Tugas dan Fungsi Polri dalam Penegakan Hukum

pembatasan hak asasi seseorang, adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi “demi untuk kepentingan pemeriksaan”, dan “benar-benar sangat diperlukan sekali”. Jangan disalahgunakan dengan cara yang terlampau murah, sehingga setiap langkah tindkan yang dilakukan penyidik, langsung menjurus ke arah penangkapan atau penahanan. 29 Pelaksana penegakan hukum tidak hanya Criminal justice system CJS atau Catur Wangsa atau Panca Wangsa termasuk Lembaga Pemasyarakatan, tetapi juga melibatkan pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk instansi pemerintah dan TNI serta masyarakat pada umumnya baik secara perseorangan maupun secara berkelompok sesuai dengan peran mereka masing- masing. 30

B. Tugas dan Fungsi Polri dalam Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai btahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup. 31 Masalah penegakan hukum pada umumnya, termasuk di Indonesia mencakup tiga hal penting yang harus diperhatikan dan dibenahi, yaitu kultur masyarakat tempat 29 M. Yahya Haharap, Op,.cit, halaman 157 30 Bibit Samad Rianto, Op,.cit, halaman 45 31 Soerjono Soekanto, Beberapa permasalahan Hukum dalam Kerangka pembangunan di Indonesia, UIpress, Jakarta, 1983, halaman 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dimana nilai-nilai hukum akan ditegakkan, struktur para penegak hukumnya dan terakhir substansi hukum yang akan ditegakkan. Disampingkan itu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri kepada masyarakat harus secara kontinyu diberikan penyuluhan hukum agar taat hukum walaupun kemungkinan terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat itu juga sebagai dampak dari lemahnya penegakan hukum. 32 Masalah penegakan hukum akan selalu terjadi sepanjang kehidupan manusia itu ada, semakin tumbuh dan berkembang manusia maka masalah penegakan hukum pun semakin bermacam-macam yang terjadi. Bicara tentang penegakan hukum tentunya tidak bisa lepas dari soal aparat yang menempati posisi strategis sebagai penegak hukum yaitu Polisi Jaksa dan Hakim yang terbatas pada masalah profesionalitas. 33 Konsep negara hukum, bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya suatu wewenang yang harus bersumber dari Kepolisian di dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 Pasal 2 yang merupakan fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 32 Moh. Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana khusus, Liberty, Yogyakarta, 2009, halaman 32 33 Barda Nawawi Arief, Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Halaman 34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga di dalam suatu Negara Hukum penerapan asas asas Legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang menjadi dasar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi Negara-negara hukum yang menganut system civil Law Eropa Kontinental. Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi yakni suatu kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang. 34 Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu penyelenggara kegiatan pemerintahan di bidang penegakan hukum yang melindungi dan mengayomi masyarakat tidaklah memiliki tugas yang ringan, karena ruang lingkup tugas kepolisian sangat luas yakni seluruh masyarakat, dan perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan Wewenang kepolisian yang diperoleh secara atributif, yakni wewenang yang dirumuskan dalam pasal peraturan undang-undangan seperti wewenang kepolisian yang dirumuskan Pasal 30 ayat 4 Undang-undang Dasar, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dan lain-lain. Berdasarkan wewenang atributif tersebut kemudian dalam pelaksanaannya lahir wewenang delegasi dan wewenang mandat, yakni pemberian wewenang dari satuan atas kepada satuan bawah berupa mandat, maupun pendelegasian kepada bidang-bidang lain di luar struktur. 34 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terhadap masyarakat di segala bidang, termasuk pelayanan kepolisian terhadap masyarakat. 35 Tata cara penyelidikan adalah: Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undang- undang Hukum acara Pidana KUHAP maka wewenang yang diberikan Undang- undang ini kepada aparat kepolisian adalah kewenangan dalam hal melaksanakan tugas sebagai penyelidik dan penyidik. Penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. 36 1. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib menunjukkan tanda pengenalnya. Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut diatas, penyelidik wajib membuat berita acara dan 35 Mahmud Mulyadi Op,.cit, halaman 40 36 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, hukum acara Pidana dalam teori dan praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, halaman 24-25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu atau penyelidik. Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catataan dalam laporan atau pengaduan tersebut. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya. 2. Penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi, petunjuk oleh penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa penyelidik adalah polisi terdepan atau paling utama yang ditugaskan untuk melakukan tugas mengungkapkan suatu tindak pidana, dalam KUHAP tidak ditentukan pangkat dari polisi yang bertugas melakukan penyelidikan. Tetapi dari ketentuan di atas dan ketentuan Peraturab Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Pasal 2, kita dapat mengambil patokan bahwa penyelidik adalah polisi yang berpangkat di bawah pembantu letnan dua, atau jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidik berpangkat pembantu letnan dua melainkan hanya berpangkat bintara, maka penyelidik adalah berpangkat di bawah bintara. 37 KUHAP dalam ketentuan umum, Pasal 1 ayat 1 penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil terteentu yang 37 Ibid, halaman 25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dan kemudian menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan setelah adanya tahap penyelidikan terlebih dahulu yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Ini berarti semua pegawai kepolisian negara tanpa kecuali telah dilibatkan di dalam tugas-tugas penyelidikan, yang pada hakikatnya merupakan salah satu bidang tugas dari sekian banyak tugas-tugas yang ditentukan di dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang ada hubungannya yang erat dengan tugas-tugas yang lain, yakni sebagai satu keseluruhan upaya para penegak hukum untuk membuat seseorang pelaku dari suatu tindak pidana itu harus mempertanggungjawabkan perilakunya menurut hukum pidana di depan hakim. 