Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.Namun ketentuan itu ada pengecualiannya sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian orang lain mengandung suatu syarat semacam itu.”Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.Sedangkan pada Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan diantara kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. 33

C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian, sebab dengan melalui perjanjian pihak-pihak dapat membuat segala macam perikatan sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Buku III KUH Perdata, tetapi juga telah dikemukakan kebebasan berkontrak tersebut bukan berarti boleh membuat perjanjian secara bebas, melainkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk sahnya suatu perjanjian. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata ditentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan oleh seseorang agar para pihak dapat secara sah melahirkan hak- 33 Salim H.S, Op.Cit., hal. 13. Universitas Sumatera Utara hak dan kewajibannya bagi mereka atau pihak ketiga yang jika diperlukan dapat dimintakan bantuan pihak pengadilan dalam pemenuhannya, dengan kata lain akan diatur apakah syaratnya agar para pihak yang saling mengadakan janji dikatakan telah mengadakan perjanjian. 34 Menurut Pasal 1320 KUH Perdata tersebut untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu : 35 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Pasal 1320 KUH Perdata ini merupakan pasal yang sangat popular karena menerangkan tentang syarat yang harus dipenuhi untuk lahirnya suatu perjanjian.Dalam hal ini syarat sahnya perjanjian dibagi dalam dua bagian, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. 1. Syarat Subjektif Dikatakan sebagai syarat subjektif yaitu karena syarat dari perjanjian itu berkaitan dengan pihak yang membuat perjanjian subjek perjanjian. Syarat subjektif ini terdiri atas : a. Adanya kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing yaitu dengan bertemunya antara penawaran offer dan penerimaan acceptence sebagai unsur dari 34 Hasim Purba, Op.Cit., hal. 41. 35 Ahmadi Miru, Sakka Pati., Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara kesepakatanyang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak adanya paksaan, kekeliruan, dan penipuan. 36 Dengan dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak.Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut. 37 Menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni yang disebut cacat kehendak kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan. Tiga unsur cacat kehendak dalam Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain : 1. Kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan atau dwaling Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tetapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya atau objeknya. 2. Paksaan atau dwangPasal 1323-1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Paksaan itu terjadi apabila seseorang tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya atau bukan karena kehendaknya sendiri namun dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan itu berwujud kekerasan jasmani atau ancaman akanmembuka 36 Riduan Syahrani, Op.Cit., hal. 205. 37 Hasim Purba, Op.Cit., hal. 42. Universitas Sumatera Utara rahasia yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Paksaan yang dapat mengakibatkan pembatalan persetujuan ialah ancaman dengan penganiayaandengan pembunuhan atau dengan membongkar suatu rahasia. 38 Dalam mempertimbangkan sifat ancaman ini harus diperhatikan kelamin serta kedudukan dari orang-orang yang bersangkutan ayat 2 dari Pasal 1324 KUH Perdata.Ancaman ini juga dapat dilakukan oleh orang ketiga atau terhadap suami atau isteri atau sanak keluarga dalam garis lurus keatas atau kebawah dari pihak yang bersangkutan Pasal 1323 dan Pasal 1325 KUH Perdata. Jika suatu pihak, untuk menyetujui suatu perjanjian didorong oleh ketakutan saja karena hormat ayah, ibu, atau lain sanak keluarga dalam garis lurus keatas maka menurut Pasal 1326 KUH Perdata ini tidak merupakan alasan pembatalan persetujuan. Pasal 1327 KUH Perdata mengenaipengesahan atau penguatan secara tegas atau secara diam-diam dari suatu persetujuan yang diadakan dengan paksaan. 3. Penipuan atau bedraq Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati. Orang yang menyetujui membuat perjanjian karena ditipu dapat meminta pembatalan perjanjian tersebut, apabila orang itu tidak akan membuat perjanjianseandainya orang tersebut tidak ditipu. Hal ini dapat dilakukan apabila memang penipuan itu terbukti secara hukum. 38 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 33-34. Universitas Sumatera Utara Cara yang paling tepat untuk membuktikan adanya penipuan tersebut adalah adanya putusan pengadilan dalam perkara pidana yang menghukum pihak yang dinyatakan menipu tersebut. 4. Penyalahgunaan keadaan atau undue influence Tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada kedua hal berikut yakni : 39 1. Penyalahgunaan keunggulan ekonomi. 2. Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, pengetahuan, dan pengalaman. Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik hanya terkadang salah satu pihak mempunyai rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak berpengalaman, atautidak tahu.Konsekuensi apabila ada penyalahgunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Cakap bekwaam merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. 40 Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya belum mencapai 21 tahun.Khusus untuk orang yang menikah sebelum usia 21 tahun tersebut, tetap dianggap cakap walaupun dia bercerai sebelum mencapai usia 21 tahun. Jadi janda ataupun duda tetap dianggap cakap walaupun usianya belum mencapai 21 tahun. 39 Handri Raharjo1, Op.Cit., hal. 51. 40 Riduan Syahrani,Op.Cit., hal. 208. Universitas Sumatera Utara Menurut ketentuan Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang berada dibawah pengampuan, dan wanita bersuami. Apabila mereka melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka, dan bagi isteri ada izin suaminya.Menurut hukum nasional Indonesia saat ini, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi tidak perlu lagi izin dari suaminya. Hal ini diaturdalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo SEMA No. 3 Tahun 1963. 41 Selain kecakapan, ada juga disebut dengan kewenangan melakukan perbuatan hukum atau kewenangan membuat perjanjian. 42 Dikatakan ada kewenangan apabila seseorang mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, dalam hal ini membuat perjanjian.Dikatakan tidak ada kewenangan apabila tidak membuat kuasa untuk itu. Akibat hukum ketidakcakapan atau ketidakwenangan membuat perjanjian ialah bahwa perjanjian yang telah dibuat itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim.Jika pembatalan itu tidak dimintakan oleh pihak yang berkepentingan, maka perjanjian itu tetap berlaku bagi pihak-pihak.Apabila syarat kesepakatan dan kecakapan tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.Artinya yakni salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakati.Namun jika para pihak tidak keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. 41 Salim H.S, Op.Cit., hal. 24. 42 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 93. Universitas Sumatera Utara 2. Syarat Objektif Dikatakan sebagai syarat objektif yaitu karena syarat dari perjanjian itu berkaitan dengan objek dari perjanjian. Syarat objektif ini terdiri atas : a. Suatu Hal Tertentu Sebagai syarat ketiga dari sahnya perjanjian hal ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas dan merupakan prestasi yang yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian.Hal yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asalkan dapat dihitung atau dijelaskan. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. 43 Jika prestasi itu kabur sehingga perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan maka dianggap tidak ada objek perjanjian. b. Suatu sebab yang halal Causa yang halal yakni bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak- pihak.Misalnya dalam perjanjian sewa menyewa, isi perjanjian ialah hak milik berpindah dan sejumlah uang diserahkan. Dalam perjanjian sewa menyewa isi perjanjian ialah pihak yang satu menginginkan kenikmatan atas suatu barang, sedangkan pihak lainnya 43 Ibid. , hal. 94. Universitas Sumatera Utara menghendaki sejumlah uang.Tujuannya ialah penguasaan barang itu diserahkan dan sejumlah uang dibayar.Menurut undang-undang, causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,dan kesusilaan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Apabila syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal tidak dapat terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.Artinya yakni bahwa dari awal perjanjian itu dianggap tidak ada. 44

D. Berakhirnya Suatu Perjanjian