Saran Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

Putusan PN Tebing Tinggi Nomor: 701Pid.B2010PN-TTD, telah dipenuhi ketentuan mengenai pencantuman rehabilitasi dalam amar putusan. Dalam kasus ini Terdakwa dijatuhi putusan bebas oleh Majelis Hakim berdasarkan pertimbangan bahwa tidak terdapat kesesuaian antara keterangan para saksi, ditambah lagi keterangan yang diberikan oleh saksi a de charge Riswan Siregar dan ditambah keterangan dari Terdakwa sendiri yang menyatakan bahwa Terdakwa tidak pernah menjual sabhu-sabhu kepada saksi Riswan Siregar memberi keyakinan pada Majelis Hakim bahwa dalam diri terdakwa tidak ditemukan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Selain itu proses penggeledahan yang tidak sempurna tidak memberi keyakinan pada Majelis Hakim bahwa Terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Demikian pula dalam Putusan MARI Nomor : 2280 KPid.Sus2012, yang menolak kasasi Penuntut Umum dikarenakan putusan bebas yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan putusan bebas yang bersifat murni, yang mana tidak bisa diajukan kasasi. Selain itu, menurut Mahkamah Agung, judex factie tidak salah dalam menerapkan hukum sehingga kasasi Jaksa Penuntut Umum harus ditolak.

5.2 Saran

1. Dalam menjatuhkan putusan bebas, Hakim harus memperhatikan alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan dan harus memperhatikan Universitas Sumatera Utara keyakinannya agar putusan yang dijatuhkan oleh Hakim dapat memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. 2. Seharusnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, antara komponen yang satu dengan yang lain saling menjaga kesinkronisasian dan keselarasan dalam koordinasi tersebut. Penyidik Polisi hendaknya melakukan tugas penyidikannya dengan sebenar-benarnya, demikian juga dengan Jaksa, Hakim sampai kepada tahap Lembaga Pemasyarakatan. Universitas Sumatera Utara BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA

2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang mengubahnya, yang merupakan hasil dari United Nations Conference for Adoption of a Single Convention on Narcotic Drug, selanjutnya Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun 1976 tentang Narkotika, Lembaran Negara RI Tahun 1976 No. 37 47 a. bahan-bahan yang disebut pada angka 2 sampai dengan angka 13 yaitu Tanaman Papaver, Opium Mentah, Opium Masak, Candu, Opium Obat, Morfinna, Tanaman Koka, Daun Koka, Kokaina Mentah, Kokaina, Ekgonina, Tanaman Ganja, dan Damar Ganja; . UU Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika, dalam Bab I diatur beberapa ketentuan, disamping ketentuan umum, yang membahas tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam Undang- Undang tersebut. Dalam undang-undang ini tidak membeikan definisi narkotika tetapi hanya menyebut bahan-bahan narkotika yang diatur dalam Pasal 1 yaitu: Narkotika adalah: b. garam-garam dan turunan-turunan dari Morfina dan Kokaina; c. bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan seperti Morfina atau Kokaina; 47 H. Siswanto S., Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2012, Halaman 9 Universitas Sumatera Utara d. campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang tersebut dalam huruf a, b, dan c. Dalam Pasal 3 ayat 1 undang-undang ini, ditetapkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan danatau tujuan ilmu pengetahuan. Undang-undang ini mengatur delik di dalam pasal-pasal yang terpisah antara perbuatan yang dilarang atau rumusan delik di dalam Pasal 23, sedangkan ancaman pidananya di dalam Pasal 36 48 a. Dilarang secara tanpa hak menanam atau memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai tanaman papaver, tanaman koka, atau tanaman ganja; . Pengaturan mengenai perbuatan- perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang ini diatur dalam Pasal 23 ayat 1 sampai 7 yang meliputi: b. Dilarang secara tanpa hak memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, meracik atau menyediakan narkotika. c. Dilarang secara tanpa hak memiliki, menyimpan untuk memiliki atau untuk persediaan atau menguasai narkotika. d. Dilarang secara tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito narkotika. e. Dilarang secara tanpa hak mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika. 48 Andi Hamzah dan R.M. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, Halaman 25 Universitas Sumatera Utara f. Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain. g. Dilarang secara tanpa hak menggunakan narkotika bagi dirinya sendiri. Dalam Bab V diatur tentang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di depan pengadilan. Dalam Pasal 25 ayat 1 undang-undang ini disebutkan bahwa perkara narkotika termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain, untuk diajukan ke pengadilan guna mendapatkan pemeriksaan dan penyelesaian dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Selanjutnya dalam Pasal 28 undang-undang ini, disebutkan bahwa pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebut nama atau alamat atau hal-hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. Undang-undang ini juga menganut sistem ganjaran premi, diatur dalam Bab VI Pasal 31 yang menyebutkan bahwa kepada mereka yang telah berjasa dalam mengungkapkan kejahatan yang menyangkut narkotika, diberi ganjaran yang akan diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Bab VII diatur tentang ketentuan pengobatan, dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dan usaha penanggulangannya. 49 Ketentuan pidana dalam undang-undang ini diatur dalam Bab VIII, dimana barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 23 ayat 1 sampai dengan ayat 7 dipidana dengan pidana penjara dan denda, pidana seumur hidup, pidana mati, terhadap pelanggaran pada perbuatan-perbuatan yang dilarang. Lalu ditambah lagi dengan delik culpa, yaitu karena kelalaiannya menyebabkan ditanamnya, 49 H. Siswanto S., opcit. Halaman 11 Universitas Sumatera Utara dipelihara dan seterusnya, papaver, tanaman koka atau ganja di atas tanah atau tempat milik atau yang dikuasainya, diancam dengan pidana kurungan dan denda. Karena delik narkotika dipandang sebagai delik serius maka percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1 sampai dengan ayat 7 dipidana penjara yang sama dengan pidana penjara bagi tindak pidananya. Jadi sama dengan tindak pidana korupsi. 50 Ketentuan mengenai recidive dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 39, yaitu jika terpidana ketika melakukan kejahatan belum lewat 2 dua tahun sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan padanya, maka pidana penjara tersebut dapat ditambah dengan sepertiga. Dalam ketentuan pidana ini juga ditetapkan bahwa terhadap pelanggaran pidana dapat dikenakan pidana tambahan yang berupa pencabutan hak seperti yang diatur dalam Pasal 35 KUHP ayat 1 angka ke 1 dan ke 6 Ketentuan tentang pemberatan hukuman, diatur dalam Pasal 38, diancam dengan pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 36 ayat 1 sampai dengan ayat 7 dan ditambah dengan sepertiganya. Pemberatan hukuman ini diberikan kepada tindak pidana pembujukan anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana. 51 50 Andi Hamzah dan R.M. Surachman, opcit. Halaman 28 51 KUHP Pasal 35: 1 Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah: . 1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata; 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. Universitas Sumatera Utara Disamping itu, bagi barangsiapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan pengadilan perkara tindak pidana yang menyangkut narkotika, dipidana dengan pidana penjara. Demikian pula dalam Pasal 46 bahwa setiap saksi yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan tidak benar kepada penyidik, dalam tindak pidana yang menyangkut narkotika dipidana dengan pidana penjara. Ketentuan pidana dalam undang-undang ini mengatur ketentuan bahwa semua perbuatan yang diancam dengan pidana tersebut digolongkan ke dalam kejahatan dan pelanggaran 52 Undang-undang ini juga mengatur tentang tindak pidana korporasi yang diatur dalam Pasal 49 yakni jika suatu tindak pidana mengenai narkotika dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu periksaan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan. . 53

2.2 Pengaturan hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 15

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN BEBAS (Vrijspraak) TERHADAP TERDAKWA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Putusan Mahkamah Agung No.1614K/PID.SUS/2012)

1 17 94

Analisis Yuridis Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Tindak Pidana Narkotika (Putusan Nomor 279/PID.B/2011/PN.PLG)

1 10 9

ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) TERHADAP TERDAKWA MARTHEN RENOUW DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BIDANG KEHUTANAN OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAYAPURA

0 26 108

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 10

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 1

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 27

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 22

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 5