38 Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas penyelidikan seperti yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, sudah barang tentu perlu benar-benar memahami tentang dasar-dasar pemikiran dari pembentuk undang-undang mengenai pembentukan dari Undang-undang Hukum Acara Pidana yang harus mereka 38 P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP,menurut ilmu pengetahuan hukum pidana dan yurisprudensi, Sinar Grafika, 2010 halaman 47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tegakkan, seperti asas-asas yang dimiliki oleh hukum acara pidana itu sendiri, kewajiban dan wewenang yang mereka punyai, batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka punyai, dan batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka miliki. Semua hal ini mempunyai hubungan yang erat dengan putusan kehendak dari pembentuk undang-undang untuk memberikan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia dan untuk adanya ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 39 a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia; Penyidikan perkara dilakukan oleh pejabat-pejabat kepolisian tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP bahwa: Penyidik adalah: b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU. Istilah penyidikan sinonim dengan pengusutan, merupakan terjemahan dari istilah Belanda Osporing atau dalam bahasa inggrisnya Investigation. 40 39 Ibid, halaman 47-48 40 Djoko Prakoso,Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum , PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, halaman 5 Penyidik berasal dari kata sidik, yang berarti terang dan bekas. Maksudnya penyidikan membuat terang atau jelas dan penyidikan berarti mencari bekas-bekas kejahatan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bertolak dari kedua kata terang dan bekas arti kata sidik itu, maka penyidikan artinya membuat terang kejahatan. 41 Jika ditinjau dari sistem hukum acara sebelum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud dengan penyidikan adalah merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, yang dilakukan setelah diketahui olehnya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. 42 Tidak dapat dielakkan, betapa pentingnya peran penegak hukum sebagai pagar penjaga yang mencegah dan memberantas segala bentuk penyelewengan atau tingkah laku menyimpang, baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita. Tetapi dari pengalaman dan pengamatan yang ada, sangatlah berlebihan kalau longgarnya simpul moral itu hanya bersumber dan terbatas pada penegak hukum. Begitu pula anggapan seolah-olah segala sesuatu akan menjadi baik apabila penegak hukum telah baik. 43 Penyidik tidak boleh melakukan penyidikan, penahanan, ataupun penyitaan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yakni apabila 41 R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil,Politeia,Bogor, 1996 halaman 17 42 Djoko Prakoso, Penyidik Penuntut Umum Dan Hakim dalam Proses Hukum Acara Pidana, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, halaman 8 43 Sholeh so’an, moral penegak hukum di indonesia,pengacara, hakim, polisi, jaksa, agung mulia, 2004, halaman 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ia tidak ingin disebut telah melakukan tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum. 44 Tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa perbuatan-perbuatan menyelidik, menyidik, dan menuntut menurut hukum pidana bersifat hukum publik. Ini berarti untuk menyelidik dan menyidik seseorang yang disangka telah melakukan sesuatu tindak pidana, para penyelidik dan penyidik pada dasarnya dapat melaksanakan kewajiban mereka dengan tidak digantungkan pada adanya suatu laporan atau suatu permintaan dari seseorang yang telah merasa dirugikan oleh sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain. 45 a. Menerima laporan dan pengaduan Agar pelaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelidik maka penyelidik memiliki fungsi dan wewenang sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 KUHAP yang meliputi : Setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang kepada penyelidik, maka penyelidik memiliki hak dan kewajiban untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Prinsip setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan kepada penyelidik wajib diterima dan berwenang untuk menanganinya baik hal itu yang bersifat pemberitahuan biasa atau laporan, maupun yang bersifat delik aduan, yang dimaksud dengan pengaduan ialah adanya tuntutan permintaan dari seseorang yang 44 P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Op,.cit, halaman 34 45 Ibid., halaman 26-27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menderita kerugian atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya, agar terhadap orang tersebut dapat diambil tindakan hukum. 46 b. Mencari keterangan dan barang bukti Menurut ketentuan Pasal 103 ayat 1, apabila penyelidik menerima laporan atau pengaduan harus segera melakukan penyelidikan yang diperlukan, baik hal itu atas dasar pengetahuannya sendiri maupun berdasarkan laporan atau pengaduan, penyelidik harus segera melakukan tindakan yang diperlukan. Tujuan dari penyelidikan dimaksudkan sebagai langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal mungkin fakta, keterangan, dan bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyidikan. Penyelidikan sangat penting untuk dilakukan , karena jika penyidikan dilakukan tanpa disertai persiapan dan landasan hukum yang memandai yang berasal dari proses penyelidikan maka tindakan penyidikan yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan dapat terjadi suatu tindakan pra peradilan. 47 c. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 KUHAP, penyelidik memiliki kewajiban dan wewenang untuk menyuruh berhenti orang yang dicurigai. Untuk menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, hal ini dilakukan karena dalam rangka melakukan tugas penyelidikan tidak mungkin penyelidik tidak mengetahui identitas seseorang. Terhadap pelaksanaan wewenang ini, penyelidik 46 R. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Tarsito,Bandung, 1976 halaman 35 47 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak perlu memiliki surat perintah khusus atau dengan surat apapun, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 KUHAP. d. Tindakan lain menurut hukum Wewenang penyelidik untuk melakukan tindakan lain menurut hukum dalam melakukan penyelidikan tidak memiliki arti dan pengertian yang cukup jelas. Jika ditelaah dari penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf a butir 4, yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat: 1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan 3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya 4. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa 5. Menghormati hak asasi manusia e. Kewenangan berdasarkan perintah penyidik Tindakan dan kewenangan Undang-undang melalui penyelidik dalam hal ini lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik yang berupa: 48 48 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan 2. Pemeriksaan dan penyitaan surat 3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. Selain wewenang tersebut, penyelidik juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan. Laporan hasil penyelidikan tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh penyelidik, hal ini bertujuan sebagai pertanggungjawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik. Penyelidikan merupakan tindakan, bukanlah suatu tindakan atau fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. 49 49 Ratna Sari, Op.Cit., halaman 30 Berdasarkan kewenangan tersebut dan untuk membantu memperlancar proses penyidikan maka seorang aparat kepolisian juga berwenang untuk melakukan: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA A. Penangkapan Wewenang yang diberikan kepada penyidik khusus nya yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Teantang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sangatlah luas. Bersumber dari wewenang tersebut,penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, selama masih berpijak pada suatu landasan hukum yang sah. Salah satu wewenang untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana, dengan perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan bendabenda curian, atau telah mempunyai sekurang-kurangnya seorang saksi. 50 Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut diatas maka penangkapan merupakan suatu bentuk tindakan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka untuk keperluan penyidikan atau penuntutan dengan tata cara yang diatur dalam KUHAP. Walaupun penangkapan adalah wewenang dari penyidik, bukan berarti penyidik dapat menangkap seseorang dengan sesuka hati. Pasal 1 Ayat 20 KUHAP menjelaskan bahwa “ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”. 51 50 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, Op.cit, halaman 34 51 Mahmud Mulyadi, Op.cit, halaman 19 Penangkapan terhadap seorang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersangka pelaku tindak pidana kejahatn harus berdasarkan alasan-alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP yaitu: 1. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana 2. Dugaan tersebut harus didasarkan bukti permulaan yang cukup. Dalam melakukan penangkapan, penyidik harus melakukan cara-cara yang diatur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 KUHAP yakni: a. Pelaksanaan penangkapan dilakukan petugas Kepolisian Negara republik Indonesia, namun berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat 2 KUHAP Jaksa Penuntut Umum memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan dalam kedudukannya sebagai penyidik. b. Petugas yang diperintahkan untuk melakukan penangkapan harus membawa surat tugas penangkapan, dan penyidik wajib menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka agar demi adanya kepastian hukum terhadap keluarga tersangka. Kecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana maka penyidik dapat melakukan penangkapan tanpa harus disertai surat perintah penangkapan dengan ketentuan penyidik harus segera menyerahkan pelaku yang tertangkap tangan kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Penangkapan terhadap seorang tersangka pelaku tindak pidana kejahatan memiliki batas waktu selama 1 satu hari, hal ini sebagaimana yang ditentukan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam Pasal 19 ayat 1 KUHAP. Penangkapan yang dilakukan lebih dari satu hari dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum dan penangkapan dianggap tidak sah sehingga tersangka harus dibebaskan dengan segera. Tersangka, keluarga tersangka ataupun penasehat hukumnya dapat mengajukan praperadilan terhadap sah atau tidaknya penangkapan tersangka dan dapat menuntut ganti rugi. Penangkapan tidak boleh dilakukan terhadap tersangka tindak pidana pelanggaran sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 19 ayat 2 KUHAP, namun apabila tersangka tindak pidana pelanggaran tidak memenuhi panggilan penyidik selama 2 dua kali berturut-turut tanpa alasan yang sah maka tersangka dapat ditangkap dan dibawa ke kantor polisi dengan paksa untuk dilakukan pemeriksaan. B. Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. 52 52 Ibid, halaman 20 Penahanan berkaitan erat dengan penangkapan karena seorang tersangka pelaku tindak pidana yang setelah ditangkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-undang, baru UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dapat dikenakan penahanan guna kepentingan pemeriksaan. Jadi penangkapan merupakan langkah awal dari perampasan kemerdekaan tersangka atau terdakwa. 53 Penahanan seseorang yang dianggap telah menjadi tersangka dimaksudkan juga sebagai bahan-bahan pembuktian berupa orang, orang ini biasanya adalah yang melakukan perbuatan melanggar Hukum Pidana dan yang menjadi korban dari perbuatan itu sendiri, misalnya orang yang ditipu, dihina dianiaya, dan lain sebagainya saksi. 54 Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Menurut ketentuan Pasal 21 ayat 4 KUHAP tidak semua tersangka tindak pidana pelanggaran tidak dapat ditangkap dan ditahan karena menurut ketentuan ini penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka pelaku percobaan tindak pidana dan terhadap orang yang memberi bantuan untuk terjadinya suatu tindak pidana. 55 53 Ratna Nurul Afiah, Op.cit, halaman 35-36 54 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1983, halaman 60 55 Mahmud Mulyadi, Op.Cit., halaman 20 Penahanan merupakan suatu wewenang yang tidak hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik, tetapi juga dapat dilaksanakan oleh instansi penegak hukum lainnya yakni Penuntut Umum maupun lembaga peradilan. Pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan penahanan yang dapat dilakukan oleh beberapa instansi penegak hukum pengaturannya tidak terpisah dalam UNIVERSITAS SUMATERA UTARA beberapa peraturan perundang-undangan tetapi diatur secara keseluruhan dalam KUHAP. Dasar hukum wewenang penyidik dalam melakukan penahanan adalah Pasal 7 ayat 1 huruf d KUHAP, Pasal 11 KUHAP, Pasal 20 ayat 1 KUHAP, Pasal 21 sd 24 KUHAP, Pasal 29 sd 31 KUHAP, pasal 75 KUHAP dan Pasal 123 KUHAP Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Dasar hukum inilah memberikan wewenang kepada seluruh instansi penegak hukum untuk melaksanakan penahanan yang tidak hanya terbatas dapat dilaksanakan oleh penyidik. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan penahanan penyidik harus disertai Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh Kepala Kesatuan, atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidikpenyidik pembantu atau pelimpahan wewenang dari penyidik dan surat tembusannya harus diserahkan kepada keluarga tersangka agar keluarga tersangka dapat mengontrol penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka serta memeriksa sah atau tidaknya penahanan. Sehingga jika tidak ada surat tugas pengantar kepada keluarga tersangka, maka tersangka berhak menolak untuk memenuhi perintah penangkapan. Surat itu demikian UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pentingnya dengan tujuan menegakkan hukum dan agar jangan terjadi penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. 56 Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan benda-benda curian, atau telah mempunyai sekurang- kurangnya seorang saksi. Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka semata-mata bertujuan untuk membantu mempelancar proses penyidikan, karena adanya kenyataan perlu dilakukan pemeriksaan penyidikan secara objektif. Hal ini penting agar tercapai suatu proses penyidikan yang tuntas dan sempurna sehingga hasil penyidikan tersebut dapat diteruskan kepada penuntut umum dan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan didepan sidang peradilan. 57 Sebelum melakukan penahanan terhadap tersangka, penyidik harus terlebih dahulu alasan-alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Dilakukannya kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan, seperti dapat dilakukannya tuntutan ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 95 KUHAP disamping dapat dilakukannya praperadilan. 58 56 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, OpCit, Halaman 34 57 Ibid 58 Mahmud Mulyadi, Op,.cit, halaman 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penahanan yang dilakukan penyidik harus didasari alasan sebagai berikut: 1. Alasan subjektif Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras berdasarkan bukti yang cukup melakukan atau percobaan melakukan atau pemberian bantuan dalam tindak pidana, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran nahwa tersangka : a. Akan melarikan diri b. Akan merusak atau menghilangkan barang bukti c. Akan mengulangi tindak pidana d. Akan mempengaruhi atau menghilangkan saksi 3. Alasan Objektif Penahanan hanya dapat dilaksanakan dalam hal tersangka melakukan: a. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 lima tahun atau lebih b. Tindak pidana terhadap pasal-pasal tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat 4 huruf b KUHAP. Penahanan dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya dibawah 5 tahun, dengan pertimbangan apabila tindak pidana yang dilakukan melanggar ketentuan pasal-pasal yang dianggap UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sangat mempengaruhi ketertiban di masyarakat pada umumnya dan ancaman terhadap keelamatan badan orang pada khususnya. 59 Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka tidak boleh dilakukan di sembarang tempat, tersangka harus ditahan ditempat tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP, jenis penahanan yang dilakukan terhadap tersangka dapat berupa: a. Penahanan Rumah tahanan Negara Mengenai penahanan yang dilakukan terhadap tersangka pada rumah tahanan Negara hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 jo, Pasal 1 Peraturan menteri Kehakiman No.M.04.UM.01.06 tahun 1983 dimana ditentukan bahwa: 1. Didalam Rutan ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri , Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. 2. Semua tahanan berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa kecuali, tetapitempat tahanan dipisahkan berdasarkan: a. Jenis kelamin 59 Yesmil Anwar Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran, Bandung, 2009, halaman 146 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA b. Umur c. Tingkat Pemeriksaan Selain itu dalam peraturan Menteri Kehakiman tersebut diatur juga hak-hak tersangka yang pada intinya adalah sebagai berikut: 60 a. Hak atas perawatan kesehatan b. Perawatan rutin dirumah sakit c. Pengobatan dalam keadaan terpaksa,bersifat mendadak d. Penjagaan dan pengawasan tahanan yang dirawat dirumah sakit e. Hak atas perawatan rohani antara lain fasilitas sarana pendidikan f. Larangan wajib kerja g. Hak mendapat kunjungan keluarga dan penasihat hukum. b. Penahanan Rumah Pelaksanaan penahanan rumah diberikan oleh pejabat yang berwenangpenyidik kepada tersangka dengan cara melakukan penahanan terhadap tersangka dirumah tinggal ataupun kediaman tersangka dan mendapat pengawasan dari penyidik. Mengenai tata cara pengawasan terhadap tersangka yang menjalani tahanan undang-undang sendiri tidak menentukan. Pengaturan pelaksanaan pengawasan terhadap tahanan rumah sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan pejabat yang 60 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril,Op.cit,39-40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bersangkutan. Pengawasan terhadap tersangka dilakukan berdasarkan kebutuhan dan menyangkut tindak pidana yang di sangkakan kepada tersangka, apakah harus dikawal dan diawasi secara terus menerus atau pengawasan nya dapat dilimpahkan kepada Kepala desa maupun kepada Ketua RT atau Ketua RW. Tujuan utama melakukan pengawasan adalah untuk menghindari terjadinya sesuatu yang menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang pengadilan. 