Karakteristik Penderita Tumor Jinak Dan Ganas Pada Prostat Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS

PADA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011

Oleh :

DIAN PERMATA PUTRA ZENDRATO

090100106

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS

PADA PROSTAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

DIAN PERMATA PUTRA ZENDRATO

090100106

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Tumor Jinak dan Ganas pada Prostat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

Nama : Dian Permata Putra Zendrato NIM : 090100106

Pembimbing Penguji

(dr. Jessy Chrestella, Sp.PA) (dr. Cut Aria Arina, Sp.S) NIP : 19820113 200801 2 006 NIP : 19771020 200212 2 001

(dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA) NIP : 19620212 198911 1 001

Medan, Januari 2013 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Tumor prostat masih menjadi permasalahan kesehatan bagi kelompok pria yang memasuki usia transisi 50 tahun. Tumor jinak prostat pada penelitian ini adalah

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dan merupakan penyakit kedua terbanyak di klinik urologi. Sedangkan tumor ganas prostat adalah kanker prostat yang merupakan kanker kedua paling sering dijumpai pada laki-laki.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011. Penelitian jenis deskriptif cross sectional dengan jumlah sampel 127 orang diambil secara total sampling yang terdiri dari 82 orang penderita BPH dan 45 orang penderita kanker prostat. Data diambil dari rekam medis dan dianalisa secara komputerisasi.

Hasil penelitian pada penderita BPH menunjukkan proporsi tertinggi pada kelompok usia 71-80 tahun (35,4%), usia termuda 49 tahun, usia tertua 90 tahun, jenis pekerjaan wiraswasta (36,6%), diagnosis tunggal (54,9%), jumlah gejala <2 (47,6%), onset 1-3 bulan (35,4%), terapi TURP (59,8%), PSA meningkat (32,9%).

Hasil penelitian pada penderita kanker prostat menunjukkan proporsi tertinggi pada kelompok usia 61-70 tahun (48,9%), usia termuda 47 tahun, usia tertua 84 tahun, jenis pekerjaan wiraswasta (44,4%), diagnosis tunggal (71,1%), jumlah gejala 2-4 (46,7%), onset 1-3 bulan (24,4%), terapi TURP (37,8%), PSA meningkat (66,7%), skor Gleason 5-7 (8,9%). Oleh karena itu, dianjurkan kepada setiap laki-laki yang memasuki usia 50 tahun untuk melakukan skreening.

Kata kunci : karakteristik, tumor jinak prostat, tumor ganas prostat, BPH, kanker prostat


(5)

ABSTRACT

Prostate tumor still a health problem for the group of men who entered the transition period of 50 years. Benign prostate tumor in this study is benign prostate hyperplasia (BPH) and its the second most frequent diseases in urology clinics. While malignant prostate tumor is prostate cancer and its the second most common cancer in men.

The purpose of this study was to determine the characteristics of patients with benign and malignant tumors of the prostate on 2011 in Haji Adam Malik Medan hospital. The type of this study was descriptive cross sectional with total of sample were 127 people by total sampling consisted of 82 patients with BPH and 45 patients with prostate cancer. Data retrieved from medical records and analyzed by computerized.

The results of the study in patients with BPH showed the highest proportion in the age group 71-80 years (35.4%), the youngest aged 49, the oldest 90 years old, self-employed occupations (36.6%), single diagnosis (54.9%) , the number of symptoms <2 (47.6%), onset 1-3 months (35.4%), TURP therapy (59.8%), PSA increased (32.9%).

The results of the study in patients with prostate cancer showed the highest proportion in the age group 61-70 years (48.9%), the youngest aged 47, the oldest 84 years old, self-employed occupations (44.4%), single diagnosis (71.1%), the number of symptoms of 2-4 (46.7%), onset 1-3 months (24.4%), TURP therapy (37.8%), PSA increased (66.7%), Gleason score 5-7 (8.9%). Therefore, it is recommended to every man who enters the age of 50 years to do screening.

Keywords: characteristics, benign prostate tumor, malignant prostate tumor, BPH, prostate cancer


(6)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul ”Karakteristik Penderita Tumor Jinak dan Ganas pada Prostat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011”.

Penulisan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Umum dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bimbingan, arahan, saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran USU.

2. dr. Jessy Chrestella, Sp.PA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Cut Aria Arina, Sp.S dan dr. T. Ibnu Alferally, Sp.PA selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan tanggapan dan kritikan yang bersifat membangun.

4. dr. Imam Budi Putra, Sp.KK selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran USU.

5. Drs. Palas Tarigan, Apt selaku kepala instalasi Litbang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.


(7)

6. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda dr. Perdamaian Zendrato, M.Kes dan ibunda Ir. Nur Kemala Gulo, yang telah membesarkan dengan penuh pengorbanan serta selalu memberi doa, semangat, dan dukungan moril.

7. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan.

8. Andri Winata Sitepu dan Sulaiman Delrizal selaku kelompok sesama bimbingan penelitian yang telah memberi bantuan berupa saran, kritik, dan motivasi selama penyusunan karya tulis ilmiah.

9. Semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa isi karya tulis ilmiah ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan dilaksanakan sesuai dengan isi yang tercantum di dalamnya.

Medan, 6 Desember 2012

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN.………... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ...………... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR SINGKATAN... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN... ... 1

1.1.Latar Belakang…… ... 1

1.2.Rumusan Masalah…… ... 3

1.3.Tujuan Penelitian…… ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... .. 5

2.1. Anatomi Kelenjar Prostat………. 5

2.2. Histologi Kelenjar Prostat… ... 6

2.3. Tumor Jinak Prostat…… ... 7

2.3.1. Epidemiologi……….. ... 7

2.3.2. Faktor Resiko………. ... 7

2.3.3. Etiopatogenesis………. 8

2.3.4. Gejala Klinis……… . 10

2.3.5. Diagnosis……… ... 10

2.3.6. Penatalaksanaan……….. .. 14


(9)

2.4. Tumor Ganas Prostat…… ... 19

2.4.1. Epidemiologi………... .. 19

2.4.2. Faktor Resiko………. ... 20

2.4.3. Patologi……… . 21

2.4.4. Gejala Klinis……… . 22

2.4.5. Diagnosis……… ... 23

2.4.6. Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium……… ... 24

2.4.7. Penatalaksanaan……….. .. 26

2.4.8. Prognosis……… ... 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 28

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 28

3.2. Defenisi Operasional dan Variabel... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 30

4.1. Jenis Penelitian…… ... 30

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian…… ... 30

4.3. Populasi dan Sampel…… ... 30

4.4. Metode Pengumpulan Data…… ... 31

4.5. Pengolahan dan Analisis Data…… ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 32

5.1. Hasil Penelitian………. 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 32

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian……… 32

5.1.3. Distribusi Penderita Tumor Jinak Prostat……….. 32

5.1.4. Distribusi Penderita Tumor Ganas Prostat………. 37


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 46

9.1. Kesimpulan………... 46

9.2. Saran………. 47

DAFTAR PUSTAKA... 48


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Terapi Medikamentosa Beserta Dosisnya 15

2.2. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason 24

2.3. Sistem Staging TNM Untuk Kanker Prostat 24

2.4. Stadium Untuk Kanker Prostat 26

5.1. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Kelompok Usia 33

5.2. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Usia 33

5.3. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Pekerjaan 33

5.4. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Diagnosis 34

5.5. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Jumlah Gejala 35

5.6. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Onset Terjadinya Gejala 35

5.7. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Terapi 36


(12)

5.9. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Kelompok Usia

37

5.10 Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Usia 37

5.11. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Pekerjaan 38

5.12. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Diagnosis 38

5.13. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Jumlah Gejala 39

5.14. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Onset Terjadinya Gejala

39

5.15. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Terapi 40

5.16. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Nilai PSA 41


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kelenjar Prostat Normal 5

2.2. Histologi Kelenjar Prostat Normal 7

2.3. Skor IPSS 11


(14)

DAFTAR SINGKATAN

BAJAH : Biopsi Aspirasi Jarum Halus BNO : Buik Nier Overzich

BPH : Benign Prostat Hyperplasia

BUN : Blood Urea Nitrogen

Cd : Cadmium

CT : Computed Tomography

DHT : Dihidrotestosteron DNA : Deoxyribonucleic Acid

DRE : Digital Rectal Examination

HGPIN : High Grade Prostatic Intraepithelial Neoplasia

HIFU : High Intensity Focused Ultrasound

IPSS : International Prostate Symptom Score

IVP : Intravenous Pyelography

LGPIN : Low Grade Prostatic Intraepithelial Neoplasia

LHRH : Luteinizing Hormone Releasing Hormone

LUTS : Lower Urinary Track Syndrome

MRI : Magnetic Resonance Imaging

PIN : Prostatic Intraepithelial Neoplasia

PSA : Prostate Spesific Antigen

RNA : Ribonucleic Acid

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat TRUS : Transrectal Ultrasound

TUIP : Transurethral Incision of the Prostate

TUNA : Transurethral Needle Ablation of the prostate


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Surat Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 4 Data Induk


(16)

ABSTRAK

Tumor prostat masih menjadi permasalahan kesehatan bagi kelompok pria yang memasuki usia transisi 50 tahun. Tumor jinak prostat pada penelitian ini adalah

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dan merupakan penyakit kedua terbanyak di klinik urologi. Sedangkan tumor ganas prostat adalah kanker prostat yang merupakan kanker kedua paling sering dijumpai pada laki-laki.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011. Penelitian jenis deskriptif cross sectional dengan jumlah sampel 127 orang diambil secara total sampling yang terdiri dari 82 orang penderita BPH dan 45 orang penderita kanker prostat. Data diambil dari rekam medis dan dianalisa secara komputerisasi.

Hasil penelitian pada penderita BPH menunjukkan proporsi tertinggi pada kelompok usia 71-80 tahun (35,4%), usia termuda 49 tahun, usia tertua 90 tahun, jenis pekerjaan wiraswasta (36,6%), diagnosis tunggal (54,9%), jumlah gejala <2 (47,6%), onset 1-3 bulan (35,4%), terapi TURP (59,8%), PSA meningkat (32,9%).

Hasil penelitian pada penderita kanker prostat menunjukkan proporsi tertinggi pada kelompok usia 61-70 tahun (48,9%), usia termuda 47 tahun, usia tertua 84 tahun, jenis pekerjaan wiraswasta (44,4%), diagnosis tunggal (71,1%), jumlah gejala 2-4 (46,7%), onset 1-3 bulan (24,4%), terapi TURP (37,8%), PSA meningkat (66,7%), skor Gleason 5-7 (8,9%). Oleh karena itu, dianjurkan kepada setiap laki-laki yang memasuki usia 50 tahun untuk melakukan skreening.

Kata kunci : karakteristik, tumor jinak prostat, tumor ganas prostat, BPH, kanker prostat


(17)

ABSTRACT

Prostate tumor still a health problem for the group of men who entered the transition period of 50 years. Benign prostate tumor in this study is benign prostate hyperplasia (BPH) and its the second most frequent diseases in urology clinics. While malignant prostate tumor is prostate cancer and its the second most common cancer in men.

The purpose of this study was to determine the characteristics of patients with benign and malignant tumors of the prostate on 2011 in Haji Adam Malik Medan hospital. The type of this study was descriptive cross sectional with total of sample were 127 people by total sampling consisted of 82 patients with BPH and 45 patients with prostate cancer. Data retrieved from medical records and analyzed by computerized.

The results of the study in patients with BPH showed the highest proportion in the age group 71-80 years (35.4%), the youngest aged 49, the oldest 90 years old, self-employed occupations (36.6%), single diagnosis (54.9%) , the number of symptoms <2 (47.6%), onset 1-3 months (35.4%), TURP therapy (59.8%), PSA increased (32.9%).

The results of the study in patients with prostate cancer showed the highest proportion in the age group 61-70 years (48.9%), the youngest aged 47, the oldest 84 years old, self-employed occupations (44.4%), single diagnosis (71.1%), the number of symptoms of 2-4 (46.7%), onset 1-3 months (24.4%), TURP therapy (37.8%), PSA increased (66.7%), Gleason score 5-7 (8.9%). Therefore, it is recommended to every man who enters the age of 50 years to do screening.

Keywords: characteristics, benign prostate tumor, malignant prostate tumor, BPH, prostate cancer


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada zaman sekarang ini pola hidup masyarakat sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Dalam konteks ini pola hidup yang dimaksud adalah pola hidup yang serba instan dalam hal pola dan menu makanan masyarakat. Makanan yang dikomsumsi umumnya memiliki rasa yang enak, harga yang murah, dan cepat dalam penyajiannya tanpa memperhatikan kandungan gizi yang terdapat dalam makanan tersebut. Makanan dan minuman tertentu misalnya kopi, alkohol, dan makanan olahan dapat mensuplai senyawa karsinogenik. Selain itu faktor lingkungan seperti paparan asap, pestisida, dan radiasi yang tidak terkontrol juga ikut berperan. Akibatnya, tidak jarang banyak orang yang menjadi rentan terhadap penyakit. Ini dibuktikan dengan semakin tingginya angka kejadian morbiditas dan mortalitas terhadap beberapa penyakit (Yuniastuti, 2008).

Salah satu penyakit yang banyak berkembang zaman sekarang ini adalah tumor. Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harafiah berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar, 2007).

Tumor dapat dikategorikan menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak mempunyai gambaran mikroskopik dan makroskopik relatif “tidak berdosa”, yang mengisyaratkan bahwa tumor tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal ; pasien umumnya selamat. Sedangkan tumor ganas ataupun yang disebut kanker mempunyai gambaran yang sebaliknya. Lesi dapat menyerang, merusak struktur di


(19)

dekatnya, menyebar ke tempat jauh (metastasis) dan akhirnya dapat menyebabkan kematian (Kumar, 2007; Sudiono, 2003).

Pada kesempatan ini, penulis ingin membahas tentang tumor pada prostat. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah walnut atau buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kemih, mengelilingi uretra, dan terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos. Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur dengan sekret dari testis. Pembesaran prostat akan membendung uretra dan menyebabkan retensio urin (Pearce, 2009).

Tumor jinak prostat disebut juga sebagai Benign Prostat Hyperplasia (BPH). Insiden BPH umumnya muncul pada dekade ketiga (11%) dan meningkat seiring dengan pertambahan usia (92%). Di Indonesia, BPH termasuk penyakit kedua terbanyak yang ditemukan dalam klinik urologi setelah penyakit batu saluran kemih (Rahardjo, 1999).

Tumor ganas prostat adalah suatu kanker prostat yang menempati posisi kelima dari semua jenis kanker yang paling sering ditemukan dan merupakan jenis kanker kedua yang paling sering terjadi pada laki-laki. Prevalensi kanker prostat di negara maju sebanyak 19% dan di negara berkembang sebanyak 5,3%. Sekitar 70% kasus kanker prostat yang terdiagnosis ditemukan pada usia lebih dari 65 tahun. Data statistik menunjukkan prevalensi kanker prostat banyak ditemukan di seluruh dunia, baik di Amerika Utara, Eropa, dan Australia. Akan tetapi terdapat pengecualian di Asia, Afrika, dan Timur Tengah (Elatar, 2008).

Ada beberapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya BPH dan kanker prostat. Pengalaman klinis dan eksperimental mengisyaratkan bahwa faktor hormon, genetik, dan lingkungan berperan dalam patogenesisnya (Kumar, 2007). Selain itu faktor usia dan warna kulit juga ikut berperan (Vulfovich, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan.


(20)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik umum penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 yaitu usia dan pekerjaan. 1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui diagnosis penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Mengetahui gejala penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Mengetahui onset penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

4. Mengetahui terapi penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

5. Mengetahui nilai PSA penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

6. Mengetahui skor Gleason penderita tumor ganas prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca tentang


(21)

2. Sebagai informasi di bidang kesehatan tentang karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Sebagai sumber informasi berupa data epidemiologi tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelenjar Prostat

Prostat merupakan organ yang terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang tersembunyi di bawah kandung kemih. Dalam keadaan normal, prostat mempunyai berat 20 gram dan panjang 2,5 cm yang terletak pada uretra posterior. Di bagian depan prostat disokong oleh ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital. Dalam klasifikasi of Lowsley, prostat terdiri dari 5 lobus yaitu anterior, posterior, median, lateral kanan, dan lateral kiri. Sedangkan menurut McNeal, prostat terbagi atas zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona anterior, dan zona preprostatik sfingter (Tanagho, 2004).

Gambar 2.1. Kelenjar Prostat Normal (Deters, 2011)

Vaskularisasi pada prostat berasal dari arteri dan vena. Arteri vesikal inferior, arteri pudendal interna, dan arteri hemoroid menyuplai darah ke prostat. Sedangkan vena dari prostat akan berlanjut ke pleksus periprostatik yang terhubung dengan vena dorsal dalam dari penis dan vena iliaka interna (Tanagho, 2004).

Persarafan pada prostat didapat dari inervasi simpatis dan parasimpatis dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut simpatis dari nervus hipogastrikus (T10-L2) dan parasimpatis dari korda spinalis (S2-4). Stimulasi simpatis menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke uretra posterior seperti saat


(23)

ejakulasi, sedangkan rangsangan parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat (Purnomo, 2009).

Kelenjar prostat mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu untuk menetralisir keasaman vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum pada pH 6,0 sampai 6,5 (Setiadi, 2007). Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2009).

2.2. Histologi Kelenjar Prostat

Prostat merupakan suatu kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar yang bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika. Prostat mempunyai tiga zona yang berbeda. Pertama adalah zona sentral yang meliputi 25% dari volume kelenjar. Kedua adalah zona perifer yang meliputi 70% dari volume kelenjar dan merupakan tempat predileksi timbulnya kanker prostat. Ketiga adalah zona transisional yang merupakan tempat asal sebagian besar hiperplasia prostat jinak (Junqueira, 2007).

Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas pada orang dewasa (Junqueira, 2007).


(24)

Gambar 2.2. Histologi Kelenjar Prostat Normal (School of Anatomy and Human Biology, 2009)

2.3. Tumor Jinak Prostat 2.3.1. Epidemiologi

BPH adalah tumor jinak prostat yang sering dialami pada pria. Pada BPH terjadi proliferasi elemen epitel dan stroma yang menyebabkan prostat membesar (Kumar, 2007). Frekuensi kejadian BPH meningkat secara progresif seiring usia mulai dari umur 41-50 tahun (20%), 51-60 tahun (50%), hingga mencapai 90% pada usia 80 tahun ke atas (Presti, 2004).

2.3.2. Faktor Resiko

Faktor resiko kejadian BPH masih belum diketahui. Dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa predisposisi genetik dan perbedaan ras memungkinkan untuk terjadinya BPH. Tetapi yang pasti jenis kelamin pria, usia, testosteron, dan faktor pertumbuhan merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan BPH (Presti, 2004). 2.3.3. Etiopatogenesis

Etiologi BPH masih belum sepenuhnya dipahami, namun bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa androgen dan estrogen berperan sinergis dalam


(25)

pembentukannya (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Ada beberapa teori yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat antara lain :

1. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron (DHT) suatu androgen yang berasal dari testosterone melalui kerja 5α-reduktase dan metabolitnya 3α-androstanediol merupakan hormon pemicu utama terjadinya proliferasi kelenjar dan stroma pada pasien BPH. DHT berikatan dengan reseptor pada nukleus dan pada gilirannya merangsang sintesis DNA, RNA, faktor pertumbuhan, dan protein sitoplasma lainnya yang kemudian menyebabkan hiperplasia (Purnomo, 2009).

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia lanjut, kadar testosteron menurun sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen-testosteron relatif meningkat. Estrogen pada prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat. Akibatnya sel-sel prostat mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih besar (Purnomo, 2009).

3. Interaksi stroma-epitel

Sel-sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol yang kemudian akan menstimulasi faktor pertumbuhan sehingga mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri dan sel epitel. Stimulasi itu menyebabkan proliferasi sel-sel stroma maupun epitel yang mengakibatkan hiperplasia prostat (Purnomo, 2009). 4. Berkurangnya kematian sel prostat

Sampai sekarang belum dapat dijelaskan dengan pasti. Tapi diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel


(26)

pertumbuhan TGF-β berperan dalam proses ini. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat (Purnomo, 2009).

5. Teori sel stem

Sel stem mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif sehingga mampu mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Kehidupan sel ini dipengaruhi oleh keberadaan hormon androgen. Kadar androgen yang meningkat menyebabkan ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi sel stroma maupun epitel yang berlebihan (Purnomo, 2009).

Dari beberapa teori di atas, ada juga teori yang menyatakan bahwa hormon testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat sedangkan estrogen mempengaruhi bagian tengah prostat. Ketidakseimbangan hormon ini membuat pertumbuhan yang abnormal pada salah satu bagian dari lobus prostat (Aritonang, 2007). Akibat dari hiperplasia prostat, resistensi pada uretra akan meningkat sehingga menyebabkan aliran urin menjadi lebih lambat (Presti, 2004).

2.3.4. Gejala Klinis

Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10% pria yang mengalami kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah gejala saluran kemih bawah atau Lower Urinary Track Syndrome (LUTS). Gejala tersebut terdiri atas obstruksi dan iritasi. Sulit memulai aliran urine (hesitancy), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kencing tidak lampias (incomplete emptying), mengedan saat kencing (straining), dan kencing terputus-putus (intermittency) termasuk dalam gejala obstruktif. Sedangkan tidak dapat menunda kencing (urgency), sering kencing (frequency), dan kencing di malam hari (nocturia) tergolong dalam gejala iritasi (Kumar, 2007).


(27)

2.3.5. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis BPH diperlukan beberapa tindakan seperti : 1. Anamnesis

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien adalah usia dan gejala-gejala yang dialami pasien seperti pada gejala klinis. Sistem skoring diperlukan untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pasien yg diisi secara subjektif. Sistem skoring yang digunakan adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau

International Prostate Symptom Score (IPSS) (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Gambar 2.3. Skor IPSS (Tanagho, 2004)


(28)

a. Kandung kemih

Pada pemeriksaan didapati kandung kemih terisi penuh dan teraba massa akibat retensi urin (Purnomo, 2009).

b. Colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)

Pada pemeriksaan DRE didapati prostat teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, menonjol ke dalam rektum (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

3. Pemeriksaan laboratorium a. Darah lengkap

Komponen yang diperiksa antara lain ureum, kreatinin, elektrolit, BUN, dan gula darah (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

b. Urin

Dilakukan kultur urin dan sensitivitas untuk melihat kemungkinan infeksi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

c. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA)

Pemeriksaan PSA ditujukan pada pasien yang memiliki resiko BPH. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai skreening untuk deteksi dini kanker prostat (Presti, 2004; Deters, 2011).

4. Pemeriksaan pencitraan

a. Foto polos abdomen (Buik Nier Overzich, BNO)

Foto polos abdomen digunakan untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu atau kalkulosa prostat, dan kadang dapat menunjukkan bayangan kandung kemih yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari suatu retensi urin (Purnomo, 2009).

b. Intravenous Pyelography (IVP)

IVP digunakan untuk melihat kemungkinan adanya hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan kandung kemih oleh kelenjar


(29)

prostat), dan penyulit-penyulit yang lain. Pemeriksaan IVP sekarang tidak direkomendasikan pada BPH (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

c. Transrectal Ultrasound (TRUS)

TRUS digunakan untuk mengetahui volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residu urin, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam kandung kemih (Purnomo, 2009).

d. Ultrasonografi transabdominal

Ultrasonografi transabdominal digunakan untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama (Purnomo, 2009).

e. Sistografi

Sistografi digunakan bila terdapat hematuria atau kemungkinan terdapat tumor (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

f. CT-scan / MRI jarang digunakan (Presti, 2004; Purnomo, 2009). 5. Pemeriksaan lain

a. Uroflowmetri

Uroflowmetri digunakan untuk pemeriksaan derajat obstruksi prostat. Dari uroflowmetri dapat diketahui lawa waktu miksi (voiding time), lama pancaran (flow time), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum (time to max flow), pancaran maksimum (max flow rate), rata-rata pancaran (average flow rate), dan volume urin yang keluar sewaktu miksi (voided volume) (Purnomo, 2009).

b. Pemeriksaan volume residu urin

Tindakan ini dilakukan dengan memasang kateter dengan batas indikasi 100 cc (Purnomo, 2009).


(30)

Dalam jurnal Epidemiology and Natural History of Prostatic Diseases (2004) dinyatakan bahwa untuk mendiagnosis BPH pada saat ini tidaklah mudah. Banyak pasien mengalami gejala sedang LUTS, tapi tidak diikuti dengan pembesaran prostat yang bermakna dan kondisi miksi normal sewaktu dilakukan pemeriksaan uroflowmetri. Ini dibuktikan oleh hasil survei yang dilakukan oleh peneliti di Hokaido. Persentase pria dengan gejala LUTS sedang atau berat pada usia 50-59 tahun (40%), 60-69 tahun (52%), 70-79 tahun (63%). Persentase pria dengan pancaran maksimum (Qmax) 10 ml/detik atau kurang pada usia 50-59 tahun (6%), 60-69 tahun (19%), 70-79 tahun (42%). Persentase pria dengan pembesaran prostat (volume prostat > 20 cc) pada 50-59 tahun (34%), 60-69 tahun (39%), 70-79 tahun (38%). Dengan parameter di atas, maka persentase pria yang mengalami ketiga kriteria tersebut pada 50-59 tahun (6%), 60-69 tahun (6%), 70-79 tahun (12%) (Tsukamoto, 2004).

Di sisi lain, pasien yang mengalami BPH akan mengalami penurunan kualitas hidup. Umumnya disebabkan karena tidak mampu menahan miksi dan miksi di malam hari. Dalam jurnal Epidemiology of Prostate Cancer and Benign Prostatic Hyperplasia (2009) disebutkan sekitar 12,5 % dari pria memiliki frekuensi miksi 11 kali atau lebih per hari dan 16,7 % terbangun untuk miksi 3 kali atau lebih saat malam hari (Suzuki, 2009).

2.3.6. Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah untuk memperbaiki keluhan miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan mencegah progresifitas penyakit. Pilihan terapi tergantung dari hasil skor IPSS pasien (Presti, 2004; Purnomo, 2009).


(31)

1. Watchful waiting

Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi apapun karena dapat sembuh sendiri dan diberi penjelasan mengenai semua hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti jangan mengkomsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, kurangi komsumsi kopi atau coklat (mengiritasi kandung kemih), batasi penggunaan obat flu yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, serta jangan menahan kencing terlalu lama. Selain itu pasien juga diminta untuk datang kontrol secara periodik setelah 6 bulan untuk mengevaluasi keluhannya sambil dilakukan pemeriksaan uroflowmetri dan volume residu urin (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

2. Medikamentosa

Pilihan terapi medikamentosa ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 8-19. Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain :

a. Penghambat reseptor adrenergik-α1 (α1 adrenergic blocker)

Tujuannya adalah untuk mengurangi resistensi otot polos prostat. Awalnya obat yang digunakan adalah golongan non selektif (fenoksibenzamine) yang mampu memperbaiki laju pancaran dan mengurangi keluhan miksi. Tetapi obat ini menyebabkan komplikasi sistemik sehingga tidak disenangi oleh pasien. Kemudian ditemukan obat

penghambat adrenergik α1 yang punya waktu paruh pendek (prazosin) dan panjang (tetrazosin, doxazosin). Golongan penghambat adrenergik α1a

(tamsulosin) sangat selektif terhadap otot polos prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).


(32)

Tabel 2.1. Klasifikasi terapi medikamentosa beserta dosisnya

Klasifikasi Dosis Oral

Alpha blockers Nonselektif

Phenoxybenzamine 10 mg 2 x sehari Alpha-1, short-acting

Prazosin 2 mg 2 x sehari

Alpha-1, long-acting

Terazosin 5 atau 10 mg sehari

Doxazosin 4 or 8 mg sehari

Alpha-1a selectif

Tamsulosin 0,4 atau 0,8 mg sehari (Presti, 2004)

b. Penghambat 5α-reduktase

Tujuannya adalah untuk mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar DHT. Obat ini (finasteride) menghambat pembentukan DHT dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5α – reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pemberian obat ini 5 mg sehari selama 6 bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28% dan memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Finasteride mempunyai efek samping antara lain penurunan libido, penurunan volume ejakulasi, dan impotensi. Kombinasi finasteride

dengan penghambat reseptor adrenergik α lebih baik daripada obat


(33)

c. Fitoterapi

Terapi ini menggunakan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, namun data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, dan masih banyak lainnya (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

3. Operasi

Pilihan operasi ditujukan untuk pasien dengan skor IPSS 20-35. Penyelesaian masalah hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan. Indikasi pembedahan ditujukan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal ginjal, dan timbul batu saluran kemih atau penyulit lainnya akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah. (Presti, 2004; Purnomo, 2009). Tindakan pembedahan tersebut antara lain :

a. Transuretral Resection of the Prostate (TURP)

TURP merupakan gold standart dan operasi yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat menggunakan cairan pembilas agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang sering dipakai adalah H2O steril (aquades) karena tidak menyebabkan hantaran listrik saat operasi dan harganya cukup murah (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

b. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)

Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan dua insisi dengan pisau Collins pada posisi jam 5 dan 7. Insisi diawali dari distal ke orificium


(34)

c. Prostatektomi terbuka

Prostatektomi terbuka dilakukan pada keadaan prostat yang sangat besar (>100 gram). Tindakan ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin) (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

d. Laser prostatektomi

Teknik ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama dan tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya. Tindakan ini lebih sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, dan penyembuhan lebih cepat. Akan tetapi terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% tiap tahunnya. Selain itu tidak diperolehnya jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung miksi spontan setelah operasi, dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP merupakan komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan ini (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

4. Tindakan invasif minimal

Tindakan ini terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan tersebut antara lain :

a. Termoterapi

Teknik ini direkomendasikan untuk pasien yang memliki prostat ukuran kecil. Pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan dalam uretra menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional karena nekrosis koagulasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).


(35)

b. Transurethral Needle Ablation of the prostate (TUNA)

Teknik ini menggunakan kateter yang dimasukkan ke dalam uretra melalui sistokopi dengan pemberian anestesi topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat. Kateter ini dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energy panas sampai 100ºC sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

c. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)

Teknik ini menggunakan alat yang diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Energi panas yang berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser piezokeramik dengan frekuensi 0,5-10 Mhz akan dipancarkan melalui alat ini sehingga menimbukan nekrosis pada prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

d. Stent

Alat ini ditujukan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Stent ini dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat dan dapat dipasang selama 6-36 bulan. Pemasangan stent ini tidak menyebabkan reaksi dengan jaringan karena terbuat dari bahan yang tidak diserap serta dapat dipasang atau dilepas kembali secara endoskopi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

2.3.7. Prognosis

Prognosis BPH berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi tiap individu. BPH yang tidak diterapi akan menunjukkan efek samping yang merugikan pasien itu sendiri seperti retensi urin, insufisiensi ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, dan hematuria (Deters, 2011).


(36)

2.4. Tumor Ganas Prostat 2.4.1. Epidemiologi

Kanker prostat menempati peringkat kedua sebagai penyebab tersering kematian terkait kanker pada laki-laki berusia lebih dari 50 tahun, di bawah kanker paru. Seperti halnya pada BPH, insidensi kanker prostat meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Kanker prostat yang laten lebih sering terjadi daripada yang menimbulkan gejala klinis, dengan frekuensi keseluruhan lebih dari 50% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria sebelum berusia 45 tahun (Presti, 2004; Elatar, 2008; Purnomo, 2009).

2.4.2. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker prostat antara lain : 1. Usia

Usia terjadinya kanker prostat dimulai dengan frekuensi kecil pada usia dewasa muda dan meningkat > 90% pada usia 90 tahun (Presti, 2004; Vulfovich, 2008).

2. Ras

Kanker prostat lebih sering terjadi pada ras afrika amerika yang berkulit hitam (65%) daripada ras kaukasoid yang berkulit putih (Presti, 2004; Vulfovich, 2008).

3. Riwayat keluarga

Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara laki-laki menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik menjadi lima kali lipat jika ayah dan saudaranya juga menderita. Ini menunjukkan adanya faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker prostat (Vulfovich, 2008; Purnomo, 2009).

4. Pengaruh hormon

Peningkatan kadar testosteron bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker prostat dan sebaliknya hormon androgen atau pemberian estrogen bisa menghambat timbulnya penyakit ini. Namun peran pasti hormon ini dalam


(37)

patogenesis kanker prostat masih belum dipahami sepenuhnya (Kumar, 2007; Vulfovich, 2008).

5. Lingkungan

Peningkatan frekuensi kanker prostat terjadi di lingkungan industri tertentu dan perbedaan geografik insidensi penyakit yang signifikan. Kanker prostat cukup sering ditemukan di negara Skandinavia dan relatif jarang di negara Asia tertentu. Laki-laki yang bermigrasi dari daerah beresiko rendah ke daerah beresiko tinggi tetap kurang beresiko mengidap kanker prostat, sedanglkan generasi berikutnya memiliki resiko sedang (Kumar, 2007).

6. Diet

Diet tinggi lemak diduga meningkatkan kejadian kanker prostat. Kebiasaan merokok dan paparan bahan kimia cadmium (Cd) yang banyak terdapat pada alat listrik dan baterei berhubungan erat dengan timbulnya kanker prostat (Presti, 2004; Kumar, 2007; Purnomo, 2009).

2.4.3. Patologi

Jenis histopatologis kanker prostat sebagian besar adalah adenokarsinoma. Sekitar 60-70% terdapat pada zona perifer, 10-20% pada zona transisional, dan 5-10% pada zona sentral (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Karena letaknya di perifer, kemungkinan kanker prostat menyebabkan obstruksi uretra pada tahap awal biasanya lebih kecil daripada hiperplasia nodular. Lesi awal biasanya tampak sebagai massa berbatas tidak jelas tepat di bawah kapsul prostat. Pada permukaan potongan, fokus kanker muncul sebagai lesi padat, abu-abu putih sampai kuning, yang menginfiltrasi kelenjar di sekitarnya dengan lesi kabur. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis menuju kelenjar limfe retroperitoneal dapat terjadi terjadi sejak awal dan penyebaran secara hematogen melalui vena vertrebalis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal, vertebra lumbalis, kosta, paru, hati, dan otak terjadi pada kanker tahap


(38)

lapisan jaringan ikat yang memisahkan struktur genitourinaria bawah dari rektum yang menghambat pertumbuhan tumor ke arah posterior (Kumar, 2007; Purnomo, 2009).

Kelenjar pada kanker prostat tidak dikelilingi oleh sel stroma atau kolagen tetapi terletak berdempetan dan tampak menyalip secara tajam menembus stroma di sekitarnya. Kelenjar di sekitar karker prostat invasif sering mengandung fokus atipia sel atau neoplasia intraepitel prostat (Prostatic Intraepithelial Neoplasia, PIN). PIN diperkirakan merupakan prekursor kanker prostat karena sering terdapat bersamaan dengan kanker infiltratif. PIN dapat dibagi menjadi PIN derajat tinggi (HGPIN) dan PIN derajat rendah (LGPIN). HGPIN sering memperlihatkan perubahan molekuler yang sama dengan kanker invasif (50-80% dari kasus), sedangkan LGPIN dianggap sebagai bentuk intermediate antara jaringan normal dan jaringan ganas (20% dari kasus). HGPIN merupakan temuan patologis yang paling sering dijumpai dan insidensinya meningkat seiring dengan pertambahan usia. Oleh karena itu jika pada hasil biopsi pasien menunjukkan hanya HGPIN, maka dilakukan biopsi ulang untuk memastikan ada atau tidaknya kanker invasif tersebut (Presti, 2004; Kumar, 2007; Nieder, 2008).

2.4.4. Gejala Klinis

Pasien kanker prostat stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Tanda-tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium lanjut. Keluhan sulit miksi, nyeri saat miksi, atau hematuria menandakan bahwa kanker telah menekan uretra. Kanker prostat yang sudah bermetastasis ke tulang dapat memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastase, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang vertebra (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

2.4.5. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat diperlukan beberapa pemeriksaan seperti :


(39)

1. Digital Rectal Examination (DRE)

Pada pemeriksaan DRE dapat diraba nodul yang keras dan ireguler. Pada stadium dini sulit mendeteksi kanker prostat melalui DRE sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan TRUS (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

2. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan hasil azotemia (obstuksi bilateral ureter), anemia (metastase), peningkatan serum amilase (metastase tulang), dan serum asam phosphatase (Kumar, 2007; Purnomo, 2009).

3. Penanda tumor

Penanda tumor yang sering digunakan adalah PSA yaitu suatu enzim proteolitik 33-kD yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat dan berperan dalam meningkatkan motilitas sperma dengan mempertahankan sekresi seminalis dalam keadaan cair. PSA berguna untuk melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat.

Range standar PSA 0,0-4,0 ng/ml. Walaupun sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA, tetapi makna diagnostiknya dapat sangat meningkat jika digunakan bersama prosedur lain (Kumar, 2007; Ayyathurai, 2008; Purnomo, 2009).

4. Pemeriksaan pencitraan

Sekitar 60-70% kanker prostat terdeteksi melalui pemeriksaan TRUS dengan gambaran hypoechoic. CT-scan digunakan jika dicurigai adanya metastase pada limfanodi. MRI digunakan dalam menentukan luas ekstensi tumor ke ekstakapsuler atau ke vesikula seminalis (Purnomo, 2009; Amendola, 2008).

5. Biopsi prostat

Indikasi tindakan ini adalah pada peningkatan serum PSA atau DRE abnormal. Pengambilan contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus (BAJAH) dengan bantuan TRUS


(40)

2.4.6. Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium

Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason. Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern) dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan sehingga menjadi grading dari Gleason (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Tabel 2.2. Derajat Diferensiasi Kanker Prostat Menurut Gleason

Grade Tingkat Histopatologi

2-4 Diferensiasi baik

5-7 Diferensiasi sedang

8-10 Diferensiasi buruk

(Purnomo, 2009)

Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor disusun berdasarkan sistem TNM (hasil dari DRE dan TRUS).

Tabel 2.3. Sistem Staging TNM Untuk Kanker Prostat T—Tumor Primer

Tx Tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada tanda tumor primer Tis Karsinoma in situ (PIN)

T1a Keterlibatan ≤5% jaringan TURP, DRE normal T1b Keterlibatan >5% jaringan TURP, DRE normal

T1c Terdeteksi dari pemeriksaan PSA, DRE dan TRUS normal

T2a Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada satu lobus, terbatas di prostat

T2b Tumor teraba melalui DRE atau terlihat melalui TRUS pada dua lobus, terbatas di prostat


(41)

T3b Invasi ke vesikula seminalis

T4 Tumor meluas ke leher kandung kemih, sfingter, rektum, otot levator, atau dasar panggul

N—Kelenjar getah bening regional (obrurator, iliaka interna, iliaka eksterna, kelenjar getah bening presakral)

Nx Tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional N1 Metastasis ke kelenjar getah bening regional atau nodul M—Distant metastasis

Mx Tidak dapat dinilai M0 Tidak ada metastasis jauh

M1a Metastasis ke kelenjar getah bening jauh M1b Metastasis ke tulang

M1c Metastasis jauh lainnya (Presti, 2004)

Tabel 2.4. Stadium Untuk Kanker Prostat

Stadium I T1a N0 M0 G1

Stadium II

T1a N0 M0 G2,3,4

T1b N0 M0 Semua G

T1c N0 M0 Semua G

T1 N0 M0 Semua G

T2 N0 M0 Semua G

Stadium III T3 N0 M0 Semua G

Stadium IV

T4 N0 M0 Semua G

Semua T N1 M0 Semua G

Semua T Semua N M1 Semua G


(42)

2.4.7. Penatalaksanaan

Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium, umur harapan hidup, dan derajat diferensiasi (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

1. Observasi

Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10 tahun.

2. Prostatektomi radikal

Ditujukan untuk pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0. Tindakan ini berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama dengan vesikula seminalis. Beberapa penyulitnya antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan inkontinensia.

3. Radiasi

Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan tumor yang telah mengalami metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi.

4. Terapi hormonal

Jenis obat untuk terapi hormonal antara lain estrogen (anti androgen), LHRH agonis (kompetisi dengan LHRH), antiandrogen non steroid (menghambat sintesis dan aktivitas androgen), dan blokade androgen total (menghilangkan sumber androgen dari testis maupun dari kelenjar suprasternal).

2.4.8. Prognosis

Indikator yang paling penting untuk prognosis kanker prostat adalah sistem Gleason, tingkat volume tumor, dan adanya penetrasi kapsul atau positif marjin pada saat prostatektomi. HGPIN dan grading Gleason 4 dan 5 berkaitan dengan temuan patologi yang merugikan pasien. Sebaliknya LGPIN bisa juga menyebabkan prognosis yang buruk (Krupski, 2012). Lebih dari 90% pasien dengan lesi stadium T1 atau T2 bertahan hidup 10 tahun atau lebih (Kumar, 2007).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Skema Kerangka Operasional

3.2. Definisi Operasional dan Variabel

1. Rekam medis adalah keterangan mengenai informasi pasien baik dalam bentuk hardcopy ataupun softcopy di Instalasi Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Penderita tumor jinak dan ganas pada prostat adalah semua penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan dari bulan Januari 2011 sampai Desember 2011.

3. Usia adalah umur dari penderita tumor jinak dan ganas pada prostat sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

4. Pekerjaan adalah profesi dari penderita tumor jinak dan ganas pada prostat sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

5. Diagnosis adalah penyakit yang diderita oleh penderita tumor jinak dan Rekam medis

Karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat :

• Usia • Pekerjaan • Diagnosis • Gejala • Onset • Terapi • Nilai PSA

• Skor Gleason (bila ganas)


(44)

6. Gejala adalah tanda-tanda yang dialami oleh penderita tumor jinak dan ganas pada prostat sesuai dengan gejala yang tercatat di rekam medis.

7. Onset adalah lamanya suatu gejala hingga menimbulkan penyakit pada penderita tumor jinak dan ganas pada prostat sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

8. Terapi adalah pengobatan yang dilakukan pada penderita tumor jinak dan ganas pada prostat sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

9. Nilai PSA adalah kadar PSA yang didapat dari pemeriksaan klinik sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

10.Skor Gleason adalah derajat diferensiasi sel pada penderita tumor ganas prostat sesuai dengan yang tercatat di rekam medis.

11.Cara pengukuran adalah observasi dari rekam medis. 12.Alat pengukuran adalah rekam medis.


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode cross sectional.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012. 4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel data penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan terhitung sejak bulan Januari 2011 hingga Desember 2011. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan metode total sampling yakni 127 sampel yang terdiri dari 82 orang pasien BPH dan 45 orang pasien kanker prostat.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan diperoleh dari rekam medis penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara pengumpulan data adalah dengan melakukan observasi dari rekam medis bulan Januari 2011 hingga Desember 2011.


(46)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data hasil penelitian ini ditransformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. Coding : untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Data Entry : data dalam bentuk kode akan dimasukkan ke dalam program komputer.

4. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

Setelah pengolahan data selesai, data dianalisa secara komputerisasi. Masing-masing variabel karakteristik dihitung frekuensinya dengan statisktik deskriptif.


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit yang termasuk kategori tipe A menurut SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 ini memiliki banyak fasilitas pelayanan, baik itu pelayanan medis, pelayanan non medis, pelayanan penunjang medis, dan pelayanan penunjang non medis serta merupakan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A (Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau) sehingga cocok dijadikan tempat pengambilan data untuk penelitian ini. Data diambil di bagian Rekam Medis lantai 1.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

Data pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berisi informasi tentang penderita. Data yang diambil mulai dari bulan Januari hingga Desember 2011. Jumlah data keseluruhan adalah 127 orang dengan rincian 82 orang penderita BPH dan 45 orang penderita kanker prostat.

5.1.3. Distribusi Penderita Tumor Jinak Prostat

Jumlah penderita tumor jinak prostat atau BPH di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 adalah 82 orang. Distribusi penderita BPH berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(48)

Tabel 5.1. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia (tahun) Frekuensi Persen

<50 4 4,9

51-60 18 22,0

61-70 27 32,9

71-80 29 35,4

81-90 4 4,9

Total 82 100,0

Tabel 5.2. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Usia

Distribusi Usia (tahun)

Mean 66,94

Standar Deviasi 9,555

Minimum 49

Maximum 90

Berdasarkan tabel 5.1. dan 5.2. didapati bahwa usia termuda yang menderita BPH adalah 49 tahun dan usia tertua adalah 90 tahun. Kasus terbanyak didapati pada kelompok usia 71-80 tahun dengan jumlah penderita 29 orang (35,4%).

Tabel 5.3. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persen

Pensiunan 12 14,6

PNS 10 12,2

Wiraswasta 30 36,6

Petani 21 25,6

Tidak bekerja 5 6,1

Pekerja lepas 2 2,4


(49)

Nelayan 1 1,2

Total 82 100,0

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa dari 82 orang penderita BPH, jenis pekerjaan yang paling banyak mendominasi adalah wiraswasta sebanyak 30 orang (36,6%), petani sebanyak 21 orang (25,6%), pensiunan sebanyak 12 orang (14,6%), dan PNS sebanyak 10 orang (12,2%). Adapun jenis pekerjaan yang lain seperti tidak bekerja sebanyak 5 orang (6,1), pekerja lepas sebanyak 2 orang (2,4%), dan pedagang serta nelayan masing-masing sebanyak 1 orang (1,2%).

Tabel 5.4. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Diagnosis

Diagnosis Frekuensi Persen

BPH 45 54,9

BPH + penyakit lain 37 45,1

Total 82 100,0

Berdasarkan tabel 5.4. didapati bahwa sebanyak 45 orang (54,9%) menderita BPH saja sedangkan sebanyak 37 orang (45,1%) menderita BPH yang diikuti penyakit penyerta berupa vesikolitiasis, infeksi saluran kemih, batu buli, striktur uretra, diabetes melitus, nefrolitiasis, bronkitis, penyakit jantung koroner, hipertensi, osteoartristis, dan lain-lain.

