PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK POLRI TERHADAP TERJADINYA

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK POLRI TERHADAP TERJADINYA

SALAH TANGKAP ATAU ERROR IN PERSONA BERDASARKAN KUHAP DAN UNDANG - UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 A. Pertanggungjawaban Penyidik Polri terhadap Terjadinya Salah Tangkap atau Error In Persona berdasarkan KUHAP dan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tanggung jawab merupakan suatu keadaan dimana seseorang wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa dapat dilakukan penuntutan. Bertanggungjawab menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti berkewajiban menanggung segala akibat dari perbuatan seseorang tersebut yang disengaja maupun yang tidak disengaja sebagai bentuk perwujudan kesadaran akan kewajiban atas apa yang telah dibuat, baik perbuatan yang merugikan maupun menyenangkan. 123 Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Tanggung jawab merupakan ciri dari sesorang yang beradab karena seseorang merasa bertanggungjawab sehingga seseorang tersebut menyadari akibat baik atau buruknya perbuatannya tersebut. 124 123 Kamus Besar Bahasa Indonesia 124 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Lihat Pasal 1 Ayat 1 Salah satu wewenang penyidik adalah melakukan penangkapan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana dengan melakukan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penyidikan serta bukti yang cukup, hal ini diatur dalam Kitab Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana. Penyidik dalam hal terjadinya kasus salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik bukan merupakan perbuatan pidana, karena unsur-unsur dari tindak pidana adalah adanya unsur “kesengajaan” dan dengan sadar melakukan perbuatan yang melanggar peraturan yang telah ada, dan dengan “dikehendakinya” melakukan perbuatan pidana. Penangkapan merupakan tugas dan wewenang Polri sebagai penyidik, dan karena tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh penyidik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 125 Perbuatan kesalahan yang dilakukan penyidik bukanlah perbuatan yang dikehendaki oleh penyidik, sehingga mendatangkan kerugian bagi korban, karena tujuan dari penangkapan oleh penyidik ada untuk mengumpulkan kan bukti-bukti dalam suatu perkara terhadap pihak terkait untuk dimintai keterangan, hingga menapatkan titik terang dan menyelesaikan proses penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kitab Hukum Acara Pidana nomor 8 tahun 1981. Dalam pelaksanaan tugasnya penyidik terkadang kurang menguasai suatu kasus yan ditangan olehnya. 126 Sering terjadinya hambatan-hambatan dalam lapangan untuk melakukan proses penyidikan. Seperti kurangnya bukti-bukti yang jelas dalam melakukan penangkapan terhadap seseorang yang dicurigai. Untuk itu pengawas penyidik dalam 125 Hasil wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar ,wasidik 126 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hal ini berwenang dalam memberikan pengawasan terhadap penyidik yang apabila jika terjadi penyalahgunaan wewenang melakukan penyidikan, Salah tangkap pada dasarnya hal yang dapat terjadi pada setiap orang dalam melakukan kesalahan terhadap pekerjaannya. Kekhilafan yang terjadi pada diri setiap manusia bisa menjadi faktor pendukung diantara beberapa faktor lainnya. Tetapi yang menjadi masalah dalam kesalahan tersebut adalah akibat yang terjadi atas perbuatan kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi korban. Sehingga dapat diberikan Sanksi terhadap penyidik dalam melakukan kesalahan dalam prosedur penangkapan merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik dalam melakukan tugas dan wewenangnya. 127 Perbuatan pelanggaran oleh Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian. Pada Pasal 1 ayat 1 defenisi pelanggaran adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpahjanji anggota, sumpahjanji jabatan, Peraturan Disiplin dan atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 128 Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia mengatur adanya pelarangan bagi Sanksi yang diberikan kepada Penyidik yang melakukan kesalahan dapat berupa Pelanggaran Peraturan disiplin dan Kode etik Profesi. Sehingga harus telaah lebih lanjut kesalahan dari perbuatan penyidik sanksi apa yang dapat dikenai. 127 Hasil wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar ,wasidik 128 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota kepolisian Negara Republik Indonesia UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anggota Kepolisian berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani, yang dapat merugikan pihak yang terkait, mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materiil perkara sehingga menyalahgunakan wewenang dalam melaksanakan tugas-tugasnya Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bentuk Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah Ucapan, tulisan atau perbuatan angggota kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 3 tiga dan 4 empat Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003. Peraturan Disiplin diadakan agar tegaknya disiplin dan memelihara tata tertib dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia, dan berkewajiban menjaga nama baik instansinya, selalu berupaya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, cermat, bijaksana dan tidak sembrono, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. 129 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan pengaduan masyarakat dengan 129 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA rasa penuh tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003. 130 Pelanggaran Peraturan Disiplin berupa ucapan, tulisan, atau perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar Peraturan Disiplin. Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 131 Pelaksanaan wewenang sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh aparatnya terkadang terjadi penyimpangan tindakan anggota Polri dari yang seharusnya dengan menyalahgunakan kewenangan yang diberikan. Padahal Polisi yang sehari-hari dihadapkan pada tugas yang tak menentu dan berhadapan langsung dengan masyarakat, sangat mutlak memiliki kestabilan emosi dan prilaku baik kepada masyarakat. . 132 Kesalahan Polri dalam melakukan penangkapan ini merupakan termasuk dalam pelanggaran disiplin karena menyalahgunakan kewenangannya dalam melakukan penangkapan dalam proses penyidikan serta kelalaian anggota kepolisian dalam melaksanakan setiap tugasnya sehingga tidak patuh dalam peraturan disiplin 130 Ibid., 131 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang disiplin anggota kepolisian Negara Republik Indonesia 132 Anton Tabah, Menatap dengan mata hati Polisi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, Halaman 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anggota Kepolisian. 133 Kepolisian sebagai penyidik yang mempunyai wewenang dalam melakukan penangkapan dalam proses penyidikan, dalam proses penyidikan dilakukan tahap-tahap yang telah diatur sebaik-baiknya agar pengaturan tugas penyidik berjalan dengan baik pula, tetapi kesalahan Polri dalam melaksanakan tugasnya masih saja terjadi, dikarenakan ketidaksesuaian dalam melakukan tahap- tahap prosedur penangkapan dalam melaksanakan tugasnya seperti kurangnya kemampuan menguasai pengetahuan akan proses penyidikan. 134 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan atau hukuman disiplin sesuai pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan atau tindakan fisik. Sehingga dalam perbuatan melanggar peraturan disiplin dapat dilakukan tindakan Disiplin Perilaku Polri yang bertindak asal dan cepat sehingga kurang cermat dengan mementingkan diri sendiri agar penyelesaian tugas penyidikan dapat berakhir dengan cepat, sehingga hak asasi manusia dikesampingkan, yang mengakibatkan terjadi penangkapan terhadap seseorang yang tidak bersalah, hal ini tentu saja dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, dan tidak menjaga dan menjunjung tinggi martabat negara terutama Kepolisian itu sendiri. sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003. 133 Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 134 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berupa serangkaian teguran lisan dan atau tindakan fisik yang bersifat membina, yang dijatuhkan secara langsung kepada anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, hukuman disiplin tersebut merupakan hukuman yang dijatuhkan kepada Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sidang Disiplin. Sidang disiplin adalah sidang untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran disiplin dengan menempatkan terhukum dalam tempat khusus. 135 Sedangkan pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin diatur Pasal 16 PP Nomor 2 tahun 2003 adalah Ankum atau Atasan Ankum. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, Ankum telah memeriksa terlebih dahulu anggota Kepolisian sebagai pejabat yang berwenang sebagai penyidik sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 mempunyai fungsi sebagai pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Terkait dengan pejabat kepolisian, Pasal 18 menyatakan untuk kepentingan umum pejabat kepolisian negara RI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri Ayat 1. Pelaksanaan ayat ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian negara RI Ayat 2. Selanjutnya dikatakan dalam Pasal 19, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat kepolisian senantiasa bertindak berdasarkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia Ayat 1. 135 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin, yang kemudian apabila atas pertimbangan Ankum mengenai pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi hukuman disiplin, maka pemeriksa dilakukan melalui sidang disiplin. Sidang disiplin dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan pada satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. 136 Ankum mempunyai wewenang memerintahkan Provos Kepolisian Indonesia untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggota Kepolisian Indonesia yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Sebelum melaksanakan sidang disiplin, Ankum meminta pendapat dan saran hukum dari satuan fungsi pembinaan hukum kepolisian guna menentukan perlu atau tidaknya dilakukan sidang disiplin. Satuan kerja yang berwenang melaksanakan sidang disiplin, susunan keanggotaan dan perangkat sidang disiplin diatur lebih lanjut dengan Keputusan kapolri. 137 Dalam penjatuhan hukuman disiplin perlu dipertimbangkan situasi dan kondisi ketika pelanggaran itu terjadi, maksud dari situasi dan kondisi ialah suasana pada saat pelanggaran tersebut dilakukan, misalnya pada waktu bertugas mengendalikan unjuk rasa yang cenderung anarkis dan massa yang memprovokasi tindakan kekerasan. Ankum yang menyelenggarakan sidang disiplin paling lambat 136 Ibid 137 Lihat bab III penyelesaian Pelanggaran Disiplin Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30tiga puluh hari setelah menerima daftar pemeriksaan pendahuluan Pelanggaran Disiplin dari satuan fungsi Provos. 138 Penyelesaikan perkara pelanggaran disiplin dilaksanakan melalui tahapan: 139 a. Laporan atau pengaduan; b. Pemeriksaan pendahuluan; c. Pemeriksaan di depan sidang disiplin; d. Penjatuhan hukuman disiplin; e. Pelaksanaan hukuman; f. Pencatatan dalam data Personel Perseorangan. Apabila pelanggar disiplin tidak diketahui keberadaannya, setelah melalui prosedur pencarian menurut ketentuan dinas yang berlaku, maka dapat dilakukan sidang disiplin tanpa kehadiran pelanggar. Pada pasal 30 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003 juga disebutkan: a. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan. b. Keberatan sebagaimana dimaksud dalam poin a diajukan tertulis kepada atasan Ankum melalui Ankum dengan mencantumkan alasan keberatan. c. Tenggang waktu pengajuan keberatan paling lama 14 empat belas hari setelah terhukum menerima putusan hukuman disiplin. 138 Ibid., 139 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Ankum wajib menerima pengajuan keberatan dari terhukum dan meneruskan nya kepada atasan ankum. Selanjutnya dijelaskan pada pasal 31 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2003: a. Apabila keberatan terhukum ditolak seluruhnya, maka atasan Ankum menguatkan putusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin. b. Apabila keberatan terhukum diterima seluruhnya, maka atasan Ankum membatalkan putusan yang telah dibuat oleh ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin. c. Apabila keberatan terhukum diterima sebagian, maka atasan ankum mengubah putusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin. d. Atasan ankum berwenang menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian keberatan dengan memperhatikan pendapat dan saran dari satuan fungsi pembinaan hukum kepolisian Negara Republik Indonesia. e. Putusan atasan ankum sebagaimana dimaksud dalam poin a ditetapkan paling lama 30 tiga puluh hari sejak diterimanya pengajuan keberatan f. Surat keputusan atasan ankum terhadap pengajuan keberatan terhukum sebagaimans dimaksud poin a,b dan c, disampaikan kepada pemohon keberatan. g. Putusan atasan ankum atas keberatan terhukum, merupakan keputusan akhir. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hukuman disiplin pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah nomor 2 Tahun 2003 berupa: a. Teguran tertulis; b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 satu tahun; c. Penundaan kenaikan gaji berkala; d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 satu tahun; e. Mutasi yang bersifat demosi; f. Pembebasan dari jabatan; g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 dua puluh satu hari. Proses penyelesaian Pelanggaran Disiplin diatur sebagaimana dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 2 tahun 2003 tentang disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu: a. Penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Penjatuhan hukuman disiplin diputuskan dalam sidang disiplin. c. Penentuan penyelesaian pelanggaran Peraturan disiplin melalui sidang merupakan kewenangan Ankum. Ankum adalah sebutan bagi atasan yang berhak menghukum bawahannya yang melakukan pelanggaran disiplin, atasan yang karena jabatannya tersebut diberikan kewenangan menjatuhkan hukkuman disiplin kepada bawahannya yang dipimpinnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan disiplin diatur Pasal 15 PP tentang disiplin anggota kepolisian republik Indonesia adalah: 140 a. Atasan langsung; b. Atasan tidak langsung; c. Anggota Provos Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya. Provos adalah satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hukuman disiplin yang tercantum dalam Pasal 9 berlaku juga sebagaimana diatur dalam pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 yaitu: a. Apabila dalam tenggang waktu 14 empat belas hari terhukum tidak mengajukan keberatan, maka putusan yang dijatuhkan ankum berlaku pada hari ke 15 kelima belas. b. Apabila ada keberatan dari terhukum, maka putusan hukuman mulai berlaku sejak tanggal putusan atas keberatan itu diputuskan. Dalam hal terhukum tidak hadir dalam sidang disiplin atau setelah dilakukan pencarian terhadap terhukum untuk menyampaikan hasil putusan hukuman disiplin tidak ditemukan, maka putusan hukuman disiplin tersebut berlaku sejak hari ke-30 ketiga puluh terhitung mulai tanggal keputusan itu diputuskan. 140 PP no. 2 tahun 2003 Pasal 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Anggota kepolisian yang dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 tiga kali terakhir dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota kepolisian republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas kepolisia negara republik Indonesia melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga kesalahan prosedur yang dilakukan Polri dalam melakukan penangkapan selain dikenai sanksi pelanggar disiplin dapat juga dikenai sanksi Kode Etik. 141 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri. Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan Kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 142 Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah 141 Wawancara dengan bapak Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 142 Lihat bagian Pembukaan Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya. Etika Kenegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 143 Berdasarkan Pasal 7 pada Kode etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan seperti bertutur kata kasar dan bernada kemarahan, Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas, Bersikap mencari- cari kesalahan masyarakat, Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuanpertolongan, Merendahkan harkat dan martabat manusia. Hal tersebut juga termasuk dalam hal terjadinya salah tangkap. Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian. 144 Penegakan kode etik Profesi pada Pasal 17 Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dikenakan sanksi moral, berupa : 143 Ibid., 144 Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka; c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi; d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian. Pemeriksaan atas pelanggaran dalam Pasal 18 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur lebih lanjut dengan Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi dikenakan sanksi moral yang disampaikan dalam bentuk putusan Sidang Komisi secara tertulis kepada terperiksa, dimana sanksi moral tersebut bisa berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidak tebrukti atau pernyataan putusan yang menyatakan terperiksa tebrukti melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri. Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan bentuk-bentuk sanksi moral yang penerapannya tidak secara kumulatif, namun sanksi moral tersebut terumus dari kadar sanksi yang teringan sampai dengan kadar sanksi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terberat sesuai pelanggaran perilaku terperiksa yang dapat dibuktikan dalam Sidang Komisi. 145 Pernyataan penyesalan secara terbatas, yang dimaksudkan adalah pernyataan meminta maaf secara langsung baik lisan maupun tertulis oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan atas perilaku terperiksa. Pernyataan penyesalan secara terbuka, yang dimaksudkan adalah penyataan meminta maaf secara tidak langsung oleh terperiksa kepada pihak ketiga sebagai korban yang telah dirugikan melalui media massa. 146 145 Lihat Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2006 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia 146 Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi, yang dimaksudkan adalah anggota Polri yang telah terbukti melanggar ketentuan Kode Etik Profesi Polri sebanyak 2 dua kali atau lebih melalui putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri, kepadanya diwajibkan untuk mengikuti penataranpelatihan ulang pembinaan profesi di Lembaga Pendidikan Polri. Pemeriksaan dalam Sidang Komisi adalah upaya pembuktian terhadap dugaan telah terjadinya pelanggara Kode Etik Profesi Polri yang didasari oleh proses putusan sidang yang cermat sehingga tidak menjadi sarana persaingan tidak sehat antar anggota. Sidang Komisi ini juga merupakan representasi masyarakat profesi dalam rangka pemuliaan profesi Kepolisian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2006. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian, yang dimaksudkan adalah pelanggar dianggap tidak pantas mengemban profesi kepolisian sebagaimana diatur dalam rumusan tugas dan wewenang kepolisian pada pasal 14, 15 dan 16 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang Komisi dapat menyarankan kepada Kasatker setempat agar pelanggar iberikan sanksi administratif berupa Tour of duty, Tour of area, Pemberhentian dengan hormat, atau Pemberhentian tidak dengan hormat. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat apabila: 147 1. Melakukan tindak pidana ; 2. Melakukan pelanggaran ; 3. Meninggalkan tugas atau hal lain. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Pasal 14 mengenai pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu: 1. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian negara Republik Indonesia apabila: a. Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 tiga puluh hari kerja secara berturut-turut; b. Melakukan perbuatan dan berprilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian; 147 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Melakukan bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan danatau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak pidana yang dilakukannya; atau 2. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan setelah melalui sidang komisi Kode Etik Profesi Kepolisian negara Republik Indonesia. Berperilaku merugikan sebagaimana yang disebut dalam Pasal 14 huruf b dijelaskan berupa: 1. Kelalaian dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, dengan sengaja dan berulang-ulang dan tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap sesama anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, penggunaan kekuasaan diluar batas, sewenang-wenang, atau secara salah, sehingga dinas atau perseorangan menderita kerugian. 2. Perbuatan yang berulang-ulang dan bertentangan dengan kesusilaan yang dilakukan didalam atau diluar dinas. 3. Kelakuan atau perkataan di muka khalayak ramai atau berupa tulisan yang melanggar disiplin. Pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, pemberhentian tersebut dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 yang memiliki kewenangan dalam melakukan pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Presiden Republik Indonesia untuk pangkat Komisaris Besar Polisi Kombes Pol atau yang lebih tinggi dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi AKBP atau yang lebih rendah. Kepolisian sebagai Penegak hukum sudah terlampau lelah mendengarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum di negeri ini. Untuk keluar dari tuduhan-tuduhan itu maka harus berusaha melakukan pembebasan dan pencerahan dari cara kerja konvensional, pembebasan dan pencerahan itu dibutuhkan kerja keras dengan menggunakan pendekatan paradigma hukum progresif yang sangat peka pada nilai-nilai kebenaran, keadilan juga martabat serta nilai dari kemanusiaan itu sendiri. 148 Tentulah korban victim menderita kerugian yang amat dirasakan bisa ringan bisa berat, bisa menyangkut harta benda dari yang kecil sampai yang besar, dari penghinaan atau pelecehan nama baik, bisa berbentuk aniaya bahkan penderitaa korban dapat berakibat kematian. 149 Korban kejahatan pasti menderita, namun untuk kurun waktu yang cukup lama korban terabaikan antara lain karena setelah reaksi korban untuk menuntut atau 148 http:putraandesland.blogspot.com201102mewujudkan-penegakan-hukum-yang.html , diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 WIB 149 Soejono Dirdjosisworo, sinopsis kriminologi indonesia, CV. Mandar maju, bandung 1994, halaman 156 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA membalas terhadap pelaku kejahatan diambil alih oleh masyarakat dan ditangani pemerintah lewat mekanisme peradilan pidana, maka untuk jangka lama pula hukum pidana dan sistem peradilan pidana lebih menyelesaikan pelaku sampai dihukum dari pada menangani korban. 