tetapi, apabila inventor tidak melaksanakannya maka patennya dicabut. Dan bagi inventor ini merupakan suatu penghargaan bagi kemampuan
intelektualitas.
33
Hak inventor yang dimaksudkan menurut UU Paten Tahun 2001 adalah hak inventor berupa ide yang lahir dari kemampuan inventor dalam
memecahkan masalah di bidang teknologi yang dapat diterapkan dalam industri. Jadi yang dilindungi bukan hasil dalam bentuk produk materil
melainkan ide dari kemampuan intelektual seseorang yang kemudian dilaksanakan selama waktu tertentu serta membutuhkan tenaga dan biaya.
Oleh karena itu, hasil invensi tersebut memiliki nilai ekonomi yang dapat menjadi objek harta kekayaan property. Hak atas daya pikir intelektual
dalam bidang teknologi tersebut dapat diakui menurut hukum sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak terwujud, dikenal juga sebagai hak paten.
34
B. Sejarah dan Perkembangan Paten di Indonesia
Pada awalnya paten hanya diberikan untuk menarik para ahli dari luar negeri yang dimaksudkan agar para ahli tersebut dapat
mengembangkan keahliannya sehingga dapat membuat negara yang bersangkutan lebih maju. Paten atau octroi ini telah ada sejak abad ke-14
33
Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 206.
34
OK. Saidin, Op.Cit, hal. 228.
Universitas Sumatera Utara
dan 15 di beberapa negara maju seperti Inggris dan Italia. Pemberian paten tersebut menjadi semacam “izin menetap” bagi inventor. Namun peraturan
mengenai pemberian hak paten itu sendiri baru ada pada abad ke-16. Dengan perkembangan waktu dan kemajuan teknologi, pada abad
ke-20 perkembangan paten mengalami perubahan dari semacam “izin menetap” dan sebagai “hadiah” bagi para ahli dari luar negeri menjadi hak
atas penemuan invensi yang diperoleh seorang penemu inventor. Perkembangan ini terjadi di negara-negara Amerika Utara dan Amerika
Selatan dan diikuti oleh negara-negara di Eropa dan di Kawasan Asia.
35
Di Indonesia
perlindungan paten diatur berdasarkan octroiwet 1910 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 1912. Kemudian penyempurnaan UU
Paten baru dapat dilakukan setelah Indonesia merdeka. UU octrooi dianggap tidak sesuai dengan negara Indonesia yang berdaulat. Namun,
tidak berlakunya UU octrooi tersebut tidak langsung diikuti dengan pembentukan UU Paten yang baru, sehingga Menteri Kehakiman
mengeluarkan pengumuman No. J.55414 tentang Pendaftaran sementara Octrooi tanggal 12 Agustus 1953 dan Pengumuman Menteri Kehakiman
No. JG.1217 tentang Permohonan Octroi Dari Luar Negeri tanggal 29 Oktober 1953.
35
Ibid, hal. 229.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan paten
di Indonesia setelah kemerdekaan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1989, yang merupakan Undang-undang Paten pertama
yang dibuat oleh bangsa Indonesia, selanjutnya UU octrooi dinyatakan tidak berlaku lagi. UU No. 6 Tahun 1989 mulai berlaku efektif sejak
tanggal 1 Agustus 1991. Sesuai
dengan perkembangannya, Indonesia sebagai salah satu
anggota WTO yang telah ikut dalam meratifikasi Agreement Establishing The world Trade Organization dituntut untuk melakukan perubahan
terhadap undang-undang No. 6 Tahun 1989. Sebagai konsekuensinya, Indonesia membentuk UU No.13 tahun 1997 yang dipandang perlu untuk
mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan dalam UU No.6 Tahun 1989 sesuai dengan norma-norma dan standar perlindungan hukum
HKI secara international. Dilakukannya perubahan terhadap UU No.6 Tahun 1989, maka UU No.13 Tahun 1997 kemudian disahkan pada
tanggal 7 Mei 1997.
36
Selanjutnya dengan
perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional menuntut pemberian perlindungan paten yang lebih efektif.
Indonesia kembali melakukan pembaruan terhadap UU No.13 Tahun
36
Budi Agus Riswandi dan M, Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, . Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004, hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
1997. Pembaruan ini disesuaikan dengan ratifikasi TRIPs-WTO. Dengan demikian Indonesia kembali mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001.
