19 a.
Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit dan kartu pasca bayar. Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam
penyelesaian pembayaran antar bank. b.
Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi.
c. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.
2.3 Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen didefinisikan sebagai selera subjektif individu, yang diukur dengan utilitas, dari bundel berbagai barang. Konsumen dipersilahkan
untuk melakukan rangking terhadap bundel barang sesuai dengan tingkat utilitas yang mereka berikan pada konsumen. Kemampuan untuk membeli barang-barang
tidak menentukan menyukai atau tidak disukai oleh konsumen. Terkadang seseorang dapat memiliki preferensi untuk produk A lebih baik dari produk B,
tetapi ternyata saran keuangannya hanya cukup untuk memiliki produk B Besanko dan Braeutigam : 2008.
Guna memahami preferensi konsumen dalam memilih produk, maka diperlukan kerangka pikir yang memudahkan penelitian. Ada banyak model yang
mengungkap tentang perilaku konsumen, namun model yang dikemukakan oleh Sandhusen 2000 cukup menjelaskan respon dari konsumen sebagai pembeli
dalam mengambil keputusan. Walapun penelitian ini membahas hingga pembelian yang dilakukan oleh konsumen dari
Buyer’s Black Box menuju Buyer’s Response
Sandhusen, 2000.
Universitas Sumatera Utara
20 Model Sandhusen mencoba menjelaskan bagaimana respon yang diberikan
oleh seorang pembeli saat melakukan proses pembelian. Pada dasarnya model sandhusen menjelaskan bahwa keputusan yang diambil seorang konsumen tidak
semata mata merupakan keputusan yang dipengaruhi faktor internal konsumen seperti karakteristik diri konsumen dan proses pengambilan keputusan konsumen
saja. Adanya faktor eksternal juga mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Integrasi antara faktor eksternal dan faktor internal itu dinamakan
sandhusen sebagai
Buyer’s Black Box Sandhusen, 2000.
Faktor eksternal merupakan segala hal yang berasal dari luar diri konsumen yang mampu mempengaruhi konsumen dalam memberikan respon
seperti menentukan pemilihan terhadap produk. Sandhusen membagi faktor eksternal menjadi dua, yaitu Marketing Stimuli dan Environmental Stimuli. Hal ini
senada dengan yang dikemukakan oleh Solomon, bahwa faktor eksternal merupakan pembentuk dari persepsi, konsep diri dan gaya hidup konsumen
Sandhusen, 2000. 2.4 Aksesibilitas Konsumen
Bambang sutantono 2004:1 menyatakan bahwa aksesibilitas adalah hak atas akses yang merupakan layanan kebutuhan melakukan perjalanan yang
mendasar. Dalam hal ini hak konsumen memperoleh akses atas kebutuhan penggunaan kartu pembayaran elektronik yang praktis dan berkualitas. Karena
itu, peningkatan aksesibilitas penggunaan kartu pembayaran elektronik yang lebih praktis dan berkualitas menjadi sangat relevan bagi konsumen yang tidak
mengetahui cara penggunaan kartu pembayaran elektronik.
Universitas Sumatera Utara
21 Aksesibilitas masih menjadi faktor penting masyarakat dalam
memanfaatkan jasa keuangan. Perluasan jaringan kantor menjadi agenda penting perbankan nasional dalam meningkatkan jangkauan layanannya ke
seluruh penjuru tanah air. Keselamatan, kehandalan dan layanan yang baik tetap menjadi faktor penting bagi konsumen. Semakin banyak sistem jaringan yang
tersedia pada suatu daerah maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin
sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya Bintarto, 1989.
2.5 Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian 2.5.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia
Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di
Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan
volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 Hidayat
dkk, 2006 : 19-20.
Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi
nilai besar high value dan transaksi nilai kecil retail yang dilakukan melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement BI-RTGS, dan kliring yang
mengalami peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun Hidayat dkk, 2006 :
20.
Universitas Sumatera Utara
22 Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi
melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
SKNBI yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antarbank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran
fisik warkat paperless Hidayat dkk, 2006 : 20.
Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu APMK. Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet
maupun kartu
prabayar e-money.Perkembangan
transaksi APMK
mengalamipeningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan
semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK Hidayat dkk, 2006 : 21.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu diatas baik dilihat dari nilai
maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 hingga 2005. Total volume dan nilai transaksi APMK meningkat dari 33 juta transaksi
dengan nilai sebesar Rp6,4 triliun pada awal 1999 menjadi 86 juta transaksi senilai Rp65 triliun pada bulan Juli 2005 Hidayat dkk, 2006 : 22.
Universitas Sumatera Utara
23
2.5.2 Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter
1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian
Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara
yakni: mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan
tanpa bunga khusus kartu prabayare-money yang diterima Bank atau penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money
serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi Hidayat dkk,
2006 : 24.
2. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter
Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter.
Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat
berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit M1 dan dalam arti luas M2. Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan
dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu M2 menjadi jenis simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan
giral M1 Hidayat dkk, 2006 : 25. Memperhatikan degree of moneyness dari jenis simpanan tabungan
tersebut diatas, perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang
Universitas Sumatera Utara
24 menggunakan kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori
uang giral dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat terhadap besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam
perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran moneter sebagai operasional target. Sehingga untuk dapat mempertahankan
efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter seyogyanya juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai
Hidayat dkk, 2006 : 25.
2.6 Penelitian Terdahulu