Pengaruh Pupuk Kompos dari Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica junce L.)

(1)

(2)

Lampiran 1. Alat-alat penelitian

1.a. Alat Spektrofotometer Serapan Atom

1.b. Alat Spektrofotometer UV-Visible


(3)

(4)

Lampiran 3. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen

Lampiran 3.a. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen (Hari ke-0)

Lampiran 3.a. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen (Hari ke-1)

Lampiran 3.a. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen (Hari ke-3)

Lampiran 3.a. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen (Hari ke-5)

Lampiran 3.a. Hasil Titrasi dari Kadar Nitrogen (Hari ke-7)


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. 1990. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.

Dewati, R. 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol. Penerbit UPN Press. Veteran-Jatim.

Direktorat Tanaman Sayuran dan Tanaman Hias. 2012. Direktorat Jenderal Hortikultura dan Aneka Tanaman. Jakarta.

Foth, H.D. 1994. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Edisi keenam. Erlangga. Jakarta. Habibi, L. 2009. Pebuatan Pupuk Kompos dari Limbah Rumah Tangga. Penerbit

Titian Ilmu. Bandung.

Haryanto, E. Suhartini, T. Rahayu, E. 2003. Sawi Dan Selada. Jakarta: Penebar Swadaya.

Haswell,S.J. 1991. Atomic Absorption Spectrometry. Elsevier. Amsterdam.

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta. Kurniadi, A.1992. Sayuran Yang Digemari. Jakarta: Harian Suara Tani.

Mardiana. 2012. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kandungan N,P, dan K Dari Limbah Pembuatan Minuman Teh Sosro Dengan Penambahan EM-4. Kimia USU. Medan.

Marsono., Sigit, P. 2001. Pupuk Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental.Airlangga University Press. Surabaya. Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Ed. Rev. Jakarta: Penebar Swadaya. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif.Agro Media Pustaka. Jakarta. Rahmat, R.2007. Bertanam Petsai Dan Sawi. Yogyakarta: Karnisius.

Rinsema, W. J. 1993. Pupuk Dan Cara Pemupukan. Penerbit Bratavia. Jakarta.

Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk analisi obat. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Natalia. H.R. 2006. Analisa Kadar Nitrogen dari Pupuk Bokashi Hasil Fermentasi dari Campuran Tongkol Jagung, Sekam Kayu dan Dedak dengan Menggunakan EM-4 sesuai dengan Variasi Waktu. Universitas Sumatera Utara. Medan.


(6)

Setyorini, D., Sarawati, R., Anwar, Ea Kosman., 2006, Kompos dalam Pupuk Organik dan Hayati. BBSDLP-Badan Litbang Pertanian, hal 11-40. Simpons, K. 1986. Fertilizers And Manuvers. Longmans Group Limited. New

York.

Sriharti, 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang Untuk Pembuatan Kompos Menggunakan Komposter Rotary Drum.Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna LIPI. Yogyakarta.

Tina, S., Estu, R., Eko, H. 1994. Bertanam Sawi Dan Selada. Jakarta: Penebar Swadaya

USDA Nutrient data base, 2007. New York.

Vogel.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Edisi ke-4. Penerbit EGC. Jakarta.


(7)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat - alat

- Kjeldahl Apparatus Gallentionip - Spectrophotometer Serapan Atom 3100 Perkin Elmer - Spectrophotometer UV-Vis Lamda 3B Perkin Elmer - DigiPREP Distilation System Perkin Elmer

- Digi TUBE Pyrex

- Buret 50 mL Meller

3.2 Bahan - bahan

- Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) - Bibit Sawi (Brassica juncea L.)

- H3BO3 3 % - HCl 0,1 N - H2SO4 98%

- selenium campuran - indikator tashiro - EM-4


(8)

3.3 Prosedur penelitian 3.3.1 Penyediaan sampel

Sampel yang diambil dari penjual pisang molen yaitu berupa kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) di sekitar kota Medan sebanyak 1 kg.

3.3.2 Preparasi sampel

1. Dirajang 1 kg kulit pisang dengan panjang rajangan sekitar 2 - 4 cm.

2. Ditambahkan larutan EM-4 (EM-4 : gula : air = 1 ml : 1 g: 50 mL.

3. Ditutup dengan menggunakan aluminium poil selama selang waktu 3-7 hari.

3.3.3 Pembuatan reagen 1.Larutan H3BO3(s) 3% (b/v)

Ditimbang 3 g asam borat H3BO3(s) dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL sampai tanda garis.

2.Larutan HCl 0,1 N (v/v)

Sebanyak 0,83 mL HCl 37% diencerkan dengn akuades dalam labu takar 100 mL sampai tanda garis

Standarisasi HCl

1. Dipipet sebanyak 10 mL HCl 0,1N lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer.

2. Ditambahkan 3 tetes indikator penolftalein.

3. Dititrasi dengan NaOH hingga larutan berwarna meah lembayung. 4. Dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.


(9)

3.Larutan H2SO4 98%

Kedalam labu takar 500 mL, ditambahkan 300 mL akuades, lalu dengan hati-hati ditambahkan dengan menggunakan pipet H2SO4 (p) sebanyak 70 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Destruksi Sampel

1. Ditimbang 1 g sampel dan dimasukkan kedalam DigiTUBE 2. Ditambah 15 mL H2SO4 98%

3. Ditambahkan 0,2 g selenium mixture

4. Didestruksi dengan DigiPREP HT selama 2 jam sampai bening.

3.4.2 Analisa Nitrogen

1. Diukur 1 mL filtrat hasil destruksi.

2. Didestilasi dengan DigiPREP Distilation System.

3. Ditampung destilat dengan 25 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator tashiro sampai diperoleh larutan warna hijau.

4. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,1 N sampai diperoleh warna ungu.

5. Dilakukan titrasi blanko asam borat (H3BO3 ) dengan HCl 0,1 N sampai diperoleh larutan ungu.

3.4.3 Analisa Fosfor 1. Kalibrasi alat

(1). Larutan induk fosfat 500 mg/L

Dalam labu takar 500 mL, dilarutkan kristal KH2PO4 anhidrat, dilarutkan dengan akuades, lalu diencerkan sampai garis batas.


(10)

Didalam labu takar 1 L dipindahhkan dengan menggunakan pipet, 50 mL dari larutan induk fosfat dan diencerkan sampai garis batas.

(3). Larutan seri standar 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 mg/L Dari larutan standar 10 mg/L fosfat masing-masing dipipet 5 ; 10 ;

15; 20 ; 25 mL, kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL sapai tanda garis. Masing-masing larutan 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; dan 2,5 mg/L

2.Penentuan absorbansi sampel

(1).Diukur 1 mL filtrat hasil destruksi

(2).Dimasukkan kedalam tabung reaksi 30 mL (3).Ditambahkan 5 mL akuades

(4).Ditambahkan 1 mL larutan campuran (5).Dikocok hingga homogen

3. Penentuan absorbansi

(1).Diinjeksi filtrat hasil destruksi kedalam spektrofotometer serapan atom yang telah dikalibrasi dengan larutan standar ( 0 – 4 ppm ) dengan panjang gelombang 400 nm

(2).Ditentukan absorbansinya 4. Larutan Blanko

Sebagai larutan blanko dipakai akuades, baik larutan referensi atau blanko yang diolah melalui prosedur yang sama seperti sampel asli.

3.4.4 Analisa kalium 1. Kalibrasi Alat

(1).Larutan standar kalium 500 mg/L

Dilarutkan 0,0945 g KCl dengan akuades dlam labu takar 500 mL hingga tanda garis.

