Aktivitas Inspection Pengolahan Data

Tabel 4.8 Aktivitas Transportation No. Aktivitas Waktu detik 1 Request material dan mengambil material di gudang menuju mesin mixing 180 2 Membawa material hasil mixing menuju ke mesin produksi 180 3 Mengambil plastik dan box 3000 4 Membawa box menuju ke mesin printing 300 5 Membawa box menuju proses packaging 180 6 Membawa box menuju ke rak Finish Good 600 Total Waktu Aktivitas 4440

4.9 Aktivitas Inspection

No. Aktivitas Waktu Detik 1 Periksa Botol 180 2 Memeriksa hasil printing 3 3 Memeriksa nomer kode pada label 60 4 Inpeksi dan penyusunan box di gudang barang jadi 300 Total Waktu Aktivitas 543 4.10 Aktivitas Storage No. Aktivitas Waktu Detik 1 Diletakkan di WIP work in process 300 Total Waktu Aktivitas 300 4.11 Aktivitas Delay No. Aktivitas Waktu Detik 1 Inventory di area persiapan mixing 600 2 Menunggu proses mixing 1200 3 Menunggu proses berikutnya 3000 4 Menunggu proses berikutnya 120 5 Inpeksi dan penyusunan box di gudang barang jadi 300 Total Waktu Aktivitas 2100 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Big Picture Mapping BPM

Data yang dikumpulkan dalam big picture mapping adalah sebagai berikut: a. Aliran Fisik Untuk memenuhi permintaan yang datang dari konsumen, perusahaan harus menyiapkan bahan baku yang akan digunakan untuk diolah menjadi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Aliran penyediaan bahan baku sampai menjadi produk yang siap dipasarkan ke konsumen pada PT. Rexplast Sidoarjo dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Department pemasaran menerima informasi kebutuhan pelanggan dan menganalisa project. Kemudian menerima rekap dan analisa masukkan awal. 2. Departement PPIC memeriksa stock barang material dan membuat delivery list. Kemudian membuat surat permintaan dan pengeluaran barang 3. Department purchasing menghubungi supplier untuk membeli material dan supplier mengirim material tersebut. 4. Department warehouse memeriksa incoming material per box kemasan dan menerima surat permintaan pengeluaran barang. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Gambar 4.2 Aliran fisik pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. b. Aliran Informasi Pada prinsipnya produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di PT. Rexplast ini adalah untuk melayani permintaan konsumen. Informasi permintaan produk botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV yang datang kemudian diproses oleh perusahaan dan akhirnya produk yang dihasilkan akan dikirim ke konsumen sesuai dengan permintaan. Untuk lebih jelas aliran informasi pemenuhan kebutuhan konsumen pada PT. Rexplast Sidoarjo akan diuraikan sebagai berikut : 1. Aliran informasi dimulai dengan adanya permintaan order produk botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV dari customer melalui departemen pemasaran. Kemudian melakukan perhitungan dan menyusun penawaran. 2. Department PPIC menerima order forecast dari department pemasaran dan menginformasikan jadwal pengiriman material ke departement pemasaran. Kemudian departement purchasing menghubungi supplier untuk mengirimkan material. Dept. Pemasaran Dept. PPIC Dept. Purchasing Supplier Warehouse Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 3. Material tersebut sebelum disimpan di gudang akan diperiksa terlebih dahulu oleh QA Quality Assurance. 4. Kemudian bagian mixing akan mengambil material di gudang untuk di mixing yang kemudian material tersebut dibawa ke mesin blow moulding. Setelah bahan baku yang dibutuhkan oleh bagian produksi telah terpenuhi, maka bagian produksi akan mulai untuk melakukan produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Setelah melalui proses blow, botol – botol akan menjadi botol blank yang kemudian akan diprinting dan di packaging dan dikirim ke customer. Gambar 4.3 Aliran informasi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Dari data aliran fisik dan aliran informasi diatas, maka akan dibuat big picture mapping BPM dengan gambar sebagai berikut: Dept. Pemasaran Dept. PPIC Dept. Purchasing Supplier Warehouse QA Mixing Blow Moulding Printing Packaging Warehouse Customer Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dept. Produksi Supplier Customer Dept. Pemasaran Purchasing 6 1 2 3 2 4 2 2 600 180 Gudang bahan baku Gudang produk jadi Area persiapan 1860 240 6180 detik Non Value Added Time 4773 detik Value Added Time PPIC 3300 4050 120 423 900 60 Gambar 4.4 Big Picture Mapping PT. Rexplast Sidoarjo. Penjelasan: Dari gambar big picture mapping BPM diatas dapat diketahui bahwa permintaan produk datang mulai dari customer memesan produk kepada pihak Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. departemen pemasaran, kemudian pihak pemasaran menghubungi purchasing dan pihak PPIC tentang material apa saja yang dibutuhkan untuk membuat botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Setelah itu pihak PPIC menghubungi pihak departemen produksi bahwa ada order botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Pihak departemen produksi kemudian akan memeriksa stok material di gudang, jika stok material habis maka pihak departemen produksi akan menghubungi pihak PPIC untuk menambah stok material melalui departemen purchasing dan pihak purchasing akan menghubungi supplier untuk pembelian material. Kemudian pihak supplier akan mengirimkan material yang akan disimpan digudang dan dipersiapkan untuk proses produksi. Kemudian proses proses produksi akan berjalan, dimana pada stasiun kerja 1 adalah proses mixing dengan 6 orang pekerja, stasiun 2 adalah proses blow moulding dengan 2 orang pekerja, stasiun 3 adalah printing dengan 2 orang pekerja dan stasiun kerja 4 adalah packaging dengan 2 orang pekerja. Setelah selesai proses produksi, botol – botol tersebut akan dimasukkan di gudang produk jadi yang nantinya akan dikirim ke customer.

