E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil
penelusuran di perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelitian pada Program Studi
Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa topik dan permasalahan yang dibahas yang berhubungan
dengan Paten Sederhana khususnya terhadap produk alat teknologi pertanian sebagaimana yang menjadi objek dalam penelitian ini yang
berjudul PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA : STUDI MENGENAI FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM
PENDAFTARAN PATEN SEDERHANA DI BIDANG TEKNOLOGI ALAT-ALAT PERTANIAN DI KOTA MEDAN belum pernah
dilakukan penelitian sehubungan hal tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap merupakan penelitian asli dan keasliannya dapat
dipertanggung jawabkan.
F. Kerangka Teori dan Konsep 1.
Kerangka Teori
Sehubungan dengan judul tesis ini, yang berkaitan dengan paten dan paten sederhana, maka teori yang dijadikan sebagai landasan bagi
analisis dan pembahasan permasalahan didasarkan pada teori hukum benda.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai hak
atas barang
immateril tidak diatur dalam KUH Perdata Indonesia, namun demikian beberapa pasal dalam KUH Perdata
yang dapat menempatkan Hak atas Kekayaan Intelektual HKI dalam sistem hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Dalam
Pasal 499 KUH Perdata dijelaskan bahwa “barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi objek hak milik”. HKI merupakan hak yang
lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual tersebut hasil kerja otak manusia yang merupakan benda immateril. Hal
tersebut sejalan dengan penggolongan benda yang diatur dalam Pasal 503 KUH Perdata yang menghasilkan kelompok barang yang bertubuh
berwujud dan barang yang tidak bertubuh tidak berwujud. Hak
atas Kekayaan
Intelektual HKI dapat menjadi objek hak benda. Hak benda itu sendiri adalah hak absolut atas suatu benda
berwujud, sedangkan HKI sendiri merupakan hak absolut atas benda tidak berwujud. Oleh karena itu, yang dilindungi dalam lingkup HKI
adalah hak dari daya cipta seseorang yang berupa benda tidak berwujud immateril, sedangkan jelmaan dari daya cipta tersebut berupa benda
berwujud yang dilindungi oleh hukum benda dalam katagori benda terwujud materil.
12
12
O.K. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi
sosial, juga sangat ditentukan oleh teori
13
Teori adalah
untuk menerangkan
atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya
14
Menurut Bintoro
Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo “teori
diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara
perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir Frame of thingking dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul didalam bidang tersebut
15
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, oleh karena itu teori ini diarahkan secara khas ilmu hukum. Keberadaan teori ini adalah untuk
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6.
14
J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, hal. 203.
15
Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis
16
Teori juga dapat mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh
karena itulah muncul beberapa aliran atau mahzab dalam ilmu hukum sesuai sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang bergabung
dalam dalam aliran-aliran tersebut.
17
Indonesia sebagai
bagian masyarakat internasional menanda
tangani kesepakatan World Trade Organization WTO dan meratifikasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on
Establishing The World Trade Organization Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Salah satu ketentuan yang terdapat
dalam WTO, yaitu pada lampiran 1 C adalah mengenai Understanding on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in
Counterfeit Goods Persetujuan mengenai Aspek-aspek Dagang yang Terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan
Barang Palsu yang biasa disingkat dengan TRIPs.
18
Untuk itu pemerintah
16
Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 37.
17
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 253.
18
Salah satu instrumen hukum yang dicapai dalam kesepakatan perundingan Uruguay Round yang berkaitan dengan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berhubungan dengan aspek
perdagangan atau Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights TRIPs dan merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan kerangka WTO, khususnya mengenai TRIPs.
Konsekuensi penerimaan
dan keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan
TRIPs membawa pengaruh bagi Indonesia untuk mengakomodasi semua peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual HKI
19
yang diatur dalam TRIPs, termasuk undisclosed information yang terdapat dalam Section 7 Article 39 2 TRIPs.
Adanya pengaturan HKI dalam TRIPs menyebabkan perlindungan HKI tidak lagi semata-mata merujuk pada peraturan lokal negara tertentu,
tetapi sudah merupakan komitmen dunia internasional untuk menciptakan iklim perlindungan yang lebih adil, terjamin dan mempunyai
kepastian hukum, sehingga membawa manfaat bagi masyarakat di seluruh dunia terhadap perlindungan karya intelektual mereka.
20
Salah satu bagian HKI adalah paten yang diatur Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, ketentuan di mana hak paten diberikan
untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
satu perjanjian utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah berjalan sejak tahun 1986 hingga 1994.
19
Berdasarkan Point 2 Part 1 Article 1 TRIPs maka istilah Hak Kekayaan Intelektual meliputi Hak Cipta dan Hak yang Terkait, Merek, Indikasi Geografi, Disain Industri, Paten, Disain Tata Letak
Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.
20
Padma D Liman, Prinsip Hukum Perlindungan Rahasia Dagang Bagian I, Unair,
Surabaya, 17 Maret 2009. Media online, http:gagasanhukum.wordpress. com.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Muhammad
Djumhana, istilah paten yang dipakai dalam
peraturan hukum di Indonesia saat ini menggantikan istilah octrooi yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata “auctor” atau autorizare yang
berarti dibuka. Namun sesuai perkembangan, istilah lebih populer, istilah paten tersebut diserapkan dari bahasa Inggris yaitu “patent”.
21
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan paten adalah “Hak eksklusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut
atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”.
Dalam ketentuan Pasal 10 UU Paten Tahun 2001, bahwa hanya inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang berhak atas
paten tersebut. Pengalihan lebih lanjut hak inventor dapat dilakukan melalui pewarisan, hibah, wasiat, atau pun perjanjian tertulis yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Inventor
adalah seseorang
yang secara sendiri atau beberapa orang
yang bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1
21
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori
dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 109.
Universitas Sumatera Utara
angka 3 UU Paten Tahun 2001. Oleh sebab itu seseorang atau beberapa orang tersebut baru akan dikatakan sebagai inventor apabila seseorang
atau beberapa orang itu mengajukan permohonan untuk pertama kali atas suatu invensi yang dihasilkannya.
Namun apabila
terbukti lain
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU Paten Tahun 2001, maka yang dianggap inventor adalah seseorang
atau beberapa orang yang pertama kali dinyatakan sebagai inventor dalam permohonan.
Menurut Rachmadi
Usman, Invensi dapat juga dihasilkan oleh
mereka yang berada dalam hubungan kerja atau karyawanpekerja yang menggunakan data danatau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sehingga mereka dapat pula disebut sebagai subjek paten.
22
2. Konsep