61 Seorang tersangka yang sedang menjalani tahanan rumah diperbolehkan meninggalkan rumah tempat penahanannya,hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP, dimana disebutkan bahwa “tersangka atau tedakwa hanya boleh keluar rumah dengan izin penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memberi perintah penahanan. Izin keluar rumah dimintakan dari pejabat penyidik, jika tahanan secara yuridis berada dalam tanggung jawabnya dan kalau yang memerintahkan penahan rumah itu hakim, izin keluar rumah harus atas persetujuan hakim yang bersangkutan. 62 c. Penahanan kota Penahanan kota merupakan salah satu jenis penahanan yang dilakukan terhadap tersangkaterdakwa pada kota tempat kediaman tersangkaterdakwa. Pengertian kota meliputi wilayah desa, kampung, maupun dusun. Penahanan kota 61 Ibid 62 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan suatu tindakan pengawasan yang dilakukan penyidik sama seperti penahanan rumah, tetapi yang membedakan penahanan kota ini adalah bahwa peengawasan yang dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dilakukan secara langsung. 63 Pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung terhadap tersangkaterdakwa tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 3 KUHAP, undang-undang hanya memerintahkan kepada tersangkaterdakwa untuk wajib lapor pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Mengenai ketentuan waktu undang-undang tidak menentukan, untuk itu maka mengenai ketetapan waktu untuk melakukan wajib lapor, pelaksanaannya diserahkan berdasarkan kebijaksanaan pejabat yang melakukan penahanan kota. 64 C. Penggeledahan Salah satu peraturan hukum yang membolehkan memasuki suatu rumah rumah atau pekarangan ini adalah Hukum Acara Pidana. Mudah dapat dimengerti, bahwa Pengusutan perkara pidana dalam mencari keterangan-keterangan seperlunya,memerlukan seringkali menginjak pekarangan atau memasuki rumah kediaman seorang tidak dengan izin yang berhak atas pekarangan dan atau rumah itu. Tindakan pengusutan perkara pidana dengan maksud tersebut, lazim dinamakan 63 Ibid 64 Ibid UNIVERSITAS SUMATERA UTARA “penggeledahan”. 65 Ditinjau dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku penggeledahan rumah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan ada atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Mengenai penggeledahan badan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 18 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada padanya atau dibawanya serta untuk disita. Setiap kehidupan masyarakat sehari-hari penggeledahan merupakan suatu suasana dimana terdapat seorang atau beberapa aparat kepolisian yang mendatangi tempat atau rumah kediaman ataupun mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang untuk memeriksa seluruh sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah, dengan tujuan mencari dan mendapatkan sesuatu yang ada kaitannya dengan suatu peristiwa pidana yang sedang disidik. 66 Berdasarkan pengertian penggeledahan yang diatur dalam ketentuan Pasal tersebut dapat diartikan bahwa penggeledahan merupakan tindakan penyidik yang dibenarkan Undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan baik terhadap rumah kediaman ataupun badan dan pakaian seseorang, dan tidak hanya 65 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 67 66 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terbatas pada pemeriksaan saja tetapi juga dapat disertai dengan tindakan penangkapan dan penyitaan oleh penyidik. Tindakan penggeledahan ini semata-mata bertujuan untuk membantu kepentingan penyelidikan maupun penyidikan agar dapat dikumpulkan fakta dan bukti yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, atau untuk menangkap seseorang yang sedang berada didalam rumah atau suatu tempat yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana. 67 Prakteknya seringkali kita temukan prilaku dari aparat hukum yang merugikan masyarakat. Seperti dalam proses penyidikan seringkali aparat dalam menjalankan tugasnya untuk memperoleh informasi dari para tersangka seringkali menggunakan kekerasan. Selain itu, pada saat penggeledahan aparat juga seringkali tidak memenuhi rambu-rambu yang berlaku yang ditetapkan dalam UU. Seperti harus mengembalikan barang-barang yang dalam proses penggeledahan ke tempat semula. Padahal dalam UU di jelaskan bahwa setelah pengeledahan barang-barang yang di pindahkan harus di kembalikan seperti sebelum penggeledahan. Menyikapi hal tersebut sebenarnya UU sudah mengaturnya seperti yang di atur dalam pasal 95 KUHAP tentang rehabilitasi dan ganti rugi. Namun dalam kenyataannya hal tersebut tidak di jalankan oleh aparat penegak hukum. Dari produk hukumnya sendiri, kebanyakan belum bisa mewujudkan dan mengayomi rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat. 68 67 H. Sunaryo dan Ajen Dianawati, Tanya Jawab seputar hukum acara pidana, Visimedia, jakarta, 2009 halaman 16 68 Pelaksanaan Hukum dalam masyarakat, http:marx83.wordpress.comhukum , diakses pada jumat 1 februari 2013 15.30 wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disisi lain hukum-hukum yang ada sekarang kebanyakan bersifat reaksioner, artinya UU tersebut di ciptakan ketika ada sebuah peristiwa atau kejadian. Kelemahan dari UU yang lahir dari adanya peristiwa adalah apabila ada kejadian yang lain maka UU tersebut tidak bisa di gunakan. Selama ini tataran konsep hukum kita bisa di katakan sudah cukup baik walaupun sebagian besar hukum yang ada sekarang merupakan produk warisan dari para penjajah yang di adakan tambal sulam di sana- sini. Akan tetapi pada tataran aplikatifnya hukum yang ada sekarang ini bisa kita katakan masih kurang bisa memenuhi rasa keadilan dari masyarakat hal ini tidak lain disebabkan oleh prilaku dari aparat penegak hukum itu sendiri. Melihat kenyataan yang demikian itu masyarakat menjadi kecewa terhadap aparat penegak hukum berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada yang di tandai dengan makin banyaknya aksi main hakim sendiri. 