undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut.
19
1.6.2 Faktor Penyebab Terjadinya Penjatuhan Putusan Bebas Terhadap Tindak Pidana Narkotika
Pengaturan mengenai tindak pidana narkotika sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian
digantikan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, yang diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang berlaku sampai saat ini.
Dalam setiap perkara pidana, selalu didahului oleh rangkaian proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang Pengadilan
bahkan sampai ke tahap eksekusi. Pada asasnya sistem peradilan pidana di Indonesia khususnya pada Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri mengacu
pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yaitu Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 LNRI 1981-76;TLNRI 3209 yang disahkan dan
diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981.
20
Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut istilah “putusan pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan adanya “putusan
hakim” ini diharapkan para pihak dalam perkara pidama khususnya bagi terdakwa dapat memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat
19
Moh. Taufik Makaro, opcit. Halaman 41
20
Lilik Mulyadi Buku I, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoretis Dan Praktik Peradilan, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 2010, hal.55
Universitas Sumatera Utara
mempersiapkan langkah berikutnya antara lain yang berupa: menerima putusan, melakukan upaya hukum bandingkasasi, melakukan grasi dan sebagainya.
21
Apabila ditinjau dari optik hakim yang mengadili perkara pidana tersebut, maka putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan
nilai-nilai keadilan, kebenaran, hakiki, hak asasi, penguasaan hukum atau fakta, secara mapan dan faktual serta visualisasi etika beserta moral dari hakim yang
bersangkutan.
22
Pengertian putusan dalam KUHAP diatur dalam Pasal 1 angka 11 yang menyatakan “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”
23
Lilik Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoretis dan Praktik Peradilan” memberikan pengertian Putusan
Pengadilan adalah sebagai berikut: “Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah
melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat
dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.”
24
21
Ibid, Halaman 92
22
Ibid,
23
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP pasal 1 angka 1
24
Lilik Mulyadi Buku I, opcit, Halaman 93
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Lilik Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia” mengklasifikasikan
putusan Hakim menurut perumusan KUHAP ke dalam dua jenis, yaitu
25
a. Putusan Akhir
:
Dalam praktik “putusan akhir” lazim disebut dengan istilah “putusan” atau “eind vonnis” dan merupakan jenis putusan bersifat materiil. Pada
hakikatnya putusan ini dapat terjadi setelah Majelis Hakim memeriksa terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan “pokok perkara”
selesai diperiksa Pasal 182 ayat 3 dan 8, Pasal 197, dan Pasal 199 KUHAP. Pada hakikatnya, secara teoretis dan praktik “putusan akhir” ini
dapat berupa putusan bebas Pasal 191 ayat 1 KUHAP, putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum Pasal 191 ayat 2
KUHAP, dan putusan pemidanaan Pasal 193 ayat 1 KUHAP. b.
Putusan yang Bukan Putusan Akhir Pada praktik peradilan bentuk dari putusan yang bukan putusan akhir dapat
berupa “penetapan” atau “putusan sela” atau “sering pula disebut dengan istilah Bahasa Belanda “tussen-vonnis”. Putusan jenis ini mengacu pada
ketentuan Pasal 148, Pasal 156 ayat 1 KUHAP, yakni dalam hal setelah pelimpahan perkara dan apabila terdakwa dan atau penasihat hukumnya
mengajukan “keberataneksepsi” terhadap surat dakwaan jaksapenuntut umum. Pada hakikatnya putusan yang bukan putusan akhir dapat berupa,
antara lain:
25
Lilik Mulyadi Buku II, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, Halaman 136
Universitas Sumatera Utara
1 Penetapan yang menentukan “tidak berwenangnya pengadilan untuk
mengadili suatu perkara” verklaring van onbevoegheid karena merupakan kewenangan relatif pengadilan negeri sebagaimana
ketentuan limitatif Pasal 148 ayat 1, Pasal 156 ayat 1 KUHAP; 2
Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan jaksapenuntut umum batal demi hukum nietig van rechtswegenull and void. Hal ini diatur oleh
ketentuan Pasal 156 ayat 1 KUHAP di mana surat dakwaan telah melanggar ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP dan
dinyatakan batal demi hukum menurut ketentuan Pasal 143 ayat 3 KUHAP; dan
3 Putusan yang berisikan bahwa dakwaan jaksapenuntut umum tidak
dapat diterima niet onvankelijk verklaard sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat 1 KUHAP disebabkan materi perkara tersebut telah
kadaluwarsa, materi perkara seharusnya merupakan materi hukum perdata, perkara disebabkan telah nebis in idem, dan sebagainya.
Sesuai dengan penjelasan mengenai putusan pengadilan diatas, ada berbagai bentuk putusan pengadilan yang terdiri dari: putusan bebas, putusan
lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan pemidanaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 191 ayat 1, putusan yang mengandung
pembebasan akan dijatuhkan pengadilan, bila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
Universitas Sumatera Utara
kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
26
Apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak
pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum Pasal 191 ayat 2.
Dari ketentuan Pasal ini jelaslah bahwa terdakwa tidak dipidana atau tidak menjalani hukuman karena
hasil pemeriksaan di persidangan yang didakwakan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
27
Karena perbuatan tersebut merupakan ruang lingkup hukum perdata, adat, dagang, atau adanya alasan pemaaf strafuitsluitingsgrondenfelt de ‘axcuse dan
alasan pembenar rechtsvaardigings-grond sebagaimana ketentuan Pasal 44 ayat 1 KUHP; Pasal 48, 49, 50, dan 51 KUHP.
