KEBIJAKAN NON PENAL Kebijakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika .1 Kebijakan Penal

22. Tindak Pidana yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar negeri, diatur dalam Pasal 145. 23. Tindak pidana yang menyangkut penyimpangan yang dilakukan Pimpinan Rumah Sakit, Pimpinan Lembaga Ilmu Pengetahuan, Pimpinan Industri Farmasi, dan Pimpinan Pedagang Farmasi diatur dalam Pasal 147, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah.

4.1.2 KEBIJAKAN NON PENAL

Menurut G.P. Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan: 109 1. Penerapan hukum pidana criminal law application 2. Pencegahan tanpa pidana prevention without punishment 3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media influencing views of society on crime and punishmentmass media. Dengan demikian, upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “penal” hukum pidana dan lewat jalur “non penal” bukandi luar hukum pidana. Dalam pembagian G.P. Hoefnagels 109 Barda Nawawi Arief, opcit. Halaman 40 Universitas Sumatera Utara tersebut, upaya yang disebut dalam butir 2 dan 3 dapat dimasukkan dalam kelompok upaya “non penal”. 110 Kebijakan non penal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan narkotika adalah sebagai berikut Kebijakan melalui jalur non penal dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika dengan lebih menitikberatkan pada sifat “preventive” pencegahanpenangkalanpengendalian sebelum kejahatan terjadi. 111 a. Legislation Hukum dan Perundang-undangan : Salah satu acuan dalam konsep penegakan hukum narkotika Indonesia adalah keikutsertaan Indonesia di dalam konvensi-konvensi Internasional yang membahas dan mengambil keputusan tentang kejahatan-kejahatan internasional khususnya narkotika. Sikap pemerintah Republik Indonesia terhadap penanggulangan narkotika adalah mendukung sepenuhnya upaya kerja sama penanggulangan bahaya narkotika. Dengan makin canggihnya usaha para pelaku tindak pidana narkotika melaksanakan kegiatannya, maka perlu perangkat hukumnya disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan dewasa ini baik perumusan, perbuatan, tanggung jawab maupun ancaman pidananya. b. Law Enforcement Penegakan Hukum Dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum perlu dikaitkan instansi terkait yang mempunyai kewenangan sesuai dengan ketentuan perarturan perundang-undangan kegiatan instansidepartemen yang terkait dalam 110 Ibid. Halaman 40 111 Andi Hamzah dan R.M. Surachman, opcit. Halaman 33-39 Universitas Sumatera Utara penanggulangan penyalahgunaan narkotika, yang meliputi penyidikan lalu lintas gelap narkotika. Dalam hal ini menurut undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 penyidik yang berwenang untuk melakukan penyidikan narkotika adalah Penyidik POLRI, BNN Badan Narkotika Nasional dan Penyidik PNS tertentu. Penegakan hukum terhadap perkembangan tindak pidana narkotika dengan modus operandi dan dengan mempergunakan teknologi canggih harus diantisipasi dengan peningkatan kualitasi penegak hukum dan kelengkapan perangkat hukum serta tatanan hukum. c. Treatment and Rehabilitation Pengobatan dan Rehabilitasi Perlunya untuk memperbaiki dan mengevaluasi daya guna dan hasil guna dari fasilitas rehabilitasi, sehingga dapat diformulasikan teknik dan indikasi yang relevan dalam upaya mencapai saaran dan upaya pengobatan dan rehabilitasi tersebut. Misalnya upaya yang perlu dilakukan antara lain: 1 Memperbaiki dan meningkatkan kualitas dari petugaspelaksana yang bekerja dalam pengobatan dan rehabilitasi dan upaya penanggulangan narkotika 2 Perlu diformulasikan pedoman dalam pengobatan dan penegakan hukum 3 Memonitor problem “kekambuhan” dan “terapi” melalui program evaluasi 4 Perlu dilakukan penelitian mengenai pengobatan treatment dan rehabilitasi dalam penanggulangan narkotika. Universitas Sumatera Utara d. International Cooperation Kerja Sama Internasional Kerja sama internasional dalam penanggulangan kejahatan narkotika perlu dilakukan secara berkala dan rutin. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta obat terlarang lainnya dari waktu ke waktu semakin meningkat yang berbagai implikasi dan dampak negatifnya telah meresahkan sebagian besar negara-negara di dunia. e. Dissemination Penyebarluasan Salah satu upaya dalam penanggulangan kejahatan narkotika adalah dengan cara penyebarluasan dissemination upaya penanggulangan narkotika. Salah satu cara efektik dalam penyebarluasan adalah dengan penyuluhan. Penyuluhan merupakan cara untuk mengenalkan, memberi penghayatan dan kemampuan kepada seseorang atau kelompok orang tentang upaya penanggulangan dan bahaya narkotika. Metode-metode yang dapat dipakai dalam melakukan penyuluhan narkotika dapat melalui PKK, KADARKUM, Simulasi P4, Ceramah atau Temu Wicara, Peragaan dengan bentuk memutar film tentang Penyalahgunaan narkotika; menunjukkan film dan Slide Projector tentang narkotika, gambar-gambar atau sosio-drama fragmen atau drama. 4.2 Kebijakan Hukum Terhadap Terdakwa Yang Telah Dibebaskan Melalui Penjatuhan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika Satu hal yang perlu diperhatikan dalam putusan pembebasan ialah “perintah untuk membebaskan” terdakwa dari tahanan. Perintah pembebasan dari Universitas Sumatera Utara tahanan dikeluarkan Hakim Ketua sidang bersamaan dengan saat putusan diumumkan, jika seandainya terdakwa yang diputus bebas itu berada dalam tahanan. Kelalaian mengeluarkan perintah pembebasan terdakwa dari tahanan dalam putusan pembebasan, mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 197 ayat 1 huruf k jo. Pasal 197 ayat 2 KUHAP. 112 Selanjutnya seorang terdakwa yang telah diputus bebas, berhak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi. Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi merupakan salah satu hak terdakwa yang telah dibebaskan melalui penjatuhan putusan bebas yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang biasanya disebut KUHAP yang diatur dalam Pasal 68 KUHAP. Tersangkaterdakwa berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain secara melawan hukumtanpa alasan berdasarkan undang- undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan. Dan bagi terdakwa yang oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berhak mendapatkan rehabilitasi yang secara sekaligus dicantumkan dalam putusan pengadilan yang bersangkutan. Sedangkan bagi tersangka yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri permintaan rehabilitasinya diajukan dan diputus oleh Hakim praperadilan. 113 112 M. Yahya Harahap Buku I, opcit. Halaman 350 113 H.M.A. Kuffal, opcit. Halaman 3 Universitas Sumatera Utara Asas ganti rugi dan rehabilitasi telah diletakkan pada Pasal 9 UU No. 48 tahun 2009 yang berbunyi sebagai berikut 114 1 Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. : 2 Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3 Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang- undang. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara Tahun 1981 No. 76 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP menetapkan adanya ganti kerugian dan rehabilitasi. Selanjutnya dalam Penjelasan Umum Poin 3 huruf d Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana “KUHAP” menyatakan 115

4.2.1 Ganti Kerugian

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 15

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN BEBAS (Vrijspraak) TERHADAP TERDAKWA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Putusan Mahkamah Agung No.1614K/PID.SUS/2012)

1 17 94

Analisis Yuridis Putusan Bebas (Vrijspraak) Dalam Tindak Pidana Narkotika (Putusan Nomor 279/PID.B/2011/PN.PLG)

1 10 9

ANALISIS PENJATUHAN PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) TERHADAP TERDAKWA MARTHEN RENOUW DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BIDANG KEHUTANAN OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAYAPURA

0 26 108

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Bebas (Vrijspraak) dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan.

0 3 19

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 10

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 1

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 27

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 22

Analisis Penjatuhan Putusan Bebas (Vrijspraak) Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Dalam Kaitannya Dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu

0 0 5