Penangkapan Yahya Harahap, Op,cit., halaman 109

5. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, penghentian penyidikan itu harus diberitahukan kepada penyidik Polri dan penuntut umum pasal 109 ayat 3. 18

3. Penangkapan

Sering kali dikatakan pengertian penangkapan dan penahanan. Penangkapan sejajar dengan arrest inggris sedangkan penahanan sejajar dengan detention inggris. Jangka waktu penangkapan tidak lama. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan yang dapat dilakukan setiap orang hanya berlangsung antara ditangkapnya tersangka sampai ke pos polisi terdekat. Sesudah sampai di kantor polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat menahan jika delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya dapat ditahan. Penangkapan pada Pasal 1 butir 20 KUHAP dijelaskan: “penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang”. Dari defenisi penangkapan yang disebut dalam pasal 1 butir 20 KUHAP, maka dapat disimpulkan bahwa yang berwenang melakukan penangkapau ialah: a. Penyidik dan alas perintah penyidik juga penyelidik serta penyidik pernbanru untuk kepentingan penyidikan. b. Penuntut umum untuk kepentingan penuntutan. 18 M.Yahya Harahap, Op Cit. halaman 109-114. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Hakim untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan. Untuk kepentingan penyidikan, maka baik penyidik maupun penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Penangkapan yang akan dilakukan ditujukan kepada orang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Oleh sebab itu penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditajukan kepada orang yang benar-benar melakukan tindak pidana. 19 a. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindakan pidana. Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan terdapat dalam pasal 17: b. Dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada permulaan bukti yang cukup. Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan pasal 17 ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi pasal 1 butir 14. Selanjtrtnya penjelasan pasal 17 menyatakan; “Pasal ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang- wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana”. Sebagai pegangan, tindakan penangkapan bara dapat dilakukan oleh penyidik apabila seseorang itu: “diduga keras melakukan tindak pidana, dan dugaan itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup”. Pembuat undang-undang menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian penyidik. Akan tetapi, sangat disadari cara penerapan 19 Ratna Sari, Op,cit., halaman 36. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang demikian, bias menimbulkan “kekurangpastian” dalam praktek hukum serta sekaligus membawa kesulitan bagi praperadilan untuk menilai tentang ada atau tidak permulaan bukti yang cukup. 20 Error in persona adalah suatu dwaling, saata salah faham atau kekeliruan dari pihak terdakwa terhadap orang yang akan dituju. Jadi, salah paham tentang obyeknya