Pupuk Pengembangan Statitistik dan Sistem Informasi Perkebunan Pengembangan Budi Daya Pembibitan

2.1.5. Bimbingan pengembangan teknologi irigasi air permukaan dan air bertekanan untuk perkebunan 2.1.6. Pemantauan dan evaluasi pengembangan air untuk pengembangan

3. Pupuk

3.1.Kewenangan 3.1.1. Pemantauan dan evaluasi penggunaan pupuk 3.1.2. Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk wilayah propinsi 3.1.3. Produksi serta pemasaran hasil perkebunan wilayah propinsi

4. Pengembangan Statitistik dan Sistem Informasi Perkebunan

4.1.Kewenangan 4.1.1. Penyusunan statistik perkebunan wilayah propinsi 4.1.2. Bimbingan penerapan sistem informasi perkebunan wilayah propinsi

5. Pengembangan Budi Daya

5.1.Kewenangan 5.1.1. Kewenangan propinsi untuk izin lokasi lintas kabkota 5.1.2. Kewenangan propinsi untuk usaha perkebunan lintas kabkota 5.1.3. Kewenangan propinsi untuk izin pengolahanprosesing lintas kabkota

6. Pembibitan

6.1.Kewenangan 6.1.1. Tanda register usaha perkebunan TRUP kewenangan propinsi 6.1.2. Waralaba kewenangan kabkota 69 Karena titik berat otonomi daerah ada pada kabkota, kewenangan yang sifatnya operasional lebih banyak pula ada pada level kabkota. Hal tersebut mengakibatkan propinsi kurang urusan dan kewenangan. Dari rincian kewenangan propinsi sektor perkebunan di atas dapat digambarkan bahwa kewenangan propinsi lebih banyak berkutat pada kegiatan pembimbingan dan hal-hal yang sifatnya administratif. Dalam pemberian izin pembukaan lokasi baru untuk perkebunan propinsi hanya mempunyai kewenangan pada level lintas kabkota. Izin lokasi di kabkota menjadi kewenangan dari bupatiwalikota. Dalam kenyataannya, izin pembukaan lokasi baru untuk perkebunan lebih banyak keluar di kabkota. Untuk izin lintas kabkota justru tidak ada. Para pengusaha di bidang perkebunan lebih banyak beroperasi langsung di kabkota, bukan yang lintas kabkota. Pengusaha lebih mengedepankan sisi praktisnya, kedekatan lokasi perkebunan dengan tempat keluarnya izin. Sementara daerah kabkota mempunyai pandangan bahwa pengelolaan di kabkota dan keluarnya izin sendiri otomatis feenya untuk daerah mereka sendiri. Hal tersebut diakui Sekretaris Dinas Perkebunan Propinsi Kaltim, ”Daerah kabkota dan pengusaha tidak mau repot dalam melakukan pengelolaan perkebunan yang sifatnya lintas kabkota. Pengusaha menganggap, daripada berurusan lagi dengan propinsi yang jauh dari lokasi, lebih baik langsung ke lokasi tujuan beroperasi, sementara daerah kabkota beranggapan daripada berbagi, lebih baik kelola sendiri izin langsung dari mereka, dan feenya otomatis tidak terbagi. Utuh untuk kabkota itu sendiri”, Hasil wawancara, 280809. 70 Kewenangan lain dari propinsi yang hanya berkutat pada kegiatan administrasi, seperti diuraikan pada rincian di atas adalah pengembangan statistik dan sistem informasi perkebunan, memberikan tanda register pada usaha perkebunan, penyusunan peta pengembangan rehabilitasi, konservasi, optimasi, dan pengendalian lahan perkebunan, rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari gubernur untuk Izin Usaha Perkebunan yang diterbitkan oleh Bupatiwalikota, pengklassifikasian kebun lintas kab.kota. Ke semua kewenangan yang ada di atas tidak mampu menempatkan propinsi sebagai jembatan antara kabkota dan pemerintah pusat secara optimal. Hal tersebut terjadi karena tidak ada kekuatan yang mengikat bahwa propinsi adalah jembatan. Yang terjadi adalah kabkota langsung ke pemerintah pusat dan demikian pula sebaliknya pemerintah pusat langsung ke kabkota.

2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pengelolaan Perkebunan Pada Level