pembentukan A β total. Reseptor Ach muskarinik memperantarai efeknya pada proses PPA
melalui aktivasi jalur phosphatidyl inositol signaling dan mungkin melalui jalur tyrosin kinase MAP mitogen activated protein. Kebalikannya, ekspresi BACE1 mengalami
downregulation oleh aktivasi M2-mAChR dan jalur protein kinase A-mediated. Nikotin melalui kerjanya pada nicotinic nAChR nicotinic acetylcholine receptor juga telah diamati
dapat memodulasi proses PPA melalui jalur non-amyloidogenic. Nikotin juga menyebabkan inhibisi pembentukan fibril A
β dan disrupsi dari preformed Aβ fibrils. Amiloid-β menurunkan konsentrasi Ach intraseluler dan mengganggu reseptor M1. Dengan ikatan langsung
berafinitas tinggi dengan nAChR, terutama pada subtipe α7, Aβ dapat mengganggu fungsi
reseptor. Aktivasi nAChR menyebabkan peningkatan signifikan dari fosforilasi tau, sementara aktivasi mAChR dapat mencegah fosforilasi tau.
16
II.3.2. Keterlibatan Neuron Glutamatergik pada Demensia Alzheimer
Pada pasien dengan DA, bukti yang ada menunjukkan adanya gangguan pada siklus neurotransmisi glutamat, pada reuptake free glutamate oleh sel glia dari sinaps. Studi
neuropatologis menunjukkan adanya penurunan kadar reuptake glutamat pada korteks frontal dan temporal pada pasien dengan DA, mungkin disebabkan oleh modifikasi oksidatif pada
molekul glutamate transporter 1. Lebih lanjut lagi, hilangnya uptake oleh transporter glutamate vesicular telah dilaporkan pada pasien dengan DA.Dari bukti-bukti ini muncullah
hipotesis tentang keterlibatan sistem glutamat pada DA.
4
Gambar 8. Hipotesis Glutamat
Dikutip dari : Francis,P.T. The interplay of neurotransmitter in Alzheimer’s Disease. CNS Spectr. 2005; 10 11 Suppl 18: 6-9
Universitas Sumatera Utara
Menurut hipotesis ini, inefficient removal dari glutamat bebas dari sinaps menyebabkan terdapatnya kadar glutamat sinaptik yang tinggi pada kondisi istirahat. Sebagai
tambahan, karena penurunan pada vesicular glutamate uptake menyebabkan berkurangnya glutamat yang tersimpan dalam vesikel, sehingga neuron memiliki molekul neurotransmitter
yang lebih sedikit untuk dilepaskan ke celah sinaps pada saat aktivitas neuron. Akibat dari abnormalitas pada signaling neuronal ini ada dua. Pertama, adanya peningkatan kadar
neurotransmitter di sinaps pada saat istirahat menyebabkan aktivasi tingkat rendah yang kronis pada reseptor glutamat di neuron postsinaptik dan mungkin kematian sel. Kedua,
karena background signal ini, begitu pula fakta bahwa neuron memilki jumlah neurotransmitter yang lebih sedikit untuk dilepaskan pada saat neuronal firing, perbedaan
antara konsentrasi glutamat sinaptik sewaktu aktivitas neuron dan konsentrasi glutamat sinaptik pada saat istirahat semakin kecil, menyebabkan neurotransmisi yang suboptimal
yang dicontohkan dengan kurangnya potensiasi jangka panjang long term potentiationLTP. Proses neural ini, dimana respon eksitatorik dari neuron postsinaptik untuk memberikan
sinyal dari neuron presinaptik meningkat kekuatannya dengan sitmulasi berulang pada sinaps antara neuron, terutama bergantung pada neurotransmisi yang diperantarai oleh reseptor
NMDA, karena reseptor ini memungkinkan masuknya jumlah ion Ca
2+
dalam jumlah besar ke sel postsinaptik. Sekarang dipercaya bahwa LTP, yang dapat bertahan pada sinaps selama
periode beberapa jam hingga bulan, merupakan model untuk proses belajar dan memori, dan sejumlah studi telah menunjukkan hilangnya LTP pada hewan percobaan dengan DA.
