ANALISIS PEMBOROSAN DI AREA PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT. REXPLAST SIDOARJO.
ANALISIS PEMBOROSAN DI AREA PRODUKSI
DENGAN PENERAPAN
LEAN MANUFACTURING
DI PT. REXPLAST SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh :
RIZKY ADITYA
0732010097
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “Analisis Waste Di Area Produksi Dengan Penerapan Lean Manufacturing Di PT. Rexplast Sidoarjo” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena atas ijin-NYA lah Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Moh. Mahmud, SE dan Ibunda Aniek Nurhanifah serta kakak penulis yang tersayang Mirza Adriansyah, SH yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya. Dan juga seluruh keluarga besar Moh. Mahmud, SE dan Aniek Nurhanifah.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Bapak Ir. MT. Safirin, MT. Selaku ketua jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Ibu Ir. Endang Pudji W, MMT. Selaku Dosen Pembimbing I 7. Ibu Ir. Nisa Masruroh, MT Selaku Dosen Pembimbing II 8. Dosen penguji Seminar 1 dan Seminar 2 saya.
9. Bapak Henry Soerya selaku Kabag Logistic PT. Rexplast Sidoarjo. 10. Bapak Djoko Kiswantoro selaku pembimbing lapangan di PT. Rexplast
Sidoarjo dan Seluruh karyawan PT. Rexplast Sidoarjo yang telah meluangkan waktunya terhadap penelitian saya.
(3)
11. Arief Iswahyudi, ST yang selalu membantu penulis dalam penyelsaian skripsi saya. Saya do’akan kamu berjodoh dengan Ayu Renia Putri, amien! 12. Semua kawan – kawan penulis angkatan 2007 Paralel A-D yang selalu
memberi aku motivasi dan Canda Tawa Waktu Dikampus. Terutama pararel C yang selalu bekerja sama saling mendukung demi kesuksesan bersama. Homo, Ambon, Streez, gocir, Cong, Kiwil, Cuplis, Bean, Agus, Arip, Alm. Ijal.
13. Yang terakhir penulis mengucapkan terima kasih buat Silvi TeKim’08 yang telah membuat penulis semakin rajin dan semangat ke kampus dan juga telah menginspirasi penulis dalam membuat karya dalam bentuk sebuah lagu.
Penulis mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan. Akhirnya semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak,amien!
Surabaya, 9 Juli 2011 Hormat kami
(4)
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR ISI ………..………..… i
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..……….. 1
1.2 Rumusan Masalah ………. ……….. 2
1.3 Batasan Masalah ……….………. 2
1.4 Asumsi ……….……….... 3
1.5 Tujuan ……….. 3
1.6 Manfaat Penelitian ………... 3
1.7 Sitematika Penulisan ……… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemborosan (waste) ………... 6
2.2 Lean Manufakturing ……… 16
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing ……… 16
2.2.2 Prinsip – prinsip Lean Manufacturing ………. 20
2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing ………… 21
2.3 Pemborosan (Waste) ……… 25
2.4 Type-Type Pemborosan ……….. 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………. 47
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ……... 47
3.2.1 Variabel Bebas ……….... 47
3.2.2 Variabel Terikat ………..…. 49
3.3 Metode Pengumpulan Data ……….. 50
3.4 Metode Pengolahan Data ………. 51
3.5 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ……….. 54
3.6 Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah …………. 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data……….……….. 4.1.1 Data Pengamatan Tentang Waste
59
(5)
4.1.2 Data Aliran Bahan………... 4.1.3 Data Waktu Produksi……….. 4.2 Pengolahan Data……… 4.2.1 Big Picture Mapping………. 4.2.2 Identifikasi Waste………..
4.2.3 Pemilihan Tools Dengan Value Stream Analysis
Tools (VALSAT)………
4.2.4 Process Activity Mapping (PAM)……… 4.3 Analisa Dan Pembahasan……….. 4.3.1 Analisa Identifikasi Value Stream Dengan Big Picture Mapping……… 4.3.2 Identifikasi Waste………..
4.3.3 Analisa Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT)……….. 4.3.4 Process Activity Mapping (PAM)………. 4.3.5 Analisa Waste Dengan Fish Bone Chart (Diagram Sebab Akibat)……… 4.3.6 Rekomendasi Perbaikan Waste Dengan Failure ModeEffect And Analysis (FMEA)……….
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan………. 5.2 Saran………..
DAFTAR PUSTAKA 60 61 62 62 65 68 73 78 78 78 79 80 85 100 104 104 106
(6)
ABSTRAK
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk
kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saingperusahaan itu sendiri.
PT. Rexplast Sidoarjo adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri botol plastik. Peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala yang dihadapi oleh perusahaan tersebut membuat jalannya produksi kurang begitu maksimal. Sebagai misal pemborosan yang terdapat pada area produksi sehingga mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Tujuan dilakukan penelitian di PT. Rexplast Sidoarjo adalah untuk mengidentifikasi aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping, Value
Stream Analysis Tools (VALSAT) dan menganalisa penyebab pemborosan yang ada
selama proses produksi denan Fish Bone Chart dan memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode Effect and Analysis) untuk mengurangi waste yang ada pada lantai produksi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jenis pemborosan yang berhasil teridentifikasi adalah Defet, Waiting, dan Overproduction,Excess Process, Not Utilizing Emloyee KSA, Transprortation, Enviromental safety and Health, Inventories, Motions.
Selain itu meminimasi pemborosan yang telah teridentifikasi tersebut diberikan beberapa usulan perbaikan, diantaranya adalah merubah kebijakan perusahaan dalam proses
mixing, sehingga dapat mengurangi waiting di area persiapan mesin Blow Moulding dari 1860 detik menjadi 1580 detik, merubah kebijakan perusahaan dalam proses
Blow,sehingga dapat mengurangi waiting di area persiapan mesin Printing dari 3300 detik menjadi 2850 detik
Kata kunci : Lean manufacture,Pemborosan, BPM, VALSAT, Fish bone chart, FMEA
(7)
ABSTRACT
Its tight emulation in the world of industry progressively race the company manufacturing to increase continuously its yield up the ghost in the form of quality, price, sum up the production, timely delivery, with an eye to more real give the satisfaction to real effort in a[n goods production lessen the extravagance which don't have the added value in so many matter of inclusive of ready raw material, substance traffic, operator movement, movement of appliance and machine, awaiting process, work to repeat and repair. Idea the core important attainment by totally efficiency produce by lessening extravagance which in the end is improve the competitiveness company itself
PT. Rexplast Sidoarjo is manufacturing business which is active in industry of plastic bottle. Market opportunity which still be big make this company always improve the its production amount from time kewaktu, however to the number of constraint factor faced by the company make the way production less be maximal so. Suppose the extravagance of found on area produce so that result the loss of company.
Target done by research in PT. Rexplast Sidoarjo is to identify the activity as a whole use the Big Picture Mapping, Value Stream Analysis Tools ( VALSAT) and analyse the existing extravagance cause during production process of denan Fish Bone Chart and give the repair proposal by using FMEA ( Failure of Mode of Effect and Analysis) to lessen the waste of exist in floor produce.
Pursuant to research result known that by the identified a success extravagance type is Defet, Waiting, and Overproduction,Excess Process, Note of Utilizing Emloyee KSA, Transprortation, Enviromental Safety and Health, Inventories, Motions. Others meminimasi extravagance which have been identified the given by some repair proposal, among other things is fox of company policy in course of mixing, so that can lessen waiting in area of preparation of machine of Blow Moulding from 1860 second become 1580 second, policy fox of company policy in course of Blow, so that can lessen waiting in area of preparation of machine Printing from 3300 second become 2850 second
(8)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan
manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan
yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang
nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak
mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku,
lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu
proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara
menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saingperusahaan itu sendiri.
PT. Rexplast adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang
industri botol plastik. Perusahaan yang terletak di Sidoarjo Jawa Timur ini dalam
pembuatan produk tersebut masih terdapat pemborosan di area produksi seperti
defective product atau yang lebih dikenal dengan istilah defect. Defect tersebut seperti botol yang berbintik, deform dan garis botol yang patah. Selain itu juga terjadi pemborosan (waste) jenis waiting dari mesin blow molding menuju mesin
printing, sehingga operator pada mesin printing harus menunggu hingga produk dari mesin blow molding selesai sesuai kapasitas produk pada mesin printing.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka perusahaan membutuhkan
(9)
dengan melihat sembilan pemborosan (waste) yaitu K3, kecacatan, produksi berlebihan, menunggu, kesalahan dalam penempatan operator, transportasi,
persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu, dan proses yang tidak
sesuai. Dalam hal ini Metode Lean Manufacturing diharapkan dapat membantu perusahaan mengatasi permasalahan yang ada.
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang
harus dipecahkan yaitu :
“Bagaimana menganalisis pemborosan dengan cara mengidentifikasi dan mengurangi pemborosan di area produksi botol plastik Johnson & Johnson Sifterless 50 gram LV ?”
1.3.Batasan Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Waste yang diteliti adalah nine waste yaitu K3, kecacatan, produksi berlebihan, menunggu, kesalahan dalam penempatan operator, transportasi,
persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu, dan proses yang tidak
sesuai.
2. Penelitian hanya dilakukan untuk produk Johnson & Johnson Sifterless 50
gram LV.
1.4.Asumsi
(10)
1. Kondisi perusahaan berjalan normal dan stabil
2. Kebijakan perusahaan tidak mengalami perubahan secara signifikan selama
dilakukannya peneltian.
3. Tidak ada penambahan atau pengurangan karyawan pada lantai produksi
selama dilakukan penelitian.
1.5.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi memberi bobot pemborosan yang bepengaruh di area
produksi.
2. Memberikan usulan perbaikan pada semua pemborosan
1.6.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini
baik bagi peneliti, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara lain meliputi :
1. Bagi Peneliti:
- Peneliti mampu menerapkan penerapan Lean Manufacturing yang telah diperoleh selama proses perkuliahan dengan kondisi real di lapangan.
- Menambah wawasan dan pengalaman di dalam dunia industri, serta cara
mengatasi masalah yang terjadi di perusahaan.
2. Bagi Perguruan Tinggi:
- Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan
(11)
di PT. Rexplast dan hasil analisa ini dapat digunakan sebagai
pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan
menambah ilmu pengetahuan.
3. Bagi Perusahaan:
- Mengetahui penyebab terjadinya waste di area produksi dan jenis
pemborosan sehingga perusahaan mendapatkan perbaikan.
1.7.Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman atas materi – materi yang dibahas dalam
skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari masing–
masing bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat
penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Lean Manufacturing
yang dijadikan acuan atau pedoman dalam melakukan langkah –
langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat terpecahkan.
Landasan teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini yaitu
konsep lean , Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA) dan peneliti terdahulu.
(12)
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi urutan langkah – langkah pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari perumusan masalah dan tujuan yang ingin
dicapai, studi pustaka, pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan
identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali
penjelasan tentang proses produksi di PT. Rexplast secara umum,
pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste
dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan, dan
perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan
identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi perbaikan
dalam bentuk Failure Mode And Effect Analysis ( FMEA).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil
pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi
tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau
diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang
mungkin disertakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
(13)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemborosan
Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana
waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan
berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di
lingkungan manufaktur hampir sama misalnya : defect, overproduction, waiting.
Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila
mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu : 1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)
Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.
2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material, dan lain-lain.
(14)
3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non Value Adding Activity)
Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).
Selain itu, pemborosan (waste) juga dibagi menjadi beberapa macam tipe, yaitu:
1. Tipe Tujuh Pemborosan (seven waste)
Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang
diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo, yaitu: (Kilpatrick dalam Shiego Singo,2003)
a. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.
b. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material,
informasi, peralatan dan perlengkapan.
c. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..
d. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi
(15)
produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.
e. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah
penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan,
material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa.
Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang
lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar.
f. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya
komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double
handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek,
layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.
g. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses
(16)
pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan
claim dari pelanggan.
2. Tipe Delapan Pemborosan
Dalam kalangan praktisi, Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan. Delapan pemborosan tersebut adalah : (Taiichi Ohno,2006) a. Produksi Berlebih
Produksi berlebih adalah memproduksi produk jauh lebih banyak dari permintaan konsumen atau melebihi jumlah yang dibutuhkan. Sedangkan
dalam Lean Manufacturing semua produk yang diproduksi diluar hal
tersebut (Work in Progress, buffer, safety stock) merupakan pemborosan karena hal tersebut membuat organisasi menjadi tidak dapat melakukan hal lain yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Menurut Drs. Zulian Yamit (1999), yang mengatakan bahwa untuk mengantisipasi unsure ketidakpastian penggunaan bahan yang berasal dari dalam perusahaan,
dapat dilakukan dengan membuat safety stock (persediaan pengaman).
Safety stock perlu ditentukan secara tepat agar tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Namun demikian yang paling ideal adalah apabila perusahaan dapat meniadakan persediaan (zero inventories), sebab dengan adanya investasi gudang, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya kemungkinan kerusakan bahan dan lain sebagainya. Produksi berlebih adalah pemborosan yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali
(17)
perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.
b. Menunggu
Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.
c. Transportasi
Yang di maksud transportasi dalam Lean Manufacturing adalah bahwa
transportasi suatu barang seharusnya dilaksanakan atau didatangkan langsung menuju tempat dimana barang tersebut dapat langsung digunakan sehingga tidak menimbulkan pemborosan lainnya yaitu transportasi yang tidak perlu. Menurut Drs. H. A. Abbas Salim, SE., M. A. (1993), hasil barang – barang jadi yang diproduksi oleh industri, dipasarkan untuk dijual kepada perusahaan niaga dan konsumen akhir. Untuk mengangkut diperlukan moda transportasi oleh pembeli dan
(18)
seterusnya. Pemborosan karena transportasi dan penanganan barang adalah pemborosan yang sering kita jumpai di dalam pabrik. Barang yang sama dapat saja ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.
d. Aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila
dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk
seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan
inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi
dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk
menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.
e. Persediaan Berlebih
Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.
Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih : - Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi
- Jangan memproduksi barang yang tidak diperlukan untuk proses
(19)
- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)
- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu
set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi) f. Gerakan yang berlebih/tidak diperlukan
Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada
pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan
mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.
g. Pemborosan Karena Cacat Produksi
Bila cacat produksi terjadi pada satu pos produksi kerja, maka pada umumnya operator pada pos kerja berikutnya akan menunggu. Waktu terbuang percuma dan menambah biaya produksi. Lebih parah lagi apabila
barang-barang tersebut dikerjakan ulang (rework) atau bahkan produk
(20)
akan diperlukan untuk membongkar dan mereparasi produk itu, lagipula tambahan komponen juga akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung. h. Pekerja Yang Kurang Profesioanl
Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak
mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat mengoptimalkan seluruh kemampuan yang dimiliknya demi kepentingan bersama. Beberapa penyebab pemborosan type ini adalah : proses kerja yang jelek dan kurang teratur, budaya kerja yang kurang positif atau tidak mendorong pekerjanya untuk berkembang, praktek perekrutan para pekerja yang kurang selektif, training pegawai yang kurang memadai atau bahkan tidak ada sama sekali training pegawai, dan turnover pekerja yang terlalu tinggi sehingga tidak ada pekerja yang
(21)
benar-benar mengerti pekerjaan serta segala detail dari perusahaan untuk berkembang.
3. Tipe Sembilan Pemborosan
Tipe sembilan pemborosan yang ada dalam bidang industri dikenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu : (Vincent Gaspersz,2007)
a. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.
b. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang/jasa).
c. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena
produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.
d. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
e. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis
pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.
f. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena
transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
g. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories
yang berlebihan.
h. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya
(22)
i. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
4. Tipe Sepuluh Pemborosan
Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1
(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)
(23)
Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur Kategori pemborosan Jenis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan Orang (people) Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja (workplace manajement) Penetapan standar kerja, pengorgaisasian tempat kerja, kaizen, 5S
Tata letak (layout), pemasangan label (labeling), tools/part arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills (kemampuan), training, shift meeting, cell/areas team, visual displays Kuantitas (quantity) Inventory, moving things, making too much
JIT (Just In Time)
Leveling, kanban, quick setup, preventive maintenance
Work balance, WIP (work in process), location/amount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze Kualitas
(quality)
Fixing defects Error (mistake), proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated assistance, template Informasi (information) Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses (process focused information technology) Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of order/job status by process element, timing/completion ( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )
2.2 Lean Manufacturing
2.2.1 Definisi Lean Manufacturing
Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau
perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik
(24)
sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.
James womack dan daniel jones (1996) mendefiniskan Lean
Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya
adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream,
membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk
mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean
diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).
Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing
dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean
dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean
jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem
Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah
(25)
yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).
Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas tergolong pemborosan secara umum apabila : (Jeffery K. Liker, 2006).
1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah) 2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan
3. Tidak tepat guna/sasaran
Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,
Mura, dan Muri, yang berarti :
1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak berguna
yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk
memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.
2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau
ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal, seperti kerusakan
mesin, kekurangan komponen, dan produk cacat. Muda berarti akibat dari
Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.
(26)
3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya, membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat.
Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan
hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi
pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean
Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor
Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam
improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat. (Jeffery K. Liker, 2006).
Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :
1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi
nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan
menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.
(27)
2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain,
memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole value stream
untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah).
3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang
memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).
4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value stream
dengan pull system.
5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk
mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan
secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing
Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu
pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap
rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).
(28)
Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan
pemecahan permasalahan pada sumbernya.
2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak
menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal, orang – orang dan area).
3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan
mutu, dan berbagi informasi.
4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak
mendorong dari akhir produksi.
5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau
keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah.
6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan
para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan informasi..
7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.
2.2.3 Pengembangan Lean Manufacturing
Dalam usaha untuk meminimalisasi atau menghilangkan pemborosan, para
pemakai Lean Manufacturing System memakai berbagai macam alat yang disebut
juga Lean Building. Yang patut dicatat adalah telah terbukti bahwa para pemakai
(29)
menyadari bahwa meskipun program ini hanya dapat dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri, hanya sedikit sekali yang yang mempunyai dampak positif yang signifikan bagi perusahaan ketika ia dijalankan sendiri. Sedangkan cara yang
benar adalah implementasi Lean Manufacturing System harus mempunyai dampak
ke seluruh aspek (overall) dan bahwa mengimplementasikan program ini tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku, mungkin bisa menimbulkan efek yang negatif bagi perusahaan. (Suzaki, 1997).
Berikut ini merupakan daftar alat/tools yang telah bisa digunakan dalam program Lean Manufacturing System : (Jeffery K. Liker, 2006).
1. 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja). Tabel 2.6 Tabel 5S dalam 2 bahasa
Japanese ”S” American ”S”
Seiri (Organizations) Sort
Seiton (Tidiness) Set in Order
Seiso (Purity) Shine
Seiketso (CleanLiness) Standardize
Shitsuke (Discipline) Sustain
Metode 5S atau WorkPlace Organizations (pengaturan tempat kerja) yaitu
metode untuk mengorganisasi dan menstandarkan tempat kerja. Hal tersebut digunakan karena metode 5S merupakan salah satu metode yang paling
mudah dan paling cepat dapat dioperasikan dalam mengimplementasikan Lean
Manufacturing dan yang paling penting adalah metode ini dapat
diimplementasikan kedalam ke senmua bagian dalam perusahaan. Karena yang dilakukan 5S adalah mengatur tempat kerja agar lebih teratur sehingga proses kerja dapat berjalan dengan lebih mudah. Metode ini dapat dilakukan sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan seperti perlengkapan alat/tools
(30)
mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi pada tempat kerja, posisi barang atau mesin lebih teratur, dan semua hal yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan kerja secara menyeluruh. Berikut adalah kelima S tersebut (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke) yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi 5 R :
a. Ringkas (memilah) : pilahlah barang-barang dan simpan hanya yang
diperlukan dan singkirkan yang tidak diperlukan.
b. Rapi (menata) : Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang ada di tempatnya.
c. Resik (membersihkan) : proses pembersihan seringkali berbentuk
pemeriksaan yang mengungkapkan abnormalitas dan kondisi sebelum terjadinya kesalahan yang dapat berdampak buruk terdapat kualitas atau menyebabkan kerusakan pada mesin.
d. Rawat (menciptakan aturan) : kembangkan sistem dan prosedur untuk
mempertahankan dan memonitor ketiga R yang pertama.
e. Rajin (mendisiplinkan diri) : menjaga tempat kerja agar tetap stabil
merupakan proses yang terus-menerus dari peningkatan berkesinambungan.
