Kewenangan lain dari propinsi yang hanya berkutat pada kegiatan administrasi, seperti diuraikan pada rincian di atas adalah pengembangan statistik dan
sistem informasi perkebunan, memberikan tanda register pada usaha perkebunan, penyusunan peta pengembangan rehabilitasi, konservasi, optimasi, dan pengendalian
lahan perkebunan, rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari gubernur untuk Izin Usaha Perkebunan yang diterbitkan
oleh Bupatiwalikota, pengklassifikasian kebun lintas kab.kota. Ke semua kewenangan yang ada di atas tidak mampu menempatkan propinsi sebagai jembatan
antara kabkota dan pemerintah pusat secara optimal. Hal tersebut terjadi karena tidak ada kekuatan yang mengikat bahwa propinsi adalah jembatan. Yang terjadi adalah
kabkota langsung ke pemerintah pusat dan demikian pula sebaliknya pemerintah pusat langsung ke kabkota.
2. Kendala Yang Dihadapi Dalam Pengelolaan Perkebunan Pada Level
Provinsi
Kebijakan pemerintah merupakan faktor utama penyebab semakin lajunya ekspansi perkebunan. Bermula dari dicanangkannya program pemerintah yaitu
revitalisasi perkebunan. Program ini merupakan upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman
perkebunan termasuk kelapa sawit, yang didukung kredit investasi dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan di bidang perkebunan. Hal itu
menyebabkan semakin maraknya perusahaan yang memperluas usahanya di bidang perkebunan kelapa sawit. Apalagi, melalui Permentan No. 26 tahun 2007, pemerintah
71
telah mengijinkan pihak swasta untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit hingga 100 ribu ha dalam satu kawasan di satu kabupaten ataupun propinsi. Aturan
tersebut dibentuk mengingat ketentuan sebelumnya yang tertuang dalam SK Menteri Pertanian No. 357 tahun 2002, kepemilikan areal perkebunan kelapa sawit dalam satu
wilayah maksimal hanya 20 ha. Bahkan untuk perusahaan yang sudah go public bisa mengembangkan areal perkebunan kelapa sawit melebihi 100 ribu ha dalam satu
kawasan di satu kabupaten atau propinsi. Pemerintah memandang penting kedudukan perkebunan kelapa sawit dalam
struktur perekonomian negara sehingga pemerintah memberi fasilitas yang paling penting bagi keberadaan perkebunan kelapa sawit, yaitu fasilitas untuk memperoleh
tanah dan buruh yang murah serta perlindungan politis yang diberikan oleh pemerintah kepada investor. Pemerintah juga memberi fasilitas kepada para investor,
seperti kemudahan dalam perizinan melalui deregulasi kebijakan, fasilitas permodalan melalui kredit lunak dari bank-bank pemerintah, tenaga kerja murah
melaui pola Perkebunan Inti Rakyat PIR, dan pembebasan dari sewa tanah dengan memberikan Hak Guna Usaha Tandan Sawit Vol.2,2002.
Upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan perkebunan kelapa sawit dengan memberi fasilitas memperoleh tanah secara murah diwujudkan oleh
Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan mengeluarkan SK Menhutbun No. 367Kpts-II1998, yang mendorong konversi hutan untuk areal perkebunan kelapa
sawit. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perkebunan sangat mendukung konversi kawasan hutan dan privatisasi modal. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut
72
cenderung buta terhadap keberadaan masyarakat lokal. Dan menyisakan masalah pada pemerintah propinsi, implikasi dari kebijakan ini mengakibatkan sejumlah besar
konflik agraria yang pelik dan sulit dipecahkan. Dukungan kebijakan pemerintah juga berimbas pada pemberian izin
perkebunan kelapa sawit bagi pemegang konsesi. Friends of the earth mencatat bahwa banyak izin perkebunan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak benar-benar
dikembangkan menjadi lahan kelapa sawit. Lahan-lahan tersebut sepertinya ditelantarkan karena pemegang izin tidak mengerjakan lahan tersebut. Yang
ditinggalkan hanyalah hamparan lahan kosong, berbelukar yang menghasilkan erosi dan menjadi lahan kritis karena tak lagi pepohonan, sehingga tak ada lagi pula hewan
yang hidup di kawasan tersebut. Pada banyak kasus, pemilik perusahaan-perusahaan kelapa sawit juga menjadi pengusaha konsesi HPH, sehingga kayu-kayu yang
ditebang hasil land clearing untuk perkebunan dijual demi kepentingan modal dan profit mereka. Selain itu, ada juga yang hanya mengincar kayunya semata tanpa ada
pengerjaan perkebunan yang dimaksud setelah kayu diambil “Penelantaran tanah sebenarnya dilarang oleh UU Pokok Agraria. Namun sangat sulit untuk menertibkan
para pemegang izin. Pemerintah propinsi tidak bisa berbuat apa-apa, karena tidak mempunyai kewenangan pengawasan dan penindakan.