Gejala yang dialami oleh penderita BPH bervariasi, antara lain hesitancy, weak stream, incomplete emptying, straining, intermittency, urgency, frequency, nocturia, sulit miksi, nyeri saat miksi, hematuria, dan tidak bisa miksi. Oleh karena itu, peneliti mengelompokkan berdasarkan jumlah gejala seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Jumlah Gejala

Jumlah Gejala Frekuensi Persen

<2 39 47,6


(50)

>4 21 25,6

Tidak tercatat 2 2,4

Total 82 100,0

Dari tabel 5.5. didapati bahwa jumlah gejala yang paling banyak dijumpai pada pasien BPH adalah <2 sebanyak 39 orang (47,6%), kemudian 2-4 sebanyak 20 orang (24,4%), dan >4 sebanyak 21 orang (25,6%). Terdapat 2 orang yang tidak tercatat jumlah gejalanya.

Tabel 5.6. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Onset Terjadinya Gejala

Onset Frekuensi Persen

<1 bulan 22 26,8

1-3 bulan 29 35,4

4-6 bulan 12 14,6

7-12 bulan 13 15,9

>1 tahun 3 3,7

Tidak tercatat 3 3,7

Total 82 100,0

Berdasarkan tabel 5.6. didapati bahwa onset paling banyak pada 1-3 bulan sebanyak 29 orang (35,4%) kemudian pada <1 bulan sebanyak 22 orang (26,8%), 7-12 bulan sebanyak 13 orang (15,9%), dan 4-6 bulan sebanyak 7-12 orang (14,6%). Adapun sebanyak 3 orang (3,7%) memiliki onset >1 tahun dan tidak tercatat.

Tabel 5.7. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Terapi

Terapi Frekuensi Persen

TURP 49 59,8

Prostatektomi terbuka 1 1,2

Obat-obatan 12 14,6


(51)

Tidak tercatat 2 2,4

Total 82 100,0

Dari 80 orang pasien BPH pada tabel 5.7. lebih dari setengah mendapat terapi TURP yakni 49 orang (59,8%). Sebanyak 12 orang (14,6%) mendapat terapi obat-obatan dan 18 orang (22,0%) mendapat terapi lain-lain seperti biopsi prostat, cystokopi, istirahat, pemasangan kateter, vesikolitotomi, dan pulang atas permintaan sendiri. Hanya 1 orang (1,2%) yang menjalani prostatektomi terbuka. Adapun sebanyak 2 orang (2,4%) tidak tercatat.

Tabel 5.8. Distribusi Penderita BPH Berdasarkan Nilai PSA

Nilai PSA (ng/ml) Frekuensi Persen

Normal (0-4) 13 15,9

Tidak normal (>4) 27 32,9

Tidak tercatat 42 51,2

Total 82 100,0

Dari semua penderita BPH, hanya 40 orang yang tercatat melakukan pemeriksaan PSA seperti pada tabel 5.8. Dari 40 orang tersebut, jumlah pasien yang memiliki nilai PSA normal sebanyak 13 orang (15,9%) dan 27 orang (32,9%) tidak normal. Adapun nilai normal PSA adalah 0-4 ng/ml.

5.1.4. Distribusi Penderita Tumor Ganas Prostat

Jumlah penderita tumor ganas prostat atau kanker prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 adalah 45 orang. Distribusi penderita kanker prostat berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(52)

Tabel 5.9. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia (tahun) Frekuensi Persen

<50 2 4,4

51-60 7 15,6

61-70 22 48,9

71-80 12 26,7

81-90 2 4,4

Total 45 100,0

Tabel 5.10. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Usia Distribusi Usia (tahun)

Mean 66,09

Standar Deviasi 8,594

Minimum 47

Maximum 84

Berdasarkan tabel 5.9. dan 5.10. didapati bahwa usia termuda yang menderita kanker prostat adalah 47 tahun dan usia tertua adalah 84 tahun. Kasus terbanyak didapati pada kelompok usia 61-70 tahun dengan jumlah penderita 22 orang (48,9%). Tabel 5.11. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persen

Pensiunan 7 15,6

PNS 3 6,7

Wiraswasta 20 44,4

Petani 10 22,2

Pegawai swasta 2 4,4

Tidak bekerja 2 4,4


(53)

Total 45 100,0

Tabel 5.11. menunjukkan bahwa dari 45 orang penderita kanker prostat, jenis pekerjaan yang paling banyak mendominasi adalah wiraswasta sebanyak 20 orang (44,4%), petani sebanyak 10 orang (22,2%), pensiunan sebanyak 7 orang (15,6%), dan PNS sebanyak 3 orang (6,7%). Adapun jenis pekerjaan yang lain seperti pegawai swasta dan tidak bekerja masing-masing sebanyak 2 orang (4,4%) serta pekerja lepas sebanyak 1 orang (2,2%).

Tabel 5.12. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Diagnosis

Diagnosis Frekuensi Persen

Adenokarsinoma Prostat 32 71,1

Adenokarsinoma Prostat + penyakit lain 13 28,9

Total 45 100,0

Berdasarkan tabel 5.12. didapati bahwa sebanyak 32 orang (71,1%) menderita adenokarsinoma prostat saja sedangkan sebanyak 13 orang (28,9%) menderita adenokarsinoma prostat yang diikuti penyakit penyerta berupa retensi urin, hematuria, striktur uretra, orchitis, vesikolitiasis, diabetes melitus, infeksi saluran kemih, hipertensi, nefrolitiasis, dan pneumonia.

Gejala yang dialami oleh penderita kanker prostat umumnya hampir sama dengan penderita BPH, sehingga peneliti juga mengelompokkan berdasarkan jumlah gejala seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.13. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Jumlah Gejala

Jumlah Gejala Frekuensi Persen

<2 11 24,4

2-4 21 46,7

>4 13 28,9


(54)

Dari tabel 5.13. didapati bahwa jumlah gejala yang paling banyak dijumpai pada pasien kanker prostat adalah 2-4 sebanyak 21 orang (46,7%), kemudian >4 sebanyak 13 orang (28,9%), dan <2 sebanyak 11 orang (24,4%). Adapun pasien-pasien yang memiliki jumlah gejala >4 adalah pasien-pasien-pasien-pasien yang memiliki semua gejala LUTS.

Tabel 5.14. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Onset Terjadinya Gejala

Onset Frekuensi Persen

<1 bulan 8 17,8

1-3 bulan 11 24,4

4-6 bulan 7 15,6

7-12 bulan 6 13,3

>1 tahun 6 13,3

Tidak tercatat 7 15,6

Total 45 100,0

Berdasarkan tabel 5.14. didapati bahwa onset paling banyak pada 1-3 bulan sebanyak 11 orang (24,4%) kemudian pada <1 bulan sebanyak 8 orang (17,8%), 4-6 bulan sebanyak 7 orang (15,6%), dan 7-12 bulan serta >1 tahun masing-masing sebanyak 6 orang (13,3%). Adapun sebanyak 7 orang (15,6%) tidak tercatat.

Tabel 5.15. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Terapi

Terapi Frekuensi Persen

TURP 17 37,8

Prostatektomi terbuka 9 20,0

Obat-obatan 2 4,4

Lain-lain 11 24,4

Tidak tercatat 6 13,3


(55)

Dari 39 orang pasien kanker prostat pada tabel 5.15. terapi yang paling banyak adalah TURP yakni 17 orang (37,8%). Sebanyak 9 orang (20,0%) mendapat terapi prostatektomi terbuka, 2 orang (4,4%) mendapat terapi obat-obatan, dan 11 orang (24,4%) mendapat terapi lain-lain seperti biopsy prostat, transfusi darah, ochidectomy, cystotomi, dan kemoterapi. Adapun sebanyak 6 orang (13,3%) tidak tercatat.

Tabel 5.16. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Nilai PSA

Nilai PSA (ng/ml) Frekuensi Persen

Normal (0-4) 1 2,2

Tidak normal (>4) 30 66,7

Tidak tercatat 14 31,1

Total 45 100,0

Dari semua penderita kanker prostat, hanya 31 orang yang tercatat melakukan pemeriksaan PSA seperti pada tabel 5.16. Dari 31 orang tersebut, jumlah pasien yang memiliki nilai PSA normal hanya satu orang (2,2%) dan 30 orang (66,7%) tidak normal. Adapun nilai normal PSA adalah 0-4.

Tabel 5.17. Distribusi Penderita Kanker Prostat Berdasarkan Skor Gleason Derajat Diferensiasi Sel Frekuensi Persen

Diferensiasi baik (2-4) 3 6,7

Diferensiasi sedang (5-7) 4 8,9

Diferensiasi buruk (8-10) 1 2,2

Tidak tercatat 37 82,2

Total 45 100,0

Berdasarkan tabel 5.17. di atas, hanya 8 orang yang tercatat dilakukan penilaian berdasarkan skor Gleason. Dari 8 orang tersebut, hasil yang paling banyak


(56)

adalah diferensiasi sedang sebanyak 4 orang (8,9%), kemudian diikuti diferensiasi baik sebanyak 3 orang (6,7%), dan diferensiasi buruk sebanyak 1 orang (2,2%).

5.2. Pembahasan

Jumlah sampel yang didapat pada penelitian adalah 127 orang yang terdiri dari 82 orang pasien BPH dan 45 orang pasien kanker prostat. Semua data diambil dari rekam medis dan merupakan pasien BPH dan kanker prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011.