150 Secara umum baik konstitusi, dasar negara Pancasila maupun UU tentang Hak Asasi Manusia No. 39 tahun 1999 menegaskan hak individu serta kewajiban negara dalam menghormati, melindungi dan memenuhinya. Dalam pasal 28I ayat 1 UUD 1945 tegas disebutkan bahwa Sementara jauh sebelum meratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Politik pada 2006 lalu, pemerintah telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan melalui UU No. 5 tahun 1998. Dalam konvensi dijelaskan bahwa terminologi ‘penyiksaan’ diterapkan pada individu yang sebagian haknya dibatasi oleh negara, seperti para tersangka, terdakwa maupun narapidana yang sedang menjalani proses hukum. Termasuk gugurnya suatu pemeriksaan jika dijalankan lewat tindakan penyiksaan. “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusiayang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. 150 ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hal ini didukung dengan panduan normatif aparat kepolisian untuk menjalankan proses hukum secara profesional, yaitu Aturan Perilaku Aparat Penegak Hukum. 151 Dalam konstitusi UUD 1945, juga memuat jaminan perlindungan atas Hak Asasi Manusia. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, dari konstitusi kita,juga memuat jaminan perlindungan atas Hak asasi Manusia setidaknya dapat dirangkum materi Pertanggungjawaban atas penegakan hukum tingkat pidana dapat dimintakan kepada polisi sebagai pribadi pejabat sampai dengan jajaran di bawahnya yang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebuah kasus secara ceroboh dan tidak profesional. Fakta adanya kecerobohan dan tidak profesionalnya aparat hukum bisa dilihat dari kasus-kasus yang dipaksakan, bahkan tersangka dipaksa ditahan meski kurang bukti. Tidak jarang para tersangka yang telah disandera kemerdekaannya secara paksa itu akhirnya dilepas begitu saja setelah tidak ditemukan bukti cukup, tanpa kompensasi apa-apa. Masyarakat yang menjadi korban tindakan aparat hukum jangan segan-segan melakukan tuntutan bila hak-hak mereka dirugikan. Kini kita sudah mempunyai lembaga super bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tidak pidana korupsi, kita juga memiliki lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pers yang bisa menjadi alat kontrol di mana saja sehingga masyarakat tidak perlu lagi takut terhadap tindakan-tindakan melanggar hukum dari penguasa ataupun aparat penegak hukum. 151 http:inilampung.comperihnya_penegakan_hukum_berita889.html , diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 WIB UNIVERSITAS SUMATERA UTARA perlindungan Hak Asasi Manusia seperti Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia: 1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang dite tap kan oleh undang-undang dengan maksud semata-ma ta untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk meme nuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai aga ma, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan keter tib an umum dalam masyarakat yang demokratis. 3. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pema juan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi ma nusia. 4. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pem bentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Polri yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya. Polri hingga memasuki usianya ke-64 belum sepenuhnya dipercaya masyarakat sebagai pengayom dan pelindung. Itu terjadi, karena aparat kepolisian sering menampilkan sosok yang menakutkan, terutama dalam menyelesaikan persoalan dialami masyarakat yang selalu berbuntut pada kisah KUHP kasih uang habis perkara. 152 Seseorang yang menjadi korban oleh penyidik dapat menuntut ganti kerugian atas kesalahan penyidik tersebut,seperti dijelaskan dalam pasal 1 ayat 23, Kitab Prestasi yang buruk tersebut jelas berpengaruh pada kinerja pelayanan dan pengayoman terhadap masyarakat. Bahkan tak jarang sejumlah protes dan kritik yang muncul baik dari kalangan masyarakat, akademisi, praktisi hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat justru disikapi negatif dan aroganisme oleh beberapa oknum Kepolisian. Sehingga masyarakat dalam setiap kali bersinggungan dengan proses penegakan selalu dijadikan subyek. Kemudian dijelaskan dalam ayat 12 Pasal 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana bahwa Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 152 http:matanews.com20100701polri-masih-lekat-dengan-kisah-kuhp , diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Undang-undang Hukum Acara Pidana, ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang- undang atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Rehabilitasi merupakan hak seseorang jika telah menjadi korban oleh penyidik yang melakukan kesalahan dalam proses penyidikan sehingga mengalami kerugian bagi korban, berupa hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan,dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 153 “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap- lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa 153 Lihat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Bab I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” 154 Hak asasi manusia HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan ras, suku, jenis kelamin, bahasa, budaya, agama dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun juga, dan di negara manapun ia berada. Inilah sifat universal dari HAM tersebut. Korban mungkin akan mengalami kesulitan dan penderitaan bila melakukan hal-hal tersebut di atas, namun Si korban tidak boleh pasrah dan berserah diri saja, Korban harus perjuangkan hak-hak Si korban. Bila upaya-upaya tersebut gagal maka mengungkapkan ke media massa koran, televisi dan lainnya menjadi salah satu sarana yang cukup ampuh untuk menekan para oknum. Usahakan sebisa mungkin Korban memiliki bukti-bukti yang cukup baik saksi-saksi ataupun rekaman pembicaraan. 