penelitian, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden dan keputusan menteri yang berkaitan
dengan perlindungan hak paten. b.
Bahan hukum sekunder adalah bahan bacaan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa
konsideren, serta kajian tentang perlindungan hukum bagi inventor paten sederhana khususnya terhadap paten produk alat
teknologi pertanian di Kota Medan. c.
Bahan hukum tersier, berupa ensiklopedia dan kamus-kamus hukum, yang memberikan penjelasan terhadap
istilah- istilah hukum yang dipergunakan dalam Hak Kekayaan
Intelektual.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan library research dan penelitian lapangan field research. Penelitian
kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen, buku-buku teks,
teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel dan tulisan- tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian lapangan
dilakukan untuk memperoleh data primer
dengan mewawancarai para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendaftaran paten khususnya terhadap paten sederhana.
5. Analisa Data
Di dalam
penelitian hukum
normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap
bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan
pekerjaan analisis dan konstruksi.
27
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan
primer, sekunder maupun tersier, untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban
yang baik pula.
28
Analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif sekaligus pula kuantitatif karena kedua pendekatan tersebut
27
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 251.
28
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002, hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
pada dasarnya bersifat saling melengkapi.
29
Artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap
permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.
30
Data primer yang dimanfaatkan dalam menjawab permasalahan yang diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang
sudah terkumpul diseleksi, diklasifikasikan dan disusun dalam suatu tabulasi sesuai kelompok pembahasan yang telah direncanakan.
Selanjutnya dilakukan pembahasan analisis dengan cara membandingkan data terhadap teori-teori, maupun ketentuan-ketentuan
tentang pelaksanaan pendaftaran paten, khususnya terhadap paten sederhana di Kota Medan.
29
Soerjono Soekanto, Op. cit, hal. 69.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KRITERIA INVENSI PATEN SEDERHANA
DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN
A. Paten Sebagai Benda Immateril dan Bagian Hak Kekayaan Industri
Dalam memahami lingkup Hak Kekayaan Intelektual, perlu diketahui bahwa HKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda
tidak berwujud immateril. Dalam arti hukum yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang menjadi objek hak. Semua benda dapat
diperjualbelikan, dapat diwariskan dan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dalam KUH Perdata yang menempatkan HKI dalam sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam Pasal 499 KUH
Perdata dijelaskan bahwa “barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik”. HKI merupakan hak yang lahir dari
kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal tersebut sejalan
dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503 KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh berwujud dan
barang yang tidak bertubuh tidak berwujud. HKI dapat menjadi objek hak benda yang merupakan hak absolut
atas suatu benda berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut
27
Universitas Sumatera Utara
atas benda tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak
berwujud immateril, sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda
terwujud materil.
31
HKI dikelompokkan dalam beberapa bagian yaitu : 1.
Hak cipta copy rights 2.
Hak kekayaan industri industrial property rights, yang terdiri dari :
a. Paten
b. Merek
c. Desain Idustri
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
e. Rahasia Dagang
f. Varietas Tanaman.
Hak paten merupakan bagian yang dilindungi dalam lingkungan hak kekayaan industri. Hak paten tersebut diberikan kepada inventor
berupa hak eksklusif. Hak eksklusif itu diperoleh dari hasil kemampuan daya cipta inventor dalam melakukan suatu penelitian di bidang teknologi
31
O.K. Saidin, Op. Cit.
Universitas Sumatera Utara
yang diterapkan dalam industri baik yang merupakan temuan baru maupun pengembangan dari invensi sebelumnya. Hak eksklusif ini diberikan
dalam jangka waktu tertentu. Hak
eksklusif yang
diberikan kepada inventor merupakan hak
absolut, sehingga hanya inventor yang memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Suatu invensi akan mendatangkan keuntungan
ekonomi yang tidak hanya dinikmati oleh pemilik namun dapat juga dinikmati oleh pihak lain melalui lisensi. Dengan demikian inventor akan
memperoleh keuntungan, yang tidak hanya keuntungan dari penggunaan sendiri tetapi dari keuntungan royalti dari lisensor.
Suatu invensi
harus mengandung langkah inventif inventive step,
baik itu temuan baru maupun pengembangan dari invensi sebelumnya. Hal ini menuntut inventor untuk terus kreatif dalam menemukan suatu invensi,
sehingga suatu produk memiliki mutu atau kualitas yang bagus yang bernilai tinggi. Namun, unsur teknologi dan industri juga memiliki
peranan yang penting. Invensi harus dalam bidang teknologi dan dapat diterapkan dalam industri industri applicability.