69 Penyidik tidak berdiri sendiri dalam melaksanakan penggeledahan karena penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan negeri, karena pada saat Berbeda dengan pelaksanaan penahanan yang dapat dilakukan masing-masing instansi penegak hukum dalam semua tingkat pemeriksaan berwenang, penggeledahan hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik baik penyidik kepolisian maupun penyidik pegawai negeri sipil. Hal ini dikarenakan penggeledahan hanya dilakukan pada proses pemeriksaan penyelidikan ataupun pemeriksaan, tidak terdapat pada tingkat pemeriksaan penuntutan dan pemeriksaan peradilan. 69 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melakukan penggeledahan, penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan Ketua pengadilan Negeri, berupa: 70 1. Terhadap penggeledahan biasa yang dilakukan ddalam keadaan normal, penggeledahan hanya dapat dilakukan penyidik apabila telah mendapat izin dari ketua Pengadilan Negeri berupa Surat Izin Penggeledahan 2. Terhadap penggeledahan luar biasa yang dilakukan dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan dengan segera tanpa harus ada izin dari Ketua pengadilan Negeri terlebih dahulu, namun setelah melakukan penggeledahan penyidik wajib meminta persetujuan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kerjasama tersebut bertujuan untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum bahwa Undang-undang menempatkan instansi penyidik berada dalam kedudukan, kedudukan keharusan melakukan hubungan kerja sama dengan instansi pengadilan negeri, dalam arti sebagai pembatasan atas keluasaan mempergunakan wewenang penggeledahan yang diberikan Undang-undang kepadanya. 71 Penyidik yang melakukan penggeledahan terhadap rumah tempat tinggal seseorang wajib memberikan salinan berita acara penggeledahan kepada penghuni atau pemilik tempat yang digeledah. Pelaksanaan penggeledahan harus disaksikan oleh dua orang saksi dan apabila penggeledahan dilakukan tanpa persetujuan 70 H Sunaryo dan Ajen Dianawati, Op.cit, halaman 17 71 M.Yahya harahap, Op,.cit, halaman 257 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penghuni atau pemilik tempat, maka penggeledahan juga harus disaksikan oleh kepala Desa atau kepala lingkungan. 72 Secara nyata penggeledahan merupakan suatu tindakan yang bersifat upaya paksa dwang middelen, langsung atau tidak , tindakan penggeledahan menimbulkan ketakutan terhadap seluruh penghuni rumah. Sangat diharapkan penggeledahan itu dilakukan dengan memilih waktu yang tepat untuk mengurangi akibat negatif yang dirasakan anak maupun keluarga tersangka. Waktu yang paling baik dan tepat adalah apabila penggeladahan dilakukan pada waktu siang hari karena adanya kemungkinan anak tersangka sedang bersekolah dan tetangga tersangka sedang bekerja di luar rumah. Pasal 3 staatblad Nomor 84 tahun 1865 bahkan melarang penggeladahan rumah dilakukan malam hari dengan peengecualian dalam keadaan mendesak sekali baru dapat dilakukan penggeledahan pada malam hari. Penyidik dalam melakukan penggeledahan diharapkan dapat menacari momen waktu yang tepat untuk menghindari akibat negatif penggeledahan yang dapat merusak perkembangan mental dan kejiwaan anak-anak dan keluarga tersangka. 73 Pelaksanaan penggeledahan yang dilakukan penyidik juga harus mempertimbangkan dari sisi moral, adat istiadat, dan agama, karena pembuat Undang-undang telah memberi penghormatan kepada beberapa tempat tertentu, yang 72 Ibid 73 R. Atang Ranoemihardja, Op.cit, halaman 75 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menentukan bahwa Undang-undang melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan pada: 74 1. Ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Tempat dimana sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan 3. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan Ketentuan ini juga memuat pengecualian bahwa dalam hal tertangkap tangan penyidik diperbolehkan untuk memasuki dan melakukan penggeledahan tempat- tempat dan kondisi yang menjadi pengecualian tersebut. Demi kepentingan penyidikan terkadang penyidik harus melakukan penggeledahan di luar wilayah hukum kekuasaan penyidik, yang mengakibatkan penyidik harus memperkirakan alternatif terbaik yang harus ditempuh baik dari segi efektifitas , dan efisiensi kerja serta dari segi pembiayaan. Dalam keadaan seperti ini penyidik dapat memilih alternatif sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 36 KUHAP yakni : 1. Melakukan penggeledahan sendiri Penyidik yang melakukan sendiri penggeledahan diluar wwilayah hukumnya tidak bisa begitu saja melakukan tindakan penggeledahan. Berdasarkan ketentuan 74 Frans Hendra Winarta, membangun professionalisme aparat penegak hukum, makalah hukum, diakses pada jumat 1 februari 15.30 Wib UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pasal 36 KUHAP sebelum melakukan penggeladahan maka seorang penyidik harus terlebih dahulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri di tempat wilayah hukum kekuasaan penyidik yang bersangkutan. Surat izin yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri kepada penyidik kemudian dilaporkan kepada Ketua pengadilan Negeri di daerah tempat dimana penggeladahan akan dilaksanakan. 75 2. Mendelegasikan penggeledahan Penyidik dapat melakukan penggeledahan apabila telah mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan negeri setempat dan ketika pelaksanaan penggeledahan dilakukan penyidik yang melakukan penggeledahan harus didampingi oleh penyidik dari daerah hukum penggeledahan itu dilakukan. Dengan keadaan yang sangat mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan di luar ilayah hukumnya tanpa harus mengikuti prosedur sebagaimana yang ditentukan di atas. Tindakan ini dapat dilakukakan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 34 KUHAP. Pendelegasian tindakan penggeledahan merupakan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik di tempat yang berada di luar daerah hukumnya dengan meminta bantuan kepada penyidik dimana akan dilakukan penggeledahan. Pelaksanaan penggeledahan dilakukan berdasarkan surat permintaan bantuan dari penyidik kepada penyidik dimana akan dilakukan penggeladahan disertai dengan surat izin dari Ketua Pengadilan negeri setempat. Penyidik yang dimintai bantuan 75 R. Atang Ranoemihardja, Op.cit, halaman 77 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kemudian melaporkan perihal permohonan bantuan teersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat akan dilakukan penggeledahan. 