BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam memasuki era globalisasi yang meliputi semua aspek kehidupan baik politik, sosial, budaya, dan ekonomi banyak tuntutan yang harus dipenuhi oleh suatu
negara. Untuk memenuhi tuntutan tersebut tiap negara harus melaksanakan pembangunan agar dapat mensejajarkan diri dengan negara-negara lain. Begitu pula
dengan Indonesia, usaha untuk memenuhinya terdapat dalam tujuan bangsa Indonesia seperti yang termaktub didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4,
yaitu sebagai berikut : 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Tujuan tersebut dapat tercapai apabila dilaksanakan berdasarkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu bidang pembangunan nasional yang
dilaksanakan adalah pembangunan dibidang ekonomi. Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasaran-sasarannya.
Sasaran ini terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu.
1
Untuk itu upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya industri perbankan menjadi sangat penting.
Sektor perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. William A Lovett, 1997:1 Lancarnya
aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran
akhir dari kebijakan-kebijakan disektor perbankan. Mengingat pentingnya fungsi perbankan, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
menjadi sangat penting untuk dilakukan. Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh dengan resiko full risk business , disamping menjanjikan keuntungan yang
besar jika dikelola dengan baik dan prudent. Prinsip kehati-hatian prudent banking principle adalah suatu asas atau
prinsip yang menyatakan bahwa Bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana
masyarakat yang dipercayakan padanya. Rachmadi Usman, 2001:18 Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ” bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian.” Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana
disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-undang Perbankan di atas, tidak ada penjelasan yang secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa Bank dan
orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-
masing secara cermat, teliti dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu, Bank dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan
usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. www.bappenas.go.id
.,
diakses 16 Juli 2007
Prinsip kehati-hatian juga ditegaskan dalam Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Perbankan yang berbunyi : “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan Bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Dalam penjelasan Pasal 29 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 dikatakan antara lain : “Di pihak
lain, Bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan Bank
yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian” Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan, dalam hal ini Bank
Indonesia berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya,
kebijakan pemerintah disektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Pemerintah telah cukup memberikan
perhatian pada penyempurnaan peraturan-peraturan hukum di bidang perbankan.
Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang bersifat teknis sudah cukup tersedia. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian prudent
banking principle sudah sangat memadai. Namun demikian kelengkapan peraturan saja tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari
segala permasalahan. Mulhadi, 2005:3 Prinsip kehati-hatian itu harus dijalankan oleh Bank tidak hanya karena
dihubungkan dengan kewajiban Bank untuk tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank, tetapi juga karena kedudukan Bank
yang istimewa dalam masyarakat yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah
penyimpan dana dari Bank itu saja. Penerapan prinsip kehati-hatian serta kesehatan bank tidak dapat dilepaskan
begitu saja
dari aspek
pengaturan berbagai
pihak yang
terlibat dalam kancah dunia perbankan. Ada kepentingan yang paling utama yang dimiliki
oleh negara, dimana pengaturan masalah bank dapat dikatakan sebagai wujud dari adanya campur tangan negara di bidang perekonomian.
Dalam kaitannya dengan dunia perbankan, campur tangan negara dapat dilihat melalui berbagai aspek, yakni aspek politik hukum, aspek perijinan, serta
aspek usaha secara langsung. Dengan politik hukum pemerintah berusaha mengendalikan perbankan melalui pembentukan hukum di bidang perbankan, dilihat
dari aspek perizinan pemerintah mengendalikan sektor perbankan melalui perijinan- perijinan yang diberikan guna memperlancar dunia usaha, serta perbankan dapat
dilihat dari aspek kegiatan usaha langsung, maka pemerintah terjun secara langsung melakukan
kegiatan perbankan
dengan mendirikan
bank pemerintah
http:adln.lib.unair.ac.id, diakses 16 Juli 2007 Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional keropos adalah
akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank, yang cenderung mengeksploitasi dan atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha. Disamping faktor
penunjang lain yakni lemahnya kontrol pengawasan dari pemerintah melalui Bank Indonesia. http:www.kompas.com, diakses 24 Juni 2007
Peranan sektor keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan meningkat. Salah satu sektor keuangan yang memiliki peran cukup besar adalah
perbankan. Perkembangannya ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit yang disalurkan meningkat sebesar 14,1 persen dari sekitar Rp 698,7 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp 787,1 triliun pada tahun 2006, dan mencapai Rp 794,7 triliun di bulan Maret 2007 http:www.bappenas.go.id
,
diakses 16 Juli 2007 . Kredit menjadi
sumber pendapatan terbesar bagi pihak kreditur, dalam hal ini adalah perbankan, dan juga merupakan salah satu penyebab utama perbankan menghadapi permasalahan
atau risiko. Penyaluran dana kepada pihak ketiga atau penyaluran kredit, merupakan
usaha perbankan yang menjadi salah satu faktor utama penyebab terpuruknya kondisi perbankan nasional saat ini, karena banyak penyimpangan-penyimpangan sistem dan
prosedur pemberian kredit. Para pelaku usaha perbankan saat ini banyak yang
mengabaikan tentang arti pentingnya prinsip kehati-hatian dalam melakukan usahanya didalam penyaluran kredit.
Angka kredit macet non performing loan NPL yang dialami perbankan nasional saat ini cukup tinggi, menurut ketentuan dari Bank Indonesia toleransi
terhadap angka kredit macet dalam suatu Bank adalah 2 sampai dengan 5 .. Hal tersebut jelas menggambarkan betapa buruk dan rendahnya komitmen untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian di kalangan pelaku bisnis perbankan, khususnya mengenai kegiatan penyaluran dana kepada pihak ketiga.
Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian guna mengetahui sampai sejauh mana Bank Indonesia menerapkan prinsip kehati-hatian, dalam pengambilan
kebijakan-kebijakan bagi perbankan nasional, khususnya mengenai pemberian kredit perbankan. Hal ini dilakukan dengan mencari tahu tentang kebijakan apa yang telah
diambil atau dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sehubungan dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Perbankan,
khususnya dalam pemberian kredit perbankan. Dan mencari apa sajakah yang menjadi persamaan dan perbedaan dari kebijakan tersebut, dengan ketentuan yang
ada dalam Undang-undang Perbankan, kaitannya dengan penerapan prinsip kehati- hatian.
Berdasarkan uraian diatas, maka dari itu penulis merasa sangat tertarik untuk
menulis tesis dengan judul : “ANALISIS YURIDIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA
MENGENAI PRINSIP
KEHATI-HATIAN DALAM
PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN “
B. Perumusan Masalah