Malfungsi pada komponen siklus glutamat-glutamin dapat menyebabkan kaskade kematian neuronal yang bersifat self-perpetuating dan eksitotoksitas glutamatergik. Cedera
neuronal kronik menyebabkan aktivasi reseptor NMDA extra-synaptic. Hal ini berinteraksi dengan ‘fyn’ [srcproto oncogenic family tyrosine kinase] melalui dua protein, DLG4 disc
large homolog 4, terlibat dalam anchoring synaptic protein dan GNB2L1 guanine nucleotide binding protein. Mekanisme asosiasi DLG4 dan disosiasi GNB2L1 dari Fyn berkontribusi
terhadap hiperaktivitas reseptor NMDA kronis pada DA. Fyn kemudian mengaktivasi NMDA extra-synaptic NR2B subunit menyebabkan influks Ca2+ yang terus-menerus ke dalam
sitoplasma. Kadar Ca2+ intraselular yang tinggi menyebabkan disfungsi mitokondria. Over- aktivasi kronik reseptor NMDA mengirim suatu CREB cyclic AMP response element binding
protein shut-off signal sehingga kadar phospho-CREB menurun.Ini menyebabkan penurunan produksi pro-survival signal seperti BDNF brain derived neurotrophic factor. Seluruh
kejadian ini menyebabkan disfungsi seluler dan kematian sel dalam suatu periode waktu.
4
16
Universitas Sumatera Utara
Abnormalitas dijumpai pada sistem glutamat dan GABA pada korteks serebri pada jaringan otak pada pasien dengan DA. Banyak neuron piramidal besar menggunakan glutamat
sebagai neurotransmitternya, dan terlibat pada sirkuit eksitatorik penting seperti jalur perforant, yang membawa informasi dari korteks entorhinal ke girus dentata pada
hipokampus. Proyeksi dari neuron eksitatorik pada CA1 dan subikulum hipokampus membentuk jalur eferen mayor untuk informasi yang meninggalkan hipokampus dan akan
disimpan pada bagian-bagian di korteks serebri. Korteks entorhinal, jalur perforant, subikulum, dan daerah CA1 mengandung plak dan NFT dalam jumlah yang besar pada tahap
awal DA, mengganggu kemampuan daerah ini untuk mengkode memori baru. Pengikatan 3H- D-aspartate yang bergantung pada natrium ke tempat uptake excitatory amino acid EAA
presinaptik pada ujung saraf berkurang pada korteks temporal. Immunoreaktivitas menyerupai glutamat dijumpai pada neuron yang mengandung NFT pada 50-70 sel-sel piramidal
CA1CA2 pada hipokampus. Reseptor postsinaptik untuk glutamat yang diukur in vitro dengan autoradiografi menggunakan 3H-glutamat untuk mengukur pengikatan ke tempat
yang sensitif NMDA dilaporkan berkurang pada korteks serebri dan hipokampus pasien DA hingga 50-85. Reseptor glutamat tipe NMDA terikat dengan saluran ion,yang dapat dilabel
dengan menggunakan tempat reseptor anestesi disosiatif phencyclidine; tempat pengikatan ini juga berkurang pada DA.
Terdapat juga perubahan pada subunit NR1 dari reseptor NMDA pada pasien denganDA yang membuat neuron lebih sensitif terhadap cedera. Observasi ini menunjukkan
adanya gangguan mayor pada fungsi sinaps eksitatorik pada DA.Sistem neurotransmitter asam amino eksitatorik, terutama saluran yang mengandung tempat NMDAanestesi
disosiatif, terlibat dalam proses belajar dan memori dan fenomena elektrik terkait dari potensiasi jangka panjang pada hipokampus. Perubahan degeneratif pada jalur EAA yang
terlibat dalam proses belajar tampaknya penting dalam patogenesis demensia, dan eksitasi berlebih yang diperantarai oleh jalur ini tampaknya memegang peranan penting pada
degenerasi neuron progresif pada DA. Eksitasi berlebih dari reseptor NMDA menicu overload kalsium dan gangguan metabolik yang berhubungan dengan stres oksidatif atau metabolik,
dimana terbentuk radikal bebas. Oligomer A β berinteraksi secara tidak langsung dengan sub
unit NR1 dari reseptor NMDA untuk mengaktivasi stres oksidatif pada neuron hipokampal di kultur, suatu efekyang dihalangi oleh NMDA blocker memantine.