(2). Larutan standar kalium 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar kalium 500 mL diencerkan dengan akuades dalam labu takar 50 mL, hingga tanda garis.


(11)

(3). Larutan seri standar 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 mg/L

Dari larutan standar 10 mg/L kalium masing-masing dipipet 5,0 ; 10,0 ; 20,0 ; 30,0 dan 40,0 mL, kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL hingga tanda garis. Masing-masing larutan adalah 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 3,0 dan 4,0 mg/L kalium.

2.Penentuan absorbansi

(1).Diijeksikan filtrat hasil destruksi kedalam spektrofotometer serapan atom yang telah dikalibrasi dengan larutan standar ( 0 – 4 ppm) dengan panjang gelombang 400 nm.

(2).Ditentukan absorbansinya

3.Larutan Blanko

Sebagai larutan blanko dipakai akuades, baik larutan referensi atau blanko diolah melalui prosedur yang sama seperti sampel asli.

3.5 Bagan Penelitian 3.5.1 Preparasi Sampel

Dirajang halus sekitar 2-4 cm Dimasukkan kedalam wadah plastik

Dimasukkan larutan EM-4 secara bertahap hingga kandungan air sekitar 30 % dari kulit pisang

Diaduk hingga rata

Ditutup dengan aluminium poil Ditentukan kadar N, P dan K 1 kg kulit pisang kepok (Musa acuminate L.)


(12)

3.5.2 Analisa Nitrogen

1 g kompos kulit pisang kepok

Dimasukkan ke dalam tabung DigiTUBE Ditambahkan 15 ml H2SO4 98%

Ditambahakan 0,2 g Selenium mixture

Didestruksi dengan DigiPREP HT selama 2 jam sampai bening Didestilasi dengan DigiPREP Distilation System

1 ml destilat

Ditampung destilat dengan 25 ml asam borat 3% dan 3 tetes indikator tashiro sampai diperoleh larutan berwarna hijau

Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,1 N hingga diperoleh larutan berwarna ungu

Dilakukan titrasi blanko asam borat (H3BO3) dengan HCl 0,1 N sampai diperoleh larutan ungu


(13)

3.5.3 Analisa Fosfor

1 mL destilat

Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL Ditambahkan 30 mL HCl dan 10 mL HNO3 Dipanaskan hingga sisa larutan ± 10 mL Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL Saring dengan W40 (Larutan A)

Dipipet Larutan A sebanyak 25 mL Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL

Ditambahkan Pereaksi Ammonium molibdo vanadat 10 mL Dimasukkan aquades 10 mL

Diukur kadar fosfor dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 400 nm


(14)

3.5.4 Analisa Kalium

Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 Ml

Ditambahkan 30 mL HCl dan 10 mL HNO3

Dipanaskan hingga sisa larutan ± 10 mL

Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL

Saring dengan W40 (Larutan A)

Dipipet Larutan A sebanyak 25 mL

Dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL

Ditambahkan Pereaksi Ammonium molibdo vanadat 10 mL

Dimasukkan aquades 10 mL

Diukur kadar kalium dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA).

Hasil


(15)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan N, P, dan K dari kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.)dengan penambahan EM-4 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Penentuan Kadar Nitrogen dalam kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4.

No Waktu m (g) Vb (ml) Vs (ml) Nitrogen (%)

1. Hari ke- 0 1 0,1 2,5 0,336

2. Hari ke- 1 1 0,1 2 0,266

3. Hari ke- 3 1 0,1 2 0,266

4. Hari ke- 5 1 0,1 2,5 0,336

5. Hari ke- 7 1 0,1 2,5 0,336

Rumus: % N = (��−��)������ 14,008

�������� 1000 � 100%

keterangan: Vs = volume HCl 0,1 N untuk titrasi sampel (ml)

Vb = volume HCl 0,1 N untuk titrasi blanko (ml)

N = normalitas (N)


(16)

Tabel 4.2 Data Hasil Penentuan Kadar Fosfor dalam kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

No Waktu m (g) c (ppm) LU Fosfor (P2O5)

1. Hari ke- 0 17,5308 <0,29 100 0,29 2. Hari ke- 1 16,9484 <0,29 100 0,29 3. Hari ke- 3 19,1694 <0,29 100 0,29 4. Hari ke- 5 18,3247 <0,29 100 0,29 5. Hari ke- 7 13,1860 <0,29 100 0,29

Rumus : Fosfor = �������

�� 10000

keterangan : m = berat sampel (g)

c = konsentrasi pembacaan spektrofotometer (ppm) LU = volume labu ukur (ml)

10000 = konversi dari ppm ke %

Tabel 4.3 Data Hasil Penentuan Kadar Kalium dalam kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

No Waktu m (g) c (ppm) LU K Kalium (K2O)

(%) 1. Hari ke- 0 17,5308 99,9782 100 1,2046 0,07 2. Hari ke- 1 16,9484 135,7900 100 1,2046 0,10 3. Hari ke- 3 19,1694 149,5361 100 1,2046 0,09 4. Hari ke- 5 18,3247 165,8875 100 1,2046 0,11 5. Hari ke- 7 13,1860 240,8505 100 1,2046 0,22

Rumus : Fosfor = ������

�� 10000

keterangan : m = berat sampel (g)

c = konsentrasi pembacaan spektrofotometer (ppm) LU = volume labu ukur (ml)

10000 = konversi dari ppm ke % k = faktor BM K2O/2K = 1,2046


(17)

4.2 Pembahasan

Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tindakan ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dengan penambahan zat-zat hara secara buatan yang diperlukan agar produksi tanaman tetap normal atau meningkat (Zulkifli, 2012. Pada proses pembuatan pupuk kompos dari kulit pisang kepok (Musa acuminate L.), peneliti melakukan fermentasi terhadap kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur hara baik Nitrogen, Fosfor dan Kalium masih dalam bentuk senyawa dan perlu dipecah dalam bentuk ion-ion agar mudah diserap tanaman, maka dari itu fermentasi mampu mengubah atau mentransformasikan senyawa komplek menjadi lebih sederhana yang bertujuan untuk mempercepat penyerapan nutrisi pada tanaman. Baik dilakukan fermentasi secara aerob maupun anaerob.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kadar Nitrogen selama fermentasi mengalami perubahan secara fluktuasi seperti pada gambar 4. di bawah ini menunjukkan diagram kadar Nitrogen:

Gambar 4. Histogram Analisis kandungan Nitrogen

Diagram di atas menunjukkan bahwa hal tersebut disebabkan karena aktifitas bakteri yang berubah sesuai dengan kondisi disekitarnya. Pada hari ke-1 dan ke-3 diperoleh kadar nitrogen sebesar 0,226%, selanjutnya hari ke-5 dan ke-7 diperoleh

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

Hari ke- 0 Hari ke- 1 Hari ke- 3 Hari ke- 5 Hari ke- 7

K a d a r N it ro g e n ( %) waktu

Hari ke- 0

Hari ke- 1

Hari ke- 3

Hari ke- 5


(18)

kadar nitrogen sebesar 0,366%. Hal ini dipengaruhi oleh suhu pada fermentasi hari ke-1 dan ke-3 yaitu sekitar 40-450C. Semakin lama proses fermentasi suhu akan semakin meningkat yaitu sekitar 500-550C. Pada suhu ini aktifitas bakteri sudah berjalan dengan baik, karena menurut Adi, (2009) peningkatan suhu juga akan meningkatkan konsumsi oksigen bagi bakteri dan akan semakin mempercepat proses penguraiannya. Sedangkan pada hari sebelum di fermentasi kadar Nitrogen di peroleh sebesar 0,366%, karena pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) ini di tempatkan pada suhu 500C. Setelah penerapan EM-4 dilakukan terjadi penurunan suhu, sehingga aktifitas bakteripun menurun.