76 Penyidik yang mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat kemudian harus mengeluarkan surat perintah penggeledahan dan menghadirkan saksi-saksi untuk menyaksikan pelaksanaan penggeledahan. Hasil dan berita acara penggeledahan kemudian diserahkan secepat mungkin kepada penyidik yang mendelegasikan. Apabila pada pelaksanaan penggeledahan penyidik yang dimintai bantuan menangkap tersangka maka penyidik tersebut harus segera menyerahkan teersangka kepada penyidik yang mendelegasikan. 77 D. Penyitaan Berdasarkan Pasal 1 Butir 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Benda-benda yang dimaksud ini adalah bermacam sifatnya seperti barang- barang yang menjadi sasaran perbuatan yang melanggar Hukuman Pidana, seperti barang-barang yang dicuri atau digelapkan atau yang didapat secara penipuan. Barang-barang yang tercipta sebagai buah dari perbuatan yang melanggar Hukum pidana seperti uang logam atau uang kertas yang bikin oleh terdakwa dengan untuk 76 Ibid., 77 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengeedarkannya sebagai uang sebenarnya, kemudian barang-barang yang dipakai sebagai alat untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum Pidana, seperti suatu pisau atau senjata api atau tongkat yang dipakai untuk merusak rumah orang. Barang- barang yang pada umumnya menjadi alat bukti kearah pemberatan kesalahan terdakwa seperti pakaian yang dipakai penjahat pada waktu melakukan perbuatan pidana. 78 Salah satu bentuk pembatasan untuk melakukan tindakan penyitaan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 38 ayat 1 KUHAP yang menentukan bahwa, Penyitaan hanyaa dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Artinya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus berdasarkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri tempat benda yang akan disita tersebut berada. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap suatu perkara dan benda yang hendak disita berada dalam wilayah hukum yang berbeda kecuali terhadap penyitaan benda bergerak. Ketentuan tersebut diperkuat Penyitaan merupakan suatu tindakan pengambilalihan dan penguasaan hak milik orang lain yang dapat dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dan menyentuh Hak Asasi manusia, sehingga dalam pelaksanaan nya perlu dilakukan suatu pembatasan-pembatasan tertentu. 78 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, halaman 59 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 Tertanggal 10 Desember 1983. 79 Ketentuan mengenai penyitaan dapat dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat dikecualikan apabila penyitaan dilakukan dalam keadaan mendesak dan tidak memungkinkan untuk memperoleh izin dari Ketua Pengadilan terlebih dahulu dengan syart setelah dilakukan penyitaan maka penyidik harus segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar segera memperoleh persetujuan namun bilamana Ketua Pengadilan tidak memberikan persetujuan maka penyitaan yang tekah dilakukan harus dibatalkan. 80 a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwwa yang selurruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. Penyitaan yang dilakukan penyidik terhadap benda-benda milik tersangka hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda dengan kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat 1 KUHAP yakni: b. Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. c. Benda yang digunakan dibuat atau diperuntukkan melakukan tinddak pidana. 79 P.A.F Lamintang Theo Lamintang, Op,.cit, halaman 163 80 Andi Hamzah, Op,.cit, halaman 152 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Mengenai pengertian benda yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana disebutkan paada Pasal 39 ayat 1 huruf a KUHAP tersebut Hoge Raad dalam Arrestnya Tanggal 22 Juli 1947, N.J. 1947 Nomor 482 mengatakan yang dimaksud dengan benda-benda yang diperoleh karena kejahatan bukan hanya benda-benda yang secara langsung telah diperoleh karena kejahatan, melainkan juga benda-benda yang oleeh terpidana dibeli dengan uang hasil kejahatan. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap benda atau alat-alat untuk mempersiapkan pemalsuan uang, sebagaimana diatur dalam Arrest Hoge Raadd tanggal 14 Juni 1920, N.J 1920 Halaman 752, W. 10593 yang menentukan bahwa ketentuan ini juga berlaku jika sesuatu alat baik menurut sifatnya maupun lingkungan atau campuran ketika dijumpai digunakan untuk melakukan kejahatan pemalsuan uang. 81 Benda-benda ini diperlukan oleh pengusut Perkara untuk diperiksa atau diperlihatkan kepada terdakwa atau saksi agar mendapat keterangan ke arah menemukan kebenaran. 82 Berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat 2 KUHAP, bahkan benda-benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan untuk mengadili perkara pidana sejauh 81 P.A.F Lamintang Theo Lamintang, halaman Op,.cit, 164 82 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.cit, halaman 59 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA benda-benda tersebut merupakan benda-benda seperti yang dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 KUHAP. 83 1. Wewenang umum Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Undang-undang yang dibuat berdasarkan amanat TAP MPR RI No. VIMPR2000 Tentang pemisahan tentara nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 3 ayat 2 TAP MPR tersebut dimana disebutkan bahwa “ Hal-hal yang menyangkut Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam Undang-undang secara terpisah”. Ketentuan TAP MPR tersebut yang menjadi salah satu dasar lahirnya Undang- undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang lembaga kepolisian secara kelembagaan yang meliputi pengaturan mengenai eksistensi , fungsi, tugas dan wewenang maupun bantuan, hubungan dan kerjasama di dalam lembaga kepolisian. Mengenai wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: 83 P.A.F Lamintang Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, halaman 108 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Wewenang yang diberikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang didasarkan atas tindakan yang dilakukan kepolisian berdasarkan asas legalitas dan asas plchtmatigheid yang sebagian besar bersifat preventif. 