32
Dengan adanya
hak eksklusif,
inventor akan mendapatkan hak monopoli untuk melaksanakan atau mendayagunakan invensinya. Akan
32
Ibid, hal. 227.
Universitas Sumatera Utara
tetapi, apabila inventor tidak melaksanakannya maka patennya dicabut. Dan bagi inventor ini merupakan suatu penghargaan bagi kemampuan
intelektualitas.
33
Hak inventor yang dimaksudkan menurut UU Paten Tahun 2001 adalah hak inventor berupa ide yang lahir dari kemampuan inventor dalam
memecahkan masalah di bidang teknologi yang dapat diterapkan dalam industri. Jadi yang dilindungi bukan hasil dalam bentuk produk materil
melainkan ide dari kemampuan intelektual seseorang yang kemudian dilaksanakan selama waktu tertentu serta membutuhkan tenaga dan biaya.
Oleh karena itu, hasil invensi tersebut memiliki nilai ekonomi yang dapat menjadi objek harta kekayaan property. Hak atas daya pikir intelektual
dalam bidang teknologi tersebut dapat diakui menurut hukum sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak terwujud, dikenal juga sebagai hak paten.
34
B. Sejarah dan Perkembangan Paten di Indonesia
Pada awalnya paten hanya diberikan untuk menarik para ahli dari luar negeri yang dimaksudkan agar para ahli tersebut dapat
mengembangkan keahliannya sehingga dapat membuat negara yang bersangkutan lebih maju. Paten atau octroi ini telah ada sejak abad ke-14
33
Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 206.
34
OK. Saidin, Op.Cit, hal. 228.
Universitas Sumatera Utara
dan 15 di beberapa negara maju seperti Inggris dan Italia. Pemberian paten tersebut menjadi semacam “izin menetap” bagi inventor. Namun peraturan
mengenai pemberian hak paten itu sendiri baru ada pada abad ke-16. Dengan perkembangan waktu dan kemajuan teknologi, pada abad
ke-20 perkembangan paten mengalami perubahan dari semacam “izin menetap” dan sebagai “hadiah” bagi para ahli dari luar negeri menjadi hak
atas penemuan invensi yang diperoleh seorang penemu inventor. Perkembangan ini terjadi di negara-negara Amerika Utara dan Amerika
Selatan dan diikuti oleh negara-negara di Eropa dan di Kawasan Asia.
35
Di Indonesia
perlindungan paten diatur berdasarkan octroiwet 1910 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 1912. Kemudian penyempurnaan UU
Paten baru dapat dilakukan setelah Indonesia merdeka. UU octrooi dianggap tidak sesuai dengan negara Indonesia yang berdaulat. Namun,
tidak berlakunya UU octrooi tersebut tidak langsung diikuti dengan pembentukan UU Paten yang baru, sehingga Menteri Kehakiman
mengeluarkan pengumuman No. J.55414 tentang Pendaftaran sementara Octrooi tanggal 12 Agustus 1953 dan Pengumuman Menteri Kehakiman
No. JG.1217 tentang Permohonan Octroi Dari Luar Negeri tanggal 29 Oktober 1953.
35
Ibid, hal. 229.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan paten
di Indonesia setelah kemerdekaan diatur dalam UU No. 6 Tahun 1989, yang merupakan Undang-undang Paten pertama
yang dibuat oleh bangsa Indonesia, selanjutnya UU octrooi dinyatakan tidak berlaku lagi. UU No. 6 Tahun 1989 mulai berlaku efektif sejak
tanggal 1 Agustus 1991. Sesuai
dengan perkembangannya, Indonesia sebagai salah satu
anggota WTO yang telah ikut dalam meratifikasi Agreement Establishing The world Trade Organization dituntut untuk melakukan perubahan
terhadap undang-undang No. 6 Tahun 1989. Sebagai konsekuensinya, Indonesia membentuk UU No.13 tahun 1997 yang dipandang perlu untuk
mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan dalam UU No.6 Tahun 1989 sesuai dengan norma-norma dan standar perlindungan hukum
HKI secara international. Dilakukannya perubahan terhadap UU No.6 Tahun 1989, maka UU No.13 Tahun 1997 kemudian disahkan pada
tanggal 7 Mei 1997.
36
Selanjutnya dengan
perkembangan ekonomi baik nasional maupun internasional menuntut pemberian perlindungan paten yang lebih efektif.
Indonesia kembali melakukan pembaruan terhadap UU No.13 Tahun
36
Budi Agus Riswandi dan M, Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, . Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004, hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
1997. Pembaruan ini disesuaikan dengan ratifikasi TRIPs-WTO. Dengan demikian Indonesia kembali mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001.
Kemudian dapat
juga dijelaskan bahwa konvensi mengenai paten
diawali dengan keikutsertaan Indonesia dalam konvensi Paris. Konvensi Paris dikenal dengan The Paris Convention For The Protection Industrial
Property merupakan konvensi yang mengatur mengenai perlindungan paten secara international. Konvensi Paris ini diselenggarakan tahun 1880
di Paris yang dihadiri beberapa negara. Akan tetapi, persetujuan tersebut baru dapat ditandatangani pada tahun 1883, sehingga lebih dikenal dengan
Uni Paris 1883.
37
Konvensi Paris tersebut memuat 3 tiga hal penting, yaitu : 1.
Ketentuan-ketentuan pokok mengenai prosedur, antara lain mengenai prosedur menjadi anggota Uni. Setiap negara harus
mengajukan permohonan secara resmi untuk dapat menjadi anggota. Dan negara tersebut akan terikat pada naskah konvensi
yang telah ada.
2. Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman wajib negara anggota Uni,
antara lain adanya perlakuan kesamaan hak nasional national treatment.
3. Ketentuan-ketentuan mengenai materi paten itu sendiri. Konvensi
Paris mulai berlaku sejak tanggal 2 Maret 1883, yang kemudian secara berkala terus direvisi.
38
37
Muhammad Djumhana dan R, Djubaedillah, Op, cit,, hal. 105.
38
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia ikut meratifikasi konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 1973 pada tanggal 10 Mei 1979. Selain itu,
Indonesia juga meratifikasi Convention Establishing The World Intellectual Property Organization WIPO. Hak kekayaan industri yang
dilindungi menurut Konvensi Paris adalah paten, model dan rancang bangunan utility models, desain industri, merek dagang, rahasia dagang,
nama dagang, serta indikasi dan sebutan asal. Selain
konvensi Paris,
ada beberapa konvensi yang dilakukan
dalam perkembangan perlindungan paten. Konvensi Strasbourg yang diadakan pada tahun 1971.
. Konvensi tersebut, menurut Abdul Kadir Muhammad adalah :
untuk memudahkan pelaksanaan terhadap penemuan yang sehingga perlu adanya suatu sistem klasifikasi secara internasional untuk
paten. WIPO dianggap sebagai sarana yang dapat mengurusi hal tersebut. Konvensi ini kemudian direvisi kembali tahun 1979 dan
menurut konvensi tersebut, semua anggota Konvensi Paris dapat tunduk pada Konvensi Strasbourg ini.
39
Namun selain
konvensi-konvensi tersebut di atas, ada pula
perjanjian kerja sama paten Patent Cooperation TreatyPCT yang ditandatangani di Amerika Serikat pada tahun 1970. Konvensi ini
mengatur masalah kerjasama berkenaan dengan pemeriksaan paten. Melalui PCT suatu paten yang telah diperoleh di suatu negara dapat diakui
39
Ibid, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
dan dilindungi di negara-negara lain. Dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut maka suatu negara peserta dapat mengetahui apakah suatu paten
yang dimohonkan itu memenuhi syarat novelty di negara inventor tersebut. Indonesia
sendiri baru
pada tahun 1953 kembali menjadi anggota
Uni Paris. Sebelumnya Indonesia tidak diakui karena tidak mengajukan pernyataan tertulis untuk ikut dalam Konvensi Paris. Setelah Indonesia
kembali menjadi anggota Uni Paris, maka Indonesia mengesahkan Konvensi WIPO melalui Keppres. Nomor 24 Tahun 1979, sebagaimana
telah diubah dengan Keppres. Nomor 15 Tahun 1997. Sekaligus mengesahkan pula Patent Cooperation Treaty PCT berdasarkan
Keppres. Nomor 16 Tahun 1997.
40
Selain itu,
dalam kerangka perjanjian multilateral GATT saat ini
menjadi WTO, pada bulan April 1994 di Marakesh, Maroko, telah berhasil disepakati satu paket hasil perundingan perdagangan yang paling
lengkap yang pernah dihasilkan oleh GATT. Perundingan yang telah dimulai sejak tahun 1986 di Punta del Este, Uruguay, yang dikenal dengan
Uruguay Round antara lain memuat persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual Agreement on Trade Aspects of
Intellectual Property RightsTRIPs. Persetujuan TRIPs memuat norma-
40
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal. 108-109.
Universitas Sumatera Utara
norma dan standar perlindungan bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian internasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual
sebagai dasar. Di samping itu, persetujuan tersebut mengatur pula aturan pelaksanaan penegakan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual secara
ketat.
41
Sebagai salah
satu negara yang telah menandatangani persetujuan Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia Agreement
Establishing The World Trade Organization.
C. Pengertian dan Kriteria Invensi Paten Sederhana
1. Pengertian PatenPaten Sederhana. Istilah paten yang dipakai dalam peraturan hukum di Indonesia saat
ini menggantikan istilah octrooi yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata “auctor” atau autorizare yang berarti dibuka. Namun sesuai
perkembangan, istilah lebih populer, istilah paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu “patent”.
42
41
Sri Walny Rahayu, Op. Cit.
42
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit,, hal. 109
Universitas Sumatera Utara
Kata auctor yang berarti dibuka dapat diartikan bahwa suatu invensi menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum. Namun tidak berarti
setiap orang dapat melaksanakan invensi tersebut tanpa ada izin dari inventornya. Invensi baru menjadi milik umum public domain apabila
telah habis masa perlindungan patennya, dan pada saat itu paten baru terbuka untuk umum. Adanya informasi mengenai terbukanya invensi
tersebut, memberikan kesempatan untuk orang lain yang berminat untuk pengembangan teknologi selanjutnya berdasarkan invensi tersebut.
Sukandarrumidi mengatakan
bahwa hak paten adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan produk atau proses yang
berguna bagi manusia, yang dipergunakan untuk menikmati secara ekonomis hasil dari kreativitas intelektual.
43
Di dalam Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Paten diartikan sebagai :
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, dalam jangka waktu tertentu
melaksanakan sendiri penemuannya atau memberikan persetujuan pada orang lain untuk melaksanakannya. Persyaratan bahwa suatu
penemuan dapat dikategorikan ke dalam paten harus mengandung unsur kebaruan novelty, memiliki langkah-langkah inventif
inventive steps dan dapat diaplikasikan di industri industrial applicability.
44
43
Sukandarrumidi, Paten, Pusat Pelayanan HAKI, UGM, 2007, hal. 1.
44
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Paten, http:www.total.or.idinfo.html, diakses Mei 2009.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan paten adalah “Hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi , yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”.
Penjelasan dari definisi di atas bahwa paten merupakan hak eksklusif yang hanya diberikan kepada inventor selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya atau memberikan izin kepada orang lain untuk melaksanakan paten tersebut. Invensi tersebut khusus di bidang
teknologi yang dapat diterapkan dalam industri. Orang lain dilarang melaksanakan paten tanpa ada persetujuan inventor atau pemegang paten.
Di negara-negara lain paten sederhana dikenal dengan istilah utility models atau petty patent, “yang diberikan untuk barang-barang atau alat-
alat yang digunakan sehari-hari”.
45
Dalam UU Paten Tahun 2001 tidak ditemukan rumusan pengertian utility model, hanya memberikan batasan ruang lingkup utility model.
Hal ini dicantumkan dalam Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, yang menyebutkan bahwa “setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan
45
Amir Pamuntjak, dkk, Sistem Paten, Djambatan, Jakarta, 1994, hal. 160.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, kontruksi atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum
dalam bentuk paten sederhana”. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang
berbentuk produk atau alat yang baru dan memiliki nilai praktis dari invensi sebelumnya.
Paten dan paten sederhana merupakan hak khusus yang diberikan kepada penemu inventor. Menurut Kamus Komputer dan Teknologi
Informasi, Hak khusus exclusive rights diberikan kepada penemu atau pemegang paten untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan
melarang orang lain tanpa persetujuan membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
46
Sedangkan Penemu adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, yang melaksanakan kegiatan yang menghasilkan
penemuan
47
dan pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain
yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas, yang terdaftar
46
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Op.cit.
47
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dalam Daftar Umum Paten.
48
Kecuali diperjanjikan lain dalam suatu perjanjian kerja, maka yang berhak memperoleh paten atas suatu
penemuan yang dihasilkan adalah pihak yang memberikan pekerjaan. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk penemuan yang dihasilkan oleh
karyawan atau pekerja yang menggunakan data dan sarana yang tersedia dalam pekerjaannya, sekalipun perjanjian kerja tersebut tidak
mengharuskannya untuk menghasilkan penemuan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU Paten Tahun 2001
disebutkan bahwa yang menjadi subjek paten adalah penemu inventor, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 UU Paten Tahun 2001 yaitu :
1. Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang
menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan. 2.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama, hak atas inventor tersebut dimiliki secara bersama-
sama pula oleh para inventor yang bersangkutan.
Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas
paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
48
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Inventor adalah
seseorang yang
secara sendiri atau beberapa orang yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan
yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 3 UU Paten Tahun 2001. Oleh sebab itu seseorang atau beberapa
orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas
suatu invensi yang dihasilkannya. Namun
apabila terbukti
lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal
11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam
permohonan. Dengan demikian, hak dan kewajiban yang dimiliki seorang
pemegang paten adalah meliputi : 1 Hak yang Dimiliki Pemegang Paten
a. Hak eksklusif dan melarang orang lain
b. Memberi lisensi
c. Menggugat ganti rugi
d. Menuntut orang yang melanggar
2 Kewajiban Pemegang Paten
a. Membayar biaya pemeliharaan
b. Wajib melaksanakan patennya di Indonesia.
49
49
Sukandarrumidi, Op.cit, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dalam hal inventor mendaftarkan invensinya, maka terhadapnya akan menimbulkan hak dan kewajiban sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan Undang-undang Paten Tahun 2001. Menurut
Rachmadi Usman,
mengenai hal yang dianggap sebagai pemilik paten ini diatur dalam Pasal 12 UU Paten Tahun 2001.
Berdasarkan Pasal 12 UU Paten Tahun 2001 ini, inventor yang terikat dalam hubungan kerja secara bersama-sama dapat memiliki
hak atas paten tersebut secara kolektif, kecuali ada perjanjian lain yang telah ditentukan sebelumnya. Dan hak ekonomis atas paten
tersebut pun dapat dialihkan atau beralih kepada orang lain. Sebagai imbalannya inventor akan memperoleh manfaat ekonomis
yang dibayar dalam jumlah tertentu yang disepakati oleh kedua pihak. Namun pengalihan ini tidak menghapus hak moral yang
dimiliki inventor untuk tetap dicantumkan dalam sertifikat paten.
50
Inventor memiliki hak eksklusif untuk memperoleh manfaat ekonomis dari hasil invensinya. Dalam Pasal 16 UU Paten Tahun 2001
disebutkan bahwa pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimiliki dan melarang pihak lain tanpa
persetujuannya. Pemberian hak eksklusif tersebut hanya dalam jangka waktu tertentu saja.
Penggunaan invensi
yang semata-mata untuk penelitian dan
pendidikan dikecualikan dalam UU Paten yang diatur Pasal 16 ayat 3 UU Paten Tahun 2001, namun hal tersebut dapat diberikan selama tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang paten itu sendiri.
50
Rachmadi Usman Op cit., hal. 233.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga pelaksanaan invensi tersebut tidak digunakan untuk kepentingan komersial yang dapat merugikan pemegang paten.
Pemegang paten
harus aktif dalam melindungi invensinya.
Pemegang paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang telah diberikan paten di Indonesia. Namun apabila produk atau
penggunaan proses tersebut dilakukan secara regional, maka ia dapat dikecualikan dan pengecualian ini ditujukan untuk menunjang alih
teknologi yang secara tegas disebutkan dalam Pasal 17 UU Paten Tahun 2001.
Paten mempunyai objek yang merupakan temuan invensi dibidang teknologi yang dapat diterapkan dalam perindustrian. Dalam
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Penemuan invention adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang dapat
berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi.
51
Adapun yang menjadi objek paten sederhana itu adalah alat atau produk yang memiliki nilai kebaruan dan dapat diterapkan dalam industri
yang memiliki kegunaan praktis.
51
Kamus Komputer dan Teknologi Informasi, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 angka 2 UU Paten Tahun 2001, Invensi adalah “ide” inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses”. Atau dengan kata lain invensi merupakan ide yang lahir dari
proses intelektualitas inventor yang membuahkan hasil dalam bentuk benda materil yang dapat diterapkan dalam proses industri.
Dari ketentuan Pasal 6 UU Paten Tahun 2001, diketahui bahwa paten sederhana diperuntukkan bagi invensi yang berbentuk produk atau
alat yang sederhana dan memiliki nilai praktis dari pada invensi sebelumnya. Objek paten sederhana tidak mencakup proses, penggunaan,
komposisi dan produk yang merupakan Product by Process.
52
Kriteria yang termasuk paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang berupa alat atau produk dan memiliki
kegunaan yang lebih praktis. Invensi ini bersifat kasat mata tangible yang dalam penemuannya tidak melalui penelitian dan pengembangan
yang mendalam, tetapi memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis.
53
52
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 232.
53
Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
Paten sederhana berbeda dengan paten, tingkat pengembangan teknologi untuk paten sederhana belum mencapai kriterium langkah
invensi sebagaimana yang disyaratkan untuk perlindungan paten. Dalam pemeriksaan substantif, Dirjen. HKI hanya memeriksa kebaruan novelty
dari invensi tersebut yang bukan sekedar berbeda ciri teknisnya melainkan memiliki kegunaan lebih praktis dari invensi sebelumnya. Paten sederhana
juga harus dapat diterapkan dalam industri industri applicability, artinya dapat diproduksi dan diperbanyak karena sifatnya yang memiliki
kegunaan praktis dan mengandung nilai ekonomi didalamnya. Dalam Pasal 105 ayat 1 UU Paten Tahun 2001 menyebutkan
bahwa permintaan paten sederhana hanya diberikan untuk satu invensi. Karena proses penemuannya berlangsung sederhana dan hasilnya pun
bersifat sederhana, maka penemuan yang dihasilkan hanya berupa satu produk atau alat yang kasat mata. Berbeda dengan paten yang dapat
dimintakan untuk satu atau lebih invensi yang merupakan satu kesatuan dari invensi tersebut.
Kata “sederhana”
yang digunakan pada paten sederhana dipahami
bahwa invensinya tidak terlalu rumit secara teknis dan prosedural. Permintaan paten sederhana lebih dipermudah dibandingkan dengan
permintaan paten. Tahapan pemeriksaan substantif dapat langsung
Universitas Sumatera Utara
didahulukan tanpa didahului kewajiban untuk mengumumkan. Biaya yang dikenai lebih dapat ditekan dan tidak terdapat biaya pemeliharaan seperti
pada paten. Paten sederhana menyangkut teknologi yang proses penemuannya dilaksanakan secara sederhana.
2. Kriteria Paten Sederhana. Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa kriteria paten sederhana
adalah sebagai berikut : a.
Kriteria invensi yang termasuk dalam Paten Sederhana adalah merupakan invensi yang berupa produk atau alat yang baru dan
memiliki nilai kegunaan praktis dari pada invensi sebelumnya, disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi atau
komponennya; b.
bersifat kasat mata atau berwujud tangible. c.
sifat baru dalam Paten Sederhana sama dengan Paten biasa yaitu bersifat universal.
Dalam hal perbedaan paten dan paten sederhana, Sukandarrumidi merumuskannya dalam bentuk tabulasi yang antara lain menguraikan
sebagai berikut :
54
54
Sukandarrumidi, Op.cit, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
TABEL 1 Perbedaan Paten Dan Paten Sederhana
No. Keterangan Paten
Paten Sederhana
1. Jumlah Klaim
1 invensi atau lebih yang merupakan
satu kesatuan invensi
1 invensi
2. Masa perlindungan
20 th sejak tgl penerimaan
permohonan paten 10 th sejak tgl
penerimaan permohonan paten
3. Pengumuman
permohonan 18 bln setelah
tanggal penerimaan 3 bulan setelah tanggal
penerimaan
4 Jangka waktu
mengajukan keberatan 6 bulan terhitung
sejak diumumkan 3 bulan terhitung sejak di
umumkan
5. Yang diperiksa dalam
pemeriksaan subtantif Kebaruan Novelty,
langkah inventif, dapat diterapkan
dalam industri Kebaruan Novelty,
dapat diterapkan dalam industri
6. Lama pemeriksaan
subtantif 36 bln terhitung
sejak tgl penerimaan permohonan
pemeriksaan subtantif
24 bln terhitung sejak tgl penerimaan permohonan
pemeriksaan subtantif
7. Obyek paten
Produk atau proses Produk atau
alat Sumber
: Sukandarrumidi. Paten, Pusat Pelayanan HAKI, UGM, 2007.
D. Pengalihan Paten dan Lisensi Paten
Sebagaimana halnya
dengan HKI yang lain seperti hak cipta,
merek, dan desain industri, paten sebagai hak atas benda bergerak immateril dapat dialihkan oleh inventornya atau oleh yang berhak atas
Universitas Sumatera Utara
invensi tersebut kepada perorangan atau badan hukum. Pengalihannya bisa dilakukan secara menyeluruh atau secara terpisah-pisah. Dalam Pasal 66
ayat 1 UU Paten Tahun 2001 disebutkan bahwa; “Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat maupun melalui
perjanjian tertulis”. Dengan
adanya pengalihan
atau penyerahan paten ini kepada orang
lain, beralih pula kekuasaan atas paten tersebut. Namun, yang beralih hanyalah hak ekonominya saja sedangkan hak moralnya tetap melekat
pada diri inventornya. Pengalihan paten harus dilakukan menurut syarat dan tata cara yang diatur UU Paten Tahun 2001 dan peraturan
pelaksanaannya.
55
Pengalihan paten wajib didaftarkan pada Dirjen. HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan dikenai biaya. Apabila pengalihan
paten ini tidak didaftarkan maka pengalihatan tidak sah dan batal demi hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 66 ayat 3 dan ayat 4 UU
Paten Tahun 2001. Dalam Pasal 66 ayat 3 disebutkan bahwa “segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai
biaya”. Dalam Pasal 66 ayat 4 UU Paten Tahun 2001 dijelaskan juga bahwa ”Pengalihan paten yang tidak memenuhi syarat dianggap tidak sah
55
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 236.
Universitas Sumatera Utara
dan batal demi hukum”. Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai pemakai terdahulu wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 67 UU Paten Tahun 2001. Dengan demikian hak sebagai pemakai terdahulu hanya dapat dialihkan atau
beralih karena pewarisan. Peralihan
pemilikan paten
tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan.
56
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 68 UU Paten Tahun 2001 yaitu “Pengalihan hak tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan
nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan “Hal ini karena adanya hak moral moral rights yang terus melekat pada diri inventor sampai
berakhirnya paten. Jumlah
permohonan paten
secara kuantitatif hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri dibandingkan dengan permohonan paten dari
luar negeri. Hal ini disebabkan kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan invensi baru masih sedikit. Sehingga perjanjian lisensi
sangat menunjang dan mempercepat laju industri melalui alih teknologi.
57
56
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 471.
57
Saidin, Op.Cit. hal. 281.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana halnya dengan paten, paten sederhana juga dapat dimintakan lisensi, namun lisensi yang dimintakan bukan wajib, seperti
yang disebutkan dalam Pasal 107 UU Paten tahun 2001 bahwa “paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi-wajib”. Hal ini mengingat
kesederhanaan invensi yang dihasilkan. Lisensi paten dilihat dari mendapatkannya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu lisensi sukarela contractual dan lisensi wajib. Sedangkan dilihat dari sifatnya dapat pula dibagi dua, yaitu lisensi non-eksklusif dan
lisensi eksklusif. Pada
dasarnya UU
Paten Tahun 2001 menganut sistem lisensi non- eksklusif, artinya inventor dapat melaksanakan sendiri atau melisensikan
lagi kepada pihak ketiga walaupun sebelumnya sudah diberikan lisensi kepada seseorang tertentu. Namun, tidak menutup kemungkinan apabila
yang dipilih adalah lisensi eksklusif, asalkan dimuat dalam perjanjian lisensi tersebut.
58
Dalam perjanjian lisensi paten non-eksklusif, penerima lisensi tidak mempunyai hak terhadap pihak ketiga dan tidak dapat mengadakan
perjanjian sub lisensi. Akan tetapi, pemilik atau pemegang paten tetap dapat memberikan atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain apabila
58
Insan Budi Maulana, Lisensi Paten, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
tidak ada ketentuan larangan yang dicantumkan dalam perjanjian sebelumnya.
59
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 UU Paten Tahun 2001. Namun demikian, perjanjian lisensi tidak boleh menghambat
perekonomian Indonesia. Adapun larangan yang secara tegas diatur dalam Pasal 71 ayat 1 UU Paten Tahun 2001, yaitu :
1. Perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia. 2.
Perjanjian lisensi dilarang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi
pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberikan paten tersebut.
Perjanjian lisensi ini harus didaftarkan pada Dirjen HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten. Ketentuan tersebut di atas dalam Pasal 72 ayat
1 UU Paten Tahun 2001 yaitu “Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.” Dengan adanya pendaftaran lisensi
tersebut maka akan diketahui jumlah dan bentuk teknologi apa saja yang sudah dilisensikan. Selain itu, lisensi yang tidak didaftarkan tidak
mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Dengan demikian perjanjian lisensi tidak mengikat pihak ketiga dan perjanjian tersebut batal
demi hukum. Dalam Pasal 73 UU Paten Tahun 2001 dijelaskan bahwa
“Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan
59
Ibid., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
peraturan pemerintah”. Namun hingga saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ada. Oleh karena itu, ketentuan perjanjian lisensi dapat
tunduk pada ketentuan umum sebagaimana diatur dalam KUH Perdata dan kesepakatan para pihak selama tidak bertentangan dengan aturan hukum
lainnya.
60
Mengenai pelaksanaan
perjanjian lisensi tersebut tunduk dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
yaitu : 1.
Kesepakatan para pihak 2.
Kecakapan 3.
Hal tertentu 4.
Causa yang halal Selain itu, mengenai perjanjian lisensi juga tergantung pada para
pihak yang mempunyai kebebasan dalam berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan demikian para pihak harus
beritikad baik.
E. Perlindungan Terhadap Paten dan Paten Sederhana yang Telah Didaftarkan
Paten merupakan
perlindungan hukum untuk karya intelektual di bidang teknologi. Karya intelektual tersebut dituangkan ke dalam suatu
60
Gunawan Widjaja, Lisensi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau produk atau penyempurnaan dan pengembangan
produk dan proses. Jangka waktu yang diberikan pemerintah untuk melindungi paten
sederhana adalah selama 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan paten sederhana filling date dan jangka waktu itu tidak diperpanjang,
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 9 UU Paten Tahun 2001. Dalam jangka waktu 10 tahun telah dianggap cukup untuk memberikan kepada
inventor berupa manfaat ekonomi yang wajar. Karena penelitian paten sederhana dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dengan cara yang
sederhana pula serta biaya yang lebih murah pula. Perlindungan paten sederhana penting bagi negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Pada umumnya invensi berkualitas paten sederhana masih didominasi oleh negara-negara maju, seperti Jerman dan
Jepang. Di negara Jerman dan Jepang, telah memiliki peraturan tentang paten sederhana di luar undang-undang patennya.
61
Dengan adanya pengaturan sendiri tentang paten sederhana dapat mendorong inventor
lokal untuk lebih semangat dalam menemukan invensi baru di dalam negeri karena invensi tersebut dapat memperoleh perlindungan hukum
melalui paten sederhana.
61
Amir Pamuntjak, dkk, Op..Cit.
Universitas Sumatera Utara
1. Ruang Lingkup Perlindungan
Berdasarkan Pasal 2 UU Paten Tahun 2001, invensi yang dapat dimintakan paten adalah invensi yang memenuhi kriteria, invensi
tersebut mengandung nilai kebaruan, adanya langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Invensi yang dapat dimintakan perlindungan
Paten adalah invensi yang:
62
a Baru novelty;
Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya prior art atau the state of art. Pengungkapan bisa berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang
memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut. b. Mengandung langkah inventif inventive step;
Langkah inventif dimaksud adalah invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal
yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan.
c. Dapat diterapkan dalam industri industrial applicable.
Adapun yang dimaksud dengan dapat diterapkan dalam industri, yaitu invensi dapat diterapkan
dalam industri
62
Departemen Hukum dan HAM, Bagan Pendaftaran Paten di Ditjen. HKI-Dephuk HAM, Jakarta, 2006.
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat
secara berulang-ulang secara massal dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, maka proses tersebut harus
mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.
2. Invensi yang Tidak Dapat Di PatenkanTidak Mendapat Perlindungan