Kemudian dapat
juga dijelaskan bahwa konvensi mengenai paten
diawali dengan keikutsertaan Indonesia dalam konvensi Paris. Konvensi Paris dikenal dengan The Paris Convention For The Protection Industrial
Property merupakan konvensi yang mengatur mengenai perlindungan paten secara international. Konvensi Paris ini diselenggarakan tahun 1880
di Paris yang dihadiri beberapa negara. Akan tetapi, persetujuan tersebut baru dapat ditandatangani pada tahun 1883, sehingga lebih dikenal dengan
Uni Paris 1883.
37
Konvensi Paris tersebut memuat 3 tiga hal penting, yaitu : 1.
Ketentuan-ketentuan pokok mengenai prosedur, antara lain mengenai prosedur menjadi anggota Uni. Setiap negara harus
mengajukan permohonan secara resmi untuk dapat menjadi anggota. Dan negara tersebut akan terikat pada naskah konvensi
yang telah ada.
2. Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman wajib negara anggota Uni,
antara lain adanya perlakuan kesamaan hak nasional national treatment.
3. Ketentuan-ketentuan mengenai materi paten itu sendiri. Konvensi
Paris mulai berlaku sejak tanggal 2 Maret 1883, yang kemudian secara berkala terus direvisi.
38
37
Muhammad Djumhana dan R, Djubaedillah, Op, cit,, hal. 105.
38
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia ikut meratifikasi konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1973 pada tanggal 10 Mei 1979. Selain itu,
Indonesia juga meratifikasi Convention Establishing The World Intellectual Property Organization WIPO. Hak kekayaan industri yang
dilindungi menurut Konvensi Paris adalah paten, model dan rancang bangunan utility models, desain industri, merek dagang, rahasia dagang,
nama dagang, serta indikasi dan sebutan asal. Selain
konvensi Paris,
ada beberapa konvensi yang dilakukan
dalam perkembangan perlindungan paten. Konvensi Strasbourg yang diadakan pada tahun 1971.
. Konvensi tersebut, menurut Abdul Kadir Muhammad adalah :
untuk memudahkan pelaksanaan terhadap penemuan yang sehingga perlu adanya suatu sistem klasifikasi secara internasional untuk
paten. WIPO dianggap sebagai sarana yang dapat mengurusi hal tersebut. Konvensi ini kemudian direvisi kembali tahun 1979 dan
menurut konvensi tersebut, semua anggota Konvensi Paris dapat tunduk pada Konvensi Strasbourg ini.
39
Namun selain
konvensi-konvensi tersebut di atas, ada pula
perjanjian kerja sama paten Patent Cooperation TreatyPCT yang ditandatangani di Amerika Serikat pada tahun 1970. Konvensi ini
mengatur masalah kerjasama berkenaan dengan pemeriksaan paten. Melalui PCT suatu paten yang telah diperoleh di suatu negara dapat diakui
39
Ibid, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
dan dilindungi di negara-negara lain. Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut maka suatu negara peserta dapat mengetahui apakah suatu paten
yang dimohonkan itu memenuhi syarat novelty di negara inventor tersebut. Indonesia
sendiri baru
pada tahun 1953 kembali menjadi anggota
Uni Paris. Sebelumnya Indonesia tidak diakui karena tidak mengajukan pernyataan tertulis untuk ikut dalam Konvensi Paris. Setelah Indonesia
kembali menjadi anggota Uni Paris, maka Indonesia mengesahkan Konvensi WIPO melalui Keppres. Nomor 24 Tahun 1979, sebagaimana
telah diubah dengan Keppres. Nomor 15 Tahun 1997. Sekaligus mengesahkan pula Patent Cooperation Treaty PCT berdasarkan
Keppres. Nomor 16 Tahun 1997.
40
Selain itu,
dalam kerangka perjanjian multilateral GATT saat ini
menjadi WTO, pada bulan April 1994 di Marakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling
lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Punta del Este, Uruguay, yang dikenal dengan
Uruguay Round antara lain memuat persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual Agreement on Trade Aspects of
Intellectual Property RightsTRIPs. Persetujuan TRIPs memuat norma-
40
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal. 108-109.
Universitas Sumatera Utara
norma dan standar perlindungan bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual
sebagai dasar. Di samping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan pelaksanaan penegakan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual secara
ketat.
41
Sebagai salah
satu negara yang telah menandatangani persetujuan Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia Agreement
Establishing The World Trade Organization.
C. Pengertian dan Kriteria Invensi Paten Sederhana