Uraian sebelumnya menggambarkan pengelolaan sektor perkebunan pada level propinsi mempunyai permasalahan mendasar yang bersumber dari terbatasnya
kewenangan yang dimiliki. Ada ungkapan yang berkembang pada pemerintah propinsi sejak berlakunya otonomi daerah yang dititikberatkan pada kabkota.
73
Menurut mereka, sejak diterapkan otonomi daerah, kabkota keasyikan sendiri dalam mengurus daerahnya sendiri. Koordinasi ke pemerintah propinsi sudah tidak jalan,
bupati dan walikota sering mengabaikan kalau ada panggilan rapat koordinasi. Demikian pula halnya dalam urusan antar dinas propinsi dan dinas kabkota.
Salah seorang kepala bidang di dinas perkebunan propinsi mengatakan, masa sebelum dan sesudah diberlakukannya otonomi daerah sangatlah berbeda. Dulu kalau
ada panggilan rapat dari dinas propinsi ke dinas kabkota pasti kepala dinasnya datang, sementara sekarang kepala dinas kabkota justru lebih banyak tidak hadir.
Kalaupun memenuhi undangan rapat, yang di utus biasanya adalah staf. Hal tersebut mengakibatkan koordinasi tidak jalan, hasil yang diinginkanpun jauh dari harapan.
Lebih lanjut beliau mengatakan, biasanya kalau ada masalah di daerah kabkota barulah mereka menoleh ke propinsi. Contoh aktual, adanya demo dari masyarakat
Kutai Barat yang mempersoalkan lahan mereka yang jadi lahan perkebunan. Demonya di propinsi, bukan di kabkota. Kita dapat pahitnyamasalahnya, kabkota
dapat manisnya hasil wawancara, 290809. Sektor perkebunan yang hanya menjadi urusan pilihan pada level propinsi
mengakibatkan terbatasnya ruang gerak propinsi dalam pengembangan sektor perkebunan di Kalimantan Timur. Dinas Perkebunan tidak mempunyai kewenangan
untuk memberi dan mencabut izin. Kewenangan diberikan kepada kabkota, terkecuali untuk izin lintas kabkota. Pemerintah propinsi menggunakan
kewenangannya menyusun program dan rekomendasi pembangunan 1 juta ha sawit di Kaltim. Dengan dalih untuk mencapai target investasi dan pembangunan 1 juta ha
74
sawit di Kaltim tersebut, banyak bupatiwalikota yang mengobral memberikan izin. Tetapi sudah bertahun-tahun izin diberikan, ternyata tidak ada tanaman sawit yang
ditanam, banyak lahan yang ditelantarkan. Hingga kini izin lokasi yang diberikan oleh BupatiWalikota kepada para pengusaha Perkebunan Besar Swasta PBS
mencapai 3.195.577 ha. Namun realisasi tanam baru 405.000 ha, itu artinya 2.790.577 ha lahan dalam keadaan terlantar. Sesuai dengan peraturan yang berlaku
Permentan No.26 th.2007, izin lokasi merupakan kewenangan kabkota, sementara sebelum izin usaha harus ada rekomendasi dari gubernur. Kenyataan yang
berkembang adalah tidak semua kabkota mendapat rekomendasi dari gubernur, usaha tetap jalan tanpa ada rekomendasi dari gubernur.
Kewenangan propinsi yang hanya terbatas pada menyusun program, pemberian rekomendasi, dan mengontrolnya tidak dibarengi dengan kewenangan
untuk menindak. Hasilnya, bisa dipastikan akan banyak lahan yang akan terlantar dan kabkota akan seenaknya mengeluarkan izin. Di samping masalah izin yang dibuat
oleh kabkota, di propinsi Kaltim juga terdapat permasalahan yang ditimbulkan oleh pemerintah pusat. Izin Penanaman Modal Asing PMA di Kab. Bulungan langsung
diberikan oleh pemerintah pusat, tanpa sepengetahuan propinsi, dan kabkota. Ketika pemerintah propinsi mempermasalahkan, pemerintah pusat menganggap pemerintah
propinsi anti investasi. Pengembangan perkebunan di level propinsi Kalimantan Timur terkadang
juga terkendala dalam hal pengelolaan Hak Guna Usaha. Kawasan Budidaya Non Kehutanan KBNK yang sudah mempunyai Hak Guna Usaha sering terhambat
75
dalam hal pengelolaan dengan Kehutanan. Pihak perkebunan tidak bisa melakukan penebangan kayu untuk membuka lahan tanpa izin dari kehutanan.