9
9
Studi imejing pasien dengan DA juga mendukung keterlibatan neuron piramid pada penyakit ini karena pola hipometabolisme regional sejajar dengan atrofihilangnya neuron,
pembentukan tangle,and hilangnya sinaps. Hilangnya neuron piramidal kortikal, hilangnya
Universitas Sumatera Utara
sinaps, dan penurunan konsentrasi glutamat bersama-sama dengan pembentukan NFT,semua berhubungan dengan keparahan demensia. Penemuan ini menunjukkan bahwa neuron
piramidal dan neurotransmitter glutamatnya danatau aspartat berperan dalam gejala kognitif DA dan oleh karena itu menghadirkan suatu target terapeutik baru. Walapun begitu,
neuron ini adalah cholinoceptive dan tampaknya masuk akal untuk mengusulkan bahwa salah satu kerja obat cholinomimetic untuk DA adalah untuk meningkatkan aktivitas itu neuron
EAA melalui reseptor nicotinic dan muscarinic yang terdapat pada sel-sel tersebut. Ini didukung oleh studi eletrofisiologis yang menunjukkan kerja eksitatorik dari obat
cholinomimetic pada neuron piramidal kortikal. Sebagai akibat dari hilangnya neuron kolinergik dan piramidal lainnya, penurunan neurotransmisi EAA akan menyebabkan
hipoaktivitas piramidal yang bercampur dengan tingkat inhibisi neuron GABAergik yang tetap. Konsekuensinya, dapat dihipotesiskan bahwa sebagai tambahan terhadap efek merusak
dari hilangnya neuron dan pembentukan tangle, terdapat perubahan keseimbangan neurotransmisi pada otak pasien DA yang mengarah pada aktivitas neuron yang lebih rendah.
Studi lain telah menunjukkan bahwa fosforilasi tau, yang dianggap sebagai langkah penting dalam pembentukan tangles yang terutama terjadi pada neuron piramidal kortikal EAA, juga
dipengaruhi oleh sistem second messenger fosfolipase C. Oleh sebab itu, setelah stimulasi reseptor kolinergik muskarinik, aktivasi protein kinase C menyebabkan inaktivasi suatu
protein kinase GSK-3 yang memfosforilasi tau, invitro, dengan cara yang serupa seperti yang ditemukan pada DA. Sebagai pendukung teori ini, sel-sel neuron pada kultur dengan
reseptor muskarinik M1 menunjukkan penurunan fosforilasi tau setelah terapi dengan agonis kolinergik. Oleh sebab itu, sebagai konsekuensi dari penurunan aktivitas kolinergik,
penurunan aktivasi protein kinase C menyebabkan aktivitas GSK-3 yang kebih tinggi dan kemudian hieprfosforilasi tau. Maka, jika interaksi neurotransmitter-protein ini terjadi pada
otak pasienDA,maka mungkin saja bahwa perubahan pada keseimbangan neurotransmisi pada DA dapat berkontribusi terhadap peningkatan hiperfosforilasi tau dan produksi amiloid
kemudian neurodegenerasi pada daerah yang rentan. Lebih lanjut lagi, tampaknya mungkin bahwa inhibitor AChE dapat menurunkan gambaran histopatologis dari perjalanan penyakit.
Berdasarkan studi terkini dari DA, hipotesis glutamatergik dari DA diusulkan sebagai teori tambahan dari hipotesis kolinergik. Oleh sebab itu, hipotesis kolinergik dapat diperbaharui
dengan menambahkan bahwa target utama aksi kolinomimetik adalah neuron piramidal EAA dan hipofungsi kolinergik melengkapi hilangnya fungsi EAA. Secara bersamaan, sistem ini
tampaknya bertanggungjawab untuk defisit neuropsikologis dan berperan dalan perkembangan patologi DA.
2,17,18
2,18
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Keterlibatan Neuron GABAergik pada Demensia Alzheimer