B. Asas – Asas Hukum Dalam Suatu Perjanjian
Asas hukum merupakan suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya yang
diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.
Asas-asas hukum bukan merupakan hukum konkrit tetapi merupakan pikiran dasar umum dan abstrak atau latar belakang peraturan konkrit yang
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif.Asas hukum dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat
atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Di dalam Buku III KUH Perdata dikenal lima asas penting dalam hukum
perjanjian. Asas-asas penting dalam hukum perjanjian itu antara lain sebagai berikut :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang.
24
Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relatif kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab.Asas inilah yang menyebabkan
hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal-pasal dalam hukum perjanjian sebagian besar karena Pasal 1320 KUH Perdata bersifat pemaksa dinamakan
hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian namun bila mereka
24
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1990, hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
tidakmengatur sendiri sesuatu soal maka mereka para pihak mengenai soal itu tunduk pada undang-undang yang dalam hal ini Buku III KUH Perdata.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuanPasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Walaupun berlaku asas ini kebebasan berkontrak tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
kesusilaan, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
25
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang berbunyi :
“ Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara emberional lahir pada zaman Yunani yang diteruskan
oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaisance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groth, Thomas Hobbes, John Locke, dan Rosseau.
Menurut paham individualisme, sistem orang bebas untuk memperoleh apa yang
25
Ibid. , hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”.
26
Asas kebebasan berkontrak melalui perkembangannya mengalami beragam pembatasan yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Munculnya aliran didalam masyarakat menuju kepada keadilan sosial yang
merupakan terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. 2.
Munculnya bentuk persekutuan dalam lapangan lalu lintas perekonomian menjadi sebuah perseroan yang semakin besar sehingga kebebasan pribadi
menjadi terbatas. 3.
Munculnya keformalitasan yang diciptakan oleh pihak sendiri. 2.
Asas Konsensualisme Kata konsensualisme berasal dari bahasa latinconsensus yang berarti
sepakat. Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata.Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.Asas konsensualisme artinya perjanjian itu terjadi ada sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak.
Dengan kata lain perjanjian itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.
Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.Perjanjian menurut KUH Perdata secara umum bersifat
konsensual, kecuali beberapa perjanjian tertentu yang merupakan perjanjian riil atau formal.
27
26
Salim H.S,Op.Cit., hal. 9.
27
Budiman N.P.D. Sinaga, Op.Cit., hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
Asas konsensualisme muncul dari hukum Romawi dan hukum Jerman.Di dalam hukum Jerman tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal
adalah perjanjian riil dan perjanjian formil.Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata kontan dalam hukum adat atau
perjanjian yang baru terjadi jika barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.Contoh dari perjanjian riil adalah utang piutang, pinjam pakai, dan
penitipan barang.Sedangkan yang disebut perjanjian formil adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis baik berupa akta
autentik maupun akta di bawah tangan.
28
Dalam hukum Romawi dikenal dengan istilah Contractus Verbis Literis dan Contractus Innominaat yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila
memenuhi bentuk yang telah ditetapkan.Asas konsensualisme yang dikenal di dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu dapat dibuat secara lisan saja dan juga dapat dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika
dikehendaki sebagai alat bukti.Perjanjian yang dibuat secara lisan saja didasarkan pada asas bahwa “manusia itu dapat dipegang perkataannya”, artinya dapat
dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya.Namun demikian ada beberapa perjanjian tertentu yang harus dibuat secara tertulis misalnya perjanjian
perdamaian, perjanjian penghibahan, perjanjian pertanggungan.Tujuannya tidak lain sebagai alat bukti lengkap dari apa yang mereka perjanjikan.
29
Perjanjian dengan bentuk formalitas tertentu semacam ini disebut perjanjian formal.
28
Salim H.S, Op.Cit., hal. 10.
29
Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004, hal. 228.
Universitas Sumatera Utara
3. AsasMengikatnya Suatu Perjanjian Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda
atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas pacta sunt servanda
adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-
undang.Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
30
Asas pacta sunt servanda
dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi :
“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas pacta sunt servanda
pada awalnya dikenal di dalam hukum gereja.Yakni disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada
kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah.Namun dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti pactum, yang berarti
sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.Sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.
31
4. Asas Itikad Baik
Menurut R. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian itikad baik itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian karena
itikad baik merupakan landasan utama untuk dapat melaksanakan suatu perjanjian dengan sebaik-baiknya dan sebagaimana mestinya.
30
Salim H.S., Loc.Cit.
31
Ibid. , hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas itikad
baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh atau kemauan baik dari para pihak. Dalam Pasal 1338 ayat 3 hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi
pelaksanaan suatu perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan atau keadilan.
32
Jika di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata dapat di pandang sebagai suatu syarat atau tuntutan kepastian hukum janji itu mengikat, maka
pada ayat ketiga ini harus dipandang sebagai suatu tuntutan keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang akan diperjanjikan harus dipenuhi. Namun
dalam menuntut dipenuhinya janji itu tidak boleh meninggalkan norma-norma keadilan atau kepatutan.
5. Asas Kepribadian Personalitas
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorang dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan
perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Suatu perjanjian hanya berlaku antara
pihak-pihak yang membuatnya.”Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para
32
R. Subekti2,Op.Cit., hal. 41-42.
Universitas Sumatera Utara
pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.Namun ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata
yang berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian orang
lain mengandung suatu syarat semacam itu.”Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan
suatu syarat yang ditentukan.Sedangkan pada Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli
warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan diantara kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata
mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang
yang memperoleh hak daripadanya.
33
C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian