjadi, tipe aktivitas yang yang paling besar persentasenya adalah
operation sebesar 12 aktivitas dengan persentase mencapai 42,86 dari total
aktivitas yang ada, diikuti oleh tipe aktivitas transportation sebesar 6 aktivitas dengan persentase 21,43 dari total aktivitas yang ada, kemudian inspection
sebesar 4 aktivitas dengan persentase sebesar 14,29 dari total aktivitas yang ada, kemudian delay sebesar 1 aktivitas dengan persentase mencapai 3,57 dari
total aktivitas yang ada dan storage sebesar 5 aktivitas dengan persentase 17,86 dari total aktivitas yang ada.
Setelah didapatkan prosentase dari tipe aktivitas pada setiap proses yang ada, maka selanjutnya akan dikalkulasikan banyaknya waktu dari tiap tipe
aktivitas yang terjadi dalam setiap proses yang ada. Berdasarkan data waktu aktivitas yang ada pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 maka dapat dihitung
prosentase jumlah aktivitas dengan perhitungan sebagai berikut : Jenis Aktivitas = jumlah waktu aktivitas pada tiap aktivitas
100 x
Total seluruh waktu aktivitas
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Operation =
100 12156
4773 x
= 39,27 Storage =
100 12156
300 x
= 2,47
Transportation =
100 12156
4440 x
= 36,53 Delay = 100
12156 2100
x = 17,28
Inspection =
100 12156
543 x
= 4,47
Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada Tabel 4.17 dan digambarkan pula dalam bar chart seperti gambar 4.6.
Tabel 4.18 Prosentase Waktu Aktivitas
No Aktivitas
Waktu aktivitas detik Persentase
1 Operation
4773 39,27
2 Transportation
4440 36,53
3 Inspection
543 4,47
4 Storage
300 2,47
5 Delay
2100 17,28
Total 12156
100
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G
39.27 36.53
4.47 2.47
17.28
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00
Prosentase Waktu Aktivitas
Operation Transportation
Inspection Storage
Delay
T ip
e A k
tiv it
a s
Prosentase Waktu Aktivitas
Gambar 4.6 Prosentase Waktu Aktivitas
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan tabel 4.18 dan gambar 4.6 diatas terlihat bahwa waktu operation
dalam pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram adalah yang terbesar yaitu 4773 detik atau 39,27 dari seluruh waktu aktivitas yang ada,
sedangkan waktu aktivitas yang terkecil adalah waktu storage 300 detik atau 2,47 dari seluruh waktu aktivitas yang ada. Sehingga dengan mengetahui
jumlah aktivitas dan waktu aktivitas maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan tipe aktivitas tersebut kedalam value added activity, non value
added activity dan necessary but non value added activity berdasarka tipe
aktivitas dan waktu aktivitas yang ada pada tabel 4.18, yang akan ditunjukan dalam tabel 4.19 dan gambar 4.7
Tabel 4.19 Value Stream Activity
Value Activity
Waktu detik Persentase
Value Added Operation
4773 39,26
Non Value Added Delay
2100 17,28
Necessary But Non Value Added
Transportation ,
Inspection , dan Storage
5283 43,46
Total 12156
100
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran I
Gambar 4.7 Value stream activity
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan tabel 4.19 dan gambar 4.7 terlihat bahwa aktivitas yang memiliki prosentase paling besar yang didapt dari total perhitungan pada Process
Activity Mapping lampiran H adalah aktivitas yang tidak bernilai tambah tetapi
masih diperlukan necessary but non value added yaitu transportation, inspection dan storage sebesar 43,46 , sedangkan aktivitas yang memberikan nilai tambah
value added yaitu operation yang menempati urutan kedua dengan prosentase sebesar 39,26 dan kegiatan yang tidak bernilai tambah non value added yaitu
delay menempati urutan ketiga dengan prosentase sebesar 17,28 .