Pada penelitian ini, diperoleh kadar Fosfor sebelum fermentasi yaitu sebesar 0,29%. Begitu juga hasil yang sama diperoleh pada fermentasi hari ke-1 sampai dengan hari ke-7. Hal ini disebabkan karena pada saat pengomposan, mikroorganisme menghisap sebagian fosfor untuk membentuk zat putih telur dalam tubuhnya (Mubandono,2000). Berikut gambar 5. menunjukkan diagram dari kadar Fosfor yang diperoleh dalam penelitian ini:

Gambar 5. Histogram Analisis Kandungan Fosfor

Pada penelitian ini diperoleh kadar Kalium yangdapat dilihat pada gambar 6. berikut ini: 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

Hari ke- 0 Hari ke- 1 Hari ke- 3 Hari ke- 5 Hari ke- 7

k a d a r fo sfo r waktu

Hari ke- 0

Hari ke- 1

Hari ke- 3

Hari ke- 5


(19)

Gambar 6. Histogram Analisis Kandungan Kalium

Pada penelitian ini, kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) sebelum penambahan EM-4 diperoleh kadar kalium yaitu sebesar 0,07%. Selanjutnya mengalami peningkatan setelah ditambahkan EM-4 pada fermentasi hari ke-1 yaitu sebesar 0,10%. Hal ini disebabkan penambahan EM-4 memiliki sedikit pengaruh terhadap kadar kalium ini. Tetapi pada fermentasi hari ke-3 kadar kalium mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena aktifitas dari bakteri dipengaruhi oleh tingginya suhu. Sehingga dilakukan pengadukan pada pupuk kompos dan pada hari ke-5 kadar kalium meningkat yaitu sebesar 0,11%. Pada saat ini, kondisi bakteri pada pupuk kompos sudah stabil, sehingga fermentasi hari ke-7 mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,22%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.). Baik dilihat dari pertumbuhan tinggi daun, lebar daun dan jumlah batang daunnya.

Rata-rata tinggi tanaman sawi (Brassica juncea L.) setelah penambahan pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) pada hari ke-10 sekitar 5-7 g adalah 20-25 cm, dan penambahan air sekitar 120 ml/hari. Sedangkan rata-rata tinggi tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang tidak diberi pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) adalah sekitar 10-13 cm dengan penambahan air sekitar 120 ml/hari.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Hari ke- 0 Hari ke- 1 Hari ke- 3 Hari ke- 5 Hari ke- 7

k ad ar k al iu m waktu

Hari ke- 0

Hari ke- 1

Hari ke- 3

Hari ke- 5


(20)

Lebar daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang diberi pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) adalah 5-10 cm. Sedangkan lebar daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang tidak diberi pupuk kompos kulit psang kepok (Musa acuminate L.) adalah sekitar 3-5 cm.

Jumlah helai daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang diberi pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) adalah sekitar 5-8 helai daun. Sedangkan jumlah helai daun tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang tidak diberi pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) adalah sekitar 3-5 helai daun.


(21)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dapat dijadikan sebagai pupuk kompos yang berguna bagi tanaman.

2. Pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.).

5.2 Saran

Pada peneliti selanjutnya, sebaiknya fermentasi kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dilanjutkan dan dilakukan pemeriksaan terhadap mikroba

sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat, dan memberikan pengaruh pada pupuk kompos yang dihasilkan. Sehingga dapat digunakan untuk budidaya tanaman, khususnya tanamna sawi.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L.)

Tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) secara umum merupakan tanaman buah-buahan yang tumbuh dan tersebar di seluruh Indonesia dan penghasil pisang terbesar di Asia. Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata keseluruh dunia, yakni meliputi daerah tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke Timur melalui Lautan Teduh samapai ke Hawai. Selain itu, tanaman pisang menyebar ke barat melalui Samudra Atlantik, sampai Benua Amerika. (Dewati, 2008)

Tanaman pisang seperti gambar 1. kategorikan menjadi 3 golongan yaitu pisang yang dapat dikonsumsi, pisang yang diambil pelepah batangnya sebagai serat dan pisang yang dipergunakan sebagai tanaman hias. Pisang yang dapat dikonsumsi ada 2 yaitu pisang yang dapat dikonsumsi secara langsung sebagai buah segar dan pisang yang perlu diolah. Pisang yang dapat diolah menjadi pisang molen, keripik pisang, sale, tepung pisang, pisang goreng dan sebagainya. (Dewati, 2008)

Berikut klasifikasi Tanaman Pisang menurut Dewati, (2008):

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophta Kelas : Magnolipsida Ordo : Zingiberalez Famili : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa acuminate L


(23)

Berikut tabel 1. yang menjelaskan tentang komposisi kulit pisang kepok (Musa acuminate L.)

Sumber. ( Dewati, 2008)

2.2 Tanaman Sawi

Sawi (Brassica juncea L.) termasuk sayuran daun dari keluarga cruciferae yang mempunyai ekonomis tinggi. Tanaman sawi berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Permintaan terhadap tanaman sawi selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran kebutuhan gizi. Dilain pihak, hasil sawi belum mencukupi kebutuhan dan permintaan masyarakat karena areal pertanaman semakin sempit dan produktivitas tanaman sawi masih relatif rendah.

Bagian tanaman sawi yang bernilai ekonomis adalah daunnya, maka upaya produksi diusahakan pada peningkatan produk vegetatif untuk mendukung upaya tersebut dilakukan pemupukan. Tanaman sawi memerlukan unsur hara yang cukup dan tersedia bagi pertumbuhan dan perkembangannya untuk menghasilkan prouksi yang maksimal. Salah satu unsur hara yang sangat berperan pada pertumbuhan daun adalah Nitrogen. (Wahyudi, 2010)

Menurut Tina et al.,(1994), Klasifikasi tanaman sawi adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Hasil tes kimiawi laboratorium Kadar

Air 73,60%

Protein 02,15 %

Fe mg/100 gram 26,00 %

P mg/100 gram 63,00 %

Gula reduksi 07,62 %

Pati 11,68%

Serat kasar 01,52 %

Abu 01,03 %

Vitamin C mg/100 gram 36,00 %


(24)

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rhoeadales

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

2.2.1 Deskripsi dan Morfologi Tanaman Sawi

Sawi caisim seperti pada gambar 2. bukan merupakan tanaman asli Indonesia, akan tetapi keadaan alam Indonesia dengan iklim, cuaca serta keadaan dan sifat tanah memungkinkan untuk dikembangkan dengan baik. Tanaman sawi dapat tumbuh di tempat yang berhawa dingin, tetapi dapat tumbuh baik dengan iklim yang kering dan ketinggian 5-1200 m.

