BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sejalan dengan jenis penelitian ini, yakni penelitian hukum normatif, maka yang menjadi data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun data
sekundernya berupa peraturan-peraturan perundang-undangan, yang berupa peraturan pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya. Dalam hal ini
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun wakilnya, yang dikeluarkan sebagai bentuk pelaksanaan daripada Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan, berikut perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan. Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang senantiasa
bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin luas, harus selalu diikuti secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan
tanggung jawabnya kepada masyarakat. Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dana dan penyalur dana
masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembagunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup masyarakat.
46
Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan suatu bentuk peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai perbankan, sebagai tindak lanjut dalam
mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai pemerintah seperti dijelaskan didalam penjelasan sebelumnya.
Di dalam Undang-undang Perbankan diatur mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia perbankan, mulai dari definisi istilah-istilah perbankan,
hingga kedalam seluk beluk pengaturan mengenai aktifitas perbankan pada umumnya, peranan Bank Indonesia sebagai bank sentral, maupun sanksi dan
ketentuan pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perbankan. Adapun penelitian ini mengkhususkan kepada penelitian terhadap kebijakan
publik yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Bank Indonesia, dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Yang berkaitan dengan penerapan
Prinsip Kehati-hatian Prudent Banking Principle , sebagai salah satu asas penting dalam dunia perbankan, khususnya yang berkaitan dengan pengaturan mengenai
kredit perbankan. Ketentuan mengenai asas atau prinsip kehati-hatian ini, tercantum didalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang berbunyi : ” Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. ” Hal ini memberikan pengertian bahwa prinsip kehati-hatian merupakan asas yang mutlak untuk dilaksanakan oleh dunia
perbankan, yang merupakan bisnis penuh dengan risiko full risk business .
Dan juga diatur didalam Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan, yang berbunyi : ” Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.”
Mengenai pengertian kredit diatur juga didalam Undang-undang Perbankan. Kredit merupakan salah satu usaha utama dalam dunia perbankan, yang berguna
menjaga kelangsungan hidup bagi dunia perbankan. Kredit sebagai salah satu usaha perbankan, diatur di dalam Pasal 6 huruf B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan. Bank Indonesia sebagai bank sentral, mempunyai kedudukan dan peranan
yang sangat strategis didalam dunia perbankan. Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai kewenangan sebagai wakil dari pemerintah dalam mengatur sistem
perbankan nasional, dan juga mengadakan pembinaan dan pengawasan. Dengan jalan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai segala
sesuatu yang menyangkut mengenai operasional perbankan, kebijakan-kebijakan moneter, maupun ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman bagi para pelaku
bisnis perbankan. Sedangkan mengenai kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral itu
sendiri, diatur didalam Pasal 1 ayat 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Dan juga didalam Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.
Bank Indonesia sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan, mempunyai tugas untuk menetapkan batas maksimum pemberian kredit perbankan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Hal tersebut merupakan
bentuk pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian Prudent Banking Principle didalam pemberian kredit perbankan.
Sedangkan ketentuan perundang-undangan yang lain, yang memberikan kewenangan terhadap Bank Indonesia, guna melaksanakan prinsip kehati-hatian
Prudent Banking Principle didalam pelaksanaan pemberian kredit perbankan tercantum didalam Pasal 29 ayat 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang berbunyi ; ” ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 ditetapkan oleh Bank Indonesia ”. Saat ini Bank Indonesia tengah melakukan penyempurnaan sistem
pengawasan bank, dari sistem compliance kepatuhan pada regulasi menjadi pengawasan risiko risk based supervision . Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
permasalahan bank sejak dini. Mulhadi, 2005:10 Untuk melaksanakan berbagai ketentuan mengenai pemberian kredit
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian Prudent Banking Principle , sebagaimana yang tercantum didalam Undang-undang Perbankan, maupun Undang-
undang tentang Bank Indonesia tersebut diatas, Bank Indonesia mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yang berisi pedoman pelaksanaan prinsip kehati-
hatian Prudent Banking Principle didalam usaha perbankan, yang didalamnya termasuk pula pengaturan mengenai kredit perbankan.
Pedoman pelaksanaan usaha perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tersebut, sebagai penerapan prinsip kehati-hatian Prudent Banking Principle
dimuat didalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 58PBI2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, dan penjelasannya didalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 521DPNP Tahun 2003 Perihal Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Pengertian manajemen risiko didalam peraturan perundangan tersebut adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Adapun penegrtian risiko itu sendiri menurut Pasal 1 ayat 2 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 58PBI2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, adalah potensi terjadinya suatu peristiwa events yang dapat menimbulkan
kerugian bank. Penerapan Manajemen Risiko tersebut bagi bank umum merupakan wujud
pelaksanaan daripada prinsip kehati-hatian Prudent Banking Principle didalam kegitan usaha perbankan. Dan juga sebagai usaha untuk mewujudkan tata kelola yang
sehat atau good corporate governance dalam kegiatan usaha perbankan. Situasi lingkungan internal maupun eksternal perbankan mengalami perkembangan pesat
saat ini, yang menimbulkan semakin kompleksnya risiko yang timbul dari usaha perbankan.
Pedoman standar penerapan manajemen risiko bagi bank umum yang tertuang didalam PBI Nomor 58PBI2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum, merupakan acuan standar yang wajib dipenuhi oleh bank, sehingga bank dapat memperluas dan memperdalam sesuai dengan kebutuhan bank.
Proses penerapan manajemen risiko didalam kegiatan usaha perbankan dilakukan terhadap risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,
risiko hukum, risiko reputasi, dan risiko strategis, serta risiko kepatuhan. Khusus didalam penelitian ini hanya membatasi mengenai lingkup risiko kredit, sebagaimana
tema penelitian yang diambil yakni tentang prinsip kehati-hatian Prudent Banking Principle didalam pemberian kredit perbankan.
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan counterparty memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai
aktivitas fungsional bank seperti perkreditan penyediaan dana, treasuri dan investasi, dan pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam banking book maupun
trading book. Lampiran SE No.521DPNP, 2003: 19 Produk perundang-undangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi
bank umum tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan yang menyertainya. Karena tidak mungkin ada suatu produk peraturan perundang-
undangan yang bisa sempurna, tanpa ada revisi atau perbaikan terhadap produk perundang-undangan tersebut. Hingga saat ini, kondisi perbankan nasional masih
sangat rapuh dan rawan terhadap kredit bermasalah non perfoming loan . Hal ini bisa menggambarkan bagaimana tingkat keberhasilan dari dikeluarkannya suatu
produk perundang-undangan yang khususnya mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum, sebagai bagian pelaksanaan daripada prinsip
kehati-hatian Prudent Banking Principle dalam kegiatan usaha perbankan khususnya didalam pemberian kredit.
B. Pembahasan