Pengendalian visual dari sistem Lean Manufacturing yang
direncanakan dengan baik berbeda dai membuat operasi produksi massal
menjadi rapi dan bersih. Sistem Lean Manufacturing menggunakan 5R untuk
mendukung tercapainya sebuah proses yang mengalir lancar tepat waktu. 5R juga merupakan sebuah alat untuk membantu mengungkapkan masalah dan bila digunakan secara canggih dapat menjadi bagian dari proses pengendalian
(31)
visual dari sebuah sistem Lean Manufacturing yang direncanakan dengan baik. (Osada, 2002).
2. Visual Control
Metode visual control adalah sebuah alat komunikasi yang digunakan dalam proses produksi untuk memberitahukan kepada para karyawan bagaimana cara bekerja yang baik dan hal-hal apa saja yang menyimpang dari standar. Visual control ini dapat membantu karyawan yang ingin melakukan pekerjaannya dengan baik agar dengan segera dapat melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaanya. Dalam arti yang lebih luas, pengendalian visual berkaitan dengan
perancangan informasi just In time dari semua jenis pengendalian untuk
memastikan pelaksanaan operasi dan proses yang tepat dan cepat. Contoh
visual control adalah working instruction, label merah atau kuning, garis pembatas lantai, lampu andon, kartu kanban, visual control board, gambar standar operasi, display cacat, dan lain-lain.
3. Pull System (sistem tarik) secara sederhana dapat di gambarkan sebagai sebuah situasi yang berdasarkan sistem made to order, yaitu suatu sistem dimana perusahaan melakukan proses produksi berdasarkan jumlah permintaan konsumen. Aliran bahan baku merupakan kebalikan dengan arah aliran dokumen. Kontrol aliran kerja berdasarkan permintaan konsumen dan peramalan. Dengan permintaan konsumen, bahan baku dan kapasitas produksi telah direncanakan sebaik mungkin. Aliran bahan baku dan aliran informasi
berjalan searah dan sistem ini pada umumnya sesuai untuk situasi make to
stock. Push system ini juga meliputi sistem perencanaan menggunakan MRP (Material Requirement Planning).
(32)
4. Kanban adalah salah satu bentuk sinyal yang sederhana. Jika ada kanban yang dikirimkan, itu berarti bahwa kanban dan part yang tercatat dalam kanban tersebut harus dikirimkan kelokasi berikutnya.
2.3 Langkah – Langkah Lean Manufacturing
Dalam lean manufacturing terdapat langkah – langkah pengerjaan guna mendapatkan hasil penelitian yang optimal, yaitu dengan membuat : (Hines, P. & D. Taylor, 2000)
1. Big Picture Mapping
Big picture mapping adalah pemetaan proses pada level tinggi yang melingkupi proses secara luas namun dengan tingkat kedetailan yang masih rendah. Peta gambar besar atau Big Picture Mapping merupakan sebuah alat yang diadopsi dari sistem produksi Toyota. Alat ini sangat membantu dalam mengidentifikasi
terjadinya pemborosan (waste). Pemborosan dapat diketahui dengan
mengetahui aliran fisik dan aliran informasi dari perusahaan dan menggambarkannya dalam satu kesatuan. Selain itu peta gambar besar atau Big Picture Mapping sangat berguna untuk dilakukan sebelum membuat detailed mapping dari proses manapun. Dengan membuat Big Picture Mapping maka dapat membantu untuk menggambarkan aliran yang ada, membantu
menemukan lokasi waste, menyatukan penerapan dari kelima prinsip Lean,
membantu untuk memutuskan siapa yang menjadi anggota tim untuk implementasi, memperlihatkan hubungan antara sistem informasi dengan aliran fisik.
(33)
Ada lima langkah yang perlu dilakuakan untuk membentuk Big Picture Mapping yaitu :
a. Fase pertama, mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan.
Beberapa perlu dijawab pada fase ini. Misalnya, seberapa banyak pelanggan membutuhkan barang tertentu tiap tahun, bagaimana pola pemesanannya, berapa ukuran pesanan biasanya, berapa banyak pelanggan biasanya menyimpan persediaan, berapa sering pengiriman dilakukan, serta hal-hal lain yang relevan.
b. Fase kedua, Information flows
Pada fase ini, ditambahkan aliran informasi yang melintasi proses yang ditinjau. Untuk melengkapi fase ini perlu dicari tahu apakah informasi yang
diberikan pelanggan ke perusahaan (ramalan, call-off, dan sebagainya),
kebagian mana informasi-informasi tersebut disampaikan, berapa lama menunggu sebelum informasi tersebut diproses, pihak mana saja atau siapa saja yang dilewati sampai informasi tersebut mengalir ke bagian hulu perusahaan (supplier), serta informasi-informasi apa yang perusahaan berikan ke supplier.
c. Fase ketiga adalah menambahkan aliran fisik pada peta tersebut.
Aliran fisik yang berasal dari luar dan ke luar perusahaan maupun yang ada di dalam perusahaan harus sama-sama ditambahkan. Informasi seperti pola pengiriman dari supplier, ukuran pengiriman, rata-rata waktu tunggu sebelum pesanan dikirim,. Selanjutnya, untuk aliran internal perlu diidentifikasikan langkah-langkah kunci yang terlibat, di mana saja persediaan biasanya disimpan, dimana saja biasanya terjadi inspeksi kualitas, berapa lama
(34)
masing-masing kegiatan tersebut dilakukan, titik mana merupakan bottleneck, dan sebagainya.
d. Fase keempat adalah hubungkan aliran fisik dan aliran informasi.
Di sini diperlukan informasi di mana informasi seperti rencana material atau rencana produksi turun menjadi pemicu adanya aliran fisik dan sebaliknya. Sebagai contoh, rencana produksi diuraikan menjadi jadwal produksi harian sehingga dapat menjadi pedoman untuk memindahkan material dari gudang ke lantai produksi dan menjadi instruksi kerja operator di lantai produksi untuk mengerjakan suatu produk. Sebaliknya, ada aliran dari bagian bawah ke bagia atas dari peta yang dibuat. Misalnya, hasil kegiatan inspeksi material akan memberikan informasi tentang reject rate. Informasi ini akan masuk ke bagian perencanaan material sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki atau membuat rencana baru.
e. Fase kelima adalah melengkapi peta di atas dengan informasi lead time dan
value adding time dari keseluruhan proses. Informasi ini ditempatkan di bagian bawah dari peta.
Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture
Mapping (BPM) :
Sumber : Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”.
(35)
Untuk menggambarkan Peta gambar besar atau Big Picture Mapping
terlebih dahulu tentukan lambang dari tiap komponen yang ada antara lain : pemasok/konsumen (supplier/customer), kotak informasi (information box), kotak
waktu (timing box), kotak pengerjaan ulang (rework box), titik persediaan
(inventory point), titik inspeksi (quality check point), stasiun kerja dengan waktu (work station with timing), aliran informasi (information flow), aliran fisik (physical flow), kotak proses stasiun kerja (work station process box), aliran fisik antar perusahaan (inter company physical flow).
