Unsur setiap orang Unsur dengan sengaja Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

BAB IV ANALISIS YURIDIS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI STUDI KASUS PUTUSAN NO. 95Pid.B2013PN.MDN A. KASUS Terdakwa Khairuddin alias ADEK pada hari, tanggal, dan bulan yang tidak bisa ditentukan lagi tahun 2004 sampai dengan hari Selasa tanggal 22 Mei 2012 atau setidak- tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2004 sampai dengan 2012 bertempat di Jalan Cinta Karya Gg. Bengkok No. 21 Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kotamadya Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam wilayah Hukum Pengadilan Negeri Medan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yakni Indah Permata Sari. B. ANALISA KASUS Berdasarkan kasus yang penulis dapatkan di Pengadilan Negeri Medan terdapat putusan pidana NO. 95Pid.B2013PN.MDN termasuk ke dalam tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, maka dalam hal ini penulis akan memberikan tanggapan atau analisa terhadap kasus tersebut. Dari segi yuridis, Terdakwa melanggar Pasal 81 ayat 1 UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. Yang dimana dalam pasal tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur setiap orang

Universitas Sumatera Utara Unsur ini menunjuk siapa pelaku atau subjek dari tindak pidana yang dimaksud dalam Surat Dakwaan. Dalam persidangan terungkap fakta bahwa terdakwa menerangkan identitas yang sama dengan identitas dalam Surat Dakwaan yaitu Khairuddin alias ADEK, kemudian karena tidak diketemukan fakta-fakta yang dapat menghilangkan atau menghapuskan kesalahan terdakwa, maka dengan demikian dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

2. Unsur dengan sengaja

Dalam teo ri dasar Hukum Pidana, kata “sengaja” digambarkan dalam arti “tahu” dan “dikehendaki” artinya terdakwa tahu akibat apa yang akan timbul dari perbuatan tersebut, sebab terdakwa sejak semula telah mengetahui bahwa orang yang ia cabuli adalah bukan isterinya dan lagi masih anak di bawah umur yakni Indah Permata Sari dan akibat dari perbuatan cabul tersebut, Indah Permata Sari mengalami luka robek pada selaput dara dari hasil Visum et Ripertum Nomor: R236VER2012RS.Bhayangkara, tanggal 17 Oktober 2012, yang ditanda tangani oleh Dr. Syamsul SpOG pada Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

3. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain Bahwa unsur ini bersifat alternatif berarti bahwa apabila salah satu perbuatan dalam unsur ini telah terbukti maka unsur ini juga harus dinyatakan telah terbukti. Dari pemeriksaan persidangan diperoleh fakta Universitas Sumatera Utara bahwa terdakwa Khairuddin alias ADEK mau melakukan perbuatan cabul dengan saksi korban Indah Permata Sari, sehingga saksi merasa kesakitan dan kemudian menjerit dan langsung ditampar pipinya oleh terdakwa sambil mengatakan, “Jangan kau menjerit ku bunuh oma kau, biar gak ada oma lagi”. Selain dari UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Terdakwa juga dapat dikenakan Pasal 285 KUHP menyatakan, “ Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman akan memakai kekerasan memaksa seorang wanita mengadakan hubungan kelamin di luar pernikahan dengan dirinya, karena bersalah melakukan perkosaan dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya dua belas tahun”. Yang dimana unsur-unsur objektif, yakni: a Barangsiapa Dalam Pasal 285 KUHP, barangsiapa ini menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur dalam pasal ini, maka ia dapat disebut pelaku. b Dengan kekerasan atau Karena dalam undang-undang maupun yurisprudensi tidak memberikan arti yang tepat dalam kata “kekerasan”, maka Prof. Simons mengartikan kekerasan ialah setiap pemakaian tenaga badan yang tidak terlalu ringan. c Dengan ancaman akan memakai kekerasan Dalam undang-undang, dengan ancaman akan memakai kekerasan tidak memberikan penjelasannya. Karena kekerasan tidak hanya dapat dilakukan Universitas Sumatera Utara memakai tenaga badan yang sifatnya tidak terlalu ringan, yakni seperti yang dikatakan oleh Prof. Simons, melainkan juga dapat dilakukan dengan memakai sebuah alat, sehingga tidak diperlukan adanya pemakaian tenaga badan yang kuat, misalnya menembak dengan senjata api, menjerat leher dengan seutas tali, dan lain-lainnya, maka mengancam akan memakai kekerasan itu harus diartikan sebagai suatu ancaman, yang apabila yang diancam tidak bersedia memenuhi keinginan pelaku untuk mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku, maka ia akan melakukan sesuatu yang dapat