Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, Bogor: Politea, E Sahetapy, Pisau Analisis Kriminologi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari KUHP

R. Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, Bogor: Politea,

1994. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2007. Soedjono Dirdjosisworo, Sinopsis Kriminologi Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju, 1994 Sambas, Nandang, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.

J. E Sahetapy, Pisau Analisis Kriminologi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2005 Simajuntak, Pengantar Kriminologi dan Sosiologi, Bandung:Tarsito, 1977. Subekti, R dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1992. Suharto, Edi, Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial, Lembaga Studi Pembangunan –Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung, 1997. Suharto, Edi, Pendekatan Pekerjaan Sosial dalam Mengatasi Masalah Anak, Bandung, 2003. Susanto, Kriminologi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2011. Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2010. Internet : www.google.com , http:detikNews.html , diakses pada hari Jumat, 20 Desember 2013. http:kompas.html , diakses pada hari Sabtu, 9 November 2013 PeraturanPerundang-undangan : Undang-UndangNomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Universitas Sumatera Utara BAB III TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI KUHP, UU PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 23 TAHUN 2002, DAN UU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK UU NO. 11 TAHUN 2012

A. Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari KUHP

Kasus pemerkosaan akhir-akhir ini telah menimbulkan reaksi dari masyarakat bahkan ketidakpuasan terhadap pidana yang telah dijatuhkan. Selain daripada pemerkosaan dan pemidanaan terhadap permekosaan yang disorot, sering juga orang membicarakan penanggulangan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Mengamati pandanganpendapat terhadap penanggulangan akibat tindak kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana dimuat dalam BAB II KUHP, tampaknya masih kurang tepat jika hal tersebut dibebankan kepada penegak hukum. KUHP Indonesia yang dijadikan acuan utama bagi kalangan praktisi hukum untuk menjaring pelaku kejahatan kekerasan seksual mengandung kekurangan secara substansial dalam hal melindungi korban kejahatan. Korban dalam sisi yuridis ini tidak mendapatkan perlindungan yang istimewa. Dalam pembahasan ini penulis akan uraikan atau deskripsikan posisi korban kekerasan seksual dalam perspektif hukum positif KUHP. Tindak pidana perkosaan dalam KUHP dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pasal 289 dan Pasal 290. Disini penulis membahas Pasal 289 sehubungan dengan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Dalam rumusan KUHP dirumuskan perbuatan perkosaan pada Pasal 289 yang bunyinya sebagai berikut: Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama- lamanya sembilan tahun”. Sedangkan dalam pasal 290 berbunyi: Universitas Sumatera Utara Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum: 1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya. 2. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat dikawin. 3. Barangsiapa membujuk menggoda seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalu tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan oranglain dengan tiada kawin. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang harus ada untuk adanya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur adalah: 1 barangsiapa, 2 dengan kekerasan, atau 3 dengan ancaman kekerasan, 4 memaksa, 5 seorang wanita yang belum masanya kawin, 6 adanya percabulan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cabul diartikan keji, kotor, tidak senonoh melanggar kesopanan, kesusilaan. Universitas Sumatera Utara Yang dimaksud dengan perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Sanksi hukuman berupa pemidanaan yang terumus dalam pasal 289 KUHP menyebutkan bahwa paling lama hukuman yang akan ditanggung oleh pelaku adalah sembilan tahun. Hal ini adalah ancaman hukuman secara maksimal, dan bukan sanksi hukum yang sudah dibakukan harus diterapkan. Sanksi minimalnya tidak ada sehingga terhadap pelaku dapat diterapkan berapapun lamanya hukuman penjara sesuai dengan “selera” yang menjatuhkan vonis. Jika kemudian dalam perjalanan sejarah penerapan pasal 289 oleh hakim, hanya ada beberapa kali putusan maksimal itu diterapkan, maka tidak semata-mata bias menyalahka hakimnya, meskipun dalam visi kemanusiaan dan keadilan yang layaknya didapatkan korban, hakim telah bertindak diluar komitmen dan nilai-nilai kemanusiaannya. 