Kerangka Teoritis lapkir pendampingan jeruk

5 I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1.Kawasan Hortikultura Mulai tahun 2007, Ditjen Hortikultura memperkenalkan dan melaksanakan pembangunan hortikultura melalui pendekatan pembangunan hortikultura melalui pendekatan Kawasan Agribisnis Hortikultura KAH, yang dirancang berdasarkan kesesuaian potensi daerah dan bersifat multi komoditas, keterkaitan antar wilayah pengembangan, kesamaan infrastruktur ekonomi, serta berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan KAH merupakan suatu terobosan dan perubahan paradigma dalam pembangunan hortikultura dengan memperhatikan kepentingan pelaku usaha dan petani, serta dukungan dari berbagai institusi, sehingga hasilnya lebih optimal, menguntungkan dan berkelanjutan Badan Litbang Pertanian, 2012. Pembangunan kawasan agribisnis hortikutura bertujuan : 1 meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu komoditas hortikultura potensial di masing- masing kawasan; 2 mengembangkan keanekaragaman usaha pertanian yang menjamin pelestarian fungsi dan manfaat lahan; 3 meningkatkan efektivitas dan efisiensi layanan dan 4 meningkatkan kesejahteraan masyarakat . 2.1.2.Tanaman Jeruk Tanaman jeruk dapat ditanam dimana saja, baik didataran rendah maupun didataran tinggi.Jeruk merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang mempunyai peranan penting di pasaran dunia maupun di dalam negeri. Karena mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka pemerintah tidak hanya mengarahkan pengelolaan jeruk bagi petani kecil saja, tetapi juga mengorientasikan kepada pola pengembangan industri jeruk yang komprehensif. Prospek yang lebih cerah ke arah agribisnis jeruk semakin nyata dengan memperhatikan berbagai potensi yang ada seperti potensi lahan yaitu ketersediaan lahan pertanian untuk tanaman buah- buahan meliputi jutaan hektar sehingga mempunyai peluang yang cukup besar untuk membuka perkebunan dengan skala besar dengan memperhatikan kesesuaian agroklimat, potensi produksi dapat dicapai jika pengelolaan usahatani jeruk dilakukan secara intensif untuk mengarah ke agribisnis, dan potensi pasar diperkirakan permintaan terhadap buah jeruk akan semakin meningkat dengan 6 memperhitungkan peningkatan pendapatan, pertambahan jumlah penduduk dan elastisitas pendapatan terhadap permintaan Soelarso, 1996. Produktivitas jeruk di I ndonesia mengalami penurunan atau kemunduran hasil, akibat dari gangguan penyakit terutama CVPD Citrus Vein Phloen Degeneration yang menyebabkan kerugian besar tanaman jeruk di berbagai sentra produksi Soelarso, 1996. Jeruk terdiri dari berbagai varietas yang mempunyai arti penting dari segi ekonomis. Berdasarkan karakteristik bentuk, sifat fisik buah dan manfaatnya, jeruk yang dibudidayakan di I ndonesia dapat dibagi menjadi lima golongan, yang pertama yaitu jeruk keprok, jenis ini tumbuh baik di dataran tinggi Keprok Siem, Keprok Garut, Keprok Punten, Keprok Tejakula, dan Keprok Madura. Golongan yang kedua adalah Jeruk Manis, terdiri dari dua kelompok yaitu yang diusahakan di dataran rendah Norris, Pineapple, Valencia Late Orange VLO dan yang diusahakan di dataran tinggi Jeruk Manis Punten, Washington Navel Orange WNO. Golongan yang ketiga adalah Jeruk Besar, jeruk ini secara ekonomis kurang dan daerah penghasil terbatas yaitu Nambangan-Madiun, Gulung, Pandanwangi. Golongan yang keempat adalah Jeruk Sayur atau Jeruk Bumbu, jeruk ini buahnya masam, bermanfaat untuk sayur dan bumbu Jeruk Nipis atau Jeruk Pecel, Jeruk Purut, Jeruk Sambal. Golongan kelima adalah Jeruk Hibrida, jeruk ini berfungsi sebagai batang bawah, perakarannya dalam dan luas, diambil bijinya untuk batang bawah Japanesche Citroen, sebagai batang buah Rough Lemon Soelarso, 1996.Jeruk Keprok RGL merupakan komoditas unggulan Provinsi Bengkulu. Jerukinimempunyai keunggulan kompetitif, yaitu buahnya berwarna kuning-orange, berbuah sepanjang tahun, ukuran buah besar 200-350 gram, kadar sari buah tinggi dan mempunyai potensi pasar yang baik Rambe,2013. 