4.2.2 Hasil Skor dan Perangkingan Pemborosan Dari Kuisioner

Berdasarkan data penilaian responden terhadap masing – masing pemborosan yang ada di tabel 4.6 maka dapat dihitung skor rata – rata tiap pemborosan dan rangking dengan contoh perhitungan sebagai berikut: 1. Lingkungan, kesehatan dan keselamatan = Nilai Res 1 + … + Nilai Res 7 Total Responden = 1 7 1 1 1 1 1 1 1 = + + + + + + Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Contoh perhitungan skor pemborosan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D. Dari perhitungan diatas akan dilakukan perangkingan skor pemborosan dari rangking yang tertinggi hingga rangking yang terendah, seperti tabel 4.12 di bawah ini: Tabel 4.12 Rekap Skor Pemborosan Dari Kuisioner Sesuai Rangking sumber informasi : hasil pengolahan data pada lampiran C Berdasarkan hasil rata-rata tipe pemborosan tersebut diatas, terlihat bahwa hasil rata-rata tertinggi ada pada tipe pemborosan kecacatan yaitu dengan skor rata-rata sebesar 2,29 , urutan kedua adalah menunggu dengan skor rata – rata sebesar 1,86 , urutan ketiga adalah produksi berlebih dengan skor rata – rata sebesar 1,57 , urutan keempat adalah proses yang tidak sesuai dengan skor rata – rata sebesar 1,43 , urutan kelima adalah pekerja yang tidak profesional dengan skor rata – rata sebesar 1,29 , urutan keenam adalah transportasi dengan skor rata – rata sebesar 1,14, urutan ketujuh adalah lingkungan, kesehatan dan keselamatan dengan skor rata – rata sebesar 1,00 , urutan kedelapan adalah persediaan yang NO PEMBOROSAN RESPONDEN Skor RANGKING 1 2 3 4 5 6 7 Rata- Rata 1 Kecacatan 3 2 2 1 3 2 3 2,29 1 2 Menunggu 1 3 2 3 1 1 2 1,86 2 3 Produksi Berlebih 1 1 2 2 2 2 1 1,75 3 4 Proses Yang Tidak Sesuai 1 2 2 1 1 1 2 1,43 4 5 Pekerja Yang Tidak Profesional 1 2 1 2 1 1 1 1,29 5 6 Transportasi 2 1 1 1 1 1 1 1,14 6 7 Lingkungan, keselamatan dan kesehatan 1 1 1 1 1 1 1 1,00 7 8 Persediaan Yang Tiidak Perlu 1 1 1 1 1 1 0,86 8 9 Gerakan Yang Tidak Perlu 1 1 1 1 1 0,71 9 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tidak perlu dengan skor rata – rata sebesar 0,86, urutan kesembilan adalah gerakan yang tidak perlu dengan skor rata – rata sebesar 0,71.

4.2.3 Uji Reliabilitas

Untuk uji Reliabilitas dilakukan dengan menghitung nilai alpha dengan bantuan software SPSS 16. Apabila nilai alpha yang diperoleh dari hasil perhitungan alpha tabel maka data dikatakan reliabel yang berarti data dari hasil pengukuran dengan kuisioner dapat dipercaya. Dari hasil perhitungan didapat hasil pengujian reliabilitas sebagai berikut : Tabel 4.13 Hasil uji reliabilitas Data kuisioner Pemborosan r hitung r alpha r table 0,701 0,669 Sumber : lampiran D Dari hasil diatas terlihat bahwa nilai alpha 0,851 lebih besar dari nilai r tabel 0,729 sehingga dapat dikatakan bahwa data yang didapatkan reliabel. Hasil uji reliabilitas nilai pembobotan pemborosan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

4.2.4 Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools VALSAT

Pemilihan tools ini dilakukan untuk memperoleh tools yang dapat secara tepat menggambarkan aliran nilai yang terjadi di lantai produksi perusahaan. Tools ini dipilih berdasarkan pada pemborosan yang terjadi di PT. Rexplast Sidoarjo. Dengan adanya penggambaran menggunakan salah satu dari value stream analysis tools ini diharapkan dapat mengidentifikasi secara detail titik-titik pemborosan yang terjadi serta mengetahui permasalahan yang melatarbelakangi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. terjadinya pemborosan tersebut. Berikut ini adalah tools yang digunakan pada value stream analysis tools yang akan ditunjukkan pada tabel 4.14. Tabel 4.14 Value Stream Analysis Tools Moses L. Singgih dan Ucok James MP Marpaung, 2008 Notes : H : high correlation and usefullnes M :medium correlation and usefullnes L : low correlation and usefullnes Keterangan : H high correlation : faktor pengali = 9 M medium correlation : faktor pengali = 3 L low correlation : faktor pengali = 1 Value stream analysis tools ini diperoleh dari hasil perkalian antara rata- rata setiap tipe pemborosan hasil identifikasi pemborosan dengan nilai korelasi antara tools dengan pemborosan yang terjadi sehingga diperoleh skor untuk setiap tools yang ada pada VALSAT. Dimana terdapat beberapa ketentuan, yaitu untuk pemborosan yang mempunyai hubungan yang tinggi dikalikan 9, yang medium dikalikan 3 dan yang rendah dikalikan angka 1. Sedangkan pemborosan yang Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. tidak dapat dipetakan, rata-rata tersebut dikalikan dengan nilai 0 atau tidak terdapat nilai sekali. Sebagai contoh perhitungan VALSAT untuk masing – masing tools adalah sebagai berikut : Type pemborosan = Rata-rata pemborosan x nilai korelasi pemborosan untuk masing – masing tools - Untuk Tool Process Activity Mapping PAM Jenis pemborosan : Produksi berlebih = 1,75 x 1 = 1,75 Sedangkan untuk perhitungan VALSAT untuk masing – masing tools selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E Berdasarkan perhitungan VALSAT yang didapat pada lampiran maka dibuatlah tabel VALSAT. Tujuan dari perhitungan ini adalah untuk menentukan tools matrix apa yang mempunyai nilai bobot tertinggi sehingga bisa digunakan sebagai acuan untuk penganalisaan lebih lanjut. Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan dalam tabel perhitungan VALSAT pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Perhitungan VALSAT NO Pemborosan Skor Rata- Rata NILAI VALSAT PAM SCRM PVF QFM DAM DPA PS 1 Produksi Berlebih 1,75 1,75 5,25 1,75 5,25 5,25 2 Menunggu 1,86 16,74 16,74 1,86 0,00 5,58 5,58 3 Transportasi 1,11 9,99 1,11 4 Proses Yang Tidak Perlu 1,43 12,87 0,00 4,29 1,43 1,43 5 Persediaan Yang tidak Perlu 0,86 2,58 7,74 2,58 7,74 2,58 0,86 6 Gerakan Yang Tidak Perlu 0,71 6,39 0,71 6,39 7 Kecacatan 2,29 2,29 8 Pekerja Yang Tidak Profesional 1,29 1,29 1,29 3,87 1,29 11,61 3,87 11,61 9 Lingkungan, keselamatan dan kesehatan 1,00 1,00 1,00 3,00 3,00 9,00 3,00 9,00 TOTAL NILAI VALSAT 54,90 32,73 15,60 13,86 39,18 21,71 22,58 Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran E Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Dari tabel 4.15 diatas, kemudian disusun rangking skor VALSAT berdasarkan tools yang memiliki nilai paling besar sampai dengan nilai yang paling kecil. Hasil rangking tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.16 Perhitungan rangking Skor VALSAT NO TOOLS NILAI VALSAT RANKING SKOR VALSAT 1 Process Acivity Mapping PAM 54,90 1 2 Supply Chain Respone Matrix SCRM 32,73 3 3 Production Variety Funnel PVF 15,60 6 4 Quality Filter Mapping QFM 13,86 7 5 Demand Amplification Mapping DAM 39,18 2 6 Decision Point Analysis DPA 21,71 5 7 Physical Structure PS 22,58 4 Sumber : informasi hasil pengolahan data terdapat pada lampiran E Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan tabel VALSAT diperoleh peringkat dari tiap matriks VALSAT. Matriks atau mapping yang memiliki nilai skor VALSAT tertinggi dan rangking tertinggi adalah Process Activity Mapping PAM dengan nilai skor VALSAT sebesar 54,90 , rangking kedua adalah Demand Amplification Mapping DAM dengan nilai skor VALSAT sebesar 39,18 , rangking ketiga adalah Supply Chain Response Matrix SCRM dengan nilai skor VALSAT sebesar 32,73, rangking keempat adalah Physical Structure PS dengan nilasi skor VALSAT sebesar 22,58 , rangking kelima adalah Decision Point Analysis DPA dengan nilai skor VALSAT sebesar 21,71 , rangking keenam adalah Production Variety Funnel PVF dengan nilai skor VALSAT sebesar 15,60 dan untuk rangking ketujuh adalah Quality Filter Mapping QFM dengan nilai skor VALSAT sebesar 13,86. Dari rangking skor diatas tools yang terpilih untuk dianalisa lebih lanjut adalah tools PAM process Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. activity mapping , karena tools ini mempunyai nilai skor VALSAT yang paling tinggi diantara tools VALSAT lainnya.

