Pengalihan Paten dan Lisensi Paten

TABEL 1 Perbedaan Paten Dan Paten Sederhana No. Keterangan Paten Paten Sederhana 1. Jumlah Klaim 1 invensi atau lebih yang merupakan satu kesatuan invensi 1 invensi 2. Masa perlindungan 20 th sejak tgl penerimaan permohonan paten 10 th sejak tgl penerimaan permohonan paten 3. Pengumuman permohonan 18 bln setelah tanggal penerimaan 3 bulan setelah tanggal penerimaan 4 Jangka waktu mengajukan keberatan 6 bulan terhitung sejak diumumkan 3 bulan terhitung sejak di umumkan 5. Yang diperiksa dalam pemeriksaan subtantif Kebaruan Novelty, langkah inventif, dapat diterapkan dalam industri Kebaruan Novelty, dapat diterapkan dalam industri 6. Lama pemeriksaan subtantif 36 bln terhitung sejak tgl penerimaan permohonan pemeriksaan subtantif 24 bln terhitung sejak tgl penerimaan permohonan pemeriksaan subtantif 7. Obyek paten Produk atau proses Produk atau alat Sumber : Sukandarrumidi. Paten, Pusat Pelayanan HAKI, UGM, 2007.

D. Pengalihan Paten dan Lisensi Paten

Sebagaimana halnya dengan HKI yang lain seperti hak cipta, merek, dan desain industri, paten sebagai hak atas benda bergerak immateril dapat dialihkan oleh inventornya atau oleh yang berhak atas Universitas Sumatera Utara invensi tersebut kepada perorangan atau badan hukum. Pengalihannya bisa dilakukan secara menyeluruh atau secara terpisah-pisah. Dalam Pasal 66 ayat 1 UU Paten Tahun 2001 disebutkan bahwa; “Paten beralih atau dialihkan baik dengan cara pewarisan, hibah, wasiat maupun melalui perjanjian tertulis”. Dengan adanya pengalihan atau penyerahan paten ini kepada orang lain, beralih pula kekuasaan atas paten tersebut. Namun, yang beralih hanyalah hak ekonominya saja sedangkan hak moralnya tetap melekat pada diri inventornya. Pengalihan paten harus dilakukan menurut syarat dan tata cara yang diatur UU Paten Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya. 55 Pengalihan paten wajib didaftarkan pada Dirjen. HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan dikenai biaya. Apabila pengalihan paten ini tidak didaftarkan maka pengalihatan tidak sah dan batal demi hukum. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 66 ayat 3 dan ayat 4 UU Paten Tahun 2001. Dalam Pasal 66 ayat 3 disebutkan bahwa “segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya”. Dalam Pasal 66 ayat 4 UU Paten Tahun 2001 dijelaskan juga bahwa ”Pengalihan paten yang tidak memenuhi syarat dianggap tidak sah 55 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 236. Universitas Sumatera Utara dan batal demi hukum”. Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai pemakai terdahulu wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 67 UU Paten Tahun 2001. Dengan demikian hak sebagai pemakai terdahulu hanya dapat dialihkan atau beralih karena pewarisan. Peralihan pemilikan paten tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan. 56 Seperti yang disebutkan dalam Pasal 68 UU Paten Tahun 2001 yaitu “Pengalihan hak tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten bersangkutan “Hal ini karena adanya hak moral moral rights yang terus melekat pada diri inventor sampai berakhirnya paten. Jumlah permohonan paten secara kuantitatif hanya sedikit yang berasal dari dalam negeri dibandingkan dengan permohonan paten dari luar negeri. Hal ini disebabkan kemampuan orang Indonesia untuk menghasilkan invensi baru masih sedikit. Sehingga perjanjian lisensi sangat menunjang dan mempercepat laju industri melalui alih teknologi. 57 56 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal. 471. 57 Saidin, Op.Cit. hal. 281. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana halnya dengan paten, paten sederhana juga dapat dimintakan lisensi, namun lisensi yang dimintakan bukan wajib, seperti yang disebutkan dalam Pasal 107 UU Paten tahun 2001 bahwa “paten sederhana tidak dapat dimintakan lisensi-wajib”. Hal ini mengingat kesederhanaan invensi yang dihasilkan. Lisensi paten dilihat dari mendapatkannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu lisensi sukarela contractual dan lisensi wajib. Sedangkan dilihat dari sifatnya dapat pula dibagi dua, yaitu lisensi non-eksklusif dan lisensi eksklusif. Pada dasarnya UU Paten Tahun 2001 menganut sistem lisensi non- eksklusif, artinya inventor dapat melaksanakan sendiri atau melisensikan lagi kepada pihak ketiga walaupun sebelumnya sudah diberikan lisensi kepada seseorang tertentu. Namun, tidak menutup kemungkinan apabila yang dipilih adalah lisensi eksklusif, asalkan dimuat dalam perjanjian lisensi tersebut. 58 Dalam perjanjian lisensi paten non-eksklusif, penerima lisensi tidak mempunyai hak terhadap pihak ketiga dan tidak dapat mengadakan perjanjian sub lisensi. Akan tetapi, pemilik atau pemegang paten tetap dapat memberikan atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain apabila 58 Insan Budi Maulana, Lisensi Paten, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 10. Universitas Sumatera Utara tidak ada ketentuan larangan yang dicantumkan dalam perjanjian sebelumnya. 59 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 70 UU Paten Tahun 2001. Namun demikian, perjanjian lisensi tidak boleh menghambat perekonomian Indonesia. Adapun larangan yang secara tegas diatur dalam Pasal 71 ayat 1 UU Paten Tahun 2001, yaitu : 1. Perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia. 2. Perjanjian lisensi dilarang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberikan paten tersebut. Perjanjian lisensi ini harus didaftarkan pada Dirjen HKI dan dicatat dalam Daftar Umum Paten. Ketentuan tersebut di atas dalam Pasal 72 ayat 1 UU Paten Tahun 2001 yaitu “Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.” Dengan adanya pendaftaran lisensi tersebut maka akan diketahui jumlah dan bentuk teknologi apa saja yang sudah dilisensikan. Selain itu, lisensi yang tidak didaftarkan tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Dengan demikian perjanjian lisensi tidak mengikat pihak ketiga dan perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam Pasal 73 UU Paten Tahun 2001 dijelaskan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan 59 Ibid., hal. 10. Universitas Sumatera Utara peraturan pemerintah”. Namun hingga saat ini peraturan pemerintah tersebut belum ada. Oleh karena itu, ketentuan perjanjian lisensi dapat tunduk pada ketentuan umum sebagaimana diatur dalam KUH Perdata dan kesepakatan para pihak selama tidak bertentangan dengan aturan hukum lainnya. 60 Mengenai pelaksanaan perjanjian lisensi tersebut tunduk dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 1. Kesepakatan para pihak 2. Kecakapan 3. Hal tertentu 4. Causa yang halal Selain itu, mengenai perjanjian lisensi juga tergantung pada para pihak yang mempunyai kebebasan dalam berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Dengan demikian para pihak harus beritikad baik.

E. Perlindungan Terhadap Paten dan Paten Sederhana yang Telah Didaftarkan