berakibat merugikan bagi kebebasan, kesehatan atau keselamatan nyawa orang yang diancam. d Memaksa Perbuatan memaksa dapat dilakukan dengan perbuatan dan dapat juga dilakukan dengan ucapan. e Seorang wanita f Mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan g Dengan dirinya Yang dimaksud dengan kata- kata “dengan dirinya” ialah diri orang yag dengan kekerasan atau dengan ancaman akan memakai kekerasan telah memaksa korban untuk mengadakan hubungan di luar perkawinan. Dari segi kriminologi, jenis kejahatan yang cocok dikenakan pada Terdakwa Khairuddin alias ADEK adalah The Episodic Criminals, yakni pelaku kejahatan yang melakukan kejahatannya sebagai akibat dorongan perasaanemosi yang mendadak tak terkendali. Dalam kasus ini, terdakwa melakukan kekerasan seksual karena adanya Universitas Sumatera Utara dorongan perasaan emosi yang mendadak tak terkendali. Faktor penyebab kejahatan kekerasan seksual terjadi pada anak di bawah umur antara lain: 1. Faktor keinginan Yang dimaksud dengan faktor keinginan adalah: suatu kemauan yang sangat kuat yang mendorong si pelaku untuk melakukan sebuah kejahatan. Misalnya seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau peristiwa yang secara tidak langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru adegan tersebut. Dalam kasus tersebut, si Terdakwa telah menonton suatu adegan yang secara tidak langsung menimbulkan hasrat dalam diri si Terdakwa. 2. Faktor kesempatan Adapun yang dimaksud dengan faktor kesempatan disini adalah: suatu keadaan yang memungkinkan memberi peluang atau keadaan yang sangat mendukung untuk terjadinya sebuah kejahatan. Faktor kesempatan ini biasanya banyak terdapat pada diri si korban seperti:  Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak - anaknya, hal ini disebabkan orang tua sibuk bekerja.  Kurangnya pengetahuan si anak tentang seks, hal ini didasarkan kepada kebudayaan ketimuran yang menganggap bahwa pengetahuan seks bagi anak merupakan perbuatan yang tabu. Sehingga anak dengan mudah termakan rayuan dan terjerumus tanpa mengetahui akibatnya. Dalam kasus putusan ini, si korban Indah Permata Sari sering dititipkan oleh kedua orang tuanya kepada si Terdakwa Khairuddin alias ADEK karena kedua orang tua korban pergi bekerja. Dan itu membuat si terdakwa mendapatkan kesempatan untuk melakukan kekerasan seksual terhadap korban. 3. Faktor lemahnya iman Universitas Sumatera Utara Faktor lemahnya iman di sini merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan. Dalam kasus putusan tersebut, terdakwa memiliki iman yang lemah, dimana terdakwa telah melakukan kekerasan seksual terhadap korbannya yang bernama Indah Permata Sari. Jika ketiga faktor itu telah terkumpul, maka perbuatan akan terlaksana dengan mudah. Tapi apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut di atas tidak terpenuhi maka kejahatan tidak mungkin terjadi. Misalnya saja apabila hanya ada faktor keinginan dan faktor lemahnya iman, sedangkan faktor kesempatan tidak ada maka perbuatan itu tidak akan terjadi. Demikian juga apabila hanya ada faktor kesempatan, sedangkan faktor keinginan tidak ada serta faktor imannya ada maka perbuatan itu juga tidak akan terjadi. Tetapi faktor yang paling menentukan dalam hal ini adalah: faktor lemahnya iman. Jika lemahnya iman seseorang atau iman seseorang tidak ada, maka perbuatan pasti akan terjadi tanpa ada yang dapat mencegahnya. Motivasi kekerasan seksual ini dapat terjadi karena lingkungan, dimana Terdakwa tinggal di dusun yang begitu padat penduduknya sehingga mengakibatkan kesesakan, dan ini menjadi pemicu terdakwa dalam melakukan kekerasan seksual tersebut secara berulang-ulang dan dengan cara paksaan. Dalam kasus diatas dilihat bahwa kejadian tersebut berlangsung sangat lama yaitu sekitar 8 delapan tahun. Hal ini terjadi karena korban anak tersebut tidak berani melaporkan kejadian yang telah dialaminya, disebabkan korban diancam oleh pelaku. Namun hal itu akhirnya diketahui oleh Ibunya Indah, ketika Indah dijemput dari rumah temannya keesokan harinya.Ibu Indah melihat ada bekas merah pada bagian lehernya. Dan setelah itu ibu Indah menceritakan hal tersebut ke Risdiani untuk meminta bantuan dan melaporkan hal tersebut dan pelaku akhirnya tertangkap. Penanggulangan yang dapat dilakukan oleh ke dua belah pihak antara lain: a Metode Per-Entif Metode ini merupakan suatu upaya untuk mencegah secara dini agar tidak terjadi kejahatan dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Sistem ini dapat dilakukan bersifat moralistis yaitu bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyebarkan norma-norma maupun ajaran agama kepada masyarakat sehingga mereka dapat mengekang nafsu untuk berbuat jahat. Dan di samping itu melakukan pembimbingan disiplin terhadap anak-anak remaja seperti melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA sampai keperguruan tinggi dalam bentuk ceramah-ceramah mengenai kejahatan yang dipandang perlu agar dapat menjaga diri. b Metode Preventif Metode ini mencegah terjadinya kejahatan yang sudah terlibat adanya kecenderungan ke arah itu misalnya mengadakan razia terhadap para anak, para pelajar, para mahasiswa. Di tempat-tempat ramai seperti di plaza, karaoke, diskotik dan lain-lain agar mereka terlepas dari sasaran perbuatan jahat. c Metode Represif Metode ini diterapkan kepada mereka yang telah melakukan kejahatan, kemudian diproses dan dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. d Metode Reformasi Metode ini merupakan suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan- pengurangan jumlah kejahatan. Menurut Sutherland ada beberapa metode ini antara lain:  Metode klasik Metode ini memberikan hukuman yang cukup berat. Cara ini memperlihatkan teori hedonistic yang nyata dan berpegang pada pendapat publik.  Metode klinis Metode ini adalah reformasi klinis, dimana penjahat dimasukkan ke dalam penjara, dipencilkan seorang diri untuk merenungkan kejahatan yang telah dilakukannya agar supaya insyaf dari kesalahannya dan menimbulkan rasa sesal serta taubat. Universitas Sumatera Utara  Metode moralistik Metode ini dilakukan dengan jalan menarik dan memberikan kotbah- kotbah serta dorongan perorangan atas nama Tuhan dan lain-lain. Dorongan ini menimbulkan pergolakan dalam diri narapidana. Cara ini merupakan cara yang penting bagi social control.  Metode resolusi Metode ini dilakukan dengan cara menginduksi penjahat agar menunjukkan jaminan bahwa ia telah sadar dan akan memperbaiki dirinya. Hal ini tidak dapat dipertanggung jawabkan karena reformasi mencakup masalah hubungan sosial yang konflik yang tidak dapat dirubah dengan adanya resolusi saja.  Metode menempatkan narapidana dengan pengawasan yang konstan. Metode ini dikemukakan oleh Jeremy Bentham, dimana penjara berbentuk sangkar dengan pengawas pada menara di tengahnya yang melakukan pengawasan setiap saat pada narapidana. Dalam kasus putusan ini, tertangkapnya pelaku karena telah terpenuhinya syarat formil seperti yang terdapat dalam putusan pidana. Syarat formil tersebut terdapat dalam Pasal 143 ayat 2 a dan b yang berbunyi : a. Nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka b. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat pidana tersebut dilakukan. Bercermin pada kasus di atas, ada dua prinsip dasar Undang-Undang Perlindungan Anak yang dilanggar yakni : a. Prinsip meletakkan anak dalam konteks hak-haknya untuk bertahan hidup dan berkembang. b. Prinsip kepentingan terbaik anak, dimana tiga hak dasar tersebut telah dilanggar, yakni : 1 Hak atas kelangsungan hidup; Universitas Sumatera Utara 2 Hak atas perlindungan hidup; dan 3 Hak untuk tumbuh kembang. Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan Anak, menyatakan, “ Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan yang meliputi kekerasan fisik, psikis dan seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat”. Upaya ini bertujuan untuk mencegah : 1 Bujukan atau paksaan agar anak terlibat dalam setiap kegiatan seksual yang tidak sah 2 Penggunaan anak yang secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktek- praktek seksual lainnya yang tidak sah. 3 Penggunaan anak secara eksploiatif dalam pertunjukkan-pertunjukkan dan perbuatan yang bersifat pornografis. Pasal 66 ini, menghendaki adanya tanggung jawab Negara dan masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada anak dari tindakan eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Jika dikaitkan dengan pasal ini, dalam kasus di atas anak telah di paksa untuk menuruti perintah pelaku dan juga pelaku telah mengeluarkan ancaman agar kemauannya terwujud . Pasal 64 UU Perlindungan Anak, menyatakan, “pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban dari setiap bentuk penelantaran, eksploitasi atau penyalahgunaan, penyiksaan atau setiap bentuk kekerasan lainnya yang dilaksanakan melalui : upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; upaya perlindungan dari pemberitaan media massa; pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban, saksi ahli baik fisik, mental, maupun sosial; dan pemberian aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara”. Maksud dari pasal ini adalah pemerintah diharapkan juga ikut bertanggung jawab dalam memberikan rehabilitasi bagi anak-anak yang telah menjadi korban dalam kekerasan seksual. Jika dikaitkan dengan pasal ini, kasus di atas yang mengalami kekerasan seksual anak sudah seharusnya mendapatkan Universitas Sumatera Utara perlindungan dari pemerintah agar jiwa anak tersebut tidak mengalami mental ataupun psikis yang menurun. Empat permasalahan yang harus diatasi terhadap korban kekerasan seksual adalah sebagai berikut : 1. Permasalahan trauma psikis Dimana ini berkaitan dengan dampak dari perlakuan salah yang diterima oleh korban. Dalam kasus ini, korban yang telah mengalami kekerasan seksual pada masa anak- anak biasanya adalah: a. Kurangnya motivasiharga diri; b. Problem kesehatan mental, misalnya kecemasan yang berlebihan, problem dalam hal makan, susah tidur; c. Sakit yang serius dan luka parah sampai cacat permanen, seperti terkena infeksi akibat paksaan dari kekerasan seksual tersebut; d. Problem-problem kesehatan seksual, misalnya mengalami kerusakan organ reproduksi, kehamilan yang tidak diinginkan, ketularan penyakit menular seksual; e. Mengembangkan perilaku agresif suka menyerang atau jadi pemarah, atau bahkan sebaliknya menjadi pendiam dan suka menarik diri dari pergaulan; f. Mimpi buruk dan serba ketakutan; g. Kehilangan nafsu majan; h. Belajar lamban; i. Kematian karena merasa malu. Jika ini tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, maka dapat menimbulkan trauma seumur hidup dalam diri korban sehingga itu akan dilakukannya juga ketika dia dewasa nanti. 2. Permasalahan sosial Dimana permasalahan ini berkaitan dengan respon keluarga dan masyarakat di lingkungan korban. Pandangan keluarga dan masyarakat terhadap korban akan sangat mempengaruhi perkembangan anak, misalya orang tua yang selalu menanyakan setiap kegiatan apa saja yang dilakukan oleh anaknya. Universitas Sumatera Utara Itu dapat membuat orang tua dan anak berkomunikasi dengan lancar dan membuat anak terlepas dari kekerasan seksual. 3. Permasalahan hukum Dimana berkaitan dengan penuntasan kasusnya secara hukum.Sebab seringkali hukum tidak mampu memberikan perlindungan bagi para korban dan lebih berpihak pada pelaku.Hal ini dapat dilihat dari ancaman pidana bagi pelaku kejahatan seksual yang masih sangat rendah.Sehingga itu dapat membuat si pelaku tidak jera dan melakukan kekerasan seksual lagi kepada anak-anak lainnya. 4. Hukum pidana yang dipakai saat ini kurang mampu untuk menghukum kejahatan maupun pelanggaran yang ada. Di samping produk Kolonial Belanda dan kurang mampu mengkoordinir semua kejahatan dan pelanggaran yang berkembang semakin pesat. Untuk memberantas kejahatan terhadap anak sebaiknya polisi dan hakim menggunakan Undang- Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, karena ancaman hukuman di undang-undang ini jauh lebih berat. Jika para hakim menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak maka pemberian sanksinya maksimal 15 lima belas tahun bagi pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak dan denda maksimal Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah. Dan selain itu hakim juga dapat menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun 2012. Dimana dalam undang- undang ini terdapat perlindungan dan hak bagi anak sebagai korban tindak pidana dan anak sebagai saksi tindak pidana, dalam Pasal 90 ayat 1, yang berisi : a. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga; b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari kasus yang penulis bahas dalam skripsi, sanksi hukuman yang dibebankan kepada pelaku sangatlah ringan yaitu 7 tahun 6 bulan dan dendanya juga sangat sedikit yaitu sebesar Rp 60.000.000,- karena dilihat dari tindakan terdakwa yang selama 8 tahun telah berulangkali memaksa korban untuk memuaskan keinginan nafsu dan birahinya. Seharusnya, menurut hemat penulis, pelaku harus dihukum selama 15 lima belas tahun penjara dan denda sebesar Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dikarenakan masa depan korban telah hancur dan bakal akan terjadi masalah psikis karena akan mengalami ketakutan sepanjang hidupnya setelah saksi tumbuh menjadi dewasa. Apalagi ketika saksi akan menikah, dia akan terbayang-bayang dengan peristiwa yang menimpa dirinya, dan kemungkinan besar saksi akan ketakutan kepada suaminya karena dia menikah dalam keadaan keperawananya tidak utuh lagi karena sudah direnggut oleh terdakwa. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan