atau didakwa telah melakukan suatu tindak pidana itu diselidiki, disidik, dituntut, dan diadili.
90
Apa yang telah dibicarakan di atas merupakan pengertian hukum acara pidana dalam arti luas. Dalam arti yang sempit, berarti sejumlah ketentuan yang mengatur
tindakan para pejabat penegak hukum hukum tertentu dalam melaksanakan tugas mereka untuk menyidik, menuntut, dan mengadili orang-orang yang disangka atau
disangka atau didakwa telah melakukan tindakan yang terlarang dan diancam dengan sesuatu pidana oleh undang-undang.
91
E. Penyimpangan Prilaku Penyidik dalam Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Hukum dapat dilukiskan dalam hubungannya dengan tertib hukum yang diterima secara
diam-diam maupun formal oleh masyarakat yang terdiri dari peraturan penting bagi masyarakat yang bersifat memaksa dengan menciptakan suatu alat khusus untuk
menjamin pentaatannya.
92
90
Ibid,.
91
Ibid,.
92
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1976, halaman 17-18
Tujuan dari penegakan hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, menciptakan memelihara dan mempertahankan perdamaian,
serta menjamin terlaksananya keadilan dan perlindungan terhadap hak martabat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
manusia. Kepastian hukum yang ada menjadikan setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu. Kepastian hukum
diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa perbedaan.
93
Penegakan hukum di Indonesia yang sebagian masyarakatnya yang belum memahami bahwa penegakan hukum merupakan tanggungjawab bersama dalam
menegakkan hukum itu sendiri, menganggap hukum sebagai tindakan represif dari aparat hukum, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum
sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana seperti dalam tindakan penyelidikan penyidikan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya pidana.
Hukum harus di bangun dan ditegakkan agar menjadi pedoman perilaku masyarakat.
94
Penyidik sebagai salah satu aparat hukum yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum, sehingga tugas dan wewenang yang
dilaksanakan sesuai dengan tujuan dibentuknya lembaga penegak hukum, tetapi dengan tugas dan kewenangan penyidik sebagai aparat hukum seringkali melakukan
pelanggaran yang tidak searah, seperti misalnya mengabaikan hak-hak seseorang yang menjadi tersangka, melakukan penyidikan tidak sesuai dengan prosedur yang
Penegakan hukum yang diharapkan pada akhirnya menimbulkan penyimpangan oleh aparat
hukum seperti oleh Penyidik dalam melakukan tugasnya.
93
journal.umi.ac.idpdfsSupremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib
94
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, halaman 118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ada. Banyak peristiwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat baik yang ditemukan dan disaksikan dengan mata kepala sendiri maupun melalui media elektronik ataupun
yang dibaca diberbagai media cetak pada hakekatnya bersifat paradoks, dimana penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan sering terjadi penyimpangan.
95
Setiap hari masyarakat banyak memperoleh informasi tentang berbagai peristiwa kejahatan, baik yang diperoleh dari berbagai media massa cetak maupun
elektronik. Peristiwa-peristiwa kejahatan tersebut tidak sedikit menimbulkan berbagai penderitaan kerugian bagi korban dan juga keluarganya. Berkaitan dengan korban
kejahatan, perlu dibentuk suatu lemabga yang khusus menanganinya perlu disampaikann telebih dahulu suatu informasi yang memadai mengenai hak-hak apa
saja yang dimiliki oleh korban dan keluarganya, apabila dikemudian hari mengalami kerugian atau penderitaan sebagai akibat dari kejahatan yang menimpa dirinya.
Terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas-tugas oleh penyidik dalam proses penyelidikan dan penyidikan menimbulkan kesenjangan bagi
masyarakat yang sebagian tidak mengerti hukum di Indonesia ini sudah pasti menjadi korban kesalahan penyidik tersebut.
96
Penyimpangan yang terjadi akibat kesalahan penyidik sebagai aparat dalam penegakan hukum seperti dalam kasus salah tangkap, yang merupakan kesalahan
penyidik dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan karena tidak sesuai
95
Ediwarman, Paradoks penegakan hukum pidana dalam perspektif kriminologi di indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No.1 Mei 2012
96
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi perlindungan Korban kejahatan antara norma dan realita, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, Halaman 52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prosedur yang ada. Akibatnya orang yang seharusnya tidak bersalah bisa menjadi tersangka, sebaliknya orang yang seharusnya menurut hukum bersalah bebas dari
hukumannya. Ini jelas sangat tidak adil bagi si korban salah tangkap, yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada diri korban, yang kemudian harus menjalani
hukuman yang tidak diperbuat oleh diri korban, tetapi diperuntukkan kepadanya, belum lagi korban mengalami kerugian-kerugian yang terjadi selama proses
penyelidikan dan penyidikan. Hal ini tidak menetapkan komitmen untuk menegakkan Hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang No.39 tahun1999 tentang hak
asasi manusia.
97
Penegak hukum terutama bagi Kepolisian sebagai penyidik yang memiliki hak untuk menangkap dan hak untuk menahan mengharapkan dapat melakukan
tugasnya sendiri sebaik mungkin tanpa melakukan tindakan penyimpangan yang mengakibatkan kerugian bagi orang-orang yang tidak bersalah. Terdapat faktor-
faktor yang menyebabkan timbulnya kasus salah tangkap akibat kesalahan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan penyidik dalam proses penyelidikan dan
penyidikan dalam terjadinya kesalahan dalam penangkapan oleh Kepolisian sebagai penyidik menurut J. Sirait yaitu:
98
a. Identitas tersangka yang kurang lengkap;
97
Ahmad Samawi, pendidikan hak asasi manusia, Dinamika penegakan hukum dan HAM, diakses pada jumat 1 februari 2013 15.30 Wib.
98
Hasil Wawancara dengan J. Sirait selaku Kanit I Wassidik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Keterangan saksi dari pihak korban salah tangkap yang memberikan
kesaksian setelah diperiksanya korban; c.
Adanya bukti-bukti yang kurang akurat.
J.Pakpahan menambahkan dalam proses penyidikan yang telah dahulu dilakukannya penyelidikan oleh tim penyelidik yaitu terbagi dalam 1 satu tim, tim
tersebut terdiri dari satu ketua tim dan dua anggota. Tiap tim bertanggung jawab dalam menyelidik suatu peristiwa pidana yang telah dibebankan tugas kepadanya.
Tim tersebut bisa lebih dari 1 tim jika diperlukan dalam setiap peristiwa pidana.
99
Pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka sudah menjadi pembicaraan umum, mengetahui betapa buruknya prilaku para penegak hukum, jika diteliti masih
banyak sekali tindakan ataupun prilaku penegak hukum yang buruk dan sewenang- wenang.
100
Terjadinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh penyidik bukan sekali, yang dapat dimaklumi jika terdapat unsur ketidak sengajaan sebagai manusia biasa
yang tidak luput dari kekhilafan, namun dalam prakteknya sudah menjadi suatu berita umum yang dibicarakan bahwa seringnya didapati kesalahan penyidik tersebut dalam
Prilaku penyidik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dapat dengan mudah memproses hukum terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak
pidana tanpa bukti yang cukup kuat, dan menjatuhkan status seseorang menjadi tersangka pelaku tindak pidana.
99
Ibid
100
http:projusticia.wordpress.comproses-penyidikan-sesat-menghasilkan-keputusan-sesat, diakses pada hari jumat 1 februari pukul 15.30 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melaksanakan tugasnya, bahkan banyak diberitakan oleh media kesalahan yang terjadi merupakan kesalahan yang disengaja, yang berarti terdapat unsur kesengajaan
melakukan pelanggaran hukum dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyidik.
101
Aparat penegak hukum merupakan faktor terpenting dalam pencapaian keprofesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, aparat
dapat dikatakan sebagai kunci dari fungsi penegakan hukum, agar tidak terjadinya ketimpangan-ketimpangan atas tegaknya hukum,oleh karena itu dari sisi aparat
sebagai penegak hukum, yang memiliki faktor dominan dalam pengaruh penegakan saat ini diantaranya:
102
a. Faktor moralitas aparatur penegak hokum;
b. Faktor kesejahteraan;
c. Faktor pengawasan;
d. Faktor waktu masa jabatan;
e. Faktor reward dan punishment;
f. Faktor kemampuan;
g. Faktor kepatuhan dan ketaatan; dan
h. Faktor pengaruh lembaga.
101
Ibid.,
102
http:www.surabayapagi.comindex.php, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Aparat penegak hukum sangat berperan penting dalam proses penegakan hukum, karena aparat penegak hukum merupakan subyek dan obyek dari hukum.
Mereka harus benar-benar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Mereka akan dinilai oleh masyarakat luas dalam melaksanakan tugasnya. Oleh sebab itu, baik
buruknya penegakan hukum sangatlah bergantung pada kejujuran dari aparat penegak hukum itu sendiri. Jika penegak hukumnya saja tidak bisa menjalankan tugasnya
dengan jujur, atau menyimpang dari apa yang harusnya dilakukan, masyarakat tidak akan percaya lagi dengan aparat penegak hukum. Dalam menegakan hukum, ada tiga
unsur yang harus selalu diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Semua itu harus selalu diperhatikan agar tidak ada ketimpangan dalam
kehidupan bermasyarakat agar kehidupan bermasyarakat harmonis dan teratur.
103
Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, tidak
konsistennya penegakan hukum, intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum. Diantara banyaknya permasalahan tersebut, satu hal yang sering dilihat dan dirasakan
oleh masyarakat adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat.
104
Pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia tidak seperti yang diharapkan masyarakat Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini dinilai buruk,
karena lemahnya penegakan hukum. Ini juga terjadi karena aparat penegak hukum
103
http:tikadianpertiwi.blogspot.com201203penegakan-hukum-di-indonesia.html, diakses pada hari jumat 1 februari 2013 15.30 Wib
104
Ibid.,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang merupakan elemen-elemen penting dalam proses penegakan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana, seperti yang banyak terjadi belakangan
ini, seperti korupsi. Masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Jika ini tidak segera diatasi dan disembuhkan maka dalam jangka panjang akan
mengakibatkan lumpuhnya penegakan hukum di Indonesia.
105
Jika dianalisis dalam perspektif kriminologi ada 5 lima faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya paradoks dalam penegakkan hukum pidana di
Indonesia:
106
Penegakan hukum yang merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan –keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah
pemikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum, dimana proses penegakan hukum menjangkau pula pada pembuatan hukum.
Perumusan pikiran pembuat hukum dituangkan dalam peraturan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan, akhirnya proses penegakan
hukum memuncak pada pelaksanaanya oleh pejabat penegak hukum. a. Faktor hukum itu sendiri legal factor itself
107
105
Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 12-13
106
Ediwarman, Paradoks penegakan hukum pidana dalam perspektif kriminologi di indonesia, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No.1 Mei 2012
107
Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 24
Penyimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum disebabkan kesalahan penegak hukum dalam menerapkan peraturan hukum tersebut, sehingga terjadinya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penyimpangan hukum mengakibatkan hukum tersebut gagal dijalankan oleh penegak hukum.
Semakin baik suatu peraturan hukum, akan semakin memungkinkan penegakannya. Sebaliknya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin
sukarlah penegakannya. Sekarang bagaimana peraturan hukum yang baik mengenai hukum pidana, Secara umum peraturan yang baik adalah peraturan hukum yang
berlaku secara juridis, sosiologis dan filosofis. Peraturan hukum secara juridis menurut Hans Kelsen adalah apabila peraturan hukum tersebut penentuannya dibuat
berdasarkan kaidah-kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini perlu diperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berlaku saat ini masih
merupakan produk warisan kolonial Belanda, umurnya sudah lebih 100 tahun. Seharusnya dewasa ini sudah perlu dilakukan pembaharuan secara komprehensif agar
tidak terjadi paradoks dalam penegakkan hukum pidana.
108
Setiap peraturan hukum yang berlaku haruslah bersumber kepada peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti bahwa setiap peraturan hukum yang
berlaku tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Tentu hal ini kembali ke asas hukum yaitu azas Lex posteriori derogat
legi priori yang menyatakan apabila terjadi konflik antara undang undangyang lama dengan undang-undang yang baru dan undang-undang yang baru tidak mencabut
undang-undang yang lama, maka yang berlaku undang-undang yang baru, tetapi
108
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam penegakan hukum pidana tidaklah demikian, tetap saja orang dihukum dan ini berjalan terus. Suatu hukum berlaku secara filosofis apabila peraturan hukum tersebut
sesuai dengan cita-cita hukum rechts idee sebagai nilai positif yang tertinggi. Di Indonesia cita-cita hukum positif yang tertinggi adalah masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
109
Aparat Penegak Hukum merupakan salah satu kunci dalam keberhasilan tegaknya hukum itu sendiri, karena penegak hukum yang diberikan tugas, wewenang
dan bertanggungjawab atas tegaknya hukum yang dibuat. Walaupun penegak hukum terlihat begitu sibuk bekerja, namun situasi dunia berhukum tidak memiliki
perubahan. Hukum tetap gagal memberikan keadilan ditengah penderitaan dan kemiskinan yang hampir melanda sebagian besar rakyat. Supremasi hukum yang
selama ini didengungkan hanyalah menjadi tanda tanpa makna. Teks-teks hukum hanya permainan bahasa yang cenderung menipu dan mengecewakan.
b. Faktor penegak hukum law enforcement factor
110
109
Ibid
110
Sadjipto rahardjo, Op.cit, halaman 10
Terjadinya fenomena peradilan yang sering menyakiti rasa keadilan kepada simiskin yang tak
berdaya seperti terjadinya kasus salah tangkap yang terkadang terjadi karena adanya unsur kesengajaan oleh penyidik Polri sebagai aparat penegak hukum, dengan
melakukan penyiksaan kekerasan fisik serta tekanan psikis untuk merekayasa bukti- bukti untuk mendapat penyelesaian suatu perkara. Ini jelas terjadinya akibat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kurangnya profesionalitas yang ada pada diri seorang penegak hukum.
111
Untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan tersebut, sewajarnya
ketentuan hukum pidana yang ada diefektifkan dan disempurnakan sehingga menjadi tercapai tujuan dalam menerapkan hukum tersebut.
112
Peraturan hukum yang dibuat oleh pembuat Undang-undang terjadi ketimpangan dalam menerapkan dilingkungannya, misalnya dapat terjadi karena
peraturan tersebut memerintahkan dilakukannya sesuatu yang tidak didukung oleh sarana yang mencukupi, sehingga berakibat gagalnya hukum yang dibuat tersebut.
Penegak hukum yang terkait langsung dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta praktisi hukum lainnya yang
mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan penegakan hukum ditengah masyarakat. Penegakan hukum dapat dilakukan apabila para penegak hukum
tersebut adalah seorang yang profesionalisme, bermental tangguh dan mempunyai integritas moral, etika yang tinggi.
c. Faktor sarana means factor
113
Sarana dan prasarasana yang memadai tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan sebagaimana mestinya, sarana tempat dimana akan dilakukan proses
penegakan hukum misalnya, kantor kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan dan juga prasarana didalamnya tidak memadai mengakibatkan kurang nyamannya proses
111
Agus Pranata, http:aguespranata.blogspot.com201207membongkar-kasus-peradilan-
sesat.html , diakses pada jumat 1 februari pukul 15.30 Wib
112
Barda Nawawi Arief, Op.cit, Halaman 187
113
Sadjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penegakkan hukum karena faktor keamanan dan lain sebagainya. Demikian juga tak kalah pentingnya skill aparat dari segi hukum dan terampil dalam menjalankan
tugasnya, peralatan dan keuangan yang cukup. Proses pemeriksaan perkara di pengadilan berjalan sangat lamban, demikian juga pemeriksaan perkara pada tingkat
Kasasi di Mahkamah Agung yang sampai saat ini ribuan perkara masih menumpuk. Hal ini disebabkan karena jumlah Hakim yang tidak sebanding dengan jumlah
perkara yang harus diperiksa dan diputus serta masih kurangnya sarana atau fasilitas lain untuk menunjang pelaksanaan peradilan yang baik. Demikian pula pihak
kepolisian, kejaksaan belum mempunyai peralatan yang canggih untuk mendeteksi kriminalitas dalam masyarakat. Ketiadaan peralatan modern mengakibatkan banyak
kejahatan dalam masyarakat yang belum terungkap misalnya kejahatan perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
d. Faktor masyarakat community factor Hukum dibuat untuk dilaksanakan, oleh sebab itu , penegakan hukum selalu
melibatkan manusia dan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai bekerjanya hukum. Maka hukum berada diantara dunia
nilai-nilai atau ide-ide dengan dunia kenyataan sehari, karena hal tersebut akibatnya sering terjadi ketegangan pada saat hukum itu diterapkan. Saat hukum yang sarat
akan nilai-nilai hendak diwujudkan, maka hukum sangat terkait erat dengan berbagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
macam faktor yang mempengaruhi lingkungan terutama struktur sosial masyarakat dimana hukum diberlakukan.
114
Lembaga penegak hukum yang harus menjalankan tugas dan pekerjaannya ditengah-tengah masyarakat, tidak dapat mengabaikan peranan dari lingkungan
masyarakat tersebut. Pertama karena lembaga penegak hukum mendapat serta menggali sumber daya nya dari lingkungan tersebut, baik berupa manusia maupun
sumber daya lainnya. Lembaga tampaknya tidak dapat melaksanakan tugasnya secara “membabi buta”begitu saja melainkan dituntut untuk membuat perhitungan-
perhitungan yang realistis yang tidak lain memberikan perhatian terhadap efisien kerja lembaga sebagai penegak hukum yang baik.
115
114
Satjipto Rahardjo, Op.cit, halaman 7
115
Ibid, halaman 24
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di masyarakat, dalam hal ini yang penting adalah kesadaran hukum
masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, semakin baik pula penegakan hukum. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat,
maka semakin sulit melaksanakan menegakkan hukum yang baik, yang dimaksud dengan kesadaran hukum witu, antara lain, adalah pengetahuan tentang hukum,
penghayatan fungsi hukum, ketaatan terhadap hukum. Kesadaran hukum merupakan pandangan hukum dalam masyarakat tentang apa hukum itu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. Faktor budaya cultural factor Faktor budaya pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Hukum adat tersebut merupakan
kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat banyak. Akan tetapi di samping itu berlaku pula hukum tertulis perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah.
Hukum itu harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat agar hukum itu dapat berjalan secara efektif. Sedangkan kebiasaan mempengaruhi
para penegak hukum dalam penegakan hukum itu sendiri, misalnya adanya kebiasaan yang kurang baik dalam penegakan hukum pada umumnya berupa pemberian amplop
dengan dalih apapun untuk penyelesaian suatu perkara baik pidana maupun perdata. Kebiasaan tersebut sudah dianggap budaya ditengah-tengah pencari keadilan yang
sudah merupakan suatu penyakit kronis yang sulit untuk diperbaiki. Padahal kebiasaan yang dianggap budaya tersebut adalah kebiasaan yang melanggar norma
yang ada baik norma hukum maupun norma adat yang mengedepankan budaya malu untuk berbuat yang melanggar ketentuan hukum yang ada.
116
Berkaitan dengan perilaku menyimpang tersebut, teori-teori sosiologi, baik yang termasuk dalam kategori klasik maupun modern, telah memberikan penjelasan
yang cukup memadai untuk dijadikan pijakan kita dalam rangka memahami sebab- sebab terjadinya perilaku menyimpang. Dimulai dari Durkheim dengan konsepnya
tentang anomie yaitu suatu situasi tanpa norma dan arah yang tercipta akibat tidak
116
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
selarasnya harapan kultur dengan kenyataan social. Selanjutnya, Merton mencoba menghubungkan anomie dengan penyimpangan social. Lebih lanjut ia berpendapat
bahwa sebagai akibat dari proses sosialisasi, individu belajar mengenal tujuan-tujuan penting kebudayaan dan sekaligus mempel;ajari cara-cara untuk mencapai tujuan
tersebut yang selaras dengan kebudayaan. Apabila kesempatan untuk mencapai tujuan yang selaras dengan kebudayaan tidak ada atau tidak mungkin dilakukan,
sehingga individu-individu mencari jalan atau cara alternative, maka perilaku itu bisa dikatakan sebagai perilaku menyimpang.
117
Sistem penegakan hukum tidak lepas dari sistem hukum yang berlaku saat ini, yang banyak memiliki kelemahan sehingga hukum sulit ditegakkan dan banyak
mengandung friksi serta potensi konflik. Paling tidak terdapat 5 lima karakteristik yang harus dikembangkan dalam pembangunan sistem hukum di Indonesia:
118
1. Sistem Hukum yang berkedaulatan Rakyat, dimana hukum dibuat sesuai
dengan kepentingan rakyat bukan kepentingan penguasa atau kepentingan wakil rakyat yang tidak mewakili rakyat, karena di Negara demokratis
rakyatlah yang memegang kedaulatan, secara filosofis sistem hukum yang mampu membawa kemaslahatan bagi rakyat banyak.
2. Sistem Hukum yang Berdasarkan hukum, hukum dibuat secara benar
dalam arti dilakukan secara prosedural, tidak bertentangan dengan hukum
117
Suyoto, http:fisipsosiologi.wordpress.commata-kuliahsosiologi-kriminalitas, Perilaku menyimpang dalam perspektif sosiologis, di akses pada hari jumat 1februari 2013 15.30 Wib
118
Bibit Samad Rianto, halaman Op.cit halaman 145
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang lebih tinggi, tidak menimbulkan friksi dengan peraturan lainnya sehingga tidak membuka potensi konflik di dalam masyarakat.
3. Sistem hukum yang Bersanksi Sosial, mengandung dua macam makna,
pertama hukum dipatuhi dalam arti berlaku secara sosial dan hukum mampu menggunakan fasilitas sosial sebagai sanksi atas pelanggaran
ringan seperti pelanggaranlalu lintas, dengan sanksi sosial seperti tidak bisa belanja dengan credit card atau ATM tidak boleh masuk ke fasilitas
umum dan sebagainya, sehingga merasakan sanksi sosial seperti halnya sanksi adat pada hukum adat.
4. Sistem Hukum yang Mewadahi Partisipasi Masyarakat, merupakan suatu
sistem hukum yang memungkinkan pelibatan semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan aparat penegak hukum untuk berpartisipasi
dalam proses penegakan hukum secara preventif melalui kampanye pencegahan kejahatan yang di motori oleh pemerintah pusat dan polisi.
5. Sistem Hukum yang Berdasarkan Kontijensi, dalam pengertian bahwa
Sistem Hukum yang mampu menangani kondisi yang memerlukan kecepatan tindakan hukum dengan menggunakan ketentuan lain diluar
hukum acara biasa. Karena dengan Hukum Acara Biasa masalahnya akan berkembang menjadi tidak terkendali. Di negara-negara tertentu dikenal
dengan National Security Act, tanpa melibatkan tentara dalam menangani kasus-kasus yang menimbulkan ancaman serius di bidang keamanan
Negara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sistem hukum seperti tersebut di atas diharapkan penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan baik sehingga rasa aman masyarakat dapat tewujud dan
masyarakat serta pemerintah dapat melaksanakan kegiatan sehari- hari secara wajar tanpa mengalami gangguan. Penegakan hukum dilaksanakan melalui 5 lima
kegiatan fungsi kepolisian yaitu:
119
1. Deteksi kepolisian untuk menemukan kerawanan keamanan dan
memprediksi sasaran operasi. 2.
Preemtif untuk menangani masalah pada hulu permasalahan 3.
Preventif untuk mengondisikan agar situasi rawan tidak menimbulkan gangguan keamanan, mengondisikan lingkungan fisik dan sosial yang
tidak membuka peluang terjadinya gangguan keamanankejahatan, mencegah orang menjadi pelaku kejahatan dan korban kejahatan serta
mencegah penjahat kambuhan tidak melakukan kejahatan lanjutan 4.
Represif penindakan terhadap gangguan keamanan dan penyidikan terhadap kejahatan.
5. Rehabilitasi pemulihan kembali dampak yang ditimbulkan akibat
terjadinya gangguan keamanan dan kejahatan baik secara fisik maupun secara psikologis.
Masalah penegakan hukum di Indonesia ini harus segera diatasi agar bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, tidak ada ketimpangan hukum. Masalah ini harus
119
Ibid, 234
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditangani oleh seluruh warga Negara Indonesia, mulai dari rakyat kecil sampai pemerintah. Selain Perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus
menerus diperbaiki membuat undang-undang hukum yang jelas dan tegas agar tidak disalah artikan oleh masyarakat. Penegakan hukum harus terus diupayakan untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia. Jika memang orang itu bersalah, maka harus dihukum sesuai hukum yang berlaku tanpa
pengecualian, seorang pejabat sekalipun.
120
Tumpuan negara, bangsa dan masyarakat terletak sepenuhnya dipundak kepolisian. Tugas pokok kepolisian tersebut akan menguji kemampuan kepolisian
apakah dapat mengembannya, namun tidak dapat dipungkiri, tugas pokok tersebut sangat merepotkan kepolisian disebabkan beberapa faktor antara lain:
Untuk menumbuhkan peran serta masyarakat dalam penegakan hukum, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat akan
hukum. Ini sangatlah penting karena apabila kesadaran masyarakat akan hukum sudah tumbuh maka secara tidak langsung peran serta masyarakat dalam upaya
penegakan hukum akan tumbuh dengan sendirinya. Kesadaran masyarakat sendiri akan tumbuh bila adanya jaminan hukum, perilaku aparatur Negara yang jujur dan
berwibawa, serta tegaknya media masa dalam menyampaikan berita.
121
120
Kusnu goesniadhie s, Makalah hukum, perspektif moral penegakan hukum yang baik, diakses pada jumat 1februari 2013 pukul 15.30 Wib
121
Supriadi, Etika dan tanggung jawab profesi hukum di indonesia, Sinar grafika, Jakarta, 2008, halaman 134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Terbatasnya anggota kepolisian Republik Indonesia;
2. Minimnya sarana pendukung yang menopang kepolisian dalam
menjalankan tugasnya; 3.
Sumber daya manusia yang masih relatif kurang; 4.
Minimnya anggaran yang diberikan kepada kepolisian.
Mewujudkankan tugas pokok sebagaimana yang diatur dalam pasal 13 UU Nomor 2 tahun 2002 kepolisian seringkali melakukan pengamanan dan ketertiban
masyarakat. Pada satu sisi, masyarakat yang akan ditertibkan tidak memahami tugas kepolisian sebagai aparat negara dalam mejaga keamanan dan ketertiban, sehingga
seringkali beringas dan ganas dan sering polisi mendapatkan perlakuan yang sangat kasar. Sementara itu, polisi pada sisi lain sebagai manusia biasa mempunyai kadar
kesabaran dalam menangani masyarakat, sehingga seringkali terdapat oknum polisi yang menggunakan kekerasan.
122
Penggunaan kekerasan oleh polisi dalam menangani keamanan dan ketertiban masyarakat seringkali timbul yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan prilaku dalam penegakan hukum.
122
Ibid,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PENYIDIK POLRI TERHADAP TERJADINYA