1. tentang unsur “barang siapa” dalam KUHP memang tidak penjelasan rinsci. Namun kalau kita lihat dalam Pasal 44, 45, 46, 48, 49,50, dan 51 KUHP dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “barang siapa” atau subjek tindak pidana adalah orang atau manusia. Bukti lain yang menunjukkan bahwa subjek tindak pidana adalah orang lain ialah untuk penjatuhan pidana diharuskan adanya kesalahan atau kemampuan bertanggung jawab dalam hokum pidana sebagaimana diatur dalam pasal 10 KUHP hanya bermakna atau hanya mempunyai arti bila dikenakan pada orang atau manusia. 2. Yang dimaksud dengan “kekerasan” adalah kekuatan fisik atau perbuatan yang menyebabkan orang lain secara fisik tidak berdaya, tidak mampu melakukan perlawanan atau pembelaan. Wujud dari kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini antara lain bias berupa perbuatan menindih, memegang, melukai, mendekap dan perbuatan sebagainya perbuatan fisik yang secara objektif dan fisik yang menyebabkan orang yang terkena tidak berdaya. Universitas Sumatera Utara Dalam tindak perkosaan, kekerasan ini dilakukan oleh pelaku sebagai upaya untuk mewujudkan maksud dan niatnya untuk bersetubuh dengan korban. Sudah barang tentu ini dilakukan karena adanya pertentangan kehendak. Dalam kasus tindak pidana percabulan, berlaku prinsip semakincepat kasus dilaporkan dantempat kejadian perkara diamankan, maka akan semakin cepat tertangkap pelakunya. Untuk menentukan ada atau tidaknya sperma dalam tubuh korban, paling lama visum dilakukan dua hari sejak terjadi perkosaan. 3. Ancaman kekerasan adalah serangan psikis yang menyebabkan orang menjadi ketakutan sehingga tidak mampu melakukan pembelaan atau perlawanan atau kekerasan yang belum diwujudkan tapi menyebabkan korban yang sebagian besar anak-anak menjadi takut dan tidak punya pilihan lain selain mengikuti kehendak orang yag mengancam dengan kekerasan. 4. Unsur “memaksa” dalam pencabulan menunjukkan adanya pertentangan kehendak antara pelaku dengan korban. Sehingga tidak ada pencabulan apabila tidak ada pemaksaan. 5. Unsur yang dipaksa untuk bersetubuh adalah “wanita yang belum masanya untuk kawin” atau anak-anak di bawah umur atau seseorang yang umurnya belum cukup 15 tahun. Terhadap “wanita yang belum dewasa” memerlukan perlindungan khusus sehingga setiap pria yang berniat bersetubuh dangan wanita tersebut mengetahui dan memahami resiko yang lebih besar. Anak-anak wanita yang masih belum mengerti “hubungan seks”, dengan menarik paksa si anak untuk masuk ke rumah dan kemudian ke kamar si pelaku. Dan si pelaku meyuruh si korban untuk membuka seluruh pakaiannya dan langsung menyetubuhinya. Universitas Sumatera Utara 6. Untuk selesainya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur maka harus terjadi pencabulan yang dilakukan pelaku kepada korban. Adapun tanda-tanda atau bukti yang dapat menguatkan bahwa telah terjadi persetubuhan atau penetrasi antara lain: a. Robeknya selaput dara hymen dalam hal anak-anak sebelum dicabuli masih dalam keadaan perawan, bentuk robeknya selaput dara akan berbeda antara hubungan kelamin yang dilakukan paksa, umumnya robekan hymen akan tidak beraturan bila korban berusaha untuk melawan. b. Tanda kekerasan pada vagina vulva yang dimana si pelaku memasukkan penisnya secara paksa atau tergesa-gesa. c. Sperma pelaku yang tertinggal dalam vagina. Perbuatan cabul sebagaimana dijelaskan pada KUHP adalah dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya: a Seorang laki-laki dengan paksa menarik tangan seorang anak perempuan dan menyentuhkan pada alat kelaminnya; b Seorang laki-laki merabai badan seorang anak laki-laki dan kemudian membuka kancing baju anak tersebut untuk dapat mengelus teteknya dan menciuminya. Pelaku melakukan hal tersebut untuk memuaskan nafsu seksualnya. Konsep mengenai kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur Paedofilia ini sebagaimana dalam RUU-KUHP sudah mulai ada kemajuan, terutama dari segi ancaman sanksi hukuman yang akan dikenakan pada pelaku. Masing-masing kejahatan tersebut telah diancam dengan sanksi hukuman bersifat pemberatan. Selain itu, dalam RUU-KUHP telah ada kemajuan mengenai penjatuhan hukuman secara berganda pada pelakunya, yaitu selain dijatuhi sanksi penjara, juga dapat dijatuhi Universitas Sumatera Utara sanksi berupa denda yanratus g sudah disahkan oleh pemerintah, yaitu denda sebesar Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah bagi setiap pelaku Paedofilia yang tertangkap sebagai ganti rugi terhadap anak-anak yang sudah dicabulinya. Meskipun demikian, ancaman hukuman itu masih belum bisa mengimbangi ancaman hukuman yang digariskan hukum Islam. Padahal dalam hukum Islam, kalau kasus seperti itu yang terjadi, maka hukuman maksimumnya adalah hukuman mati. Idealnya, pembaharuan hukum yang hendak direncanakan sebagai bagian dari konsekuensi politik hukum di Indonesia ini adalah dapat mengacu pada kepentingan yang memfokuskan pada kepentingan masyarakat dan korban kejahatan.

B. Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari