BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut serta dalam
menandatangani perjanjian multilateral pada tanggal 15 April 1994 di Marakesh, Afrika Utara. Deklarasi Marakesh melahirkan World Trade
Organization WTO yang mencantumkan 28 kesepakatan global dan mengatur perdagangan internasional. Di antaranya persetujuan tentang
Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual atau Agreement On Trade Related of Intellectual Property Right in Counterfit Goods TRIPs dimuat
dalam deklarasi tersebut. Persetujuan ini memuat norma-norma dan standar perlindungan hukum bagi manusia secara ketat dan perjanjian
Internasional merupakan dasar dari penegakan hukum hak kekayaan intelektual. Ratifikasi TRIPs-WTO ini diwujudkan melalui Undang-
undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia Agreement Estabilishing The World Trade
Organization, diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 1994 No. 57, Tanggal 2 November 1994.
1
1
Sri Walny Rahayu, Hak Ekonomi Pencipta Terhadap Karya Ciptaan Musik dan Lagu di Indonesia Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 dikaitkan dengan
Perjanjian TRIPs-WTO, Tesis, Universitas Padjajaran, Bandung, 2000, hal. 7-8.
1
Universitas Sumatera Utara
Intellectual Property Rights IPR, selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual. Istilah
Hak atas Kekayaan Intelektual kemudian diubah menjadi Hak Kekayaan Intelektual yang disesuaikan dengan Kaedah Tata Bahasa Indonesia.
Istilah Hak Kekayaan Intelektual, disingkat HaKI atau HKI yang kemudian menjadi istilah resmi berdasarkan Keputusan Menteri Hukum
dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.03.PR-07.10 Tahun 2000 dan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
No. 24M.PAN12000 tanggal 19 Januari 2000, mengubah istilah Hak atas Kekayaan Intelektual menjadi Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan
ketentuan tersebut di atas maka untuk selanjutnya dalam tulisan ini digunakan istilah HKI.
Berdasarkan ketentuan
TRIPs-WTO, HKI terdiri atas 2 bagian, yaitu, Hak Cipta copyrights di dalamnya termasuk hak yang berkaitan
neighboring rights dan hak kekayaan industri industrial property rights.
Konvensi yang mengatur tentang paten secara internasional dikenal dengan The Paris Convention For The Protection of Industrial Property,
disebut juga dengan Konvensi Paris 1883. Konvensi Paris bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap HKI. Konvensi ini terbuka
untuk semua negara dan keanggotaannya harus melalui World Intellectual
Universitas Sumatera Utara
Property Organization WIPO yang merupakan organisasi internasional yang mengurus administrasi di bidang HKI.
Tindakan pemerintah
Indonesia sehubungan dengan konsekuensi TRIPs adalah mengesahkan Keppres. No. 15 Tahun 1997 tentang
Pengesahan Konvensi Paris Paris Convention dan Keppres No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Pembentukan WIPO.
Indonesia juga ikut dalam menandatangani perjanjian kerja sama paten antar negara-negara di Amerika Serikat Tahun 1970, disebut Patent
Cooperation Treaty PCT yang disahkan berdasarkan Keppres. No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty. Tindakan
ratifikasi yang dilakukan Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian International tersebut agar lebih dapat memberikan perlindungan yang
wajar bagi inventor dan menciptakan iklim usaha yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat.
Produk-produk yang
dihasilkan tersebut merupakan ekspresi dari
suatu pemikiran intelektual manusia sendiri yang termasuk dalam HKI. Adapun wujud manfaat tersebut dapat dilihat dari invensi yang dihasilkan
inventor yang memiliki kegunaan praktis dan nilai ekonomi yang menguntungkan. Karena dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh
negara akan memberikan hak eksklusif kepada inventor sebagai pemegang paten.
Universitas Sumatera Utara
Dari 30.000 jenis barang yang beredar dan memiliki hak paten di Indonesia, ternyata hanya 5 lima persen yang hak patennya dimiliki
oleh perorangan dalam negeri. Sisanya sebanyak 95 sembilan puluh lima persen justru yang memegang hak paten dari luar negeri.
2
Penerapan hukum
paten di Indonesia saat ini diatur dalam Undang- undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten selanjutnya disebut UU Paten
Tahun 2001. Menurut Pasal 1 angka 1 UU Paten Tahun 2001 paten adalah “Hak
eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya”. Sedangkan invensi adalah ide inventor yang
dituangkan dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses Pasal 1 angka 2, dan inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan dalam kegiatan yang menghasilkan invensi Pasal 1 angka 3. Dengan demikian, paten
2
DetikFinance.com Memprihatinkan industri lokal masih minim daftar paten, http:www.detikfinance.comread200806251200139621264, diakses Juli 2009.
Universitas Sumatera Utara
diberikan untuk invensi baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
Namun demikian, tidak semua hasil invensi dapat diberikan paten, tetapi hanya invensi yang memenuhi syarat saja yang dapat diberi paten.
Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
3
Adapun syarat terhadap invensi yang dapat diberi paten adalah :
1 Invensi baru, jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak
sama dengan teknologi yang diungkap sebelumnya 2
Invensi mengandung langkah inovatif, jika invensi tersebut merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya non obvios bagi
seseorang yang mempunyai keahlian tertentu dibidang teknik
3 Invensi tersebut dapat diterapkan dalam industri, artinya
invensi dapat digunakan secara berulang-ulang
dalam praktik dan dalam skala ekonomis dibidang industri dan
perdagangan.
4
Dalam UU Paten Tahun 2001, jenis-jenis paten terdiri atas : a.
Paten, yaitu invensi yang bersifat tidak kasat mata intangible seperti metode atau proses. Invensi ini dilakukan melalui penelitian dan
pengembangan dalam kurun waktu yang lama. b.
Paten sederhana, yaitu invensi yang diberikan untuk invensi yang berupa alat atau produk dan memiliki kegunaan yang lebih praktis.
Invensi ini bersifat kasat mata tangible yang dalam penemuannya
3
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
4
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam, tetapi memiliki nilai kegunaan praktis sehingga bernilai ekonomis.
5
Penelitian ini
dibatasi hanya
mengkaji mengenai pendaftaran paten sederhana khususnya yang berhubungan dengan teknologi alat-alat
pertanian. Adapun contoh konkrit dari alat-alat teknologi pertanian diantaranya : traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang
tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun sawit, alat pengupas bawang dan semacamnya yang tergolong dalam teknologi
inovatif tepat guna. Mengenai
paten sederhana,
landasan yuridis yang dapat digunakan adalah Pasal 104 UU Paten Tahun 2001, yaitu “semua ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk paten sederhana, kecuali yang secara tegas tidak berkaitan dengan paten
sederhana”. Artinya, secara otomatis berlaku juga untuk paten sederhana, kecuali yang tidak berkaitan dengan paten sederhana.
6
Paten sederhana diberikan untuk invensi yang tidak berkualitas paten, tetapi mempunyai kegunaan praktis bagi masyarakat. Invensi yang
diberikan paten sederhana merupakan produk-produk yang tergolong dalam kelompok teknologi industri. Paten sederhana tersebut merupakan
5
Pasal 6 dan penjelasannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
6
Pasal 104 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
suatu pendapatan bagi industri kecil sehingga inventor dapat memperoleh keuntungan ekonomi dari invensi yang dihasilkannya.
Oleh karena itu, agar memperoleh perlindungan hukum atas invensinya, maka hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkannya.
Dengan demikian pendaftaran merupakan syarat mutlak untuk diakui oleh hukum sebagai inventor yang sah.
Dengan adanya
hak eksklusif yang diberikan negara kepada
inventor, maka inventor dapat melaksanakan sendiri komersial atas hasil invensinya atau memberikan hak kepada orang lain. Hal ini merupakan
hak ekonomi yang diperoleh oleh inventor dari hasil invensinya. Pemegang
paten memiliki hak eksklusif melaksanakan paten yang
dimilikinya dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimport, menyewakan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual atau
disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten. Selain itu, pemegang paten juga mempunyai hak untuk melarang pihak lain yang tanpa
seizinnya melaksanakan paten tersebut.
7
Untuk memperoleh
manfaat ekonomi atas invensinya, inventor
atau pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain
7
Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Universitas Sumatera Utara
seperti yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 UU Paten Tahun 2001 yang ketentuannya diatur dalam Pasal 69 UU Paten Tahun 2001.
8
Adapun yang dimaksud dengan lisensi adalah “izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian
hak untuk menikmati manfaat ekonomi. Dari suatu paten yang diberikan perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”.
9
Perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju
industrialisasi di Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam menghasilkan invensi belum menunjukkan angka yang menggembirakan.
Minimnya pemegang hak paten dalam negeri, akan membuat banyak potensi pendapatan yang seharusnya didapat dari royalti, terbang ke luar
negeri. Padahal, banyak negara yang memiliki keterbatasan dalam sumber daya alam justru kaya raya hanya dari royalti barang yang menjadi hak
patennya.
10
Oleh sebab itu, perjanjian lisensi akan sangat menunjang perekonomian yang didapat dari devisa atas pembayaran royalti.
Industri lokal di Indonesia masih sedikit yang mendaftarkan paten untuk melindungi invensinya. Hal ini dapat dilihat dari data Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual DJHKI sejak Tahun 2001 sampai 2008, jumlah aplikasi
8
Pasal 69 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
9
Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
10
Hak Paten Atas Barang Yang Beredar Di Indonesia Sangat Minim,
http:www.kompas.com, diakses 22 Juli 2008.
Universitas Sumatera Utara
pendaftaran untuk HKI sekitar 26.661 buah, kondisi lainnya, yakni 95 persen yang mendaftarkan HKI adalah pengusaha asing yang beroperasi di Indonesia,
sisanya 5 persen merupakan perusahaan lokal
.
11
Dalam praktik dijumpai bahwa di Kota Medan khususnya untuk paten sederhana alat teknologi pertanian, dalam kurun tiga tahun terakhir,
masih sangat sedikit yang mengajukan permohonan paten sederhana. Hal ini diketahui dari penelitian awal yang dilakukan di Bidang Pelayanan
Hukum Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara, padahal produk-produk tersebut dapat didaftarkan sebagai paten
sederhana, seperti traktor tangan, alat pemipil kemiri, alat pengupas kacang tanah, alat perajang singkong, alat perajang pelepah dan daun
sawit, serta alat-alat dan mesin pertanian lainnya. Dari
latar belakang
tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih
lanjut mengenai “Pendaftaran Paten Sederhana : Studi Mengenai Faktor-
faktor Penghambat Dalam Pendaftaran Paten Sederhana Di Bidang
Teknologi Alat-alat Pertanian Di Kota Medan”
11
DetikFinance.com . Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Permasalahan