persewaan atas barang yang disewakan maka pihak penyewa harus melakukan perpanjangan sewa dengan persetujuan pihak yang menyewakan.
Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa kewajiban dari pihak yang menyewakan merupakan hak dari pihak penyewa dan kewajiban pihak penyewa
merupakan hak dari pihak yang menyewakan.
D. Risiko Dalam Peranjian Sewa Menyewa
Kata risiko berarti berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang
dimaksudkan dalam perjanjian.
86
Pada Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa dalam suatu perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu,
sejak lahirnya perjanjian itu barang tersebut sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya.Yang dimaksudkan oleh pasal tersebut ialah
suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban hanya pada suatu pihak saja.
87
Persoalan tentang risiko berpokok pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak.Peristiwa seperti itu dalam hukum perjanjian dengan
suatu istilah hukum dinamakan “keadaan memaksa” force majeur.
88
Dengan demikian maka persoalan mengenai risiko itu merupakan akhir dari persoalan
tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tidak disengaja dan tidak dapat diduga.
Peraturan tentang risiko dalam sewa menyewa itu tidak begitu jelas diterangkan oleh Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti halnya
dengan peraturan tentang risiko dalam jual beli dimana kata “tanggungan” yang
86
Subekti3, Op.Cit., hal. 144.
87
Ibid., hal. 144.
88
R. Subekti1, Op.Cit., hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
berarti risiko. Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menyinggung kemungkinan terjadi musnahnya benda yang menjadi objek sewa
menyewa karena keadaan memaksa yang mengakibatkan gugurnya perjanjian sewa menyewa demi hukum.
89
Berdasarkan ketentuan Pasal 1553 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata bahwa :
1. Apabila selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah
karena suatu kejadian yang tidak disengaja maka perjanjian sewa gugur demi hukum.
2. Jika barangnya hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih menurut
keadaan apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa atau akan meminta bahkan pembatalan perjanjian sewa; tetapi tidak dalam satu dari kedua hal
tersebut pihak penyewa berhak atas suatu ganti rugi. Berdasarkan ketentuan ayat 1 bahwa perjanjian sewa gugur demi
hukum.Gugur demi hukum ini dapat disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut sesuatu apapun dari pihak lawannya, yang mana
berarti bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang dipersewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.
90
Dan hal ini merupakan suatu peraturan risiko yang sudah setepatnya karena pada asasnya setiap pemilik barang
wajib menanggung segala risiko atas barang miliknya.
91
Dalam Pasal 1553 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menjelaskan mengenai kemungkinan musnahnya barang yang disewa sebagai
akibat suatu kejadian yang tiba-tiba tidak dapat dielakkan. Jadi apabila barang
89
R.M Suryodinigrat., Loc.Cit.
90
Handri Raharjo2, Buku Pintar Transaksi Jual Beli dan Sewa Menyewa, Yogyakarta: Pusataka Yustisia, 2010, hal. 26.
91
R. Subekti1, Op.Cit., hal. 44.
Universitas Sumatera Utara
yang disewa musnah dalam jangka waktu masa perjanjiansewa masih berlangsung maka dapat menimbulkan masalah seperti :
1. Musnahnya seluruh barang.
Apabila dalam perjanjian sewa menyewa yang musnah adalah seluruh barang maka dengan sendirinya menurut hukum perjanjian sewa menyewa adalah
gugur.Maka tidak perlu diminta pernyataan batal dan risiko kerugian dibagi dua antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa.Setelah
musnahnya seluruh barang maka pihak yang menyewakan tidak lagi dapat menuntut pembayaran uang sewa atau dengan kata lain uang sewa dengan
sendirinya dinyatakan gugur.
92
Sebaliknya dengan musnahnya seluruh barang yang disewa, pihak penyewa tidak lagi dapat menuntut penggantian barang
maupun ganti rugi.Akan tetapi kemusnahan barang yang dimaksud dalam hal ini haruslah kemusnahan yang terjadi akibat peristiwa overmacht, atau
kejadian yang tidak terhindarkan yaitu musnahnya bukan karena perbuatan pihak penyewa, pihak yang menyewakan, atau penyewa pihak
ketiga.Kemusnahan seperti ini berada diluar jangkauan Pasal 1553 KUH Perdata. Kemusnahan akibat kesalahan seseorang yaitu berada dalam
jangkauan Pasal 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni yang membebani si pelaku atas kewajiban untuk memikul segala kerusakan dan
kerugian. 2.
Musnahnya sebahagian barang. Apabila barang yang musnah hanya sebagian saja maka pihak penyewa dapat
memilih :
92
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 234.
Universitas Sumatera Utara
a. Meminta pengurangan harga sewa sebanding dengan bahagian yang
musnah.
93
b. Menuntut pembatalan perjanjian sewa.
Untuk melihat batas kemusnahan antara keseluruhan dan sebahagian dapat ditegaskan bahwa jika barang yang musnah secara material hanya sebahagian dan
akibat kemusnahan barang itu masih dapat dipakai dan dinikmati untuk bahagian yang masih tinggal, maka kemusnahan seperti itu adalah “meliputi sebahagian
saja”.
94
Akan tetapi walaupun barang yang musnah secara materil hanya sebahagian namun kemusnahan atas sebahagian tadi telah menghilangkan
kegunaan dan penikmatan atas seluruh barang, kemusnahan demikian harus dianggap “meliputi seluruh barang”.
Oleh karena barang yang disewakan musnah sama sekali, perjanjian sewa sudah tidak ada lagi atau kembali seperti keadaan semula sebelum lahirnya
perjanjian sewa menyewa. Masing-masing pihak kembali dalam posisi semula sebelum sewa menyewa.Dalam hal ini, barang sewa yang hancur merupakan
tanggung jawab pihak yang menyewakan selaku pemilik barang.Demikian pulaapabila ada barang-barang yang merupakan milik pihak penyewa yang turut
musnah, maka barang tersebut juga menjadi tanggung jawab penyewa.
95
E. Berakhirnya Sewa Menyewa