Dari penelitian didapati bahwa kelompok usia terbanyak penderita BPH adalah pada kelompok usia 71-80 tahun (35,4%) dengan usia rata-rata 66,94 dimana usia termuda adalah 49 tahun dan usia tertua adalah 90 tahun. Sedangkan untuk penderita kanker prostat, kelompok usia terbanyak pada 61-70 tahun (48,9%) dengan usia rata-rata 66,09 tahun dimana usia termuda adalah 47 tahun dan usia tertua adalah 84 tahun. Terlihat tidak ada perbedaan yang mencolok antara rata-rata usia penderita BPH dengan kanker prostat. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa insiden penyakit BPH dan kanker prostat dimulai pada usia 50 tahun dan meningkat seiring pertambahan usia (Presti, 2004; Elatar, 2008; Purnomo, 2009). Adanya hubungan usia dengan kejadian penyakit BPH dan kanker prostat juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Amalia (2010) pada 52 sampel kasus dan 52 sampel kontrol penderita BPH dimana hasilnya menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor terjadinya BPH. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) pada 194 sampel penderita kanker prostat dimana hasilnya menunjukkan usia terbanyak pada kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 49 orang (25,3%).

Ditinjau dari pekerjaannya, 30 orang penderita BPH berprofesi sebagai wiraswasta (36,6%), 21 orang sebagai petani (25,6%), 10 orang sebagai pensiunan (14,6%), dan 19 orang berprofesi lain-lain (PNS, tidak bekerja, pekerja lepas, pedagang, dan nelayan). Sedangkan dari 45 penderita kanker prostat, 20 orang


(57)

berprofesi sebagai wiraswasta (44,4%), 10 orang sebagai petani (22,2%), 7 orang sebagai pensiunan (15,6%), dan 8 orang berprofesi lain-lain (PNS, pegawai swasta, tidak bekerja, dan pekerja lepas). Terlihat kesamaan jenis pekerjaan yang mendominasi antara BPH dengan kanker prostat yaitu wiraswasta, petani, dan pensiunan. Belum ada teori maupun penelitian yang mendukung bahwa pekerjaan tertentu merupakan faktor resiko terjadinya BPH ataupun kanker prostat.

Berdasarkan diagnosisnya didapati jumlah penderita yang menderita BPH saja sebanyak 45 orang (54,9%) dan yang menderita BPH dan diikuti oleh penyakit penyerta sebanyak 37 orang (45,1%). Sedangkan jumlah penderita yang menderita kanker prostat saja sebanyak 32 orang (71,1%) dan yang menderita kanker prostat dan diikuti penyakit penyerta sebanyak 13 orang (28,9%). Terlihat kesamaan diagnosis tunggal antara penderita BPH dengan kanker prostat. Adanya penyakit penyerta mungkin disebabkan oleh insiden penyakit BPH dan kanker prostat yang lebih banyak pada usia tua dimana pada saat itu sistem imun dan fungsi-fungsi organ sudah mulai menurun sehingga rentan terkena beberapa penyakit.

Dari 80 penderita BPH didapati sebanyak 39 orang (47,6%) memiliki <2 gejala, 21 orang (25,6%) memiliki >4 gejala, dan 20 orang (24,4%) memiliki 2-4 gejala. Sedangkan pada penderita kanker prostat didapati sebanyak 21 orang (46,7%) memiliki 2-4 gejala, 13 orang (28,9%) memiliki >4 gejala, dan 11 orang (24,4%) memiliki <2 gelala. Adapun pasien-pasien yang memiliki jumlah gejala >4 adalah pasien-pasien yang memiliki semua gejala LUTS. Terlihat perbedaan bahwa penderita BPH paling banyak memiliki <2 gejala yaitu gejala obstruktif (hesitancy, intermittency, atau incomplete emptying) karena pembesaran di zona transisional akan menekan uretra sehingga proses perkemihan menjadi terganggu. Ada sedikit perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Tsukamoto tahun 2004 dimana hasilnya menunjukkan rata-rata penderita BPH yang mengalami gejala LUTS sedang atau berat berdasarkan kelompok usia adalah 51,7%. Sedangkan penderita kanker prostat paling banyak memiliki 2-4 gejala yaitu gejala obstruktif (hesitancy, weak


(58)

frequency, nocturia) atau hematuria atau kombinasi dari ketiganya. Terjadinya hematuria disebabkan oleh nekrosis jaringan pada prostat (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Dari 79 penderita BPH, onset 1-3 bulan dijumpai paling banyak yakni sebanyak 29 orang (35,4%) diikuti 22 orang (26,8%) pada <1 bulan, 13 orang (15,9%) pada 7-12 bulan, 7-12 orang (14,6%) pada 4-6 bulan, dan 3 orang (3,7%) pada >1 tahun. Sedangkan dari 38 penderita kanker prostat, onset 1-3 bulan dijumpai paling banyak yakni sebanyak 11 orang (24,4%) diikuti 8 orang (17,8%) pada <1 bulan, 7 orang (15,6%) pada 4-6 bulan, dan 6 orang (13,3%) masing-masing pada 7-12 bulan serta >1 tahun. Terdapat kesamaan onset terjadinya gejala yang paling banyak dijumpai pada penderita BPH dan kanker prostat yaitu pada 1-3 bulan. Keadaan ini mungkin disebabkan akibat kurangnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat tentang gejala-gejala BPH dan kanker prostat serta gejala yang asimptomatik pada fase-fase awal (Kumar, 2007).

Berdasarkan terapi pada penderita BPH, dari 80 orang yang tercatat paling banyak diterapi dengan TURP yakni 49 orang (59,8%) diikuti terapi obat-obatan sebanyak 12 orang (14,6%), prostatektomi terbuka sebanyak 1 orang (1,2%), dan terapi lain-lain sebanyak 18 orang (22,0%). Sedangkan dari 39 orang penderita kanker prostat yang tercatat, paling banyak diterapi dengan TURP yakni 17 orang (37,8%) diikuti prostatektomi terbuka sebanyak 9 orang (4,4%), obat-obatan sebanyak 2 orang (4,4%), dan terapi lain-lain sebanyak 11 orang (24,4%). Terlihat bahwa TURP merupakan terapi yang paling banyak dilakukan baik pada penderita BPH maupun kanker prostat. Ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa TURP merupakan operasi yang cocok dan paling banyak dikerjakan di seluruh dunia (Presti, 2004; Purnomo, 2009).

Berdasarkan nilai PSA penderita BPH, sebanyak 27 orang (32,9%) tergolong tidak normal (cenderung meningkat) dan 13 orang (15,9%) tergolong normal dari 40 orang yang tercatat. Sedangkan pada penderita kanker prostat, sebanyak 30 orang (66,7%) tergolong tidak normal (cenderung meningkat) dan 1 orang (2,2%) tergolong


(59)

normal dari 31 orang yang tercatat. Terlihat bahwa sebagian besar penderita BPH dan kanker prostat sama-sama memiliki nilai PSA yang tergolong tidak normal (cenderung meningkat). Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2012) pada 33 orang pasien kanker prostat di RSUP HAM Medan periode Juli 2010-Juni 2012 dimana hasilnya menunjukkan keseluruhan pasien memiliki nilai PSA yang tinggi (>4 ng/ml). Hal ini membuktikan bahwa pemeriksaan PSA bisa sebagai skreening dan faktor prognostik karena memiliki nilai sensitivitas 79% dan spesifisitas 19% sesuai dengan penelitian Erlangga (2007).

Dari semua penderita kanker prostat yang tercatat, sebanyak 4 orang (8,9%) tergolong diferensiasi sedang (5-7), 3 orang (6,7%) tergolong diferensiasi baik (2-4), dan 1 orang (2,2%) tergolong diferensiasi buruk (8-10). Hanya delapan orang yang tercatat dilakukan penilaian berdasarkan skor Gleason. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendrianto tahun 2010 dimana hasilnya menunjukkan sebanyak 33 orang (63,46%) pasien kanker prostat tergolong diferensiasi sedang (5-7). Jumlah pasien yang hanya delapan orang mungkin disebabkan karena pengambilan data hanya dilakukan di bagian rekam medis, tidak mencakup di Instalasi Patologi Anatomi.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari 127 sampel yang terdiri dari 82 orang penderita BPH dan 45 orang penderita kanker prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 didapatkan beberapa temuan, antara lain :

1. Kejadian BPH paling banyak pada kelompok usia 71-80 tahun (35,4%) sedangkan kanker prostat pada 61-70 tahun (48,9%).

2. Usia termuda pada BPH adalah 49 tahun dan tertua adalah 90 tahun sedangkan pada kanker prostat usia termuda adalah 47 tahun dan usia tertua adalah 84 tahun.

3. Jenis pekerjaan yang paling banyak pada keduanya adalah wiraswasta dimana penderita BPH sebanyak 30 orang (36,6%) dan penderita kanker prostat sebanyak 20 orang (44,4%).

4. Sebanyak 45 orang (54,9%) penderita BPH dan 32 orang (71,1%) penderita kanker prostat didiagnosis dengan diagnosis tunggal.

5. Jumlah gejala paling banyak pada penderita BPH adalah <2 sebanyak 39 orang (47,6%) sedangkan pada penderita kanker prostat adalah 2-4 sebanyak 21 orang (46,7%).

6. Onset paling banyak pada keduanya adalah 1-3 bulan dimana penderita BPH sebanyak 29 orang (35,4%) dan penderita kanker prostat sebanyak 11 orang (24,4%).

7. Jenis terapi paling banyak pada keduanya adalah TURP dimana penderita BPH sebanyak 49 orang (59,8%) dan penderita kanker prostat sebanyak 17 orang (37,8%).