84 Artinya setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian haruslah berdasarkan wewenang yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan tertulis, namun seorang aparat kepolisian dapat juga melakukan tindakan diluar ketentuan peraturan perundang-undang tertulis selama tindakan tersebut dapat dianggap sebagai suatu tindakan yang sah, sepanjang tidak melampaui batas-batas wewenang nya dan melanggar Hak Asasi Manusia serta dengan tujuan untuk kepentingan umum yang biasa dikenal dengan asas Plchtmatigheid. Pembatasan terhadap asas plchtmatiggheid dilakukan dengan cara setiap tindakan aparat kepolisian yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tertulis haruslah memenuhi unsur-unsur kewajiban sebagai syarat agar tindakan itu dianggap sah yang kemudian dikenal dengan sebagai 4 empat prinsip plchtmatiggheid yang terdiri dari: 85 a. Notwendigkeit Yaitu menginginkan adanya tindakan yang betul-betul diperlukan, tetapi juga tidak boleeh dari pada apa yang seharusnya menurut kewajiban aparat. b. Sachlichkeit Yaitu menghendaki adanya tindakan yang zakelijk, menurut ukuran-ukuran kepolisian tidak boleh didorong oleh motif-motif perorangan. 84 Warsito Hadi Utomo, Hukum kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, halaman 109 85 Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam disiplin Hukum, Restu Agung, Jakarta, 2007, Halaman 139 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Zweckmussingkeit Yaitu adanya keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan yang semata- mata bertujuan untuk mencapai suatu tujuan. Tindakan manakah dari sekian jumlah alternatif tidak menjadi soal, asal tujuan tercapai. d. Verhathism assigheit Yaitu menghendaki adanya keseimbangan antara cara atau alat yang dipergunakan dengan obyek daripada tindakan, ini dilakukan agar yang ditindak tidak lebih menderita dari pada apa yang seperlunya saja. Adanya keempat syarat diatas setidak-tidaknya dapat membatasi pelaksanaan tindakan kepolisian yang berdasarkan asas Plchtmatiggheid, mengingat bahwa dengan adanyaa asas ini seorang aparat kepolisian dibenarkan untuk melakukan tindakan berdasarkan kewenangannya tanpa harus diatur dalam peraturan perundang- undangan. Asas ini juga mengharuskan seorang aparat kepolisian dapat melakukan penilaian dan memperkirakan hasil dari tindakannya yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. 86 Prakteknya kemampuan penilaian dari seorang aparat kepolisian yang melemahkan penerapan asas Plchtmatiggheid tersebut, karena memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang-wenang dan bahkan bisa saja dimanfaatkan oleh aparat kepolisian untuk kepentingan pribadinya, walaupun demikian hal positif yang dapat diambil dari penerapan asas Plchtmatiggheid ini adalah agar aparat polisi dapat mengambil tindakan tertentu dengan segera dalam suatu peristiwa hukum dari pada tindak bertindak sama sekali. 87 86 Ibid., 87 Ibid., UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Wewenang Khusus Wewenang khusus merupakan wewenang yang diberikan secara khusus kepada kepolisian dalam rangka melakukan fungsinya sebagai alat Negara dalam bidang penegakan hukum pada umumnya dan khususnya sebagai penyelidik ataupun penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Demikian halnya untuk dapat menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan sesuatu tindak pidana, para penuntut umum pada dasarnya dapat melaksanakan kewajiban mereka tanpa digantungkan pada adanya suatu permintaan dari seseorang yang telah merasa dirugikan oleh sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain. Di atas dengan sengaja telah digunakan perkataan pada dasarnya, karena memang terdapat keadaan-keadaan dimana dilakukannya penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan digantungkan pada adanya suatu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan , misalnya dalam kejahatan perzinaan yang diatur dalam Pasal 284 ayat 2 KUHP, dalam kejahatan persetubuhan di luar perkawinan dengan seorang wanita yang belum berusia lima belas tahun yang diatur dalam Pasal 287 ayat 2 KUHP, dalam kejahatan menggerakkan seorang anak di bawah umur untuk melakukan suatu perbuatan melanggar susila dengan dirinya sendiri yang diatur dalam Pasal 293 ayat 2 KUHP, dalam kejahatan pembinaan yang diatur dalam Pasal 319 KUHP, dan lain-lain. Tentang apa sebabnya pembentuk UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Undang-undang mensyaratkan mengenai perlunya suatu pengaduan dalam tindak pidana di atas, Undang-undang sendiri tidak memberikan penjelasannya. 88 Menurut para guru besar von Liszt, berner, dan von Swinderen, hal tersebut disebabkan oleh dipandang secara objektif dalam beberapa tindak pidana tertentu, kerugian materiil, dam kerugian idiil dari orang yang secara langsung telah dirugikan harus lebih diutamakan daripada kerugian lain pada umumnya. Menurut memori penjelasan, disyaratkannya pengaduan dalam beberapa tindak pidana tertentu berdasarkan pertimbangan bahwa ikut campurnya penguasa dalam sesuatu kasus tertentu, dapat mendatangkan kerugian yang lebih besar bagi kepentingan- kepentingan tertentu dari orang yang telah dirugikan. Secara singkat dapat dikatakan , bahwa hukum acara pidana pada dasarnya baru diberlakukan apabila terdapat sangkaan bahwa Undang-undang pidana materiil telah dilanggar oleh seseorang. 89 Walaupun Hukum Acara pidana sebenarnya termasuk ke dalam bidang hukum pidana, yang disebut juga hukum pidana formal, juga dapat dikatakan termasuk ke dalam bidang Hukum Tata Negara dan Hukum tata Usaha Negara, karena telah mengatur tugas, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban dari semua pejabat penegak hukum yang telah dilibatkan dalam penegakan hukum sejak seseorang yang disangka, 88 Ibid.. Halaman 27-28 89 Ibid,. Halaman 29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA atau didakwa telah melakukan suatu tindak pidana itu diselidiki, disidik, dituntut, dan diadili. 90 Apa yang telah dibicarakan di atas merupakan pengertian hukum acara pidana dalam arti luas. Dalam arti yang sempit, berarti sejumlah ketentuan yang mengatur tindakan para pejabat penegak hukum hukum tertentu dalam melaksanakan tugas mereka untuk menyidik, menuntut, dan mengadili orang-orang yang disangka atau disangka atau didakwa telah melakukan tindakan yang terlarang dan diancam dengan sesuatu pidana oleh undang-undang. 91

E. Penyimpangan Prilaku Penyidik dalam Penegakan Hukum