155 Sesuai dengan tujuannya maka hukum harus memberikan rasa adil, aman, damai, tertib, sejahtera dan adanya kapastian hukum dalam masyarakat. Proses-proses penegakan hukum yang adil pasti berpengaruh positif bagi penegakan dan 154 Satdjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 33 155 Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Bandung: PT. Alumni, 2001, Halaman 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemenuhan hak asasi manusia. Antara hukum dan hak asasi manusia ternyata mempunyai hubungan yang sangat erat, karena tanpa hukum hak asasi tidak bisa ditegakan dan dipenuhi. Hukum harus menjadi instrumen penting yang akan memberikan jaminan bagi penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu hukum harus bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama dalam masyarakat. Artinya kepercayaan masyarakat terhadap hukum harus semakin meningkat, bukan sebaliknya menjadi luntur akibat ulah dari segelintir orang yang kurang bertanggungjawab. 156 Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan kata lain baik secara preventif maupun represif. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah terkadang terdapat tindakan – tindakan yang justru tidak sesuai dengan prosedur yang ada Praperadilan sebagai salah satu proses hukum yang dapat diupayakan dalam suatu proses hukum haruslah dilaksanakan sesuai dengan prosedur. B. Prosedur teknis proses Praperadilan sebagai Upaya Pertanggungjawaban di Polda Sumatera Utara Tanjung Morawa Medan 157 Lembaga Praperadilan merupakan lembaga yang lahir bersamaan dengan lahirnya KUHAP, dimana lembaga tersebut bukanlah lembaga yang mandiriberdiri 156 http:arno13.blogspot.com200911etika-profesi-hukum-bagi-penegak-hukum.html , diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib 157 Loeby Loqman , Praperadilan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta , 1987, Halaman 33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sendiri terlepas dari Pengadilan Negeri, melainkan merupakan lembaga yang menempel pada Pengadilan Negeri, yang secara kasus demi kasus Ketua Pengadilan Negeri menunjuk seorang hakim Pengadilan Negeri untuk memutus suatu perkara yang diajukan. Jadi, tidak ada sidang Praperadilan tanpa adanya tuntutan dari pihak- pihak yang berhak memohon pemeriksaan Praperadilan. 158 Tujuan dan maksud dari praperadilan adalah meletakkan hak dan kewajiban yang sama antara yang memeriksa dan yang diperiksa. Menempatkan tersangka bukan sebagai objek yang diperiksa, penerapan asas aqusatoir dalam hukum acara pidana, menjamin perlindungan hukum dan kepentingan asasi. Hukum memberi sarana dan ruang untuk menuntut hak-hak yang dikebiri melalui praperadilan. Yahya Harahap mengemukakan “lembaga peradilan sebagai pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atas penuntutan, agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan Undang-undang.” 159 Dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 ada unsur baru yang perlu mendapat perhatian bagi pelaksana hukum seperti dalam penyidikan, bantuan hukum, praperadilan, penuntutan, ganti rugi, peninjauan kembali pengawasan pelaksanaan pengadilan. Namun UU No. 8 Tahun 1981 ini secara potensil lebih baik tetapi bagaimanapun meminta “kejujuran”pelaksana. Dari pihak kepolisian benar-benar 158 http:www.profauna.orgsuarasatwaid200702sekilas_tentang_praperadilan.html , diakses pada hari jumat 1februari 2013 15.30 wib 159 http:www.negarahukum.comhukumtujuan-dan-wewenang-praperadilan.html , diakses pada 1februari 15.30 wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diharapkan disamping kejujuran harus lebih meningkatkan keterampilan. Polisi yang selama ini sudah terlalu sibuk sehingga sering menampilkan pandangan yang tidak menggembirakan masih dibebani lagi dalam Undang-undang ini. 160 Praperadilan adalah sebuah relisasi dari eksistensi keberadaan hak asasi manuasia dimana pra peradilan merupakan sarana Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 bahwa praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: 161 1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. 2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. 3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan rehabilitasi dan kerugian, artinya ketika seseorang merasa telah dirugikan dalam beberapa proses diatas maka mereka berhak untuk menuntut dan mendapatkan keadilan lewat praperadilan. 162 160 B. Simandjuntak, Hukum Acara Pidana dan tindak Pidana Khusus, Tarsito, bandung, 1982, halaman 23 161 Lihat Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 10 dan Bab X praperadilan 162 Arhjayati Rahim, http:ejurnal.ung.ac.idindex.phpJPIarticleview901841 , Praperadilan Sebagai Control Profesionalisme Kinerja Penyidik, diakses Pada 1 februari 2013 15.30 wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 1981 KUHAP, yang termasuk dan menjadi lingkup praperadilan meliputi perkara : 163 a. Sah atau tidaknya penangkapan; b. Sah atau tidaknya penahanan; c. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan; d. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan; e. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan; f. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penuntutan; g. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan; h. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penuntutan. Dengan lahirnya lembaga praperadilan menuntut seorang penyidik dalam melaksanakan penyidikan untuk lebih fokus, teliti, dan profesional dalam menjalankan fungsinya demi menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam proses- 163 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, bab 5 mengenai wewenang pengadilan untuk mengadili, bagian praperadilan dan http:www.pn-demak.go.idindex.phplayanan- kamiprosedur-berperkarapidana119-10-praperadilan , diakses 1 februari 2013 15.30Wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA proses tersebut, karena segala yang di tuntut di ranah praperadialan adalah kewenagan dan tugas penyidik. 164 Sifat praperadilan berfungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa sebelum seseorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat berupa pencegahan terhadap tindakan yang merampas hak kemerdekaan setiap warga negara serta pencegahan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan. 165 Adapun alasan-alasan sahnya untuk penghentian penyidikan adalah sebagai berikut: 166 a. Tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti minimum dari tindak pidana tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan dan tidak tercapai; b. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai 164 Wawacara dengan J. Pakpahan Kanit I, Wassidik Polda Sumatera Utara 165 http:bemhukumuwgms20.blogspot.com201101pengertian-ruang-lingkup-dan-proses.html , diakses pada1februari 2013 15.30 wib 166 http:www.profauna.orgsuarasatwaid200702sekilas_tentang_praperadilan.html , diakses pada 1februari 2013 15.30 wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, maka kemudian penyidik menghentikan penyidikan atas peristiwa tersebut; c. Penyidikan dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya dalam hal ini antara lain tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa, peristiwa tersebut telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap,serta karena peristiwa hukum tersebut telah kadaluasa. Saat proses pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera. Pemeriksaan perkara praperadilan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Berkaitan dengan subjek hukum, yang termasuk dalam subjek hukum praperadilan adalah setiap orang yang dirugikan. Untuk sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya yaitu untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan. 167 167 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Adapun subjek hukum yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut : 168 a. Yang berhak mengajukan upaya praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya upaya paksa, tuntutan ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi adalah: 1. Tersangka; 2. Keluarga tersangka; 3. Ahli waris tersangka; 4. Kuasa hukum tersangka; 5. Pihak ketiga yang berkepentingan. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut KUHAP dimana pada Pasal 108 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan Pelapor, yaitu: Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan danatau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. 169 Berdasarkan definisi tersebut, maka seorang Pelapor bisa saja ia sebagai korban ataupun sebagai saksi atas suatu peristiwa tindak pidana. Maka ia berhak untuk melaporkan atau mengadukan peristiwa tersebut kepada pihak Kepolisian setempat, misalnya seperti : 170 2. Kepolisian Resor Jakarta TimurBaratUtaraPusatSelatan POLRES 1. Kepolisian Sektor POLSEK 168 http:www.docstoc.comdocs4645025makalah-pra-peradilan , diakses pada 1 februari 15.30 wib 169 Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar 170 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Kepolisian Daerah POLDA 4. Markas Besar Kepolisian RI MABES POLRI. 5. Komisi Pemberatasan Korupsi KPK bila berkaitan dengan tindak pidana Korupsi dan Tindak Pidana Suap. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan laporan dan pengaduan aduan. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang- undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Artinya, seseorang dapat saja melaporkan sesuatu baik atau kemauannya sendiri ataupun atas kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang. Sedangkan Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya disebutkan dalamPasal 1 angka 25 KUHAP. Pengertian tersebut menunjukan kepada kita bahwa bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum. Namun di dalam prakteknya, lebih sering digunakan istilah pelaporan, hal tersebut UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dikarenakan status yang disandang seseorang yang memasukkan laporan atau pengaduan lebih sering disebut Pelapor. 171 Dalam melakukan pelaporan atau pengaduan ke Kepolisian, dapat saja dilakukan dengan sendiri ataupun dengan di dampingi oleh Kuasa HukumPengacaraAdvokat. Bila si Pelapor hendak melakukan pelaporan sendiri, maka Pelapor pada saat di Kepolisian akan diarahkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian SPK. Terdapat pula pelaporan atau pengaduan hanya dilakukan oleh Kuasa HukumAdvokat nya dengan berbekal Surat Kuasa dari Pelapor sebagai Kliennya. Pada saat melakukan Pengaduan ke SPK Kepolisian setempat, Dalam kapasitasnya Pelapor adalah Korban, maka sebelum dibuatkan laporan Pengaduan, pihak SPK akan melakukan sesi dengar pendapat atau gelar perkara. Fungsi dari Gelar Perkara tersebut bahwa banyak peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dan melukai ataupun merampas hak seseorang namun dalam ruang lingkup Hukum Perdata. Dimana perlu ditegaskan bahwa pemeriksaan di Kepolisian adalah berada dalam ruang lingkup Hukum Pidana. Sehingga untuk mengeliminir pengaduan yang bersifat Perdata yang dipaksakan masuk ke Pidana, maka diperlukan sesi dengar pendapat atau gelar perkara tersebut. Yang menarik adalah bahwa ternyata pihak Kepolisian pada prinsipnya dilarang menolak laporan ataupun pengaduan dari masyarakat. Dan memang benar bahwa setiap peristiwa hukum selalu mengandung 2 dua sisi hukum, baik Hukum Perdata maupun Hukum Pidana, sehingga Bagian SPK haruslah diisi oleh Petugas- 171 Wawacara dengan J. Pakpahan Kanit I, Wassidik Polda Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA petugas yang mumpuni dan memahami sisi hukum dari setiap pelaporan yang masuk. Sehingga yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah Petugas SPK sebagai bagian layanan penerimaan Pengaduan dan Pelaporan adalah SDM yang mengerti tentang Hukum. Hal tersebut belum lagi diperparah dengan kondisi dan situasi karakter dan mental Petugas yang menjadi satu dengan kultur Kepolisian yang masih diwarnai oleh kemiliteran dahulu. 