Sementara itu, ke depannya ada kendala yang bisa menghambat pengelolaan sektor perkebunan di Kaltim kalau tidak diantisipasi sampai sekarang. Kendala
tersebut adalah begitu gampangnya keluar pabrik minyak sawit oleh kabkota tanpa memperhatikan jumlah stok kelapa sawit yang bisa diolah. Dikhawatirkan, dengan
banyaknya pabrik minyak sawit akan mengakibatkan pabrik kelapa sawit tersebut akan kekurangan stok untuk diproduksi. Atau banyak pabrik yang akan gulung tikar
karena tidak adanya stok tadi untuk diolah. Berikut ini data tentang lokasi dan kapasitas pabrik minyak di kaltim sampai tahun 2010.
Tabel 7. Lokasi dan Kapasitas Pabrik Minyak Sawit di Kaltim
NO NAMA PERUSAHAAN
KAPASITAS LOKASI PABRIK
1 2 3
4
1 PT. REA KALTIM PLANTATIONS
100 TBSJAM KEC.KEMBANG JANGGUT, KAB.KUKAR
2 PT. REA KALTIM PLANTATIONS
45 TBSJAM KEC.KEMBANG JANGGUT, KAB.KUKAR
3 PT. SWAKARSA SINAR SENTOSA
90 TBSJAM KEC.MA.WAHAU, KAB.KUTAI TIMUR
4 PT. MATRA SAWIT SEJAHTERA
45 TBSJAM KEC. KONGBENG, KAB. KUTAI TIMUR
5 PTPN XIII KEBUN TABARA
30 TBSJAM KEC. SAMUNTAI, KAB. PASER
6 PTPN XIII KEBUN LONG PINANG
60TBSJAM KEC. LONG. PINANG KAB. PASER
7 PTPN XIII KEBUN TAJATI
60TBSJAM KEC. LONG KALI KAB. PASER
8 PT. WARU KALTIM PLANTATIONS
60TBSJAM KEC. WARU KAB. PENAJAM PASER UTARA
9 PT. NUNUKAN JAYA LESTARI
30 TBSJAM KEC. NUNUKAN KAB. NUNUKAN
10 PT. ETAM BERSAMA LESTARI
30 TBSJAM KEC. SANGKULIRANG KAB. KUTAI TIMUR
76
1 2 3
4
11 PT. AGRO BINTANG DHARMA
30 TBSJAM KEC. KUARO KAB. PASER
12 PT. COMISMAR WANAMAJA AGRO 15 TBSJAM
KEC. LUMBIS KAB. NUNUKAN 13
PT. TANJUNG BUYU PLANTATIONS 60 TBSJAM KEC. TALISAYAN KAB. BERAU
14 PT. KARANG JOANG HIJAU LESTARI 80 TBSJAM
KEC. NUNUKAN KAB. NUNUKAN 15
PT. TRI TUNGGAL SENTRA BUANA 45 TBSJAM KEC. MUARA BADAK KAB. KUKAR
16 PT. MULTI
PASIFIC INTERNATIONAL
45 TBSJAM KEC. KARANGAN KAB. KUTAI TIMUR
17 PT. GUNTA SAMBA
45 TBSJAM KEC. KARANGAN KAB. KUTAI TIMUR
18 PT. SUMBER KHARISMA PERSADA
45 TBSJAM KEC. SANGKULIRANG KAB. KUTAI TIMUR
19 PT. HUTAN HIJAU MAS
100 TBSJAM KEC. SEGAH KAB. BERAU
20 PT. AGRICINAL
30 TBSJAM KEC. PALARAN KOTA SAMARINDA
21 PT. TELEN PRIMA SAWIT
45 TBSJAM KEC. MA. BENGKAL KAB. KUTAI TIMUR
22 PT. SAWIT PRIMA NUSANTARA
45 TBSJAM KEC. KAUBUN KAB. KUTAI TIMUR
23 PT. LONDON SUMATERA
45 TBSJAM KEC. TG. ISUY KAB. KUTAI BARAT
24 PT. YUDHA WAHANA ABDI
45 TBSJAM KEC. KELAYAN KAB. BERAU
25 PT. KARYA NUSA EKA DAYA
45 TBSJAM KEC. MA. WAHAU KAB. KUTAI TIMUR
26 PT. AGRO INTI KENCANA MAS
30 TBSJAM KEC. BATU ENGAU KAB. PASER
27 PT. SANGGAM KAHURIPAN
30 TBSJAM KEC. TG. PALAS UTARA KAB. BULUNGAN
Total 1330 TBSJam
Sumber Data ; Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur, 2009
Kekhawatiran akan kekurangan stok untuk diolah sangatlah beralasan, berdasarkan tabel 3 di atas dapat kita lihat untuk satu kabupaten ada yang mempunyai
9 pabrik minyak sawit yaitu Kab. Kutai Timur. Bahkan kalau kita telusuri lebih
77
mendalam dalam satu kecamatan yang sama, ada yang mempunyai 2 pabrik Kec. Karangan di Kab. Kutai Timur dan Kec. Kembang Janggut di Kab. Kukar
3. Optimalisasi Kewenangan Propinsi Di Bidang Perkebunan Di