4.2.5 Process Activity Mapping PAM

Process Activity Mapping ini adalah suatu tool alat yang digunakan untuk membuat detailed mapping dalam proses pemenuhan kebutuhan order fulfillment process . Penggambaran peta ini berguna untuk mengetahui seluruh value stream activity dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi pemborosan. Penggambaran peta ini berguna untuk mengetahui seluruh value stream activity dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurang pemborosan. Pada dasarnya aktivitas yang terjadi di dalam process activity mapping ini meliputi 3 aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value adding activity . Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu operasi, transportasi, inspeksi, storage, dan delay. Process Activity Mapping dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya adalah tipe aktivitas, jumlah operator yang terlibat, waktu yang dibutuhkan, jarak perpindahan untuk setiap aktivitas. Hasil selengkapnya terdapat pada lampiran H. Dari hasil pengolahan menggunakan Process Activity Mapping, diperoleh jumlah aktivitas untuk setiap pengelompokkan aktivitas dengan persentase masing-masing. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Berdasarkan data jumlah aktivitas yang ada pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 maka dapat dihitung prosentase jumlah aktivitas dengan perhitungan sebagai berikut: Jenis Aktivitas = jumlah aktivitas pada tiap aktivitas 100 x Total seluruh Aktivitas Operation = 100 28 12 x = 42,86 Storage = 100 28 1 x = 3,57 Transportation = 100 28 6 x = 21,43 Delay = 100 28 5 x = 17,86 Inspection = 100 28 4 x = 14,29 Dari perhitungan diatas kemudian akan disusun tabel jumlah aktivitas beserta prosentasenya dibawah ini dan digambarkan pula dalam bar chart seperti pada Gambar 4.3. Tabel 4.17 Prosentase jumlah aktivitas No Aktivitas Jumlah Aktivitas Persentase 1 Operation 12 42,86 2 Transportation 6 21,43 3 Inspection 4 14,29 4 Storage 1 3,57 5 Delay 5 17,86 Total 28 100 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 42.86 21.43 14.29 3.57 17.86 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 P ro se n ta se Aktivita s O peration Trans portation Ins pec tion S torage Delay T ip e A k ti v it a s P ro sen tase Ju m lah A ktivitas Gambar 4.5 Persentase Jumlah Aktivitas Berdasarkan tabel 4.17 dan gambar 4.5 diatas terlihat bahwa jumlah aktivitas yang terjadi, tipe aktivitas yang yang paling besar persentasenya adalah operation sebesar 12 aktivitas dengan persentase mencapai 42,86 dari total aktivitas yang ada, diikuti oleh tipe aktivitas transportation sebesar 6 aktivitas dengan persentase 21,43 dari total aktivitas yang ada, kemudian inspection sebesar 4 aktivitas dengan persentase sebesar 14,29 dari total aktivitas yang ada, kemudian delay sebesar 1 aktivitas dengan persentase mencapai 3,57 dari total aktivitas yang ada dan storage sebesar 5 aktivitas dengan persentase 17,86 dari total aktivitas yang ada. Setelah didapatkan prosentase dari tipe aktivitas pada setiap proses yang ada, maka selanjutnya akan dikalkulasikan banyaknya waktu dari tiap tipe aktivitas yang terjadi dalam setiap proses yang ada. Berdasarkan data waktu aktivitas yang ada pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 maka dapat dihitung prosentase jumlah aktivitas dengan perhitungan sebagai berikut : Jenis Aktivitas = jumlah waktu aktivitas pada tiap aktivitas 100 x Total seluruh waktu aktivitas Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Operation = 100 12156 4773 x = 39,27 Storage = 100 12156 300 x = 2,47 Transportation = 100 12156 4440 x = 36,53 Delay = 100 12156 2100 x = 17,28 Inspection = 100 12156 543 x = 4,47 Untuk lebih jelasnya akan ditunjukkan pada Tabel 4.17 dan digambarkan pula dalam bar chart seperti gambar 4.6. Tabel 4.18 Prosentase Waktu Aktivitas No Aktivitas Waktu aktivitas detik Persentase 1 Operation 4773 39,27 2 Transportation 4440 36,53 3 Inspection 543 4,47 4 Storage 300 2,47 5 Delay 2100 17,28 Total 12156 100 Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G 39.27 36.53 4.47 2.47 17.28 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 Prosentase Waktu Aktivitas Operation Transportation Inspection Storage Delay T ip e A k tiv it a s Prosentase Waktu Aktivitas Gambar 4.6 Prosentase Waktu Aktivitas Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Berdasarkan tabel 4.18 dan gambar 4.6 diatas terlihat bahwa waktu operation dalam pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram adalah yang terbesar yaitu 4773 detik atau 39,27 dari seluruh waktu aktivitas yang ada, sedangkan waktu aktivitas yang terkecil adalah waktu storage 300 detik atau 2,47 dari seluruh waktu aktivitas yang ada. Sehingga dengan mengetahui jumlah aktivitas dan waktu aktivitas maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan tipe aktivitas tersebut kedalam value added activity, non value added activity dan necessary but non value added activity berdasarka tipe aktivitas dan waktu aktivitas yang ada pada tabel 4.18, yang akan ditunjukan dalam tabel 4.19 dan gambar 4.7 Tabel 4.19 Value Stream Activity Value Activity Waktu detik Persentase Value Added Operation 4773 39,26 Non Value Added Delay 2100 17,28 Necessary But Non Value Added Transportation , Inspection , dan Storage 5283 43,46 Total 12156 100 Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran I Gambar 4.7 Value stream activity Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Berdasarkan tabel 4.19 dan gambar 4.7 terlihat bahwa aktivitas yang memiliki prosentase paling besar yang didapt dari total perhitungan pada Process Activity Mapping lampiran H adalah aktivitas yang tidak bernilai tambah tetapi masih diperlukan necessary but non value added yaitu transportation, inspection dan storage sebesar 43,46 , sedangkan aktivitas yang memberikan nilai tambah value added yaitu operation yang menempati urutan kedua dengan prosentase sebesar 39,26 dan kegiatan yang tidak bernilai tambah non value added yaitu delay menempati urutan ketiga dengan prosentase sebesar 17,28 . Setelah diketahui hasil pembobotan pemborosan yang terjadi, langkah selanjutnya adalah pemilihan tools yang sesuai dengan pemborosan yang terjadi dengan menggunakan Value Stream Analysis Tools VALSAT. Metode ini dilakukan dengan cara mengalikan bobot pemborosan dengan nilai korelasi antara tools dengan pemborosan yang terjadi sehingga diperoleh skor untuk setiap tools yang ada pada VALSAT. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh urutan hasil pembobotan dari skor yang terbesar sampai yang terkecil, untuk pemilihan tools adalah sebagai berikut : 1. Process Acivity Mapping PAM 2. Demand Amplification Mapping DAM 3. Supply Chain Respone Matrix SCRM 4. Physical Structure PS 5. Decision Point Analysis DPA 6. Production Variety Funnel PVF\ 7. Quality Filter Mapping QFM Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Berdasarkan hasil tersebut, maka dipilih tools yang mempunyai bobot paling besar dalam hal ini adalah Tools Process Activity Mapping PAM. Tools ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi pada value stream. Sehingga dengan mengetahui process activity mapping, maka bisa digunakan sebagai acuan untuk mereduksi pemborosan-pemborosan yang ada pada proses pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di PT. Rexplast Sidoarjo. Pada dasarnya aktivitas yang terjadi di dalam process activity mapping ini meliputi 3 aktivitas yaitu value adding activity, non value adding activity, dan necessary non value adding activity . Dalam tool ini, aktivitas akan dikategorikan dalam beberapa tipe, yaitu operation, transportation, inpection, storage, dan delay . Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa value stream activity untuk proses produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Value stream activity Value Activity Waktu detik Persentase Value Added Operation 4773 39,26 Non Value Added Waiting 2100 17,28 Necessary But Non Value Added Transportation, Inspection dan storage 5283 43,46 Total 12156 100 Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G Dari data pada tabel 4.20 diatas dan data pada tabel 4.17 dapat digambarkan analisanya berdasarkan process activity mapping dapat dilihat pada tabel 4.20 dan digambarkan pula dalam bar chart seperti pada Gambar 4.8. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 4.21 Process Activity Mapping No Aktivitas Waktudetik Persentase Jumlah aktivitas Persentase 1 Operation 4773 39,26 12 42,86 2 Transportation 4440 36,53 6 21,43 3 Inspection 543 4,47 4 14,29 4 Storage 300 2,47 1 3,57 5 Delay 2100 17,28 5 17,86 Total 12156 100 28 100 Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran G Gambar 4.8 Process Activity Mapping Analisa tiap aktivitas : 1. Operation Jika dilihat dari gambar process activity mapping, operasi memiliki prosentase yang paling banyak diantara aktivitas lainnya. Untuk waktu aktivitas sebanyak 39,26 , sedangkan untuk jumlah aktivitas sebanyak 42,86 . Operasi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. merupakan aktivitas yang memberikan nilai tambah value added , semakin banyak dilakukan berarti proses produksi yang dilakukan semakin baik, karena operasi termasuk value added activity. 2. Transportation Transportasi menduduki urutan kedua terbanyak setelah operasi. Transportasi yang dilakukan dalam proses pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV sepanjang value stream dengan prosentase waktu sebanyak 36,53 dan untuk prosentase jumlah aktivitas sebesar 21,43 . Seluruh aktivitas transportasi ini termasuk dalam necessary non value adding activity yang tidak terlalu penting untuk dilakukan dalam proses produksi. Oleh karena itu aktivitas ini tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikurangi. 3. Inspection Inpeksi merupakan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah necessary non value adding activity tetapi perlu untuk dilakukan. Aktivitas ini dilakukan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diinginkan. Dalam aktivitas inpeksi sepanjang value stream diketahui prosentase waktu aktivitas sebesar 4,47 dan prosentase jumlah aktivitas sebesar 14,29 . Dalam proses produksi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV, inspeksi tergolong sedikit sehingga bisa memungkinkan untuk menghasilkan cacat produk yang merupakan pemborosan defect. 4. Storage Storage merupakan aktivitas yang yang tidak bernilai tambah necessary non value adding activity , akan tetapi aktivitas ini masih diperlukan dalam sebuah proses produksi. Dalam aktivitas storage sepanjang value stream diketahui Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. prosentase waktu aktivitas sebesar 2,47 dan prosentase jumlah aktivitas sebesar 3,57 . Aktivitas storage ini merupakan necessary non value added activity , oleh karena itu aktivitas ini harus dikurangi. Sehingga bisa meminimalkan waktu menunggu. 5. Delay Delay merupakan aktivitas yang tidak bernilai tambah non value added activity pada proses produksi, dari gambar process activity mapping terlihat bahwa aktivitas delay memiliki prosentase waktu aktivitas sebesar 17,28 dan prosentase jumlah aktivitas sebesar 17,86 . Dalam aktivitas ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah jarak perpindahan yang jauh, overproduction, kecacatan produk dan lain-lain, sehingga aktivitas ini harus diminimalkan atau bahkan dihilangkan dalam sebuah proses produksi.