Setelah diketahui hasil pembobotan pemborosan yang terjadi, langkah selanjutnya adalah pemilihan tools yang sesuai dengan pemborosan yang terjadi
dengan menggunakan Value Stream Analysis Tools VALSAT. Metode ini dilakukan dengan cara mengalikan bobot pemborosan dengan nilai korelasi antara
tools dengan pemborosan yang terjadi sehingga diperoleh skor untuk setiap tools
yang ada pada VALSAT. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh urutan hasil pembobotan dari skor
yang terbesar sampai yang terkecil, untuk pemilihan tools adalah sebagai berikut : 1. Process Acivity Mapping PAM
2. Demand Amplification Mapping DAM 3. Supply Chain Respone Matrix SCRM
4. Physical Structure PS 5. Decision Point Analysis DPA
6. Production Variety Funnel PVF\ 7. Quality Filter Mapping QFM
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Berdasarkan hasil tersebut, maka dipilih tools yang mempunyai bobot paling besar dalam hal ini adalah Tools Process Activity Mapping PAM. Tools
ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada value stream. Sehingga dengan mengetahui process activity mapping, maka
bisa digunakan sebagai acuan untuk mereduksi pemborosan-pemborosan yang ada pada proses pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di PT.
Rexplast Sidoarjo. Pada dasarnya aktivitas yang terjadi di dalam process activity mapping ini
meliputi 3 aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value adding activity
. Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu operation, transportation, inpection, storage, dan
delay . Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa value stream activity untuk
proses produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV adalah sebagai berikut :
Tabel 4.20 Value stream activity
Value Activity
Waktu detik Persentase
Value Added Operation
4773 39,26
Non Value Added Waiting
2100 17,28
Necessary But Non Value Added
Transportation, Inspection
dan storage 5283
43,46 Total
12156 100
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G
Dari data pada tabel 4.20 diatas dan data pada tabel 4.17 dapat digambarkan analisanya berdasarkan process activity mapping dapat dilihat pada
tabel 4.20 dan digambarkan pula dalam bar chart seperti pada Gambar 4.8.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.21 Process Activity Mapping
No Aktivitas
Waktudetik Persentase
Jumlah aktivitas Persentase
1 Operation
4773 39,26
12 42,86
2 Transportation
4440 36,53
6 21,43
3 Inspection
543 4,47
4 14,29
4 Storage
300 2,47
1 3,57
5 Delay
2100 17,28
5 17,86
Total 12156
100 28
100
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G
Gambar 4.8 Process Activity Mapping
Analisa tiap aktivitas : 1. Operation
Jika dilihat dari gambar process activity mapping, operasi memiliki prosentase yang paling banyak diantara aktivitas lainnya. Untuk waktu aktivitas sebanyak
39,26 , sedangkan untuk jumlah aktivitas sebanyak 42,86 . Operasi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah value added , semakin banyak dilakukan berarti proses produksi yang dilakukan semakin baik, karena
operasi termasuk value added activity. 2. Transportation
Transportasi menduduki urutan kedua terbanyak setelah operasi. Transportasi yang dilakukan dalam proses pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50
gram LV sepanjang value stream dengan prosentase waktu sebanyak 36,53 dan untuk prosentase jumlah aktivitas sebesar 21,43 . Seluruh aktivitas
transportasi ini termasuk dalam necessary non value adding activity yang tidak terlalu penting untuk dilakukan dalam proses produksi. Oleh karena itu
aktivitas ini tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikurangi. 3. Inspection
Inpeksi merupakan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah necessary non value adding activity
tetapi perlu untuk dilakukan. Aktivitas ini dilakukan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang
diinginkan. Dalam aktivitas inpeksi sepanjang value stream diketahui prosentase waktu aktivitas sebesar 4,47 dan prosentase jumlah aktivitas
sebesar 14,29 . Dalam proses produksi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV, inspeksi tergolong sedikit sehingga bisa memungkinkan
untuk menghasilkan cacat produk yang merupakan pemborosan defect. 4. Storage
Storage merupakan aktivitas yang yang tidak bernilai tambah necessary non
value adding activity , akan tetapi aktivitas ini masih diperlukan dalam sebuah
proses produksi. Dalam aktivitas storage sepanjang value stream diketahui
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
prosentase waktu aktivitas sebesar 2,47 dan prosentase jumlah aktivitas sebesar 3,57 . Aktivitas storage ini merupakan necessary non value added
activity , oleh karena itu aktivitas ini harus dikurangi. Sehingga bisa
meminimalkan waktu menunggu. 5. Delay
Delay merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah non value added
activity pada proses produksi, dari gambar process activity mapping terlihat
bahwa aktivitas delay memiliki prosentase waktu aktivitas sebesar 17,28 dan prosentase jumlah aktivitas sebesar 17,86 . Dalam aktivitas ini banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah jarak perpindahan yang jauh, overproduction, kecacatan produk dan lain-lain, sehingga aktivitas
ini harus diminimalkan atau bahkan dihilangkan dalam sebuah proses produksi.