Gambar 2. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) Berikut deskripsi dan morfologi dari tanaman sawi:

1. Daun

Daun tanaman sawi caisim berbentuk bulat dan lonjong, ada yang berkerut-kerut (keriting), berwarna hijau muda, hijau keputih-putihan sampai hijau tua. Daun memiliki tangkai daun panjang dan pendek atau lebar, bersifat kuat dan halus. Pelepah daun tersusun saling membungkus tetapi tetap membuka. Daun memiliki tulang-tulang daun yang menyirip dan bercabang-cabang. (Kurniadi, 1992)

2. Akar

Tanaman sawi memiliki sistem perakaran tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris), menyebar keseluruh


(25)

arah pada kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. (Haryanto, 2003)

3. Batang

Tanaman sawi memiliki batang (caulis) yang pendek dan beruas, sehingga hampir tidak kelihatan. Batang berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang berdirinya daun. Sawi umumnya berdaun dengan struktur daun halus, tidak berbulu. Daun sawi membentuk seperti sayap dan bertangkai panjang yang berbentuk pipih. (Rahmat, 2007)

4. Bunga

Bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Penyerbukan bunga sawi dapat berlangsung dengan bantuan serangga lebah maupun bantuan manusia. Hasil penyerbukan ini akan membentuk buah yang berisi biji. (Haryanto, 2003)

5.Buah

Buah sawi termasuk tipe buah polong yakni berbentuk memanjang dan berongga. (Haryanto, 2003)

2.2.2 Jenis-jenis sawi

Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun lonjong, lebar dan tidak sempit, serta tidak berbulu dan halus. Berwarna hijau muda, hijau keputih-putihan sampai hijau tua. Dahulu hanya dikenal tiga macam jenis sawi putih, sawi hijau, dan sawi huma. Sekarang ini masyarakat lebih mengenal caisim alias sawi bakso yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar, dan banyak dibutuhkan oleh pedagang mie dan sangat banyak di peroleh di restoran Cina. Selain itu masih ada jenis sawi keriting, sawi monumen dan jenis sawi yang lainnya.

(Haryanto, 2003)

Berikut jenis-jenis sawi menurut Haryanto, (2003): 1. Sawi Monumen

Sawi monumen tumbuh agak tegak dan berdaun kompak, penampilan sawi ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun putih berukuran agak lebar dengan tulang daun juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau


(26)

segar, jenis sawi ini tergolong terbesar dan terberat diantara jenis sawi lainnya.

2. Sawi Putih atau Sawi Jabung

Tanaman sawi jenis ini adalah tanaman sawi yang banyak dikonsumsi oleh masayarakat, karena memiliki rasa yang paling enak diantara jenis sawi lainnya. Jenis ini cocok ditanam di Indonesia pada daerah dengan ketinggian 500-1000 m.

3. Caisim atau sawi Bakso

Caisim atau sawi bakso merupakan jenis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar. Daunnya lebar memanjang tipis dan berwarna hijau. Mempunyai rasa yang renyah, segar dengan sedikit sekali rasa pahit. Selain ditumis atau dioseng caisim banyak dibutuhkan di restoran makanan Cina, sehingga permintaannya akan sawi caisim cukup tinggi. 4. Sawi Hijau atau Sawi Asin

Sawi jenis ini kurang banyak dikonsumsi sebagai sayur karena rasanya agak pahit. Masyarakat pada umumnya mengolah terlebih dahulu menjadi sawi asin sebelum digunakan untuk campuran aneka makanan.

5. Sawi Huma

Jenis sawi ini akan tumbuh baik jika ditanam ditempat-tempat kering seperti tegalan. Sawi jenis ini memiliki bentuk daun yang sempit, panjang dan berwarna hijau keputih-putihan. Memiliki batang yang panjang dan kecil tangkainya bersayap. Dinilai dari harga jual dibandingkan harga sawi putih lebih murah.

6. Sawi kriting

Ciri khas sawi ini adalah memiliki daun yang keriting. Bagian daun yang hijau sudah mulai tumbuh dari pangkal tangkai daun yang berwarna putih. 2.3 Fermentasi

Fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat defenisi yang lebih jelas yang mendefenisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat


(27)

tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. (Mardiana, 2012)

Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain:

1. Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba karena habis terkonsumsi.

2. Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena terjadinya inhibisi dan represi. (Mardiana, 2012)

Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva pertumbuhan.

1. Fasa stasioner adalah fasa yang disebut fasa adaftasi / lag fase. Pada saat ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru dari pada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim ekstraseluler untuk merombak komponen tersebut. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam medium untuk pertumbuhannyalah yang dapat bertahan hidup.

2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada saat ini mikroba banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat.

3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum. Nilai ini ditentukan oleh konstanta jenuh/saturasi subtrat.

4. Fasa pertumbuhan diperlambat mulai pada akhir fasa eksponensial. Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya


(28)

nutrisi yang cukup. Jika fermentasi dilakukan setelah batch, dimana umpan nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun represi.

5. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel mikroorganisme. selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan sel terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.

2.4 Efektif Mikroorganisme-4 (EM-4)

Efektif Mikroorganisme (EM-4) merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengomposan. Mikroorganisme yang terdapat dalam EM-4 terdiri dari Lumbricus (bakteri asam laktat) serta sedikit bakteri fotosintetik, Actinomycetes, Streptomyces sp dan ragi.

EM-4 yang digunakan merupakan teknologi alternatif yang diterapkan pada bidang pertanian untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi. Produksi EM-4 pertanian dapat menyuburkan tanaman dan menyehatkan tanah. Penerapan EM-4 ini telah dilakukan dalam pembuatan kompos sebagai pengurai dan pendegradasi bahan organik kompleks menjadi sederhana dalam bentuk tanah.

Hasil fermentasi bahan organik berupa senyawa organik yang mudah diserap langsung oleh perakaran tanaman misalnya gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan senyawa organik lainnya. Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM-4 juga merangsang perkembangan mikroorganisme yang menguntungkan untuk pertumbuhan


(29)

Mikoriza membantu tumbuhan menyerap fosfat di sekelilingnya. Ion fosfat dalam tanah yang sulit bergerak menyebabkan tanah kekurangan fosfat.

2.5Unsur Hara Tanaman

Seperti manusia, tanaman memerlukan makanan yang sering disebut unsur hara tanaman (plant nutrient). Berbeda dengan manusia yang menggunakan bahan organik, tanaman menggunakan bahan anorganik untuk mendapatkan energi dan pertumbuhannya. Dengan fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon yang ada di atmosfir yang kadarnya sangan rendah, ditambah air dirubah menjadi bahan organik oleh klorofil dengan bantuan sinar matahari. Unsur yang diserap untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Mekanisme pengubahan unsur hara menjadi senyawa organik atau energi disebut metabolisme. (Mardiana, 2012)

2.5.1 Pemanfaatan pupuk

Kompos adalah salah satu pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa bahan organik, baik tanaman maupun hewan. (Habibi, 2009) Pupuk merupakan bahan tambahan yang ditaburkan kedalam tanah yang berfungsi untuk mengubah keadaan fisika, kimia dan biologi tanah sesuai dengan kebutuhan unsur hara pada tanaman. Sedangkan pemupukan dimaksudkan sebagai pemberian zat makanan dengan memberikan berbagai jenis pupuk kedalam tanah guna meningkatkan hasil pertanian. (Natalia, 2006)

Secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk kompos adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terperinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam yaitu yang berkaitan dengan perbaikan fisika dan kimia tanah. (Natalia, 2006)

Manfaat pupuk yang paling banyak dirasakan penggunanya adalah:


(30)

2. Membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti nitrogen, fosfor dan kalium

3. Memperbaiki keasaman tanah. (Marsono, 2001)

Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan

a. Rasio C/N

salah satu aspek yang paling penting dari kesetimbangan hara total adalah rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N). Dalam metabolisme hidup mikroorganisme mereka memafaatkan sekitar 30 bagian dari karbon untuk masing-masing bagian dari nitrogen. Sekitar 20 bagian karbon dioksida menjadi CO2 dan 10 bagian digunakan untuk mensintesis protoplasma. b. Ukuran Partikel

Permukaan urea yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomoposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

c. Aerasi

Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan (kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau busuk yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

d. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

e. Kelembapan (Moisture content)

Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40-60% adalah kisaran


(31)

optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktifitas mikroba akan mengalami penurunan. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara akan berkurang, akibatnya aktifitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

f. Temperatur

Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30-600C menunjukkan aktifitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 600C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. g. Derajat Keasaman (pH)

Dalam proses pengomposan dibutuhkan pH berkisar antara 6,5 - 7,5. Proses pengomposan ini akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral, yaitu sekitar 7.

h. Kandungan Hara

Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.

