Penatalaksanaan Histologi Kelenjar Prostat

Dalam jurnal Epidemiology and Natural History of Prostatic Diseases 2004 dinyatakan bahwa untuk mendiagnosis BPH pada saat ini tidaklah mudah. Banyak pasien mengalami gejala sedang LUTS, tapi tidak diikuti dengan pembesaran prostat yang bermakna dan kondisi miksi normal sewaktu dilakukan pemeriksaan uroflowmetri. Ini dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Hokaido. Persentase pria dengan gejala LUTS sedang atau berat pada usia 50-59 tahun 40, 60-69 tahun 52, 70-79 tahun 63. Persentase pria dengan pancaran maksimum Qmax 10 mldetik atau kurang pada usia 50-59 tahun 6, 60-69 tahun 19, 70-79 tahun 42. Persentase pria dengan pembesaran prostat volume prostat 20 cc pada 50-59 tahun 34, 60-69 tahun 39, 70-79 tahun 38. Dengan parameter di atas, maka persentase pria yang mengalami ketiga kriteria tersebut pada 50-59 tahun 6, 60-69 tahun 6, 70-79 tahun 12 Tsukamoto, 2004. Di sisi lain, pasien yang mengalami BPH akan mengalami penurunan kualitas hidup. Umumnya disebabkan karena tidak mampu menahan miksi dan miksi di malam hari. Dalam jurnal Epidemiology of Prostate Cancer and Benign Prostatic Hyperplasia 2009 disebutkan sekitar 12,5 dari pria memiliki frekuensi miksi 11 kali atau lebih per hari dan 16,7 terbangun untuk miksi 3 kali atau lebih saat malam hari Suzuki, 2009.

2.3.6. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan mencegah progresifitas penyakit. Pilihan terapi tergantung dari hasil skor IPSS pasien Presti, 2004; Purnomo, 2009. Universitas Sumatera Utara 1. Watchful waiting Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi apapun karena dapat sembuh sendiri dan diberi penjelasan mengenai semua hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti jangan mengkomsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi komsumsi kopi atau coklat mengiritasi kandung kemih, batasi penggunaan obat flu yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu lama. Selain itu pasien juga diminta untuk datang kontrol secara periodik setelah 6 bulan untuk mengevaluasi keluhannya sambil dilakukan pemeriksaan uroflowmetri dan volume residu urin Presti, 2004; Purnomo, 2009. 2. Medikamentosa Pilihan terapi medikamentosa ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 8- 19. Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain : a. Penghambat reseptor adrenergik- α1 α1 adrenergic blocker Tujuannya adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. Awalnya obat yang digunakan adalah golongan non selektif fenoksibenzamine yang mampu memperbaiki laju pancaran dan mengurangi keluhan miksi. Tetapi obat ini menyebabkan komplikasi sistemik sehingga tidak disenangi oleh pasien. Kemudian ditemukan obat penghambat adrenergik α1 yang punya waktu paruh pendek prazosin dan panjang tetrazosin, doxazosin. Golongan penghambat adrenergik α1a tamsulosin sangat selektif terhadap otot polos prostat Presti, 2004; Purnomo, 2009. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Klasifikasi terapi medikamentosa beserta dosisnya Klasifikasi Dosis Oral Alpha blockers Nonselektif Phenoxybenzamine 10 mg 2 x sehari Alpha-1, short-acting Prazosin 2 mg 2 x sehari Alpha-1, long-acting Terazosin 5 atau 10 mg sehari Doxazosin 4 or 8 mg sehari Alpha-1a selectif Tamsulosin 0,4 atau 0,8 mg sehari Presti, 2004 b. Penghambat 5α-reduktase Tujuannya adalah untuk mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar DHT. Obat ini finasteride menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5α – reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pemberian obat ini 5 mg sehari selama 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28 dan memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Finasteride mempunyai efek samping antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Kombinasi finasteride dengan penghambat reseptor adrenergik α lebih baik daripada obat tunggal Presti, 2004; Purnomo, 2009. Universitas Sumatera Utara c. Fitoterapi Terapi ini menggunakan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, namun data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, dan masih banyak lainnya Presti, 2004; Purnomo, 2009. 3. Operasi Pilihan operasi ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 20-35. Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan. Indikasi pembedahan ditujukan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbul batu saluran kemih atau penyulit lainnya akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. Presti, 2004; Purnomo, 2009. Tindakan pembedahan tersebut antara lain : a. Transuretral Resection of the Prostate TURP TURP merupakan gold standart dan operasi yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat menggunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril aquades karena tidak menyebabkan hantaran listrik saat operasi dan harganya cukup murah Presti, 2004; Purnomo, 2009. b. Transurethral Incision of the Prostate TUIP Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan dua insisi dengan pisau Collins pada posisi jam 5 dan 7. Insisi diawali dari distal ke orificium uretra dan keluar melalui verumontanum Presti, 2004; Purnomo, 2009. Universitas Sumatera Utara c. Prostatektomi terbuka Prostatektomi terbuka dilakukan pada keadaan prostat yang sangat besar 100 gram. Tindakan ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal Freyer atau retropubik infravesikal Millin Presti, 2004; Purnomo, 2009. d. Laser prostatektomi Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama dan tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya. Tindakan ini lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, dan penyembuhan lebih cepat. Akan tetapi terapi ini membutuhkan terapi ulang 2 tiap tahunnya. Selain itu tidak diperolehnya jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP merupakan komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan ini Presti, 2004; Purnomo, 2009. 4. Tindakan invasif minimal Tindakan ini terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain : a. Termoterapi Teknik ini direkomendasikan untuk pasien yang memliki prostat ukuran kecil. Pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915- 1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan dalam uretra menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional karena nekrosis koagulasi Presti, 2004; Purnomo, 2009. Universitas Sumatera Utara b. Transurethral Needle Ablation of the prostate TUNA Teknik ini menggunakan kateter yang dimasukkan ke dalam uretra melalui sistokopi dengan pemberian anestesi topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Kateter ini dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy panas sampai 100ºC sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat Presti, 2004; Purnomo, 2009. c. High Intensity Focused Ultrasound HIFU Teknik ini menggunakan alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Energi panas yang berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik dengan frekuensi 0,5-10 Mhz akan dipancarkan melalui alat ini sehingga menimbukan nekrosis pada prostat Presti, 2004; Purnomo, 2009. d. Stent Alat ini ditujukan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Stent ini dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat dan dapat dipasang selama 6-36 bulan. Pemasangan stent ini tidak menyebabkan reaksi dengan jaringan karena terbuat dari bahan yang tidak diserap serta dapat dipasang atau dilepas kembali secara endoskopi Presti, 2004; Purnomo, 2009.

2.3.7. Prognosis