4.2.6 Identifikasi Pemborosan Dengan Fish Bone Chart
Pada sistem produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di PT. Rexplast Sidoarjo terdapat beberapa pemborosan produksi yang terjadi. Disini
pemborosan tersebut akan diidentifikasi penyebabnya dan akibat yang ditimbulkan dari sebab tersebut, sehingga mempermudah dalam perbaikan dari
sistem produksi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Pemborosan tersebut antara lain akan dijelaskan dalam diagram sebab akibat
dibawah ini: 1. Kecacatan
Kecacatan adalah jenis pemborosan yang berupa gagalnya suatu proses produksi dan sangat merugikan perusahaan. Pemborosan ini adalah jenis
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pemborosan paling besar jika dibandingkan dengan jenis pemborosan yang
lain. Pemborosan jenis ini tergolong non value added dan harus dikurangi. Penyebab :
a. Material lembab dan kotor sehingga menyebabkan output produksi menjadi berbintik.
b. Operator mixer yang kurang bersih dalam membersihkan mixer, sehingga material yang sudah di mixing menjadi kotor.
c. Mould sering diganti d. Kurangnya kontrol pada mesin.
e. Setting mesin Akibat :
a. Botol menjadi berbintik. b. Mengurangi pendapatan perusahaan.
c. Biaya produksi meningkat Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Kecacatan Manusia
Mesin
Methods Material
Setting Mesin Mould sering diganti
Operator kurang teliti
Material lembab dan kotor
Produksi kurang teliti
Koordinasi antar PPIC
Kurang kontrol mesin
Gambar 4.9 Kecacatan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Menunggu Jenis pemborosan menunggu adalah aktivitas yang banyak membuang. Dalam
hal ini terjadi pada WIP Work In Process antara mesin Blow Moulding dengan mesin printing.
Penyebab : a. Mesin Blow Moulding yang sering trouble dan output yang dihasilkan
kurang maksimal jadi perlu memproduksi kembali untuk mendapatkan output
yang maksimal, sehingga proses ini menyebabkan operator pada mesin printing harus menunggu hingga output botol tersebut memenuhi
kapasitas pada mesin printing. b. Jarak perpindahan material dan botol blank yang relatif jauh.
c. Terjadinya overproduction sehingga mengakibatkan waktu menunggu untuk barang yang diproduksi sekarang, karena harus menyelesaikan
produksi kemarin. Akibat :
a. Menambah lead time produksi, karena aktivitas menunggu ini adalah aktivitas yang merugikan atau bahkan dihilangkan.
b. Mengurangi space lantai, karena produk yang seharusnya diproses harus menunggu dan biasanya akan ditempatkan pada tempat produksi yang
akan mengganggu jalannya proses produksi. c. Kerugian pada perusahaan, karena proses pembuatan produk yang
seharusnya bisa dibuat dalam satu hari bisa dua hari. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Menunggu Manusia
Mesin
Metode
Alat mesin sudah lama
Mould sering diganti
Proses produksi yang lama
Koordinasi kurang antar
PPIC Produksi yang kurang
tepat Kurang mengerti
jumlah produksi
Gambar 4.10 Menunggu 3. Produksi berlebih
Produksi berlebih adalah kegiatan menghasilkan barang yang melebihi permintaan customer sehingga menambah alokasi sumber daya.
Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah
a. Kurangnya koordinasi antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini adalah bagian PPIC dan bagian pemasaran.
b. Adanya pandangan memproduksi berlebih untuk mengantisipasi permintaan yang tidak terduga atau kecacatan produk defect.
Akibat : Akibat yang ditimbulkan dalam memproduksi berlebih ini adalah :
a. Pekerja harus bekerja dua kali untuk menata ulang produk jadi ditempat penyimpanangudang.
b. Adanya biaya tambahan untuk perawatan produk yang ada di tempat penyimpanangudang.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart
dibawah ini :
Produksi Berlebih
Manusia Mesin
Metode
Kurang teliti dalam memproduksi
Membuat produk yang terlalu banyak
Koordinasi kurang antar PPIC
Alat mesin sudah lama
Produksi kurang tepat
Koordinasi kurang antar PPIC
Gambar 4.11 Produksi Berlebih 4. Proses Yang Tidak Sesuai
Proses yang tidak sesuai adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan
oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya. Penyebab :
a. Operator yang tidak tahu secara benar cara mencampur material dengan baik.
b. Terlalu terburu – buru dalam proses produksi. c. Tempat material tidak ditutup dengan baik.
Akibat :. a. Material yang dicampur akan terkontaminasi dengan kotoran.
b. Output yang dihasilkan kurang maksimal c. Menambah waktu prosuksi dan biaya produksi.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart
dibawah ini :
Proses Yang Tidak Sesuai
Manusia mesin
Metode Material
Terlalu terburu - buru
Material lembab dan kotor
Kurang maintenance
pada mesin Koordinasi antar
operator kurang Kurang paham teknik
pencampuran Mesin sudah
lama
Kurang tepat dalam proses produksi
Gambar 4.12 Proses Yang Tidak Sesuai
5. Pekerja Yang Kurang Profesional Pekerja yang kurang profesional adalah jenis pemborosan sumber daya
manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.
Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah
a. Baik operator maupun packer tidak menggunakan cara yang benar dalam bekerja.
b. Cara treatment botol yang kurang tepat. c. Kurangya ketelitian operator dalam memproduksi botol.
Akibat : Akibat yang ditimbulkan dalam memproduksi berlebih ini adalah :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
a. Waktu produksi bertambah. b. Hasil output kurang maksimal.
Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart
dibawah ini :
Pekerja kurang
profesional Manusia
Lingkungan Metode
Cara bekerja kurang tepat
Operator bosan
Kurang tepat dalam produksi
Temperatur Tata letak mesin
layout kurang tepat Kurang teliti
Gambar 4.13 Pekerja Kurang Profesional
6. Transportasi Transportasi adalah pemborosan dalam hal perpindahan yang dapat
mengganggu jadwal produksi karena pemborosan ini adalah aktivitas yang necessary non value added
. Penyebab :
a. Tata letak pabrik yang kurang bagus, sehingga jarak perpindahan antara stasiun kerja satu dengan lainnya tidak diperhatikan.
b. Alat yang digunakan dalam proses perpindahan sudah lama. c. Kurang tenaga kerja dan kurang konsentrasi dalam bekerja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Akibat : a. Terjadinya waktu menunggu yang lama, sehingga mengganggu jalannya
jadwal produksi b. Terjadinya kelelahan pada tenaga kerja, sehingga akan mengganggu
kinerja dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Transportasi Manusia
Lingkungan Metode
Kurang konsentrasi dalam memindah
Standart Produksi Koordinasi kurang antar
pegawai gudang Tata letak mesin
Kurang tenaga kerja
Temperatur
Gambar 4.14 Transportasi
7. Lingkungan, Kesehatan, Keselamatan
Lingkungan, kesehatan, keselamatan adalah suatu prinsip yang
mengutamakan faktor lingkungan, kesehatan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dalam melakukan kegiatan
berkerja bisa diminimalisasi atau bahkan dihilangkan.