4.2.6 Identifikasi Pemborosan Dengan Fish Bone Chart

Pada sistem produksi botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV di PT. Rexplast Sidoarjo terdapat beberapa pemborosan produksi yang terjadi. Disini pemborosan tersebut akan diidentifikasi penyebabnya dan akibat yang ditimbulkan dari sebab tersebut, sehingga mempermudah dalam perbaikan dari sistem produksi pembuatan botol Johnson Johnson Sifterless 50 gram LV. Pemborosan tersebut antara lain akan dijelaskan dalam diagram sebab akibat dibawah ini: 1. Kecacatan Kecacatan adalah jenis pemborosan yang berupa gagalnya suatu proses produksi dan sangat merugikan perusahaan. Pemborosan ini adalah jenis Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. pemborosan paling besar jika dibandingkan dengan jenis pemborosan yang lain. Pemborosan jenis ini tergolong non value added dan harus dikurangi. Penyebab : a. Material lembab dan kotor sehingga menyebabkan output produksi menjadi berbintik. b. Operator mixer yang kurang bersih dalam membersihkan mixer, sehingga material yang sudah di mixing menjadi kotor. c. Mould sering diganti d. Kurangnya kontrol pada mesin. e. Setting mesin Akibat : a. Botol menjadi berbintik. b. Mengurangi pendapatan perusahaan. c. Biaya produksi meningkat Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Kecacatan Manusia Mesin Methods Material Setting Mesin Mould sering diganti Operator kurang teliti Material lembab dan kotor Produksi kurang teliti Koordinasi antar PPIC Kurang kontrol mesin Gambar 4.9 Kecacatan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Menunggu Jenis pemborosan menunggu adalah aktivitas yang banyak membuang. Dalam hal ini terjadi pada WIP Work In Process antara mesin Blow Moulding dengan mesin printing. Penyebab : a. Mesin Blow Moulding yang sering trouble dan output yang dihasilkan kurang maksimal jadi perlu memproduksi kembali untuk mendapatkan output yang maksimal, sehingga proses ini menyebabkan operator pada mesin printing harus menunggu hingga output botol tersebut memenuhi kapasitas pada mesin printing. b. Jarak perpindahan material dan botol blank yang relatif jauh. c. Terjadinya overproduction sehingga mengakibatkan waktu menunggu untuk barang yang diproduksi sekarang, karena harus menyelesaikan produksi kemarin. Akibat : a. Menambah lead time produksi, karena aktivitas menunggu ini adalah aktivitas yang merugikan atau bahkan dihilangkan. b. Mengurangi space lantai, karena produk yang seharusnya diproses harus menunggu dan biasanya akan ditempatkan pada tempat produksi yang akan mengganggu jalannya proses produksi. c. Kerugian pada perusahaan, karena proses pembuatan produk yang seharusnya bisa dibuat dalam satu hari bisa dua hari. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Menunggu Manusia Mesin Metode Alat mesin sudah lama Mould sering diganti Proses produksi yang lama Koordinasi kurang antar PPIC Produksi yang kurang tepat Kurang mengerti jumlah produksi Gambar 4.10 Menunggu 3. Produksi berlebih Produksi berlebih adalah kegiatan menghasilkan barang yang melebihi permintaan customer sehingga menambah alokasi sumber daya. Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah a. Kurangnya koordinasi antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam hal ini adalah bagian PPIC dan bagian pemasaran. b. Adanya pandangan memproduksi berlebih untuk mengantisipasi permintaan yang tidak terduga atau kecacatan produk defect. Akibat : Akibat yang ditimbulkan dalam memproduksi berlebih ini adalah : a. Pekerja harus bekerja dua kali untuk menata ulang produk jadi ditempat penyimpanangudang. b. Adanya biaya tambahan untuk perawatan produk yang ada di tempat penyimpanangudang. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Produksi Berlebih Manusia Mesin Metode Kurang teliti dalam memproduksi Membuat produk yang terlalu banyak Koordinasi kurang antar PPIC Alat mesin sudah lama Produksi kurang tepat Koordinasi kurang antar PPIC Gambar 4.11 Produksi Berlebih 4. Proses Yang Tidak Sesuai Proses yang tidak sesuai adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya. Penyebab : a. Operator yang tidak tahu secara benar cara mencampur material dengan baik. b. Terlalu terburu – buru dalam proses produksi. c. Tempat material tidak ditutup dengan baik. Akibat :. a. Material yang dicampur akan terkontaminasi dengan kotoran. b. Output yang dihasilkan kurang maksimal c. Menambah waktu prosuksi dan biaya produksi. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Proses Yang Tidak Sesuai Manusia mesin Metode Material Terlalu terburu - buru Material lembab dan kotor Kurang maintenance pada mesin Koordinasi antar operator kurang Kurang paham teknik pencampuran Mesin sudah lama Kurang tepat dalam proses produksi Gambar 4.12 Proses Yang Tidak Sesuai 5. Pekerja Yang Kurang Profesional Pekerja yang kurang profesional adalah jenis pemborosan sumber daya manusia SDM yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal. Penyebab : Penyebab-penyebab terjadinya pemborosan ini antara lain adalah a. Baik operator maupun packer tidak menggunakan cara yang benar dalam bekerja. b. Cara treatment botol yang kurang tepat. c. Kurangya ketelitian operator dalam memproduksi botol. Akibat : Akibat yang ditimbulkan dalam memproduksi berlebih ini adalah : Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. a. Waktu produksi bertambah. b. Hasil output kurang maksimal. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Pekerja kurang profesional Manusia Lingkungan Metode Cara bekerja kurang tepat Operator bosan Kurang tepat dalam produksi Temperatur Tata letak mesin layout kurang tepat Kurang teliti Gambar 4.13 Pekerja Kurang Profesional 6. Transportasi Transportasi adalah pemborosan dalam hal perpindahan yang dapat mengganggu jadwal produksi karena pemborosan ini adalah aktivitas yang necessary non value added . Penyebab : a. Tata letak pabrik yang kurang bagus, sehingga jarak perpindahan antara stasiun kerja satu dengan lainnya tidak diperhatikan. b. Alat yang digunakan dalam proses perpindahan sudah lama. c. Kurang tenaga kerja dan kurang konsentrasi dalam bekerja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Akibat : a. Terjadinya waktu menunggu yang lama, sehingga mengganggu jalannya jadwal produksi b. Terjadinya kelelahan pada tenaga kerja, sehingga akan mengganggu kinerja dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Transportasi Manusia Lingkungan Metode Kurang konsentrasi dalam memindah Standart Produksi Koordinasi kurang antar pegawai gudang Tata letak mesin Kurang tenaga kerja Temperatur Gambar 4.14 Transportasi 7. Lingkungan, Kesehatan, Keselamatan Lingkungan, kesehatan, keselamatan adalah suatu prinsip yang mengutamakan faktor lingkungan, kesehatan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dalam melakukan kegiatan berkerja bisa diminimalisasi atau bahkan dihilangkan. Penyebab : a. Kurang ergonomisnya fasilitas maupun layout kerjanya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Penempatan APK alat pemadam kebakaran dan P3K pertolongan pertama pada kecelakaan terlalu jauh dari mesin atau ruangan. c. Operator terlalu terburu – buru dan kurang konsentrasi dalam bekerja. Akibat : a. Bila terjadi kebakaran akan membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil APK alat pemadam kebakaran . b. Kurang cepat dalam menangani kecelakaan kerja. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Lingkungan, kesehatan dan keselamatan Manusia Lingkungan Metode Kurang konsentrasi Koordinasi kurang antar operator Kurang tepat dalam proses produksi Tata letak APK kurang tepat Temperatur Terlalu terburu – buru dalam bekerja Gambar 4.15 Environmental, Health and Safety 8. Persediaan Yang Tidak Perlu Persediaan yang tidak perlu adalah penyimpanan melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau material yang sudah kadaluarsa. Penyebab : a. Memproduksi melebihi permintaan customer. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Terlalu banyak menyediakan material. c. Mesin yang sudah lama membuat material lama berada di area penumpukan bahan baku. Akibat : a. Terjadi penumpukkan material pada tiap stasiun kerja. b. Bertambahnya waktu produksi, sehingga tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Persediaan yang tidak perlu metode Metode lingkungan Material Kurang efektif Stok terlalu banyak Tata letak pallet kurang tepat Koordinasi kurang antar karyawan Temperatur Ketepatan Produksi berkurang Gambar 4.16 Persediaan Yang Tidak Perlu 9. Gerakan Yang Tidak Perlu Gerakan yang tidak perlu adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar. Penyebab : a. Kurang ergonomisnya fasilitas maupun layout kerjanya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. b. Kesalahan cara bekerja. c. Operator kurang konsentrasi dan terlalu terburu - buru. Akibat : a. Kelelahan pada tenaga kerja, karena harus mengeluarkan tenaga extra untuk mengambil, menumpuk atau memproses produk. b. Bertambahnya waktu produksi, sehingga tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam proses produksi. Secara keseluruhan penyebab pemborosan ini akan dijelaskan dalam fish bone chart dibawah ini : Gerakan yang tidak perlu Manusia mesin Lingkungan Metode Terlalu terburu - buru Kurang konsentrasi Koordinasi kurang antar karyawan Tata letak tempat kerja kurang nyaman Kurang mendukung Temperatur material Suhu material yang sangat tinggi Ketepatan produksi kurang Gambar 4.17 Gerakan Yang Tidak Perlu

