1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat. Secara
teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau
masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral Daniri, 2007.
Substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar
stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-
program pengembangan masyarakat sekitarnya. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada
single bottom line , yaitu nilai perusahaan corporate value yang direfleksikan
dalam kondisi keuangannya financial saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain
finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan atau
sustainable Daniri, 2007.
Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap,
Universitas Sumatera Utara
2
akurat serta tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga hasil yang diperoleh sesuai
dengan yang diharapkan. Menurut Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 pasal 1: Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta
penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada Bursa Efek, dan atau keputusan pemodal,
calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut Sembiring, 2005
Banyak perusahaan antusias menjalankannya karena beberapa hal, antara lain; dapat meningkatkan citra perusahaan, dapat membawa keberuntungan
perusahaan, dan dapat menjamin keberlangsungan. Warta Ekonomi pada tahun 2006 melaporkan bahwa perusahaan semakin menyadari pentingnya
menerapkan program pertanggungjawaban sosial perusahaan sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Survey global yang dilakukan oleh The Economist
Intelligence Unit menunjukkan bahwa 85 eksekutif senior dan investor dari
berbagai organisasi menjadikan laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama mengenai informasi tentang
tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. Akibatnya adalah perusahaan menyediakan laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan
secara sukarela. Anggraini 2006, menyatakan bahwa perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka
Universitas Sumatera Utara
3
memutuskan untuk mengungkapkan informasi sosial. Bila manfaat yang diperoleh dengan pengungkapan informasi tersebut lebih besar dibandingkan
biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela mengungkapkan informasi tersebut.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan di Indonesia saat ini sudah ditegaskan dalam UU. Terdapat dua UU yang menegaskan tentang hal ini
yaitu UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas PT pasal 74 UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15. Pasal 74 ayat 1
Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Dan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pasal 15
b menyatakan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”.
Salah satu kasus yang muncul di Indonesia akibat perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosialnya adalah kasus lumpur panas Lapindo di
Sidoarjo yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan oleh baik pihak perusahaan atau pemerintah sehingga menimbulkan kerugian yang sangat
besar bagi masyarakat sekitar. Permasalahan Lumpur Sidoarjo tidak hanya berkaitan dengan mekanisme ganti rugi terhadap para korban. Lebih dari itu,
masalah ini menyangkut banyak aspek seperti mitigasi bencana, hukum dan HAM, ekonomi serta sosial politik. Kasus Lumpur Lapindo di mulai dari
peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas
Universitas Sumatera Utara
4
Inc. di Dusun Balongnongo Desa
Renokenongo, Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur,
Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur tersebut terjadi disebabkan oleh
kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran di sumur Banjar Panji 1. Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur tersebut, yang
merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini
menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas
perekonomian di Jawa Timur. Pihak perusahaan mengatakan bahwa ini adalah bencana alam atau bencana teknologi, tapi beberapa pakar ahli
menyatakan bahwa ini adalah bencana industri yang bisa terjadi karena kesengajaan manusia yang tidak menaati prosedur keamanan produksi. Ada
begitu banyak kerugian yang dialami karena kasus Lumpur Lapindo ini seperti kendala transportasi yang hingga saat ini tak kunjung teratasi, sehingga
banyak aktivitas yang terhalang seperti banyak perusahaan yang membatalkan rencana investasi di Jawa Timur. Tempat tinggal warga dan fasilitas umum
seperti sekolah pun sebagian besar sudah tidak bisa lagi digunakan. Karena semakin tingginya kesadaran akan pentingnya pengungkapan
pertanggungjawaban sosial perusahaan membuat banyak peneliti melakukan penelitian dan diskusi mengenai praktik dan motivasi perusahaan dalam
melakukan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Ada beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan
Universitas Sumatera Utara
5
perusahan telah dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitian terdahulu dari Sembiring 2005, Anggraini 2006, dan Lucyanda
dan Siagian 2012 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan hasil penelitian. Hasil penelitian dari Sembiring, menyatakan bahwa size, profil perusahaan,
dan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sosial sedangkan leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh. Sedangkan
penelitian Anggraini 2006 menyatakan kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh terhadap luas pengungkapan sosial, sedangkan leverage,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh. Sedangkan penelitian dari Lucyanda dan Siagian 2012 menyatakan bahwa size, profitabilitas,
dewan komisaris, profil perusahaan, umur perusahaan, kepemilikan manajemen, earning per share, kepedulian lingkungan dan peluang
pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sosial sedangkan leverage tidak berpengaruh. Dari ketidakkonsistenan penelitian
sebelumnya maka peneliti termotivasi untuk mengadakan penelitian kembali apakah profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, dan size berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Sembiring 2005,
Anggraini 2006, dan Lucyanda dan Siagian 2012. Ada beberapa variabel yang diadopsi dari penelitian terdahulu yang secara khusus meneliti pada
perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. Industri pertambangan dipilih sebagai objek dalam penelitian ini karena
industri pertambangan termasuk dalam industri high profile yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
6
visibilitas dari stakeholder, risiko politis yang tinggi, dan menghadapi persaingan yang tinggi. Karena itu industri pertambangan umumnya
memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi bersinggungan dengan komunitas masyarakat dan lingkungan disekitar
wilayah kerja dan operasinya. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis
mengambil judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Pertangggungjawaban Sosial Perusahaan Studi Empiris
pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI”.
1.2 Perumusan Masalah