Penyebab : a. Kurang ergonomisnya fasilitas maupun layout kerjanya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Penempatan APK alat pemadam kebakaran dan P3K pertolongan pertama pada kecelakaan terlalu jauh dari mesin atau ruangan.
c. Operator terlalu terburu – buru dan kurang konsentrasi dalam bekerja. Akibat :
a. Bila terjadi kebakaran akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil APK alat pemadam kebakaran .
b. Kurang cepat dalam menangani kecelakaan kerja. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Lingkungan, kesehatan dan
keselamatan Manusia
Lingkungan Metode
Kurang konsentrasi
Koordinasi kurang antar operator
Kurang tepat dalam proses produksi
Tata letak APK kurang tepat
Temperatur Terlalu terburu – buru
dalam bekerja
Gambar 4.15 Environmental, Health and Safety 8.
Persediaan Yang Tidak Perlu Persediaan yang tidak perlu adalah penyimpanan melebihi volume gudang
yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau material
yang sudah kadaluarsa. Penyebab :
a. Memproduksi melebihi permintaan customer.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Terlalu banyak menyediakan material. c. Mesin yang sudah lama membuat material lama berada di area
penumpukan bahan baku. Akibat :
a. Terjadi penumpukkan material pada tiap stasiun kerja. b. Bertambahnya waktu produksi, sehingga tidak sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Persediaan yang tidak
perlu metode
Metode
lingkungan Material
Kurang efektif
Stok terlalu banyak
Tata letak pallet kurang tepat
Koordinasi kurang antar karyawan
Temperatur Ketepatan Produksi
berkurang
Gambar 4.16 Persediaan Yang Tidak Perlu 9.
Gerakan Yang Tidak Perlu Gerakan yang tidak perlu adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis
pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh
dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar. Penyebab :
a. Kurang ergonomisnya fasilitas maupun layout kerjanya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
b. Kesalahan cara bekerja. c. Operator kurang konsentrasi dan terlalu terburu - buru.
Akibat : a. Kelelahan pada tenaga kerja, karena harus mengeluarkan tenaga extra
untuk mengambil, menumpuk atau memproses produk. b. Bertambahnya waktu produksi, sehingga tidak sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish
bone chart dibawah ini :
Gerakan yang tidak perlu
Manusia mesin
Lingkungan Metode
Terlalu terburu - buru
Kurang konsentrasi
Koordinasi kurang antar karyawan
Tata letak tempat kerja kurang nyaman
Kurang mendukung
Temperatur
material
Suhu material yang sangat tinggi
Ketepatan produksi kurang
Gambar 4.17 Gerakan Yang Tidak Perlu
4.2.7 Usulan Perbaikan Pemborosan Dengan Failure Mode Effect and
Analysis FMEA
FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistemjenis pemborosan. Dari data pemborosan
dapat dibuat prioritas dan diharapkan dengan melakukan tindakan perbaikan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
secara terus-menerus sesuai dengan prioritas yang telah diusulkan, maka pada masa yang akan datang pemborosan-pemborosan tersebut bisa dikurangi. Berikut
adalah tabel skala penilaian untuk FMEA: Tabel 4.22 Skala Penilaian Severity
Rating Kriteria Deskripsi
1 Negligible severity
Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2
Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit
3 Mild severity
Pengaruh yang ringan atau sedikit 4
Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada
dalam batas toleransi
5 Moderat severity
Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi
6 Moderat severity
Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi
7 High severity
Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi
8 High severity
Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi
9 Potential safety problem
Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya berkaitan dengan keselamatan atau keamanan
potensial
Tabel 4.23 Skala Penilaian Occurrence
Rating Tingkat Kegagalan
Deskripsi 1
1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang
menyebabkan mode kegagalan 2
1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi
3 1 dalam 4.000
Kegagalan akan jarang terjadi 4
1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi
5 1 dalam 400
Kegagalan agak mungkin terjadi 6
1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi
7 1 dalam 40
