Pengertian dan Lahirnya Perjanjian

18

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERJANJIAN

A. Pengertian dan Lahirnya Perjanjian

Setiap manusia akan selalu terikat antara satu dengan yang lain untuk dapat melangsungkan hidupnnya sehingga dengan adanya hubungan antarsesama manusia itu dapat memberikan solusi dari masalah yang akan muncul. Manusia sebagai makhluk sosial yang bertujuan untuk mempertahankan hidup dan kepentingannya tersebut membuat manusia mengatur hubungan usaha atau bisnis dalam sebuah perjanjian. Di dalam perjanjian hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak dapat timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum” atau rechtshandeling. Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan “kewajiban” untuk menunaikan prestasi. Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut overeenkomst dan hukum perjanjian adalah overeenkomstenrecht. 11 Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1313, yakni bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian 11 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata , Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2000, hal. 204. Universitas Sumatera Utara yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain. Pengertian ini seharusnya menerangkan juga tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri tentang sesuatu hal. Artinya jika hanya disebutkan bahwa satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain, maka seolah-olah yang dimaksud hanya perjanjian sepihak, tetapi jika disebutkan juga tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri, maka pengertian perjanjian ini meliputi baik perjanjian sepihak maupun dua pihak. 12 Berdasarkan pendapat para sarjana dapat diketahui bahwa menurut Subekti suatu perjanjian adalahperistiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian- perjanjian itu dibagi dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang misalnya jual beli, tukar, sewa, hibah, dan lain-lain. 2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu misalnya perjanjian perburuhan dan lain- lain. 3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu misalnya tidak membuat tembok yang tinggi. Dari peristiwa ini maka timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.Perjanjian merupakan bagian dari perikatan, oleh karena itu perikatan lebih luas dari pada perjanjian.Dalam 12 Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit, hal. 63-64. Universitas Sumatera Utara bentuknya,perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 13 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 14 Menurut R.Wirjono perjanjian merupakan hubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian. 15 Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu merupakan hubungan hukum dengan adanya kesepakatan antara para pihak dimana kesepakatan yang dimaksud yakni adanya persesuaian kehendak antara para pihak yaitu dengan bertemunya antara penawaran dan penerimaan sehingga perjanjian ini bersifat konkret. Pada umumnya suatu perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan, dan andaikata dibuat tertulis maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. 16 Untuk beberapa perjanjian, undang-undang menentukan bentuk-bentuk apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah.Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidak sah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja tetapi merupakan syarat adanya perjanjian. 13 R. Subekti2, Hukum Perjanjian cetakan XI, Jakarta: PT Intermasa, 1987, hal. 1. 14 R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Bina Cipta, 1987, hal. 49. 15 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: PT Bale, 1989, hal. 7. 16 Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Perikatan, Medan: Perpustakaan USU, 2010, hal. 34. Universitas Sumatera Utara Perjanjian tertentu atau khusus dalam prakteknya memiliki beragam bentuk misalnya tukar-menukar, pinjam, hibah atau pemberian, penanggungan hutang, jual beli, sewa-menyewa maupun leasing dan masih banyak lagi ragamnya. Di dalam masyarakat ada 2 kemungkinan lahirnya perjanjian itu yaitu : 1. Sejak terjadinya kata sepakat para pihak. Yakni kesepakatan itu sebenarnya sudah cukup secara lisan, hanya saja supaya lebih kuat mengikat bagi pihak- pihak itu dapat dilakukan secara tertulis, baik dengan akta ataupun tanpa akta. 17 2. Sejak pernyataan sebelah-menyebelah bertemu yang kemudian diikuti sepakat. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, perjanjian itu timbul karena : 1. Persetujuan Overeenkomst. 