pertumbuhan TGF- β berperan dalam proses ini. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa
prostat Purnomo, 2009. 5. Teori sel stem
Sel stem mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif sehingga mampu mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Kehidupan sel ini
dipengaruhi oleh keberadaan hormon androgen. Kadar androgen yang meningkat menyebabkan ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi sel stroma maupun epitel yang berlebihan Purnomo, 2009. Dari beberapa teori di atas, ada juga teori yang menyatakan bahwa hormon
testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat sedangkan estrogen mempengaruhi bagian tengah prostat. Ketidakseimbangan hormon ini membuat
pertumbuhan yang abnormal pada salah satu bagian dari lobus prostat Aritonang, 2007. Akibat dari hiperplasia prostat, resistensi pada uretra akan meningkat sehingga
menyebabkan aliran urin menjadi lebih lambat Presti, 2004.
2.3.4. Gejala Klinis
Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10 pria yang mengalami kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai bagian dalam prostat,
manifestasinya yang tersering adalah gejala saluran kemih bawah atau Lower Urinary Track Syndrome LUTS. Gejala tersebut terdiri atas obstruksi dan iritasi. Sulit
memulai aliran urine hesitancy, pancaran kencing yang lemah weak stream, kencing tidak lampias incomplete emptying, mengedan saat kencing straining, dan
kencing terputus-putus intermittency termasuk dalam gejala obstruktif. Sedangkan tidak dapat menunda kencing urgency, sering kencing frequency, dan kencing di
malam hari nocturia tergolong dalam gejala iritasi Kumar, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH diperlukan beberapa tindakan seperti : 1. Anamnesis
Hal yang perlu ditanyakan pada pasien adalah usia dan gejala-gejala yang dialami pasien seperti pada gejala klinis. Sistem skoring diperlukan untuk
menilai tingkat keparahan dari keluhan pasien yg diisi secara subjektif. Sistem skoring yang digunakan adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau
International Prostate Symptom Score IPSS Presti, 2004; Purnomo, 2009.
Gambar 2.3. Skor IPSS Tanagho, 2004
2. Pemeriksaan fisik
Universitas Sumatera Utara
a. Kandung kemih Pada pemeriksaan didapati kandung kemih terisi penuh dan teraba
massa akibat retensi urin Purnomo, 2009. b. Colok dubur atau Digital Rectal Examination DRE
Pada pemeriksaan DRE didapati prostat teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan
nodul, menonjol ke dalam rektum Presti, 2004; Purnomo, 2009. 3. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah lengkap Komponen yang diperiksa antara lain ureum, kreatinin, elektrolit,
BUN, dan gula darah Presti, 2004; Purnomo, 2009. b. Urin
Dilakukan kultur urin dan sensitivitas untuk melihat kemungkinan infeksi Presti, 2004; Purnomo, 2009.
c. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen PSA Pemeriksaan PSA ditujukan pada pasien yang memiliki resiko BPH.
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai skreening untuk deteksi dini kanker prostat Presti, 2004; Deters, 2011.
4. Pemeriksaan pencitraan a. Foto polos abdomen Buik Nier Overzich, BNO
Foto polos abdomen digunakan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu atau kalkulosa prostat, dan kadang dapat
menunjukkan bayangan kandung kemih yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari suatu retensi urin Purnomo, 2009.
b. Intravenous Pyelography IVP IVP digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat pendesakan kandung kemih oleh kelenjar
Universitas Sumatera Utara
prostat, dan penyulit-penyulit yang lain. Pemeriksaan IVP sekarang tidak direkomendasikan pada BPH Presti, 2004; Purnomo, 2009.
c. Transrectal Ultrasound TRUS TRUS digunakan untuk mengetahui volume kelenjar prostat, adanya
kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residu urin, dan
mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam kandung kemih Purnomo, 2009.
d. Ultrasonografi transabdominal Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama Purnomo, 2009.
e. Sistografi Sistografi digunakan bila terdapat hematuria atau kemungkinan
terdapat tumor Presti, 2004; Purnomo, 2009. f. CT-scan MRI jarang digunakan Presti, 2004; Purnomo, 2009.
5. Pemeriksaan lain a. Uroflowmetri
Uroflowmetri digunakan untuk pemeriksaan derajat obstruksi prostat. Dari uroflowmetri dapat diketahui lawa waktu miksi voiding time, lama
pancaran flow time, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum time to max flow, pancaran maksimum max flow rate, rata-
rata pancaran average flow rate, dan volume urin yang keluar sewaktu miksi voided volume Purnomo, 2009.
b. Pemeriksaan volume residu urin Tindakan ini dilakukan dengan memasang kateter dengan batas
indikasi 100 cc Purnomo, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Dalam jurnal Epidemiology and Natural History of Prostatic Diseases
2004 dinyatakan bahwa untuk mendiagnosis BPH pada saat ini tidaklah mudah. Banyak
pasien mengalami gejala sedang LUTS, tapi tidak diikuti dengan pembesaran prostat yang bermakna dan kondisi miksi normal sewaktu dilakukan pemeriksaan
uroflowmetri. Ini dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Hokaido. Persentase pria dengan gejala LUTS sedang atau berat pada usia 50-59
tahun 40, 60-69 tahun 52, 70-79 tahun 63. Persentase pria dengan pancaran maksimum Qmax 10 mldetik atau kurang pada usia 50-59 tahun 6,
60-69 tahun 19, 70-79 tahun 42. Persentase pria dengan pembesaran prostat volume prostat 20 cc pada 50-59 tahun 34, 60-69 tahun 39, 70-79 tahun
38. Dengan parameter di atas, maka persentase pria yang mengalami ketiga kriteria tersebut pada 50-59 tahun 6, 60-69 tahun 6, 70-79 tahun 12
Tsukamoto, 2004. Di sisi lain, pasien yang mengalami BPH akan mengalami penurunan kualitas
hidup. Umumnya disebabkan karena tidak mampu menahan miksi dan miksi di malam hari. Dalam jurnal Epidemiology of Prostate Cancer and Benign Prostatic
Hyperplasia 2009 disebutkan sekitar 12,5 dari pria memiliki frekuensi miksi 11 kali atau lebih per hari dan 16,7 terbangun untuk miksi 3 kali atau lebih saat malam
hari Suzuki, 2009.
2.3.6. Penatalaksanaan