BAB II FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR
A. Faktor-Faktor Timbulnya Kekerasan Seksual
Sebelum penulis membahas faktor-faktor timbulnya kekerasan seksual, penulis ingin membahas teori-teori sebab terjadinya kejahatan yang terdapat dalam
kriminologi,yaitu: a
Teori Biologi Kriminal Cesare Lombroso 1835-1909, seorang dokter kedokteran kehakiman
merupakan tokoh penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik biologis penjahat. Ajaran-ajaran yang dikemukakan yaitu:
1 Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat.
2 Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari
nenek moyang. 3
Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan sebagainya.
4 Bakat jahat tersebut tidak dapat diubah, artinya bakat jahat tersebut
tidak dapat dipengaruhi. b
Teori Psikologi Kriminal Usaha mencari ciri-ciri psikis pada prara penjahat didasarkan anggapan
bahwa penjahat merupakan orang-orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang yang bukan penjahat dan ciri-ciri psikis
tersebut terletak pada intelegensinya yang rendah. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia di tingkat
individu dalam melakukan kejahatan. c
Teori Sosiologi Kriminal Dalam teori iini, mempelajari, meneliti, dan membahas hubungan antara
masyarakat dengan anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok, sepanjang
Universitas Sumatera Utara
hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan. Teori ini dapat dibagi atas dau bagian antara lain:
1. Non Class Oriented Theories
Teori Ekologis Teori ini mempersoalkan hubungan antara kejahatan dengan
faktor-faktor kepadatan
penduduk, mobilitas
penduduk, perbedaan desa dengan kota, daerah delinkwen dengan
perumahan. Teori Konflik Kebudayaan
Teori ini mempersoalkan hubungan antara kejahatan dengan konflik antara berbagai sistem nilai dalam suatu daerah.
Faktor Ekonomi Faktor ini mencoba mencari hubungan antara kejahatan dengan
kemiskinan dan penderitaan rakyat. Differential Association Theory Sutherland
Menurut teori ini kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan terhadap perbuatan kejahatan yang ada dalam
masyarakat dan ini terus berlangsung. 2.
Class Oriented Theory Teori Anomie
Teori ini menggambarkan keadaan suatu masyarakat dimana himpunan-himpunan peraturan yang mengatur hubungan unsur-
unsur dalam sistem sosial menjadi kacau balau, akibatnya ialah bahwa anggota masyarakat mengalami kebingungan sendiri.
Teori Sub Kultur Teori ini pada dasarnya membahas dan menjelaskan bentuk
kenakalan remaja serta perkembangan berbagai tipe geng. Teori sub kultur ini sebenarnya dipengaruhi kondisi intelektual.
Teori Labeling teori label
Universitas Sumatera Utara
Teori label ini diartikan dari segi pandangan pemberian nama yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam
pemberian nama atau pemberian label dalam masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya.
Berdasarkan perspektif ini pelanggaran hukum tidak bisa dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecuali
bagi adanya pemberian nama atau label terhadap mereka yang ditentukan demikian, oleh sebab itu maka kriminal dipandang
oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat.
Teori Kontrol Sosial Hirschi Teori ini memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi yang
mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyelesaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat.
Menurut Hirschi, terdapat empat unsur kunci dalam teori sosial mengenai perilaku kriminal, yaitu:
5 Ikatan untuk para remaja yang dipandang penting
6 Keterikatan dalam sub konvensional
7 Berfungsi aktif dalam sub sistem konvensional
8 Percaya pada nilai-nilai moral dari norma-norma dan nilai-
nilai dari pergaulan hidup. Teori Psychoanalitical
Keinginan-keinginan yang ditekan karena tidak memenuhi norma-norma, menimbulkan kejahatan. Sigmund Freud penemu
Psikoanalisa hanya tertuju pada neurosis dan faktor-faktor diluar kesadaran yang tergolong ke dalam struktur yang lebih umum
mengenai tipe-tipe ketidak beresan atau penyakit. Teori Sobural
Sobural sebagai akronim dari nilai-nilai sosial, aspek budaya dan faktor structural dari suatu masyarakat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan teori sobural bukan semata-mata untuk mencegah kejahatan, melainkan merekayasa hukum dalam kebenaran dan
keadilan agar tercipta kedamaian dan kesejahteraan, maka hanya polrilah yang dapat memberitahukan kepada semua aparat
pemerintah baik pusat maupun daerah bahwa timbulnya dan semakin meningkatnya kejahatan atau tindak pidana.