2. Dari Undang-Undang. a. Perjanjian yang lahir dari persetujuan. Persetujuan atau overeenkomst dapat juga disebut “Contract”. Yang berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih Pasal 1313 KUH Perdata. Tindakan atau perbuatan handeling yang menciptakan persetujuan, berisi “pernyataan kehendak” wils verklaring antara para pihak.Dengan demikian persetujuan tiada lain dari pada “persesuaian kehendak” antara para pihak. Persesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dengan lisan, tulisan, dan lain-lain. Pihak yang satu menawarkan atau memajukan “usul” serta pihak yang lain menerima atau menyetujui usul tersebut.Jadi dalam persetujuan terjadi acceptance atau 17 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil,Op.Cit., hal. 228. Universitas Sumatera Utara penerimaan atau persetujuan usul. Dengan adanya penawaran atau usul serta persetujuan oleh pihak lain atas usul, maka lahirlah “persetujuan” atau “kontrak” yang “mengakibatkan ikatan hukum” bagi para pihak. 18 Umumnya ikatan hukum yang diakibatkan persetujuan adalah saling “memberatkan” atau “pembebanan” kepada para pihak kreditur dan debitur seperti yang jumpai dalam persetujuan jual-beli, sewa-menyewa, pengangkutan, dan lain-lain. Akan tetapi sifat yang saling membebankan itu tidak selamanya menjadi ciri persetujuan.Pembebanan terkadang hanya diletakkan kepada keuntungan sepihak, seperti dalam pemberian hibah schenking.Namun ciri umum dari setiap kontrak ialah bersifat partai yang saling memberatkan jual-beli, sewa-menyewa, persetujuan kerja, dan lain-lain.Dan sepanjang tinjauan dari sudut persoon yang menjadi pelaku persetujuan, bisa saja terjadi tindakan hukum sepihak, dua pihak atau banyak pihak.Hal ini terjadi karena pernyataan keinginan tadi tidak hanya berupa satu pernyataan saja tetapi mungkin beberapa pernyataan kehendak. b. Perjanjian yang lahir dari undang-undang. Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam pasal 1352 KUH Perdata : 1. Semata-mata dari undang-undang. 2. Dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Persetujuan yang menimbulkan perikatan semata-mata karena undang- undang tidak terlalu dibahas dikarenakan pada umumnya persetujuan telah diatur tersendiri dalam ketentuan yang jelas. Sedangkan persetujuan atau perjanjian yang 18 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 24. Universitas Sumatera Utara lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia dapat dibedakan sesuai dengan ketentuan Pasal 1353 KUH Perdatayaitu ; 1.Yang sesuai dengan hukum atau perbuatan yang rechtmatig. 2. Karena perbuatan dursila atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum onrechtmatige daad. Ketetapan mengenai kapan perjanjian timbul mempunyai arti yang pentingbagi : 1. Penentuan risiko. 2. Kesempatan penarikan kembali penawaran. 3. Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa. 4. Menentukan tempat terjadinya perjanjian. Penetapan mengenai lahirnya atau timbulnya perjanjian telah menimbulkan beberapa teori yakni : a. Teori Pernyataan Uitingstheorie. Menurut teori ini, perjanjian telah ada pada saat atas suatu penawaran atau telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan atau akseptasinya. Pada saat tersebut pernyataan kehendak dari orang yang menawarkan dan akseptor saling bertemu. 19 b. Teori Pengiriman Verzendingstheorie. Dengan menetapkan bahwa saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian, maka orang mempunyai pegangan yang relatif pasti mengenai saat terjadinya perjanjian.Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan, sebab sejak saat surat dikirimkan, akseptor tidak mempunyai kekuasaan lagi atas surat 19 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku 1, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 257. Universitas Sumatera Utara jawaban tersebut. Teori ini merupakan perbaikan atas keberatan teori pernyataan. 20 c. Teori Pengetahuan Vernemingstheorie. Teori ini adalah teori yang paling sesuai dengan prinsip bahwa perjanjian lahir atas dasar pertemuan dua kehendak yang dinyatakan pernyataan kehendak, dan kedua pernyataan kehendak itu harus dapat dimengerti oleh pihak yang lain. 21 d. Teori Pitlo Perjanjian itu lahir pada saat dimana orang yang mengirimkan jawaban secara patut boleh mempersangkakan beranggapan, bahwa orang yang diberikan jawaban mengetahui jawaban itu.Dengan demikian jawaban itu harus sudah sampai pada orang yang dituju dan terlepas dari apakah si penerima jawaban secara riil sudah mengetahui isi jawaban atau belum sesudah lewat jangka waktu tertentu yang dengan melihat kepada keadaan kiranya patut dipersangkakan bahwa orang itu mengetahui jawaban itu maka perjanjian itu lahir. 22 e. Teori Penerimaan Ontvangsttheorie. Didalam teori ini pada saat diterimanya jawaban, tidak diperdulikan apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka, untuk menentukan saat lahirnya sepakat. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat. 23 20 Ibid. , hal. 258. 21 Ibid. , hal. 259. 22 Ibid. , hal. 260. 23 Ibid. , hal. 262. Universitas Sumatera Utara

B. Asas – Asas Hukum Dalam Suatu Perjanjian