2.5.2 Unsur Hara Makro Primer 2.5.2.1 Nitrogen (N)

Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat tersebut karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air tanah. Sebaliknya, ion amonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. (Novizan, 2002)


(32)

Nilai Nitrogen biasanya mengalami perubahan secara fluktuatif. Secara keseluruhan kadar nitrogen pada kompos matang masing-masing komposter mengalami peningkatan. Semakin banyak kandungan nitrogen, maka akan semakin cepat bahan organik terurai, karena mikroorganisme yang menguraikan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk perkembangannya. (Sriharti, 2008)

Tahap reaksi tersebut sebagai berikut:

1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organikmenjadi asam amino tahap ini disebut aminisasi

2. Perubahan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+). Tahap ini disebut ammonifikasi.

3. Perubahan senyawa ammonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri Nirosomonas dan Nitrosococcus. Tahap ini disebut reaksi nitrifikasi. (Novizan, 2002)

2.5.2.2 Fosfor (P)

Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42-, dan PO4- akan tergantung dari nilai pH tanah. Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya dari pelapukan bahan organik.

Walaupun sumber fosfor dalam tanah mineral cukup banyak tanaman bisa mengalami kekurangan fosfor. Pasalnya sebagian besar fosfor terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam air. Mungkin hanya 1% fosfor yang dapat dimanfaatkan tanaman.(Agustina, 1990)

Jika terjadi kekurangan fosfor tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan sebagai berikut:

1. Pertumbuhannya lambat dan kecil 2. Perkembangan akar terhambat

3. Gejala pada daun sangat beragam, beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengilap yang tidak normal


(33)

6. Biji berkembang tidak normal (Agustina, 1990)

2.5.2.3 Kalium (K)

Seperti unsur hara makro lainnya, kalium bukanlah komponen dari protein, karbohidrat atau beberapa subtabsi lainnya di dalam tumbuhan. Kalium dengan mudah diserap oleh akar tanaman. Dan sebagian besar ion kalium (K+) disimpan dalam sel tumbuh-tumbuhan. (Simspon, 1986)

Ion-ion didalam air tanah dan ion-ion K+ yang diadsorbsi, dapat langsung diserap. Disamping itu tanah mengandung juga persediaan mineral tertentu dalam bentuk berbagai macam silikat, dimana kalium membebaskan diri sebagai akibat dari pengaruh iklim. (Rinsema, 1993)

Persediaan kalium dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium ole air dan erosi tanah. Biasanya tanaman menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur lain kecuali nitrogen. (Agustina, 1990).

2.5.3 Kegunaan Unsur Hara Makro Primer 2.5.3.1 Kegunaan unsur hara nitrogen

1. Meningkatkan pertumbuhan tanaman

2. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman

3. Meningkatkan perkembangan mikroorganisme di dalam tanah yang penting bagi proses pelapukan bahan organik

4. Diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan vegetatif seperti daun, batang dan akar.

(Foth, 1994)

2.5.3.2 Kegunaan unsur hara fosfor

1. Berperan penting didalam transfer energi di dala sel tanaman, misalnya ADP da ATP.


(34)

3. Berpengaruh pada struktur K+,Ca2+,Mg2+,dan Mn2+ terutama terhadap fungsi unsur-unsur tersebut yang mempuyai kontribusi terhadap stabilitas struktur dan konfirmasi makromolekul, misalnya : gula fosfat, nukleotida, dan koenzim.

(Agustina, 1990)

2.5.3.3 Kegunaan unsur hara kalium

1. Mengurangi kepekaan tanaman terhadap kekeringan dan membantu pengisapan air oleh akar tanaman, dan mencegah menguapnya air keluar dari tanaman.

2. Memperbaiki beberapa sifat kualitatif seperti rasa, warna, bau, dan daya tahan dari buah.

3. Membantu menguatkan rumpun pada tanaman gandum. (Rinsema, 1993)

2.6 Metode Kjeldahl

Metode kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johan Kjedahl. Cara kjeldhal umumnya dapat dibedakan atas 2 cara yaitu : cara makro dan cara semimikro. Cara makro dipergunakan untuk contoh yang sukar dihomogenasi dan berukuran besar. Sedangkan cara semimikro, dirancang untuk sampel yang berukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen (Mardiana, 2012). Berikut gambar 3. yang menjelaskan susunan alat dari metode kjeldhal.


(35)

Gambar 3. Susunan alat kjeldahl (Sumber: http://www.escience.ca/GFX/PRODS/382N400.jpg)

Metode kjeldahl didasarkan pada destruksi sampel yakni dengan memanaskan sampel dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis dimana penentuannya terbagi atas 3 tahapan yaitu :

1. Tahap destruksi

Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Element karbon, hidrogen peroksida teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O, sedangkan nitrogennya berubah menjadi ammonium sulfat. Proses destruksi selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Agar analisa lebih tepat dilakukan perlakuan blanko.

2. Tahap destilasi

Pada tahap ini ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan penambahan NaOH sampai alkalis lalu dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan standar asam. Asam standart yang digunakan adalah asam klorida atau asam borat dalam jumlah yang berlebih.

3. Tahap titrasi

Banyakya asam borat yang bereaksi dengan amonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 M dengan indikator fenolftalein. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. (Mardiana, 2012)

% N = (��−��)������ 14,008

�������� 1000 � 100%

Reaksi yang terjadi dalam proses analisis kadar protein adalah sebagai berikut :

Protein + H2SO4 destruksi (NH4)2SO4 + SO4 + CO2 (NH4)2SO4 + 2NaOH destilasi 2NH4OH + Na2SO4

NH4OH NH3 + H2O

NH3 + 2HCl NH4Cl + HCl(sisa)


(36)

2.7 Metode Spektrofotometer UV-Visible

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. (Khopkar, 2007)

Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan spektroskopi UV-Visible.Spektrofotometer UV-Visible melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga sering digunakan untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. (Mulja, 1990).

Komponen-komponen yang pokok dari spektrofotometer UV-Visible adalah sebagai berikut :

1. Sumber tenaga radiasi

Sumber tenaga radiasi terdiri dari benda yang tereksitasi hingga ke tingkat energi yang lebih tinggi oleh sumber listrik berenergi tinggi atau oleh pemanasan listrik. Benda atau materi yang kembali ke tingkat energi rendah atau ke tingkat dasarnya, melepaskan foton dengan energi-energi yang karakteristik yang sesuai dengan delta E, yaitu perbedaan energi antara tingkat tereksitasi dan dasar rendah.

2. Monokromator

Dalam spektrometer, radiasi yang polikromatik harus diubah menjadi radiasi monokromatik. Ada dua jenis alat yang digunakan untuk mengurai radiasi polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Monokromator merupakan serangkaian alat optik menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur-jalur yang sempit.

3. Tempat cuplikan

Cuplikan yang akan dipelajari di daerah ultraviolet atau terlihat yang biasanya berupa gas atau larutan ditempatkan dalam sel atau kuvet.