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8
1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
9 1 dalam 8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
10 1 dalam 2
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.24 Skala Penilaian Detection
Rating Degree Deskripsi
1 Very high
Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi komputerisasi
2 Very high
Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol visual pada bentuk barang dan double checking
3 High
Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang
4 High
Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang
5 Moderate
Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang
6 Moderate
Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang
7 Low
Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah pengamatan fisik
8 Low
Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah perubahan warna
9 Very low
Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan feeling berdasar pengalaman masa lalu
10 Very low
Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan
Sumber : www.fmea .com
Untuk perhitungan RPN diperoleh dari perkalian antara severity x occurrence
x detection yang diperoleh dari pengolahan data pada lampiran . sebagai contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jenis pemborosan : Kecacatan defect = S x O x D = 8 x 7 x 7 = 392
Menunggu waiting = S x O x D = 7 x 8 x 6 = 336 Berdasarkan perhitungan tersebut maka dibuat prioritas perbaikan dari
yang prioritas paling besar sampai yang paling kecil. Untuk lebih jelasnya akan djelaskan dalam tabel 4.24 dibawah ini.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.25 Rekomendasi perbaikan dengan FMEA
Failure pemborosan
Prioritas ke -
S O
D RPN
Usulan perbaikan
Kecacatan defect
1 8
7 7
392 - Operator lebih teliti dalam
bekerja dan kontrol mesin secara berkala
- Setting mesin perlu diperhatikan dan mould tidak
boleh sering diganti - Kebersihan material lebih
dijaga - Produksi disesuaikan dengan
permintaan - Koordinasi antar karyawan
ditingkatkan
Menunggu waiting
2 7
8 6
336 - Operator lebih memahami
proses produksi dan mempercepat proses produksi
- Mould tidak boleh sering diganti dan mesin perlu
peremajaan - Produksi disesuaikan dengan
permintaan - Koordinasi antar karyawan
ditingkatkan
Produksi berlebih overproduction
3 7
7 6
294 - Produksi disesuaikan dengan
permintaan dan operator harus teliti dalam proses
produksi - Mesin perlu peremajaan dan
kontrol secara berkala - Ketepatan produksi dan
koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan
Not Utilizing Employees
Knowledge, Skills and Abilities
5 7
6 5
210 - Lebih tepat dan lebih teliti
dalam bekerja - Temperature ruangan
disesuaikan dengan kondisi tempat kerja
- Koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan
- Tata letak mesin perlu dibenahi
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Failure pemborosan
Prioritas ke -
S O
D RPN
Usulan perbaikan
Transportasi transportation
6 6
6 5
180 - Operator lebih konsentrasi
dalam bekerhja dan perlu penambahan tenaga kerja
- Produksi disesuaikan dengan standart produksi perusahaan
dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkan
- Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan kondisi
tempat kerja - Tata letak mesin perlu
dibenahi
Environmental, Health and Safety
7 6
5 5
150 - Operator jangan telalu
terburu – buru dan meningkatkan konsentrasi
dalam bekerja - Ketepatan proses produksi
dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan
- Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan tempat
kerja dan tata letak APK perlu diletakkan di dekat
mesin dan operator.
Stock material dan produksidisesuaikan dengan
permintaan
Persediaan yang tidak perlu
unnecessary inventory
8 5
5 5
125 - Koordinasi akntar karyawan
dan ketepatan dalam proses produksi perlu ditingkatkan
- Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan tempat
kerja dan tata letak pallet perlu dibenahi
Gerakan Yang Tidak Perlu
Unnecessary Motion
9 4
5 4
80 - Operator tidak boleh terburu
– buru dalam bekerja dan harus lebih berkonsentrasi
- Ketepatan produksi dan koordinasi antar karyawan
perlu ditingkatkan - Tata letak tempat kerja dan
temperature lebih disesuaikan dengan kondisi lingkungna
kerja
Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran J
4.3 Hasil Dan Pembahasan