4.2.7 Usulan Perbaikan Pemborosan Dengan Failure Mode Effect and

Analysis FMEA FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistemjenis pemborosan. Dari data pemborosan dapat dibuat prioritas dan diharapkan dengan melakukan tindakan perbaikan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. secara terus-menerus sesuai dengan prioritas yang telah diusulkan, maka pada masa yang akan datang pemborosan-pemborosan tersebut bisa dikurangi. Berikut adalah tabel skala penilaian untuk FMEA: Tabel 4.22 Skala Penilaian Severity Rating Kriteria Deskripsi 1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan 2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit 3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit 4 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 5 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 6 Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat masih berada dalam batas toleransi 7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi 8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi berada di luar batas toleransi 9 Potential safety problem Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial Tabel 4.23 Skala Penilaian Occurrence Rating Tingkat Kegagalan Deskripsi 1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan 2 1 dalam 20.000 Kegagalan akan jarang terjadi 3 1 dalam 4.000 Kegagalan akan jarang terjadi 4 1 dalam 1.000 Kegagalan agak mungkin terjadi 5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi 7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 4.24 Skala Penilaian Detection Rating Degree Deskripsi 1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi komputerisasi 2 Very high Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol visual pada bentuk barang dan double checking 3 High Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang 4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan visual pada bentuk barang 5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang 6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan visual pada susunan barang 7 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan rendah pengamatan fisik 8 Low Keandalan alat kontrol untuk mendeteksi kesalahan sangat rendah perubahan warna 9 Very low Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan feeling berdasar pengalaman masa lalu 10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan Sumber : www.fmea .com Untuk perhitungan RPN diperoleh dari perkalian antara severity x occurrence x detection yang diperoleh dari pengolahan data pada lampiran . sebagai contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: Jenis pemborosan : Kecacatan defect = S x O x D = 8 x 7 x 7 = 392 Menunggu waiting = S x O x D = 7 x 8 x 6 = 336 Berdasarkan perhitungan tersebut maka dibuat prioritas perbaikan dari yang prioritas paling besar sampai yang paling kecil. Untuk lebih jelasnya akan djelaskan dalam tabel 4.24 dibawah ini. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 4.25 Rekomendasi perbaikan dengan FMEA Failure pemborosan Prioritas ke - S O D RPN Usulan perbaikan Kecacatan defect 1 8 7 7 392 - Operator lebih teliti dalam bekerja dan kontrol mesin secara berkala - Setting mesin perlu diperhatikan dan mould tidak boleh sering diganti - Kebersihan material lebih dijaga - Produksi disesuaikan dengan permintaan - Koordinasi antar karyawan ditingkatkan Menunggu waiting 2 7 8 6 336 - Operator lebih memahami proses produksi dan mempercepat proses produksi - Mould tidak boleh sering diganti dan mesin perlu peremajaan - Produksi disesuaikan dengan permintaan - Koordinasi antar karyawan ditingkatkan Produksi berlebih overproduction 3 7 7 6 294 - Produksi disesuaikan dengan permintaan dan operator harus teliti dalam proses produksi - Mesin perlu peremajaan dan kontrol secara berkala - Ketepatan produksi dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan Not Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities 5 7 6 5 210 - Lebih tepat dan lebih teliti dalam bekerja - Temperature ruangan disesuaikan dengan kondisi tempat kerja - Koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan - Tata letak mesin perlu dibenahi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Failure pemborosan Prioritas ke - S O D RPN Usulan perbaikan Transportasi transportation 6 6 6 5 180 - Operator lebih konsentrasi dalam bekerhja dan perlu penambahan tenaga kerja - Produksi disesuaikan dengan standart produksi perusahaan dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkan - Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan kondisi tempat kerja - Tata letak mesin perlu dibenahi Environmental, Health and Safety 7 6 5 5 150 - Operator jangan telalu terburu – buru dan meningkatkan konsentrasi dalam bekerja - Ketepatan proses produksi dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan - Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan tempat kerja dan tata letak APK perlu diletakkan di dekat mesin dan operator. Stock material dan produksidisesuaikan dengan permintaan Persediaan yang tidak perlu unnecessary inventory 8 5 5 5 125 - Koordinasi akntar karyawan dan ketepatan dalam proses produksi perlu ditingkatkan - Temperatur ruangan perlu disesuaikan dengan tempat kerja dan tata letak pallet perlu dibenahi Gerakan Yang Tidak Perlu Unnecessary Motion 9 4 5 4 80 - Operator tidak boleh terburu – buru dalam bekerja dan harus lebih berkonsentrasi - Ketepatan produksi dan koordinasi antar karyawan perlu ditingkatkan - Tata letak tempat kerja dan temperature lebih disesuaikan dengan kondisi lingkungna kerja Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran J

4.3 Hasil Dan Pembahasan