(37)

Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan Quartz atau sel silica yang dilebur, sedangkan untuk daerah terlihat digunakan gelas biasa.

4. Detektor

Setiap detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif seperti sebagai arus listrik atau perubahan-perubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal listrik yang dapat menghasilkan sinyal yang secara kuantitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya.

(Sastrohamidjojo, 1985)

2.8 Spektrofotometer Serapan Atom

Metode SSA pertama kali dikembangkan oleh Walsh, Alkamede dan Melatz 1995 yang ditujukan untuk analisis logam renik dalam sampel yang dianalisis. Sampai saat ini metode SSA telah berkembang dengan pesat dan hampir mencapai sejumlah 70 unsur yang dapat ditentukan dengan metode ini. (Mulja, 1990)

Metode ini harus dalam keadaan gas (dalam keadaan dasar) berdasarkan serapan sinar yang mempunyai jarak gelombang tertentu. Jika suatu larutan mengandung suatu garam logam (suatu senyawa logam) dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang terbakar di udara) dapat terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam itu. Beberapa atom logam dalam gas ini dapat dieksitasi ketingkat energi yang cukup tinggi untuk memungkinkan pemencaran yang karakteristik dari logam tersebut. Atom-atom dalam keadaan dasar ini mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombang resonansinya khas untuknya, yang pada umumnya adalah panjang gelombang radiasi yang akan dipancarkan atom-atom itu apabila tereksitasi dari keadaan dasar.

Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang mengandung atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berbeda dalam nyala. (Vogel, 1994)


(38)

Komponen-komponen pokok dari alat SSA adalah :

1. Sumber cahaya

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri dari atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. (Rohman, 2007)

2. Recorder

Sistem pencatat yang digunakan pada instrument SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima melalui bentuk digital. (Haswell, 1991) 3. Monokromator

Monokromator terletak diantara nayala dan detektor. Monokromator memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detektor. (Haswell, 1991)

4. Tempat sampel

Dalam analisis, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom yang masih dalam keadaan atas. Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu:

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berubah padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

b. Tanpa Nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari garfit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit. (Rohman, 2007)

5. Detektor

Detektor pada SSA berfungsi mengubah intensitas radiasi yang akan datang menjadi arus listrik. pada SSA yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PPMT=Photo Multiplier Tube). (Mulja, 1991)


(39)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan yang berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Buah pisang ini juga sebagai bahan pangan yang merupakan sumber energi (karbohidrat yaitu sebanyak 22,84/100 g) dan mineral seperti Fospor sebanyak 63/100 g, dan kalium, vitamin, kalsium dan kandungan lemak yang cukup. (Sumber : USDA Nutrient data base, 2007)

Pisang kepok (Musa acuminate L.) adalah salah satu jenis pisang yang diolah menjadi pisang molen yang banyak dijumpai di kota Medan. Pisang molen yang dihasilkan dari pisang kepok (Musa acuminate L.) ini diolah melalui tahapan pengupasan kulit. Dari hasil pengamatan, menunjukkan setiap harinya menghabiskan sekitar 20 unit, dengan produksinya bervariasi mulai dari 500 kg sampai 2 ton bahan baku per proses. Kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) ini masih dapat dimanfaatkan menghasilkan produk-produk yang berguna dan memberi nilai ekonomi yang cukup tinggi, seperti penghasil pectin, keripik, bahan baku kue, dan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos.(Sriharti, 2008)

Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikrobakteri pengurai. Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena ada kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahakan mikroorganisme pengurai seperti EM-4 sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik. (Setyorini, 2006)

Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu komoditas hortikultural sayuran daun yang banyak digemari oleh masyarakat karena rasanya


(40)

enak, mudah didapat dan budidayanya tidak terlalu sulit. Tanaman sawi banyak mengandung vitamin dan gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Dalam setiap 100 gram bobot sawi segar mengandung 2,3 g protein; 0,3 g lemak; 4,0 g karbohidrat; 220 mg Ca; 38 mg P; 6,4 g vitamin A; 0,09 mg vitamin B; 102 mg vitamin C; serta 92 g air. (Direktorat Tanaman Sayuran dan Tanaman Hias, 2012)

Caisim atau sawi bakso merupakan jenis sawi yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar. Tangkai daun yang panjang langsing berwarna putih kehijauan. Daunnya lebar memanjang tipis dan berwarna hijau. Mempunyai rasa yang renyah, segar dengan sedikit sekali rasa pahit. Selain ditumis atau dioseng banyak dibutuhkan oleh pedagang mie dan restoran makanan Cina sehingga permintaannya akan sawi cukup tinggi. Budidaya tanaman sawi (Brassica juncea L.) secara organik juga memliki nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dikomersilkan di pasaran oleh petani. Hal ini dapat dilihat dari harga tanaman organik sekitar Rp.5.000,/kg sampai dengan Rp.8.500,/kg. Sehingga hal tersebut dapat diketahui banyaknya manfaat dari budidaya tanaman sawi (Brassica juncea L.) secara organik. (Haryanto, 2003)

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadapkulit pisang kepok (Musa acuminate L.)dengan tujuan pengolahan kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) sebagai bahan baku pembuatan kompos yang bermanfaat bagi masyarakat petani dengan penambahan aktivator EM-4, khususnya petani tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dengan budidaya tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang menggunakan pupuk kompos pisang kepok (Musa acuminate L.) ini diharapkan akan memperbaiki kondisi fisik, biologi dan kimiawi tanah. (Sriharti, 2008)

Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang pembuatan pupuk kompos dari kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) yang dapat meningkatkan unsur hara bagi tanaman, khususnya tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang dibutuhkan masyarakat luas.


(41)

1.2 Permasalahan

Sesuai uraian diatas, yang menjadi permasalahan adalah:

1. Apakah kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dapat digunakan dalam pembuatan pupuk kompos

2. Apakah pengaruh pupuk kompos terhadap tanaman sawi (Brassica juncea L.)

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi sebagai berikut :

1. Perolehan sampel dibatasi hanya pada kulit pisang kepok (Musa acuminate L.)

2. Penelitian ini hanya menentukan kadar N, P, dan K dalam kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) berdasarkan lamanya waktu fermentasi dengan penambahan aktivator EM-4.

3. Waktu fermentasi sampel dibatasi hanya pada 7 hari dengan pengambilan sampel dilakukan pada fermentasi hari ke-0, ke-1, ke-3, ke-5, dan ke-7. 4. Suhu penyimpanan fermentasi sampel dibatasi antara 40-550C.

5. Kadar Nitrogen ditentukan dengan menggunakan metode kjeldahl.

6. Kadar Fospor ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Visible.

7. Kadar Kalium ditentukan dengan metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA).

8. Pengujian terbatas pada tanaman sawi (Brassica junce L.)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pembuatan pupuk kompos dari kulit pisang kepok (Musa acuminate L.).

2. Untuk mengetahui pengaruh kompos terhadap tanaman sawi (Brassica juncea L.)


(42)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang kadar N, P, dan K didalam kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan penambahan EM-4 sehingga memungkinkan sebagai pupuk tanaman.

2. Memberikan informasi tentang respon tanaman sawi (Brassica juncea L.) ketika diberikan pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.)

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen yang dilakukan dilaboratorium.Sampelberupa kulit pisang kepok (Musa acuminate L. Proses fermentasinya dilakukan dengan preparasi sampel yaitu dengan mencampurkan sampel sebanyak 1,0 kg dengan aktivator EM-4.

