Latar Belakang Tinjauan Yuridis Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur Ditinjau Dari Sudut Kriminologi (Studi Kasus Putusan NO. 95/Pid.B/2013/PN.MDN)”

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan anak merupakan suatu kebahagiaan yang tertinggi dalam keluarga. Dari sudut pandangan hukum, keberadaan seorang anak menimbulkan konsekuensi yuridis karena menimbulkan hak-hak dan kewajiban dalam proses pelaksanaan pendidikan keluarga. Kewajiban orangtua terhadap anak-anak dilandasi oleh falsafah moralitas bahwa anak itu merupakan amanat dari Tuhan. Salah satu kewajiban orangtua terhadap anak adalah memberikan pendidikan yang terbaik sehingga anak-anak tersebut menjadi generasi penerus bangsa dan memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa yang akan datang. Agar kelak sang anak mampu memikul tanggung jawab tersebut. Pendidikan terbaik yang harus diperhatikan adalah pendidikan agama dan pendidikan moral. Anak juga merupakan salah satu golongan kelompok rentan yang perlu dilindungi dari segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan tersebut maka si anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun psikologinya. Di samping itu pula anak harus mendapatkan jaminan pemenuhan hak-haknya serta tanpa adanya perlakuan diskriminasi dan kekerasan. Namun pada kenyataannya masih terjadi pelanggaran terhadap hak anak, tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami kekerasan. Kekerasan dan penyalahgunaan seksual masa kanak dapat berdampak sangat serius. Di satu sisi, anak akan mengalami hal-hal yang menakutkan dan menjadi teror sepanjang hidupnya. Selain itu berbagai bujukan, ancaman sekaligus langkah-langkah pelaku dapat menambah rumit permasalahan dengan memunculkan perasaan bersalah dan berdosa pada diri anak. Karena masalah seksual adalah masalah yang ditutup- tutupi dan tabu dibicarakan, anak tidak dapat memahami apa yang terjadi padanya secara sehat. Ketidakmampuan anak untuk memahami apa yang sesungguhnya Universitas Sumatera Utara terjadi dapat memunculkan gangguan-gangguan yang terbawa terus ke masa dewasa. Beberapa hal yang dapat terjadi : 1. Anak mengembangkan pola adaptasi dan keyakinan-keyakinan keliru sesuai dengan sosialisasi yang diterimanya. Misalnya, anak akan menganggap wajar perilaku orang dewasa sedemikian rupa, meniru tindakan yang dilakukan kepadanya, menyalahkan ibu atau orang dewasa yang mengasuhnya yang dianggapnya tidak membelanya dari hal-hal buruk yang dialaminya. Yang juga sering terjadi adalah self-blame, merasa bersalah, merasa menjadi penanggungjawab kejadian yang dialaminya, menganggap diri aneh dan terlahir sial missal: sudah dikutuk untuk selalu mengalami hal buruk dan menyusahkan orang lain dan sebagainya. 2. Anak merasa dikhianati. Bila pelaku kekerasan adalah orang dekat dan dipercaya, apalagi orangua sendiri, anak akan mengembangkan perasaan dikhianati, dan akhirnya menunjukkan ketakutan dan ketidakpercayaan pada oranglain dan kehidupan pada umumnya. Hal ini akan sangat berdampak pada kemampuan sosialisasi, kebahagiaan dan hampir semua dimensi kehidupan psikologis pada umumnya. 3. Stigmatisasi. Di satu sisi, masyarakat yang mengetahui sejarah kehidupan anak akan melihatnya dengan kacamata berbeda. Misalnya dengan rasa kasihan sekaligus merendahkannya, atau menghindarinya. Di sisi lain, anak mengembangkan gambaran negatif tentang diri sendiri. Anak merasa malu dan rendah diri, dan yakin bahwa yang terjadi pada dirinya adalah karena adanya sesuatu yang memang salah dengan dirinya tersebut misalnya melihat diri sendiri anak sial. 4. Traumatasi seksual. Pemaparan pengalaman seksual terlalu dini, juga yang terjadi secara salah, dapat berdampak pada munculnya trauma seksual. Trauma seksual dapat tertampilkan dalam dua bentuk, yaitu inhibisi seksual, yakni hambatan-hambatan untuk dapat tertarik dan menikmati seks, atau justru disinhibisi seksual, yakni obsesi dan perhatian berlebihan pada aktivitas atau hal-hal terkait dengan hubungan seks. Universitas Sumatera Utara Dari laporan akhir tahun 2013, Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA sebanyak 3.023 kasus pelanggaran hak anak terjadi di Indonesia dan 58 persen atau 1.620 anak jadi korban kejahatan seksual. Sekretaris Jendeal Komnas PA, Samsul Ridwan mengungkapkan, jika dibandingkan dengan tahun 2012, jumlah tahun 2013 meroket tajam hingga mencapai 60 persen, dimana korban yang paling banyak anak perempuan dan rata-rata berasal dari kelas ekonomi bawah. Dilihat dari klasifikasi usia, dari 3.023 kasus tersebut, sebanyak 1.291 kasus 45 persen terjadi pada anak berusia 13 hingga 17 tahun, korban berusia 6 hingga 12 tahun sebanyak 757 kasus 26 persen, dan usia 0 hingga 5 tahun sebanyak 849 kasus atau 29 persen. Karena semakin meningkatnya tindak pidana terhadap anak, maka mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian berupa perlindungan kepada anak agar terhindar dari segala tindakan kekerasan. Sebagai suatu bentuk kejahatan, tindakan kekerasan tampaknya tidak akan pernah hilang dari muka bumi ini. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa frekuensi dan insidensi tindakan kekerasan terhadap anak tidak dapat diatasi. Masalah kepedulian terhadap perlindungan anak telah menjadi perhatian bukan saja dalam lingkungan nasional seperti adanya Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undnag-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahkan dalam lingkungan global atau internasional, dibuktikan dengan adanya Konvensi Hak Anak tahun 1989, dan juga Konvensi PBB yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Kitab undang-Undang Hukum Pidana KUHP telah mengatur tindak pidana kekerasan, dalam pasal 290 mengenai kejahatan terhadap kesopanan, namun menurut penulis pasal tersebut belum menimbulkan efek jera bagi pelaku tindakan kekerasan terhadap anak dikarenakan ancaman hukumannya masih ringan. Sehingga dengan adanya Undnag-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak diharapkan dapat menimbulkan efak jera bagi pelaku dimana ancaman hukumannya lebih berat dibandingkan dengan KUHP dan pelaku dapat dikenakan denda. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas penulis menetapkan judul skripsi ini dan selanjutnya penulis akan mengadakan pembahasan tentang TINJAUAN YURIDIS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR DARI SUDUT KRIMINOLOGI STUDI KASUS PUTUSAN NO: 95Pid.B.2013PNMDN.

B. Perumusan Masalah