2. Kuisioner atau Formulir
Kuisioner atau formulir digunakan untuk mendapatkan ranking dan rata – rata pemborosan (waste) yang paling berurutan.
a. Kuisioner
Tabel 2.2 Kuisioner
(Sumber : Budi Utomo Rachman, 2010)
Keterangan : Tipe pemborosan (waste) yang digunakan telah menjadi
ketetapan, sedangkan skor 0 – 5, kemudian dirangking mana waste yang terbesar pada perusahaan yang diteliti.
(36)
b. Formulir
Tabel 2.3 Formulir
(Sumber : Danang Prasetyo,2010 dalam Vincent Gasperz, 2007)
Keterangan: - Skor yang digunakan 0 – 4.
-Untuk kolom tipe waste (#1 - #9) ditulis berdasarkan tipe pemborosan 9 waste dan skor ditulis berdasarkan pengamatan di perusahaan yang diteliti.
-Untuk kolom rangking ditulis bobot rangking, stasiun kerja yang memiliki waste terbesar diberi rangking 1, kemudian stasiun kerja yang memiliki waste terbesar kedua diberi rangking 2, begitu seterusnya hingga rangking ke 9 (rangking terakhir).
(37)
3. Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Value Stream Mapping Tools (VALSAT) adalah alat yamg berfungsi untuk memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste). Value stream analysis tools merupakan tools yang tepat untuk memetakan secara detail
waste pada aliran nilai yang fokus pada value adding process dan non-value adding process. VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines
dan Rich (1997) untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream yang
ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan berkenaan dengan waste
yang terdapat dalam value stream. VALSAT merupakan pembobotan waste-waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool
dengan menggunakan matrik. Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari
future state yang diusulkan. Alasan yang mendasari pengumpulan dan
penggunaan serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau
para praktisi dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual value
stream dan mendapatkan jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Berikut
ini adalah tools yang digunakan pada value stream mapping yang akan
ditunjukkan pada tabel 2.4 . (Moses L. Singgih dan Ucok James MP
(38)
Tabel 2.4 Value Stream Analysis Tools
(Moses L. Singgih dan Ucok James MP Marpaung, 2008)
Notes : H : high correlation and usefulness M : medium correlation and usefulness L : low correlation and usefulness
Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9
M (medium correlation) : faktor pengali = 3
L (low correlation) : faktor pengali = 1
Selanjutnya akan dilakukan pemilihan pemetaan yang tepat dalam value
stream dengan menggunakan VALSAT (Value Stream Analysis Tools). Cara
perhitungannya adalah hasil dari rata-rata waste dikalikan dengan besar
pembobotan yang terdapat pada tabel VALSAT . Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi, penggunaan
tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan
matrik. Untuk langkah penting dalam pemilihan tool yang sesuai dengan kondisi yang bersangkutan antar lain melakukan pembobotan terhadap waste. Pembobotan
process activity mapping supply chain response matrix production variety funnel quality filter mapping demand amplification mapping decision point analysis phisical structure Jenis pemborosan Produksi
berlebih L M L M M
Menunggu H H L M M
Transportasi H L
Proses tidak
sesuai H M L L
Persediaan
tidak perlu M H M H M L
Gerakan tidak
perlu H L H
Kecacatan L
Jenis pemborosan
(39)
ini merupakan hal yang sangat penting sekali karena dengan pembobotan waste
yang sempurna maka tool yang akan datang juga tepat sehingga mudah dalam
melakukan usulan perbaikan.
Untuk lebih jelasnya berikut detail dari ketujuh tools yang dikemukakan oleh Hines dan Rich (1997) dalam VALSAT :
a. Process Activity Mapping (PAM)
Tool ini digunakan untuk membuat detailed mapping dalam order fulfillment process. Secara lebih luas kita menggunakannya untuk mengidentifikasi lead time baik dari aliran fisik produk maupun aliran informasi, tidak hanya di area
pabrik tetapi juga pada area lainnya dalam supply chain, mengeliminasi
pemborosan pada tempat kerja dan menyediakan goods dengan kualitas tinggi serta pelayanan yang mudah, cepat dan tidak mahal. Dasar pendekatan ini adalah mencoba untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, menyederhanakan, mengkombinasi serta mencari perubahan rangkaian yang akan mengurangi pemborosan.
Empat tahap pendekatan Process Activity Mapping secara umum adalah :
v Memahami aliran proses kemudian mengidentifikasi pemborosan
v Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian
yang lebih efisien.
v Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan
rute transportasi yang berbeda.
v Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada
tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan.
(40)
Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori, seperti : operation (operasi), transport (transportasi), inspection (pemeriksaan),
storage (penyimpanan) dan delay (menunggu). Untuk membuat Process Activity Mapping, dilakukan dengan cara membuat analisa persiapan proses kemudian dilakukan pencatatan secara detail dari permintaan barang pada tiap proses. Hasilnya adalah peta proses, dimana tiap-tiap langkah telah dikategorikan dalam berbagai macam tipe aktivitas.
b. Supply Chain Response Matrix
Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha
menggambarkan the critical lead time constraint untuk setiap bagian
proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik suppliernya dan downstream retailernya. Diagram ini terdapat 2 axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata-rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukan comulative lead timenya.
c. Production Variety Funnel
Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT yang melihat operasi
internal perusahaan sebagai aktivitas yang disesuaikan ke I, V, A, atau T
merupakan pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi
produk tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Tool ini dapat digunakan untuk membantu
menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat
(41)
d. Quality Filter Mapping
Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool baru yang digunakan untuk mengidentifikasi dimana keberadaan masalah kualitas pada rantai persediaan. Peta ini memperlihatkan tiga tipe cacat kualitas yang berbeda yang terdapat pada value stream yaitu :
v Product defect : cacat pada fisik produk yang lolos dari proses inspeksi dan sampai ke tangan konsumen.
v Scrap defect : cacat yang ditemukan pada proses inspeksi
v Service defect : permasalahan dari konsumen yang tidak secara
langsung berhubungan dengan produk, tetapi dengan tingkat pelayanan dari perusahaan.
Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara letitudinal sepanjang
supply chain. Pendekatan ini dirancang untuk membangun tingkat kualitas baik internal maupun eksternal semaksimal mungkin seperti yang di inginkan oleh konsumen (customer needs).
e. Demand Amplification Mapping
Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demand
berubah-ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilakn dari diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya, membuat keputusan berkaitan dengan value stream configuration. Dalam diagram ini vertical axis menggambarkan
interval waktu, grafik di dapatkan untuk setiap chain dari supply chain configuration yang ada.
(42)
f. Decision Point Analysis
Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana aktual
demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat
forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik
batas dimana produk dibuat berdasarkan demand aktual selanjutnya
produk harus dibuat dengan melakukan forecast. Dengan tool ini dapat
diukur kemampuan dari proses upstream dan downstream berdasarkan
titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull (tarik) atau push
(tekan)yang sesuai.
g. Phisical Structure
Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi bagian-bagian
dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman
tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan.
Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound
supply chain di lantai produksi. 4. Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)
Fish Bone Chart adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik mutu dan faktor penyebab kecacatan/pemborosan. Diagram ini berbentuk tulang ikan karena itu disebut juga diagram tulang ikan. Fish Bone Chart merupakan alat formal yang digunakan untuk menunjukkan penyebab potensial dari kecacatan/pemborosan. Ruas utama sebelah kanan menunjukkan masalah yang terjadi. Cabang utama dikaitkan pada penyebab utama dan setiap cabang utama memiliki daftar penyebab yang lebih detail. Penyebab
(43)
masalah utama yang potensial harus segera dicari tahu dan dianalisa saat masalah diidentifikasi. Metode tukar pikiran digunakan untuk menentukan penyebab dari akibat yang dihasilkan dalam mendesain sebuah diagram sebab akibat. (Sutalaksana. 1979).
Gambar 2.3 Fish Bone Chart
Di dalam Fish Bone Chart terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab pemborosan (waste),yaitu : (Sutalaksana. 1979)
a. Machines (mesin)
Pada faktor machines (mesin) yang menjadi akar penyebab pemborosan
(waste) adalah operation machines (operasi mesin) dan setting mesin dan kondisi komponen pada mesin.
b.Man (manusia)
Pada faktor man (manusia) yang menjadi akar penyebab pemborosan (waste)
adalah health (kesehatan), food (makanan yang dikonsumsi), networking
(jaringan kerja), rest (waktu istirahat).
c. Environment (lingkungan kerja)
Pada faktor environment (lingkungan kerja) yang menjadi akar penyebab
(44)
d. Methods (metode kerja)
Pada faktor methods (metode kerja) yang menjadi akar penyebab pemborosan
(waste) adalah work (pengimplementasian metode kerja) dan setting
(ketepatan susunan metode kerja).
e. Materials (bahan baku)
Pada faktor Materials (bahan baku) yang menjadi akar penyebab pemborosan
(waste) adalah Hardness (tingkat kekerasan material) dan colours (warna material).
Dari faktor – faktor tersebut dapat dilihat akibatnya, seperti : defect / waste. Sehingga akan diketahui secara rinci akar penyebab dari waste pada suatu perusahaan yang diteliti.
5. Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)
FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampaknya pada kesuksesan suatu misi dan keselamatan anggota atau peralatan. Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi manufaktur modern yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa prioritas baru, termasuk kepuasan dan keselamatan konsumen. (Haviland, 1998).
Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau produk selama siklus hidupnya. (2) Efek dari
(45)
kegagalan tersebut. (3) Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk atau proses. (Haviland, 1998).
FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (reliability) dan
penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan, desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang berpengaruh, antara lain :
a. Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan
tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut berbagai aspek dari desain, pemilihan material, kekurangan atau kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang, perakitan, inspeksi, uji coba atau testing, pengendalian kualitas (quality control), penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan penyimpanan yang tidak terduga akibat kelebihan beban atau kerusakan mekanis atau kimia dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber tersebut memberikan kontribusi kegagalan. (Ford Motor Company, 1992).
b. Rating kejadian (occurrence) adalah rating yang berhubungan dengan
estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif yang
(46)
Failure)/1000. CNF/1000 dapat diestimasikan dari sejarah tingkat kegagalan proses manufaktur dan komponen yang mirip atau yang dapat mewakili jika estimasi dari kegagalan dari komponen yang dimaksud tidak dapat ditentukan.
c. Rating deteksi (detection) tergantung pada metode pengendalian yang
digunakan pada saat ini. Rating deteksi adalah ukuran kemampuan metode tipe (2) untuk mendeteksi penyebab atau mekanisme kegagalan atau kemampuan pengendalian metode tipe (3) untuk mendeteksi kegagalan. Satu nilai deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Metode pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang sebagai sebuah sistem jika beroperasi secara independen.
Tahapan FMEA diantaranya adalah sebagai berikut : (Stam, 1998) a. Identifikasi sistem dan elemen system
b. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana
suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of
Failure merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan. c. Menentukan tingkat keparahan dari suatu kegagalan (severity). Tim FMEA
dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria. d. Menentukan occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah
kegagalan yang terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai dari angka 1 (tingkat kejadian rendah) hingga 10 (tingkat kejadian sering). Rating occurrence dapat ditentukan menurut Ford, 1992
(47)
e. Menentukan tingkat deteksi (detection). Tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Tingkat deteksi mulai dari angka 1 sampai 10. Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin tinggi kemampuan metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu, maka diberikan nilai deteksi terendah. Apabila nilai deteksi tidak dapat ditentukan, maka nilai deteksi yang digunakan adalah 10.
f. Menghitung Risk Priority Number (RPN). RPN menyatakan tingkat resiko dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1-1000, semakin tinggi angka RPN, maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN = Severity x Occurrence x
Detection.
g. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko
(48)
(49)
(Sumber : Danang Prasetyo, 2010)
2.5 Sampel Non Probabilitas
Yang termasuk metode penarikan sampel non probabilitas adalah Purposive Sampling, yaitu metode penarikan sampel dimana sampel diplih berdasarkan pertimbangan peneliti bahwa unit atau unsur penarikan sampel tersebut akan dapat membantu menjawab pertanyaan riset yang sedang dikerjakan. Pada penarikan jenis sampel non probabilitas ini, unsur dari suatu populasi memiliki peluang yang berbeda untuk terpilih menjadi sampel. Yang dipertimbangkan untuk menjadi sampel hanya orang-orang yang dianggap ahli. (Siti Jahrah, 2005)
2.6 Uji Reliabilitas
Reliabilitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa besar keandalan suatu instrumen/alat pengumpulan data. Keandalan suatu instrumen dalam melakukan penelitian mempunyai arti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya untuk mencapai tujuan dari penelitian. Dalam penerapannya untuk kuisioner, keandalan berarti berapa kalipun variabel-variabel pada kuisioner tersebut ditanyakan kepada responden yang berbeda maka hasil yang diperoleh tidak
(50)
menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden untuk variabel tersebut atau dengan kata lain reliabilitas dapat menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama.
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus alpha. Rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuisioner atau soal bentuk uraian.
Rumus formula Alpha : K S² j α = − ( 1 - ) K – 1 S² x
Keterangan :
α = Koefisien reliabilitas Alpha K = Banyaknya belahan S² j = Varians skor belahan S² x = Varians skor total
2.7Peneliti Terdahulu
Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun penerapan Lean Manufacturing, diantaranya adalah :
1. Catur Jurniati Utami, (2009) denagn judul : Pengurangan Waste Di Lantai
Produksi Dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan
Produktivitas Kerja Perusahaan Di PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengurangi pemborosan di lantai produksi di PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya guna memberikan nilai tambah bagi perusahaan (keuntungan).
PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) merupakan salah satu pabrik karung yang terletak di kota Surabaya. Dimana pada perusahaan tersebut
(51)
terdapat suatu permasalahan yang dihadapi selam ini yaitu pemborosan berupa menunggu (waiting) dan produksi yang berlebihan (overproduction). Hal ini disebabkan karena proses pengulangan produksi sehingga pengiriman karung ke customer di delay dan memproduksi karung lebih banyak dari pesanan yang telah disetujui dengan customer.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu metode atau sistem yang baik untuk mengidentifikasi dan mereduksi waste dengan harapan perusahaan mendapat keuntungan dan bagian pengiriman produk tidak menunggu untuk mengirimkan produk.
Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) PK Rosella Baru Surabaya Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan pada pembuatan karung plastik, di dapat nilai rata-rata dari total skor responden seven waste mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yaitu :Menunggu 7,7, Produksi berlebihan 6,8, Transportasi 6,5, Proses yang tidak tepat 4,7, Persediaan yang tidak perlu tepat 4,6, Gerakan yang tidak perlu 2,6, Kecacatan 2,1 dari total responden di lantai produksi.
Usulan perbaikan perbaikan diberikan berdasarkan tool Process Activity Mapping adalah merubah komposisi tenaga kerja yang dibutuhkan pada proses
outerbag yaitu pada mesin tenun dari 7 orang menjadi 9 orang dan didapatkan penurunan waktu produksi sebanyak 31,64 jam (11.11%) serta merubah komposisi tenaga kerja pada proses finishing yaitu pada proses inserting dari 8 orang menjadi 6 orang sehingga didapatkan penurunan waktu sebanyak 85,41 jam (25,71%). Setelah dibuat rekomendasi perbaikan didapatkan pemanfaatan
(52)
yang sama dengan pemanfaatan input awal (waktu produksi sebelum perbaikan). Hal ini menunjukkan dengan adanya rekomendasi perbaikan yang diberikan mampu meningkatkan produktivitas kerja.
2. Ucok James MP Marpaung, (2008) dengan judul : Pengurangan Waste Di
Lantai Produksi Dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan
Produktivitas Kerja Perusahaan Di PT. Barata Indonesia (Persero). Tujuan dari penelitian ini adalah mengurangi pemborosan di lantai produksi di PT. Barata Indonesia (Persero) guna mengoptimalkan kinerja perusahaan.
PT. Barata Indonesia (Persero) merupaan perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan mesin gilas. Namun perusahaan belum mampu untuk mengurangi waste yang ada. Adanya defect dan proses yang tidak tepat dalam memproduksi produk selalu menjadi kendala di perusahaan tersebut.
Dengan adanya permasalahn tersebut digunakan metode lean manufacturing
untuk mereduksi waste yang ada di perusahaan. Dari waste yang ditemukan
akan diber bobot dan diberi rangking untuk mengetahui waste yang paling sering terjadi di perusahaan.
Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Barata Indonesia (Persero) Surabaya, Dari gambar big picture mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk mesin gilas MG-6 adalah 509,7 jam dengan value added time sebesar 1129,1 jam dan Jumlah ragam aktivitas yang termasuk value adding activity adalah operasi dengan 566 aktivitas (40,3%)
necessary non value adding activity 491 aktivitas (35%) dan yang tergolong
(53)
Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa terdapat 3 jenis pemborosan yang paling sering terjadi yaitu : gerakan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat dan cacat dalam proses pembuatan mesin gilas MG-6 di PT. Barata Indonesia (Persero).
Perbaikan berdasarkan tool PAM menambah komposisi tenaga kerja yang
dibutuhkan, Perbaikan berdasarkan tool QFM agar tenaga kerja lebih
konsentrasi dalam memahami gambar teknik., Setelah perbaikan didapat
pemanfaatn input (waktu produksi) yang lebih kecil mampu menghasilkan
produk sama dengan input awal (waktu sebelum perbaikan) dan mampu
meningkatkan produktivitas kerja.
3. Suprijotomo, (2007) dengan judul : Estimasi Pengurangan Biaya dan Waktu
Dengan Lean Manufacturing Untuk Meningkatkan Produktivitas Di Bagian
Fabrikasi Mesin PT. Varia Usaha - Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi pengurangan biaya dengan lean manufacturing untuk meningkatkan produktivitas kerja, mendapatkan keuntungan bagi perusahaan dan mereduksi aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah.
PT. Varia Usaha adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan beton yang berlokasi di kota Gresik. Namun kesulitan untuk mengidentifikasi dan mereduksi permasalahan yang ada, perusahaan tidak total dalam mengatasi masalah tersebut. Kelalaian dalam mematikan mesin yang sudah tidak diopersikan dan komponen yang tidak seharusnya dipakai untuk kapasitas mesin membuat energi listrik yang terbuang percuma cukup besar dan banyak gerakan yang tidak perlu dilakukan oleh operator.
(54)
Dari permasalahan tersebut, peneliti menemukan adanya pemborosan (waste)
pada perusahaan tersebut berupa : proses yang tidak sesuai (excess processing)
dan gerakan yang tidak perlu (motion). Maka dari itu peneliti menggunakan metode Lean Manufacturing untuk mereduksi waste yang ada di perusahaan tersebut.
Dari penelitian yang dilakukan di lantai produksi PT. Varia Usaha Gresik,. Penelitian ini untuk mengestimasi usaha perbaikan dilakukan pada produk Cement Bulk Tank dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas yang tidak mempunyai nilai tambah atau waste sehingga lead time produksi dan biaya bisa dikurangi.
Dari proses pengolahan data, diperolehmapping yang terpilih yaitu Process Activity Mapping dan Supply Chain Response Matrix. Hasil pengolahan Process Activity Mapping diketahui bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah sebesar 84.815 menit. Usaha perbaikan dilakukan untuk menurunkan lead time produksi didapatkan pengurangan dari kondisi awal 86 hari menjadi 74 hari. Sedangkan pengurangan biaya untuk 1 unit tanker adalah Rp. 13.714.125 atau sebesar 21.2 %.
(55)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam pengambilan data pada tugas akhir ini, penulis mengambil dan mengumpulkan data dari PT. Rexplast Plant 1 Sidoarjo, yang berlokasi di Jl.
Berbek Industri V No. 10 Sidoarjo. Pengambilan data dilaksanakan dibagian
produksi pada proses pembuatan botol baby powder Johnson & Johnson Sifterless
50 gram LV pada bulan Januari 2011 sampai data itu tercukupi.
3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Variabel merupakan segala sesuatu yang mempunyai variasi, perbedaan
nilai yang terukur. Dalam identifikasi variabel ini terdapat variabel-variabel yang
didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam penggunaan
Lean Manufacturing beserta definisi operasionalnya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Dalam hal ini variabel bebasnya
adalah :
1. Data Pemborosan Dari Perusahaan
Data pemborosan ini adalah data yang ada di dalam perusahaan berupa data
(56)
2. Data Aliran Bahan
Data yang menggambarkan kedatangan bahan baku sampai pada proses
produksi.
3. Data Aliran Informasi
Data yang menggambarkan pemesanan produk dari pelanggan samapi menjadi
produk dan dikirim ke pelanggan.
4. Data Waktu Produksi
Waktu produksi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu
produk. Total waktu yang dimaksud adalah jumlah dari total waktu proses
operasi yang dialami oleh produk pada saat proses produksi.