Dalam penelitian ini digunakan 3 variabel yaitu :

1. Variable tetap Berat sampel EM-4

2. Variable bebas

Waktu fermentasi sampel 3. Variable terikat

Kadar nitrogen Kadar fosfor Kadar kalium

1.7 Lokasi penelitian

Pelitian dilakukan di laboratorium Biokimia FMIPA USU dan di Badan Riset Standarisasi Nasional (BARISTAND) Medan.


(43)

PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK

(Musa acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar nitrogen, fosfor, dan kalium yang terkandungdidalam kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan pengaruh waktu fermentasi kulit pisang kepok terhadap kadar N,P dan K. Kadar Nitrogen ditentukan dengan metode kjeldhal. Kadar Fosfor ditentukan dengan spektoskopi UV-Visible pada panjang gelombang 400 nm. Kadar Kalium ditentukan dengan metode spektrofotometer serapan atom.Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar nitrogen adalah 0,336 mg/L, kadar fosfor adalah 0,29 mg/L, dan kadar kalium adalah 0,22 mg/L, masing-masing pada hari ke-7.

Dari hasil penelitian juga diperoleh pengaruh dari pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) pada pertumbuhan tanaman, baik dari tinggi tanaman yaitu sekitar 20-25 cm, lebar daun yaitu sekitar 5-10 cm dan jumlah helai daun yaitu sekitar 5-8 helai daun.

Kata kunci : Kulit pisang kepok, Sawi, Kjeldhal, SSA, Spektrofotometer UV-Vis dan Kadar NPK.


(44)

COMPOST GIVING EFFECT OF SKIN KEPOK BANANA (Musa

acuminate L.) ON PLANT GROW MUSTARD (Brassica juncea L.)

ABSTRACT

The contents of nitrogen, phosphor and pottasium contents in banana skin kepok (Musa acuminate L.) has been determined. The percentage of nitrogen was determined by kjeldhal method. Phosphor percentage was dtermined by UV-Visible spectrophotometer at 400 nm wavelength. Pottasium was determined by Atomic Absorption Spectrophotometer.The result analysis in banana skin kepok (Musa acuminate L.) of nitrogen percentage is 0,336 mg/L, phosphor percentage is 0,29 mg/L, and pottasium percentage is 0,22 mg/L, in 7th days.

From the research results were also obtained the effect of compost banana peels kepok (Musa acuminate L.) on the growth of plants, bouth plant height is about 20-25 cm, width of leaves are about 5-10 cm, and the number of leaves about 5-8 leaves.

Keywords : Kepok babnana peel, Mustard, Kjeldhal , AAS, UV-Vis spectrophotometer and The levels of NPK.


(45)

PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK

(Musa acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)

SKRIPSI

SOPIAH NUR TANJUNG

100802017

DEPARTEMEN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(46)

PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK

(Musa acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)

SKRIPSI

SOPIAH NUR TANJUNG

100802017

DEPARTEMEN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN2016


(47)

PERSETUJUAN

Disetujui di: Medan, 2016

: Disetujui di Medan, November 2016

Komisi pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra. Nurhaida Pasaribu M.Si Dr. Rumondang Bulan .

M.SNIP. 1957011987012001

NIP.195408301985032001

Diketahui/Disetujui olehDepartemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr. Rumondang Bulan . M.SNIP.195408301985032001

Judul:PengaruhPupuk Kompos dari Kulit PisangKepok (Musa acuminate L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi

(Brassica junce L.) Kategori :Skripsi

Nama :Sopiah Nur Tanjung Nomor Induk Mahasiswa:100802017

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas :Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara


(48)

PERNYATAAN

PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa

acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMANSAWI

(Brassica junce L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2016

SOPIAH NUR TANJUNG


(49)

PENGHARGAAN

Tidak ada ungkapan kata yang paling baik, kecuali mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pedidikan sarjana sains di FMIPA USU dengan judul “PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica junce L.)”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta Hapsah Lubis dan kepada abang penulis Darwin dan kakak penulis Yuningsih yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materi, serta kepada Putri, Ira, Dani dan Wahyu

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini kepada:

1. Ibu Dr.Rumondang Bulan M.S selaku Dosen Pembimbing I dan ketua departemen Kimia FMIPA USU. Ibu Dra.Nurhaida Pasaribu M.Si selaku Dosen Pembimbing II.

2. Bapak Drs. Albert Pasaribu M.Sc selaku sekretaris departemen Kimia FMIPA USU, serta Dr. Minto Supeno M.S selaku dosan PA penulis dan kepada semua staff dosen Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Dr. Ir. Dahri Tanjung dan istrinya beserta keluarga besar.

4. Sahabat-sahabat penulis : kak Chyntia, kak Dewi, Nofemi, Mahmuda, Iis, Nirmala, Cayaha, Dina, Fitria, Zia.

5. Adik-adik stambuk 2011,2012,2013,2014 dan 2015.

Memang tidak ada yang memiliki sifat kesempurnaan selain Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya penulis menyadari setiap penulis menulis skripsi dan mengerjakannya penelitian merasa belum secara optimal dan maksimal. Akhirnya, segala puji bagi Allah, Rabb yang menguasai alam semesta.


(50)

PENGARUH PUPUK KOMPOS DARI KULIT PISANG KEPOK

(Musa acuminate L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan kadar nitrogen, fosfor, dan kalium yang terkandungdidalam kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) dengan pengaruh waktu fermentasi kulit pisang kepok terhadap kadar N,P dan K. Kadar Nitrogen ditentukan dengan metode kjeldhal. Kadar Fosfor ditentukan dengan spektoskopi UV-Visible pada panjang gelombang 400 nm. Kadar Kalium ditentukan dengan metode spektrofotometer serapan atom.Dari hasil penelitian ini diperoleh kadar nitrogen adalah 0,336 mg/L, kadar fosfor adalah 0,29 mg/L, dan kadar kalium adalah 0,22 mg/L, masing-masing pada hari ke-7.

Dari hasil penelitian juga diperoleh pengaruh dari pupuk kompos kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) pada pertumbuhan tanaman, baik dari tinggi tanaman yaitu sekitar 20-25 cm, lebar daun yaitu sekitar 5-10 cm dan jumlah helai daun yaitu sekitar 5-8 helai daun.

Kata kunci : Kulit pisang kepok, Sawi, Kjeldhal, SSA, Spektrofotometer UV-Vis dan Kadar NPK.


(51)

COMPOST GIVING EFFECT OF SKIN KEPOK BANANA (Musa

acuminate L.) ON PLANT GROW MUSTARD (Brassica juncea L.)

ABSTRACT

The contents of nitrogen, phosphor and pottasium contents in banana skin kepok (Musa acuminate L.) has been determined. The percentage of nitrogen was determined by kjeldhal method. Phosphor percentage was dtermined by UV-Visible spectrophotometer at 400 nm wavelength. Pottasium was determined by Atomic Absorption Spectrophotometer.The result analysis in banana skin kepok (Musa acuminate L.) of nitrogen percentage is 0,336 mg/L, phosphor percentage is 0,29 mg/L, and pottasium percentage is 0,22 mg/L, in 7th days.

From the research results were also obtained the effect of compost banana peels kepok (Musa acuminate L.) on the growth of plants, bouth plant height is about 20-25 cm, width of leaves are about 5-10 cm, and the number of leaves about 5-8 leaves.

Keywords : Kepok babnana peel, Mustard, Kjeldhal , AAS, UV-Vis spectrophotometer and The levels of NPK.