2.1.3.Kegiatan Pendampingan BPTP Target darimembangun perdesaan melalui inovasi pertanian adalah untuk mendukung visi pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian unggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian, nilai tambah, daya saing ekspor dan kesejahteraan petani Hendayana, 2011. Salah satu aktivitas Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian guna mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian 7 unggulan berkelanjutan, adalah melalui pengawalan pendampingan inovasi teknologi pertanian. Kegiatan pendampingan perlu dilakukan untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan program. Wujud pendampingan untuk setiap program strategis Kementerian Pertanian disesuaikan dengan karakteristik kegiatan, sehingga pelaksanaan pendampingan berjalan dengan efektif. Tujuan pendampingan adalah menciptakan aktifitas agar peserta atau subjek dampingan dapat terlibat langsung dalam proses pendidikan sekaligus terlibat dalam keseluruhan proses kegiatan tersebut. Dukungan inovasi teknologi melalui pendampingan oleh BPTP provinsi dilaksanakan di kawasan berdasarkan Kepmentan no: 45 Tahun 2015. Bentuk pendampingan melalui : 1 koordinasi dengan pemda setempat; 2 membangun demplot sebagai contoh penerapan teknologi anjuran; 3 pelatihan penerapan teknologi inovatif; 4 pengembangan inovasi kelembagaan petani; dan 5 nara sumber pertemuan dan pelatihan. I ndikator keberhasilan meliputi peningkatan produktivitas, efisiensi usahatani, pendapatan petani, komponen teknologi yang diperbaiki, respon petani terhadap demplot, peningkatan aktivitas poktan, peningkatan aktivitas kelembagaan, peningkatan jumlah petani adopter dan tingkat adopsi, dan kehadiran petugas lapang yang berkunjung ke temu lapang demplot. I novasi pertanian yang telah diadaptasikan perlu didiseminasikan kepada pengguna.Kegiatan diseminasi teknologi pertanian bertuj uan meningkatkan adopsi dan inovasi pertanian hasil litkaji melalui berbagai kegiatan komunikasi, promosi dan komersialisasi serta penyebaran paket teknologi unggul yang dibutuhkan dan menghasilkan nilai tambah bagi berbagai khalayak pengguna dan menyelenggarakan kegiatan penyebarluasan materi penyuluhan baik secara tercetak maupun media elektronik.Perubahan yang diharapkan dari kegiatan diseminasi adalah pengetahuan, ketrampilan teknis dan sikap perilaku. Dalam konteks pembangunan pertanian, diseminasi diartikan secara praktis sebagai cara dan proses penyampaian hasil-hasil pengkajian teknologi kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan dimanfaatkan Permentan No: 20 tahun 2008. Di dalam Permentan No. 03 Kpts HK.060 1 2005, dijelaskan bahwa hasil-hasil pengkajian teknologi di bidang pertanian tersebut merupakan inovasi yang mengandung ilmu pengetahuan baru atau cara baru untuk menerapkan pengetahuan dan teknologi ke dalam produk atau proses produksi. 8 I novasi yang dimaksud mencakup teknologi pertanian dan kelembagaan agribisnis unggul mutakhir hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian. Syarat yang diperlukan dalam bidang penyebaran informasi teknologi pertanian untuk mendukung percepatan akses informasi teknologi adalah data base tentang berbagai inovasi teknologi pertanian yang dikelola sedemikian rupa sehingga mudah untuk diakses oleh pengguna. Praktek penyalurannya bisa dilakukan melalui berbagai kanal saluran. Penyaluran informasi teknologi harus sesuai dengan perencanaan, yaitu apa yang disalurkan dapat dengan mudah diterima pengguna. Untuk itu agar diseminasi itu lebih efektif, mutlakmenggunakan berbagai saluran komunikasi dan media yang merupakan komponen penting pada SDMC seperti percontohan, temu lapang, media cetak, media elektronik dan lain-lain Badan Litbang Pertanian, 2011. Pemilihan media yang akan digunakan dalam penyebaran inovasi harus dilihat dari target komunikannya. Menurut Ridwan et al. 2008, faktor utama yang memengaruhi tinggi rendahnya adopsi teknologi adalah faktor keuntungan, kesesuaian, dan kerumitan dari teknologi tersebut dibanding teknologi kebiasaan petani.Soekartawi 1988, menyatakan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi relatif cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi, begitu juga sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah relatif lebih agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Jika pengetahuan petani tinggi dan petani bersikap positif terhadap suatu teknologi baru di bidang pertanian, maka penerapan teknologi tersebut akan menjadi lebih sempurna, yang pada akhirnya akan memberikan hasil secara lebih memuaskan baik secara kuantitas maupun kualitas Sudarta, 2005.

2.2. Hasil- hasil Penelitian Sebelumnya