5. Kuisioner Untuk Penilaian Waste
Penyusunan dan penyebaran kuisioner dilakukan untuk memperoleh data
penelitian mengenai sembilan jenis pemborosan. Adapun jenis sembilan
pemborosan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan, Kesehatan, Keselamatan
Adalah suatu prinsip yang mengutamakan faktor lingkungan, kesehatan
dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja
dalam melakukan kegiatan berkerja bisa diminimalisasi atau bahkan
dihilangkan.
b. Produksi berlebih
Overproduction adalah kegiatan menghasilkan barang yang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya.
(57)
Menunggu adalah proses menunggu kedatangan material, informasi,
peralatan dan perlengkapan, dan semua hal yang membuat organisasi
berhenti beraktivitas.
d. Transportasi
Transportasi adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang
relatif jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan
waktu penanganan material bertambah.
e. Proses yang tidak sesuai
Excess Process adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan
tool yang tidak sesuai dengan fungsinya. f. Persediaan yang tidak perlu
Persediaan yang tidak perlu adalah penyimpanan melebihi volume gudang
yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau
material yang sudah kadaluarsa. g. Gerakan yang tidak perlu
Gerakan yang tidak perlu adalah gerakan yang melibatkan konsep
ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan
gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol
yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, dll.
(1)
perbaikannya adalah pengawasan ditingkatkan dan melakukan pemberitahuan terhadap tenaga kerja tentang pentingnya K3
h. Persediaan tidak perlu
Pemborosan ini terjadi karena adanya kebijakan perusahaan yang kurang efektif dalam persiapan menyediakan bahan baku. Usulan perbaikannya jumlah material yang akan dipersiapkan harus disesuaikan dengna jumlah permintaan konsumen.
i. Gerakan tidak perlu
Pemborosan ini terjadi karena kurang ergonomisnya fasilitas dan peralatan kerja. Usulan perbaikannya adalah dengan melakukan pembenahan fasilitas dan peralatan kerja.
Setelah usulan perbaikan tersebut diatas dilakukan maka pemborosan yang terjadi dilantai produksi dapat diminimasi, khususnya untuk pemborosan jenis menungggu dengan hasil perbaikan value stream sebagaiberikut :
1. Pengurangan waktu menunggu di area persiapan mixing dari 1850 detik menjadi 1580 detik.
2. Pengurangan waktu menunggu di area persiapan Blow Moulding dari 1850 2850 detik.
Dari hasil perbaikan tersebut dapat ditunjukkan ke dalam big picture mapping (future state map) berikut ini :
(2)
Dept.
Produksi
Supplier
Customer
Dept.
Pemasaran
Purchasing
61
23
24
22
600 180 Gudang bahan bakuGudang produk jadi Area persiapan
1580 240
6050 detik (Non Value Added Time)
4773 detik (Value Added Time)
PPIC
2850 4050 120 423 900 60(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemborosan yang teridentifikasi adalah kecacatan; menunggu; produksi berlebih; proses yang tidak perlu; pekerja yang kurang professional; transportasi; lingkungan, keselamatan dan kesehatan; persediaan yang tidak perlu; gerakan yang tidak perlu.
2. Berdasarkan hasil identifikasi pemborosan dan analisa diperoleh usulan perbaikan sebagai berikut :
a. Kecacatan, usulan perbaikannya operator erlu menjaga kebersihan material dan setting mesin perlu disesuiakan.
b. Menunggu, usulan perbaikannya adalah merubah kebijakan perusahaan
dalam persiapan mesin printing sehingga dapat menekan waiting menjadi 1580 detik.
c. Produksi berlebih, usulan perbaikannya harus menyesuaikan produksi dengan permintaan konsumen.
(4)
f. Transportasi, usulan perbaikannya adalah melakukan pembenahan layout lantai produksi. Menambah tenaga kerja.
g. Lingkungan keselamatan dan kesehatan kerja, usulan perbaikannya adalah pengawasan ditingkatkan dan melakukan pemberitahuan terhadap tenaga kerja tentang pentingnya K3
h. Persediaan tidak perlu, usulan perbaikannya jumlah material yang akan dipersiapkan harus disesuaikan dengan jumlah permintaan konsumen.
i. Gerakan tidak perlu, usulan perbaikannya adalah dengan melakukan
pembenahan fasilitas dan peralatan kerja.
5.2Saran
Berikut adalah beberapa saran yang diberikan kepada perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini :
1. Pemborosanyang telah teridentifikasi segera dikurangi, sebab hal tersebut bisa merugikan perusahaan.
2. Usulan rekomendasi perbaikan dengan menggunakan FMEA (Failure Mode
Effect and Analysis) dapat dijadikan acuan untuk mengurangi pemborosan yang terjadi di area produksi.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Ford Motor Company, 1992, World Wide Potential Failure Mode and Effect
Analysis, System – Design – Process Hand Book.
Gaspersz, Vincent, 2007, Lean Six Sigma for Manufacture and Service
Industries, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hidayat, Ninik, 2009, “Analisis Pemborosan Perusahaan Mebel Dengan
Pendekatan Lean Manufacturing” Jurnal Lean Manufacturing, Vol IV,
No 2.
Hines, P. and N. Rich., 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools.
International Journal of Operation & Production Management, Vol.1, Iss.1. Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”. Lean Enterprise Research Center
Cardiff, Bussines School, USA.
James, Ucok MP Marpaung, (2008), ”Pengurangan Waste Di Lantai Produksi
Dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan
Produktivitas Kerja Perusahaan Di PT. Barata Indonesia (Persero)”,
Jurnal Lean Manufacturing.
Liker, Jefery K, 2006, The Toyota Way, Penerbit Erlangga, Jakarta. Osada, Takashi, 2002, Sikap Kerja 5S, Penerbit PPM, Jakarta.
Prasetyo, Danang, 2010, “Analisis Pemborosan Pada Lantai Produksi Dengan Metode Lean Manufacturure Di PT. Wowin Purnomo Trenggalek”, Skripsi.
Rachman, Budi Utomo, 2010, ”Penerapan Lean Manufacturing Untuk
Menganalisis Dan Mereduksi Waste Di PT. Tjakrindo Mas, Gresik ( Studi Kasus : PT. Tjakrindo Mas, Gresik)” , Skripsi.
Salim, Drs. H. A. Abbas, S.E., M.A., 1993, Manajemen Transportasi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
(6)
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R., dan Tjakraadmaja, J.H., 1979, Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri, ITB, Bandung.
Suzaki, Kiyoshi, 1997, Tantangan Industri Manufaktur, Penerbit PT. Subur Jaringan Cetak Terpadu, Jakarta.
The Haviland Consulting Group, 1998, Failure Mode & Effectiveness Analysis Methodology, http://www.Fmeca.com.
Utami, Catur Jurniati, (2009), “Pengurangan Waste Di Lantai Produksi
Dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan
Produktivitas Kerja Perusahaan Di PT. Pabrik Karung Rosella Baru (PTPN) Surabaya”, Jurnal Lean Manufacturing.
Yamit, Drs. Zulian, M.Si, Manajemen Persediaan, Penerbit EKONISA Kampus Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.