(52)

DAFTAR ISIS

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstrack vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3 1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4 1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Pisang 5

2.1.1. 2.1.1. Komposisi Kulit Pisang 6

2.2. 2.2.Tanaman Sawi 6 2.2.1. 2.2.1.Deskripsi dan Morfologi Tanaman Sawi 7

2.2.2. 2.2.2. Jenis-jenis Sawi 8 2.3. 2.3. Fermentasi 9 2.3 2.4. Efektif Mikroorganisme-4 (EM-4) 10 2.5 2.5. Unsur Hara Tanaman 11 2.4.1 2.5.1. Pemanfaatan Pupuk 12 2.4.2 2.5.2. Unsur Hara Makro Primer 14

2. 2.5.2.1.Nitrogen (N) 14

2.4.2.2 2.5.2.2. Fosfor (P) 2.4.215 2.5.2.3. 2.5.2.3.Kalium (K) 16

2.4.3 2.5.3. Kegunaan Unsur Hara Makro 16

2.4.3.1 2.5.3.1. Kegunaan Unsur Hara Nitrogen 16

2.4.3.2 2.5.3.2. Kegunaan Unsur Hara Fosfor 17

2.2.2. 2.5.3.3. Kegunaan Unsur Hara Kalium 17

2.5 2.5. Metode Kjeldhal 17

2.6 2.6. Metode Spektofotometri UV-Visible 19

2.7 2.7. Metode Spektrofotometer Serapan Atom 20 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. 3.1.


(53)

3.2. Bahan 22

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 3.3.1. Penyediaan sampel 24

3.3.2 3.3.2. Preparasi Sampel 24

3.3.3 3.3.3.Pembuatan Reagen 24 3.4

3.4. Prosedur Kerja 25 3.4.1

3.4.1. Destruksi Sampel 25 3.4.2 3.4.2. Analisa Nitrogen 25 3.4.3 3.4.3. Analisa Fosfor 25 3.4.4 3.4.4.

Analisa Kalium 26 3.5 3.5. Bagan

Penelitian 28 3.5.1 3.5.1.

Preparasi Sampel 28 3.5.2 3.5.2. Analisa Nitrogen 29 3.5.3 3.5.3. Analisa Fosfor 30 3.5.4 3.5.4. Analisa

Kalium 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 32 4.2

4.2. Pembahasan 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 38

5.2. Saran 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(54)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Komposisi Kulit Pisang 6

4.1 Data Hasil Penentuan Kadar Nitrogen dalam Kompos Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

32

4.2 Data Hasil Penentuan Kadar Fosfor dalam Kompos Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

33

4.3 Data Hasil Penentuan Kadar Kalium dalam Kompos Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4


(55)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1. Pisang Kepok Kuning 6

2. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 7

3. Susunan Alat Kjeldahl 18

4. Histogram Analisis Kandungan Nitrogen 34

5. Histogram Analisis Kandungan Fosfor 35


(56)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1. Alat – alat Penelitian 42

1.a Alat Spektrofotometer Serapan Atom 42

1.b Alat Spektrofotometer UV-Visible 42

1.c Alat Kjeldahl 42

2. Fermentasi Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) 43

3. Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen 44

3.a Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-0) 44 3.b Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-1) 44 3.c Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-3) 44 3.d Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-5) 44 3.e Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-7) 44


(1)

COMPOST GIVING EFFECT OF SKIN KEPOK BANANA (Musa acuminate L.) ON PLANT GROW MUSTARD (Brassica juncea L.)

ABSTRACT

The contents of nitrogen, phosphor and pottasium contents in banana skin kepok (Musa acuminate L.) has been determined. The percentage of nitrogen was determined by kjeldhal method. Phosphor percentage was dtermined by UV-Visible spectrophotometer at 400 nm wavelength. Pottasium was determined by Atomic Absorption Spectrophotometer.The result analysis in banana skin kepok (Musa acuminate L.) of nitrogen percentage is 0,336 mg/L, phosphor percentage is 0,29 mg/L, and pottasium percentage is 0,22 mg/L, in 7th days.

From the research results were also obtained the effect of compost banana peels kepok (Musa acuminate L.) on the growth of plants, bouth plant height is about 20-25 cm, width of leaves are about 5-10 cm, and the number of leaves about 5-8 leaves.

Keywords : Kepok babnana peel, Mustard, Kjeldhal , AAS, UV-Vis spectrophotometer and The levels of NPK.


(2)

DAFTAR ISIS

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstrack vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3 1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4 1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Pisang 5

2.1.1. 2.1.1. Komposisi Kulit Pisang 6

2.2. 2.2.Tanaman Sawi 6 2.2.1. 2.2.1.Deskripsi dan Morfologi Tanaman Sawi 7

2.2.2. 2.2.2. Jenis-jenis Sawi 8 2.3. 2.3. Fermentasi 9 2.3 2.4. Efektif Mikroorganisme-4 (EM-4) 10 2.5 2.5. Unsur Hara Tanaman 11 2.4.1 2.5.1. Pemanfaatan Pupuk 12 2.4.2 2.5.2. Unsur Hara Makro Primer 14

2. 2.5.2.1.Nitrogen (N) 14

2.4.2.2 2.5.2.2. Fosfor (P) 2.4.215 2.5.2.3. 2.5.2.3.Kalium (K) 16

2.4.3 2.5.3. Kegunaan Unsur Hara Makro 16

2.4.3.1 2.5.3.1. Kegunaan Unsur Hara Nitrogen 16

2.4.3.2 2.5.3.2. Kegunaan Unsur Hara Fosfor 17

2.2.2. 2.5.3.3. Kegunaan Unsur Hara Kalium 17

2.5 2.5. Metode Kjeldhal 17

2.6 2.6. Metode Spektofotometri UV-Visible 19

2.7 2.7. Metode Spektrofotometer Serapan Atom 20

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. 3.1. Alat 22


(3)

3.2. Bahan 22

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 3.3.1. Penyediaan sampel 24

3.3.2 3.3.2. Preparasi Sampel 24

3.3.3 3.3.3.Pembuatan Reagen 24 3.4

3.4. Prosedur Kerja 25 3.4.1

3.4.1. Destruksi Sampel 25 3.4.2

3.4.2. Analisa Nitrogen 25 3.4.3

3.4.3. Analisa Fosfor 25 3.4.4 3.4.4.

Analisa Kalium 26 3.5 3.5. Bagan

Penelitian 28 3.5.1 3.5.1.

Preparasi Sampel 28 3.5.2 3.5.2.

Analisa Nitrogen 29 3.5.3 3.5.3.

Analisa Fosfor 30 3.5.4 3.5.4. Analisa

Kalium 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 32 4.2

4.2. Pembahasan 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 38

5.2. Saran 38

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Komposisi Kulit Pisang 6

4.1 Data Hasil Penentuan Kadar Nitrogen dalam Kompos Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

32 4.2 Data Hasil Penentuan Kadar Fosfor dalam Kompos Kulit Pisang

Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4

33 4.3 Data Hasil Penentuan Kadar Kalium dalam Kompos Kulit Pisang

Kepok (Musa acuminate L.) dengan Penambahan EM-4


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1. Pisang Kepok Kuning 6

2. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) 7

3. Susunan Alat Kjeldahl 18

4. Histogram Analisis Kandungan Nitrogen 34

5. Histogram Analisis Kandungan Fosfor 35


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1. Alat – alat Penelitian 42

1.a Alat Spektrofotometer Serapan Atom 42

1.b Alat Spektrofotometer UV-Visible 42

1.c Alat Kjeldahl 42

2. Fermentasi Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) 43

3. Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen 44

3.a Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-0) 44 3.b Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-1) 44 3.c Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-3) 44 3.d Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-5) 44 3.e Hasil Titrasi dari kadar Nitrogen (Hari ke-7) 44