172 Agar Pengaduan dari si Pelapor tersebut dapat diterima oleh SPK Kepolisian Pelapor sebelum melakukan pengaduan ke SPK Kepolisian haruslah menyiapkan terlebih dahulu bukti-bukti. Dan harus diingat, dalam hukum pidana 1 satu bukti bukanlah bukti. Jadi paling sedikit Pelapor harus membawa 2 dua alat bukti. Pada prinsipnya adalah tugas dari Penyidik POLRI untuk mengumpulkan bukti-bukti guna melengkapi pemberkasan, dan Pelapor hanya membawa bukti awal secukupnya karena tidak semua Pelapor adalah orang yang mengerti Hukum dan tidak semua pelapor mampu membayar jasa pelayanan AdvokatPengacaraPenasehat Hukum. 173 1. Keterangan saksi; Alat bukti tersebut dijelaskan di dalam KUHAP pada Pasal 184, yang menyebutkan sebagai berikut: 2. Keterangan saksi ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 172 Ibid 173 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Keterangan terdakwa. Pelapor hendaknya membawa 2 dua dari alat bukti yang ada tersebut diatas. Misalnya, bila dikaitkan dengan perkara diatas, Pelapor harus membawa alat bukti Surat bisa saja berupa surat perjanjian, bukti transfer, atau apapun yang sifatnya tertulis dan Saksi yang menyaksikan dan melihat sendiri peristiwa hukum tersebut. Bila telah merasa lengkap memiliki bukti-bukti yang valid dan mendukung, maka Anda dapat melakukan Pelaporan danatau Pengaduan ke Bagian Sentara Pelayanan Kepolisian SPK Sentra Pelayanan Kepolisian atau SPK adalah Petugas Kepolisian yang bertugas memberikan Pelayanan Kepolisian kepada Masyarakat yang membutuhkan antara lain : 174 1. Menerima segala bentuk Laporan dan Pengaduan Masyarakat; 2. Melakukan penanganan pertama Laporan Pengaduan Masyarakat; 3. Melayani masyarakat dalam hal permintaan bantuan tindakan Kepolisian; 4. Melayani dan membantu penyelesaian perkara ringan perselisihan antar warga sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan peraturan kebijakan dalam organisasi Polri. Prosedur Penerimaan Laporan Pengaduan Masyarakat kepada Polri : 1. Masyarakat Pelapor dapat datang ke Kantor Polisi terdekat berdasarkan tempat kejadian perkara yang akan dilaporkan; 2. Masyarakat Pelapor akan diterima oleh Petugas SPK; 174 Wawancara dengan bapak Wawancara dengan Bapak khairuddin Arifin Siregar UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Oleh Petugas SPK masyarakat pelapor akan diambil keterangannya untuk dituangkan dalam format berdasarkan apa yang dilaporkan; 4. Setelah diterima laporannya masyarakat akan diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan; 5. Masyarakat tidak dipungut biaya apapun. Tujuan peningkatan pembinaan sikap para penegak hukum mutlak harus disejajarkan mengikuti tingkat pembaharuan KUHAP. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka secara umum dapat dilakukan dengan jalan antara lain sebagai berikut: 1. Meningkatkan pembinaan ketertiban aparat penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. 2. Peningkatan pembinaan profesionalisme. 3. Pembinaan peningkatan sikap mental. Adapun upaya-upaya hukum tersebut antara lain, adalah: 175 1. Permohonan pengajuan Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau lebih dikenal dengan sebutan SP3 bila Anda yakin bahwa Anda tidak bersalah dan Anda yakin bahwa kasus anda adalah perkara perdata dan bukan pidana; 2. Permohonan pengajuan Surat Penangguhan Penahanan bila Anda merasa yakin bahwa Anda lebih pantas untuk tidak ditahan; 175 http:hukum.kompasiana.com20101130apa-yang-seharusnya-anda-lakukan-bila-anda- berurusan-dengan-hukum-terbentur-penyimpangan-perilaku-penegak-hukum-polri-kejaksaan-hakim- advokat-322819.html , diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Ajukan Permohonan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri setempat bila Anda merasa penindakan oleh instansi Penegak Hukum telah melanggar Hak Azasi Manusia Anda; 4. Perlindungan hukum terhadap korban dan saksi tidak diatur di dalam KUHAP namun diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 ttg Perlindungan Saksi Dan Korban; 5. Laporkan setiap Perilaku Menyimpang Dari Jaksa Penuntut Umum kepada Kejaksaan Agung atau kepada Komisi Kejaksaan; 6. Upaya Hukum Pihak III Terhadap Deponir Kejaksaan; 7. Pelaporan dan Pengaduan Terhadap Perilaku Menyimpang Hakim; 8. Ajukan Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali PK terhadap perkara yang Anda alami bila terdapat indikasi bahwa Hakim salah dalam menerapkan Hukum; 9. Laporkan atau ajukan Pengaduan Anda Melalui Bidang Profesi dan Pengamanan Propam POLDA atau MABES POLRI, bila terdapat oknum POLRI yang melakukan tindakan menurut Hukum adalah terlarang ; 10. Laporkan Perilaku Menyimpang Dari PengacaraAdvokat kepada institusi advokat yang menaunginya ; 11. Pahami hak-hak Anda bila anda sebagai Terpidana dan ajukan pelaporan ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia Direktorat Jendral Lembaga Pemasyarakatan bila sipir dan Ka Lapas berprilaku menyimpang; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV Kesimpulan Dan Saran