8. Nilai PSA pada keduanya lebih banyak dalam kategori tidak normal (cenderung meningkat) dimana penderita BPH sebanyak 27 orang (32,9%) dan penderita kanker prostat sebanyak 30 orang (66,7%).


(61)

9. Penilaian skor Gleason pada penderita kanker prostat lebih banyak dalam kategori diferensiasi sedang (5-7) yakni sebanyak 4 orang (8,9%).

6.2. Saran

1. Para klinisi diharapkan mengisi data atau keterangan pada rekam medis dengan lengkap sehingga bisa dijadikan sebagai sumber informasi kepada klinisi lain dan peneliti-peneliti selanjutnya.

2. Masyarakat lebih peduli terhadap gejala yang dialami dan melakukan skreening jika sudah memasuki usia 50 tahun ke atas.

3. Agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan BPH dan kanker prostat.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Akins, R.A., 2008. Staging. In: Wahab, M.A., Silva, O.E., Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 94.

Amalia, R., 2010. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RSI Sultan Agung, RS Roemani Semarang). Available from [Accessed 5 November 2012].

Amendola, M., Kumar, P., 2008. Prostate Cancer: Imaging Features. In: Wahab, M.A., Silva, O.E., Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 53.

Aritonang, J.P.L., Sumantri, F., 2007. Atlas Mikroskopis dan Makroskopis Patologi Anatomi. Jakarta: Universitas Trisakti, 109.

Ayyathurai, R., Manoharan, M., 2008. Prostate Spesific Antigen and Digital Rectal Examination Screening for Prostate Cancer. In: Wahab, M.A., Silva, O.E.,

Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 47.

Burns, D.K., 2007. Sistem Genitalia Laki-laki. Dalam: Kumar, V., Cortan, R.S., Robbins, S.L., Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2.Jakarta: EGC, 744-748. Deters, Levi A. 2011. Benign Prostatic Hypertrophy, Dartmouth Hitchcock Medical

Centre. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview.

Elattar, I., 2008. Epidemiology of Prostate Cancer. In: Wahab, M.A., Silva, O.E.,

Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 9-14.

[Accessed 22 May 2012].

Erlangga, N.D., 2007. Ketepatan Diagnostik Prostat Spesifik Antigen Pada Keganasan Prostat di Rumah Sakit Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro.


(63)

Available from : http://eprints.undip.ac.id/22323/1/Dimas.pdf

Hendrianto, 2010. Profil Penderita Adenokarsinoma Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi kota Medan Tahun 2009, Universitas Sumatera Utara. Available from :

. [Accessed 6 Desember 2012].

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16671

Junaidi, F., 2012. Hubungan Antara Grading Histopatologi (Gleason Score) dan Level PSA pada Kanker Prostat di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan, Universitas Sumatera Utara. Available from :

. [Accessed 6 Desember 2012].

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34209

Junqueira, L.C., Carneiro, J., 2007. Histologi Dasar, edisi 10. Jakarta: EGC, 428-430. . [Accessed 6 Desember 2012].

Kava, B., 2008. Evaluation of Abnormal Digital Rectal Examination or Elevated Prostate Spesific Antigen. In: Wahab, M.A., Silva, O.E., Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 66-67.

Krupski, T.L., 2012. Prostate Cancer, University of Virginia School of Medicine. Available from : [Accessed 28 April 2012].

Kumar, V., Cortan, R.S., Robbins, S.L., 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: EGC, 186.

Nieder, A.M., Manoharan, M., 2008. High Grade Prostatic Intraepithelial Neoplasia.

In: Wahab, M.A., Silva, O.E., Prostate Cancer A Practical Guide.Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 110.

Pearce, E.C., 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 327.

Presti, J.C., 2004. Neoplasms of the Prostate Cancer. In: Tanagho, E.A., McAninch, J.W., Smith’s General Urology, Sixteenth edition. USA: The McGraw-Hill


(64)

Purnomo, B.B., 2009. Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto, 69-83.

Rahardjo, D., 1999. Prostat : Kelainan-kelainan Jinak, Diagnosis, dan Penanganannya. Jakarta: Asian Medical.

School of Anatomy and Human Biology, 2009. Blue Histology - Male Reproductive System, Australia : The University of Western Australia. Available from :

[Accessed 22 May 2012].

Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 96.

Siregar, S.V., 2012. Prevalensi Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU Tahun 2009-2010, Universitas Sumatera Utara. Available from : 5 November 2012].

Sudiono, J., Kurniadhi, B., Hendrawan, A., Djimantoro, B., 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 119-122.

Suzuki, K., 2009. Epidemiology of Prostate Cancer and Benign Prostatic Hyperplasia, Gunma University Graduate School of Medicine, 482. Available from [Accessed 23 April 2012].

Tanagho, E.A., 2004. Anatomy of the Genitourinary Tract. In: Tanagho, E.A., McAninch, J.W., Smith’s General Urology, Sixteenth edition. USA: The McGraw-Hill Companies, 10-12.

Tsukamoto, T., 2004. Epidemiology and Natural History of Prostatic Disease, Sapporo Medical University School of Medicine, 538. Available from : http://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2004_12/537_542.pdf.

Vulfovich, M., 2008. Risk Factor. In: Wahab, M.A., Silva, O.E., Prostate Cancer A Practical Guide. Philadelphia: Elsevier’s Health Sciences Rights Department, 15-18.

[Accessed 23 April 2012].


(65)

(66)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dian Permata Putra Zendrato Tempat/ tanggal lahir : Gunungsitoli / 28 Mei 1991 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Pala Raya No. 44 Perumnas Simalingkar, Medan Nomor Telepon : 085270145100

Orang Tua : - Ayah : dr. Perdamaian Zendrato, M.Kes - Ibu : Ir. Nur Kemala Gulo

Riwayat Pendidikan : TK BNKP Hanna Blindow Gunungsitoli (1995 – 1996) SD Negeri 070975 Gunungsitoli (1996 – 2002)

SMP Negeri 1 Gunungsitoli (2002 – 2005) SMA Negeri 1 Matauli Pandan (2005 – 2008) Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang)

Riwayat Organisasi : 1. Panitia Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU 2011

2. Panitia Natal FK USU 2011

3. Ketua Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU 2012


(1)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pensiunan 12 14.6 14.6 14.6

PNS 10 12.2 12.2 26.8

Wiraswasta 30 36.6 36.6 63.4

Petani 21 25.6 25.6 89.0

Tidak bekerja 5 6.1 6.1 95.1

Pekerja lepas 2 2.4 2.4 97.6

Pedagang 1 1.2 1.2 98.8

Nelayan 1 1.2 1.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Jumlah Gejala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <2 39 47.6 48.8 48.8

2-4 20 24.4 25.0 73.8

>4 21 25.6 26.3 100.0

Total 80 97.6 100.0

Missing System 2 2.4


(2)

Nilai PSA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 13 15.9 15.9 15.9

Tidak normal 27 32.9 32.9 48.8

Tidak tercatat 42 51.2 51.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

Terapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TURP 49 59.8 59.8 59.8

Prostatektomi terbuka 1 1.2 1.2 61.0

Obat-obatan 12 14.6 14.6 75.6

Lain-lain 18 22.0 22.0 97.6

tidak tercatat 2 2.4 2.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

Onset Terjadinya Gejala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < 1 bulan 22 26.8 26.8 26.8

1-3 bulan 29 35.4 35.4 62.2


(3)

2.

Tumor Ganas Prostat (Kanker Prostat)

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <50 2 4.4 4.4 4.4

51-60 7 15.6 15.6 20.0

61-70 22 48.9 48.9 68.9

71-80 12 26.7 26.7 95.6

81-90 2 4.4 4.4 100.0

Total 45 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Usia 45 47 84 66.09 8.594

Valid N (listwise) 45

Diagnosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Adeno Ca Prostat 32 71.1 71.1 71.1

Adeno Ca Prostat + penyakit lain

13 28.9 28.9 100.0


(4)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pensiunan 7 15.6 15.6 15.6

PNS 3 6.7 6.7 22.2

Wiraswasta 20 44.4 44.4 66.7

Petani 10 22.2 22.2 88.9

Pegawai swasta 2 4.4 4.4 93.3

Tidak bekerja 2 4.4 4.4 97.8

Pekerja lepas 1 2.2 2.2 100.0

Total 45 100.0 100.0

Jumlah Gejala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <2 11 24.4 24.4 24.4

2-4 21 46.7 46.7 71.1

>4 13 28.9 28.9 100.0

Total 45 100.0 100.0

Nilai PSA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Onset Terjadinya Gejala

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid < 1 bulan 8 17.8 17.8 17.8

1-3 bulan 11 24.4 24.4 42.2

4-6 bulan 7 15.6 15.6 57.8

7-12 bulan 6 13.3 13.3 71.1

> 1 tahun 6 13.3 13.3 84.4

Tidak tercatat 7 15.6 15.6 100.0

Total 45 100.0 100.0

Terapi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TURP 17 37.8 37.8 37.8

Prostatektomi terbuka 9 20.0 20.0 57.8

Obat-obatan 2 4.4 4.4 62.2

Lain-lain 11 24.4 24.4 86.7

Tidak tercatat 6 13.3 13.3 100.0


(6)

Skor Gleason

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Diferensiasi baik 3 6.7 6.7 6.7

Diferensiasi sedang 4 8.9 8.9 15.6

Diferensiasi buruk 1 2.2 2.2 17.8

Tidak tercatat 37 82.2 82.2 100.0