28
Pasal 193 ayat 1 menyatakan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana. Bentuk putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 KUHAP. Pemidanaan
berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam Pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.
29
26
Harun M. Husein, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, Halaman 23
27
Ibid, Halaman 24
28
Lilik Mulyadi Buku II, opcit Halaman 134
29
Harun M. Husein, opcit, Halaman 24
Sesuai dengan Pasal 193 ayat 1, penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan.
Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan
Universitas Sumatera Utara
perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. Atau dengan penjelasan lain, apabila menurut pendapat dan
penilaian pengadilan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan
sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183, kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah yang memberi keyakinan kepada hakim, terdakwalah pelaku tindak pidananya.
30
a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Hakim menjatuhkan putusan bebas adalah:
Pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu,
tidak diyakini oleh Hakim.
31
b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian
Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup
membuktikan kesalahan seorang terdakwa, harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
30
M. Yahya Harahap Buku I, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP- Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika,
Jakarta, 2008, Halaman 354
31
M. Yahya Harahap Buku I, opcit, Halaman 348
Universitas Sumatera Utara
1.6.3 Kebijakan Hukum Terhadap Terdakwa Yang Telah Dibebaskan Melalui Penjatuhan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana
Narkotika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdakwa berasal dari kata dakwa
yang berarti tuduhan yang mendapatkan imbuhan ter- sehingga mengarah kepada subjek. Terdakwa adalah orang yg didakwa dituntut, dituduh. Namun sering kali
orang-orang terutama orang yang awam hukum menyalahgunakan penggunaan terdakwa dengan tersangka.
Pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana Pasal 1 angka 14 KUHAP, sedangkan terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan Pasal 1 angka 15
KUHAP. Pengaturan mengenai tersangka dan terdakwa diatur dalam Bab VI
KUHAP yang terdiri dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Dari penjelasan di atas, baik tersangka maupun terdakwa adalah orang yang diduga melakukan
tindak pidana sesuai dengan bukti dan keadaan yang nyata atau fakta. Oleh karena itu orang tersebut
32
a. Harus diselidiki, disidik, dan diperiksa oleh penyidik,
:
b. Harus dituntut dan diperiksa di muka sidang pengadilan oleh penuntut
umum dan hakim,
32
M. Yahya Harahap Buku II, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP – Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika. Jakarta, 2009, Halaman 330
Universitas Sumatera Utara
c. Jika perlu terhadap tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tindakan
upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan benda sesuai dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang.
Asas “presumption of innocence” atau asas “praduga tak bersalah” merupakan asas fundamental yang dimiliki tiap tersangka ataupun terdakwa,
dimana seseorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap. Jika ia kemudian dinyatakan dengan putusan Hakim, bahwa kesalahannya tidak terbukti di dalam suatu pemeriksaan persidangan yang terbuka
untuk umum dan diputus dengan amar putusan yang berbunyi “membebaskan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan”, maka ia berhak untuk menjalankan
proses tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi.
33
Asas ganti rugi dan rehabilitasi telah diletakkan pada Pasal 9 UU No. 48 tahun 2009 yang berbunyi sebagai berikut
34
33
Martiman Prodjohamidjojo, Ganti Rugi dan Rehabilitasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan Kedua 1986, Halaman 5
34
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 9
: 1 Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili
tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. 2 Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
3 Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam
undang-undang.
Selanjutnya dalam Penjelasan Umum Poin 3 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana “KUHAP” menyatakan
35
Memperhatikan bunyi Pasal tersebut, dapat dilihat beberapa penegasan berkenaan dengan tuntutan ganti kerugian
: “Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang
dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan
hukuman administrasi.”
Pengertian ganti kerugian diatur dalam Pasal 1 angka 22 KUHAP: “Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan atas sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
36
a. Ganti kerugian merupakan hak tersangka atau terdakwa,
:
b. Hak itu pemenuhan berupa “imbalan sejumlah uang”,
35
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP Penjelasan Umum Poin 3 huruf d
36
M. Yahya Harahap Buku II, opcit, Halaman 33
Universitas Sumatera Utara
c. Hak atas imbalan sejumlah uang tersebut diberikan kepada terangka atau
terdakwa atas dasar: 1
Karena terhadapnya dilakukan penangkapan, penahanan, penuntutan, atau peradilan tanpa alasan berdasarkan undang-undang, atau
2 Karena tindakan lain tanpa alasan berdasarkan undang-undang, atau
3 Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.
Pengertian rehabilitasi diatur dalam Pasal 1 angka 23 KUHAP, yang berbunyi: “Rehabilitasi adalah hak seseorang yang mendapat pemulihan haknya
dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut
atau diadili tanpa alasan yang berdasar undang-undang atau karena alasan kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.
Memperhatikan bunyi Pasal tersebut, rehabilitasi adalah
37
a. Hak seorang tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan pemulihan:
:
1 Atas hak kemampuan, dan
2 Atas hak kedudukan dan harkat martabatnya,
b. Serta hak pemulihan tersebut dapat diberikan dalam semua tingkat
pemeriksaan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan atau pengadilan. Berdasarkan pengertian-pengertian singkat di atas, dengan demikian bagi
terdakwa yang dinyatakan tidak bersalah dan diputus bebas dapat mengajukan permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi.
37
Ibid. Halaman 64
Universitas Sumatera Utara
1.7 Metode Penelitian Hukum 1.7.1 Spesifikasi Penelitian