Melihat dari teori-teori sebab terjadinya kejahatan menurut kriminologi, maka terjadinya kekerasan terhadap anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor
yang memengaruhinya demikian kompleks, seperti yang dijelaskan oleh beberapa pakar berikut ini. Menurut Suharto, kekerasan terhadap anak umumnya
disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari anak sendiri maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarkat, seperti:
1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku,
autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa.
2. Kemiskinan keluarga, orangtua menganggur, penghasilan tidak cukup,
banyak anak. 3.
Keluarga tunggal atau keluarga pecah, mislanya perceraian, ketiadaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu
memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi. 4.
Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak, harapan orangtua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan,
anak yang lahir di luar nikah. 5.
Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orangtua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan
emosional dan depresi. 6.
Sejarah penelantaran anak. Orangtua yang semasa kecilnya mengalami perlakuan salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya.
7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya
tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya faham
Universitas Sumatera Utara
ekonomi upah, lemahnya perangkat hukum, tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil.
Sementara itu, Rusmil menjelaskan bahwa penyebab atau risiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam tiga faktor, yaitu:
a. Faktor orangtuakeluarga
Faktor orangtua memegang peranan penting terjadinya kekerasan dan penelantaran pada anak. Factor-faktor yang menyebabkan orangtua melakukan kekerasan pada
anak diantaranya: 1
Praktik-praktik budaya yang merugikan anak: Kepatuhan anak kepada orangtua
Hubungan asimetris
2 Dibesarkan dengan penganiayaan
3 Gangguan mental
4 Belum mencapai kematangan fisik, emosi maupun sosial, terutama
mereka yang mempunyai anak sebelum berusia 20 tahun 5
Pecandu minuman keras. b.
Faktor lingkungan sosialkomunitas Kondisi lingkungan sosial juga dapat menjadi pencetus terjadinya kekerasan pada
anak. Factor lingkungan sosial yang dapat menyebabkan kekerasan dan penelantaran pada anak di antaranya:
1 Kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis
2 Kondisi sosial-ekonomi yang rendah
3 Adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak adalah milik orangtua
sendiri 4
Status wanita yang dipandang rendah 5
System keluarga patriarchal 6
Nilai masyarakat yang terlalu individualistis. c.
Faktor anak itu sendiri 1
Penderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis disebabkan ketergantungan anak kepada lingkungannya
Universitas Sumatera Utara
2 Perilaku menyimpang pada anak.
Selanjutnya Moore dan Parton yang dikutip Fentini Nugroho mengungkapkan ada orang yang berpendapat bahwa kekerasan terhadap anak lebih disebabkan oleh faktor
individual da nada juga yang menganggap bahwa faktor struktur sosial yang lebih penting. Mereka yang menekankan faktor individual mengatakan bahwa orangtua yang
“berbakat” untuk menganiaya anak mempunyai karakteristik tertentu, yaitu: 1.
mempunyai latar belakang masa kecil yang juga penuh kekerasan, ia juga sudah terbiasa menerima pukulan;
2. ada pula yang menganggap anak sebagai individu yang seharusnya
memberikan dukungan dan perhatian kepada orangtua role reversal sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan tersebut, orangtua
merasa bahwa anak harus dihukum; 3.
karakter lainnya adalah ketidaktahuan kebutuhan perkembangan anak, misalnya usia anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi
karena sempitnya pengetahuan orangtua, si anak dipaksa untuk melakukannya dan ketika ternyata anak memang belum mampu, orangtua
menjadi marah. Sedangkan Richard J. Gelles mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak
terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor personal, sosial, dan kultural. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori utama, yaitu:
1. Pewarisan kekerasan antargenerasi
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Tetapi,
sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Beberapa
ahli yakin bahwa faktor yang mempengaruhi tindakan kekerasan di masa depan yaitu apakah anak menyadari bahwa perilaku tersebut salah. Anak yang yakin
bahwa perilaku buruk dan layak mendapatkan tindakan kekerasan akan lebih sering menjadi orangtua yang memperlakukan anaknya secara salah, dibandingkan anak-
anak yang yakin bahwa orangtua mereka salah untuk memperlakukan mereka dengan tindakan kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
2. Stres sosial
stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup:
Pengangguran nemployment; Penyakit illness;
Kondisi perumahan buruk poor housing-conditions; Ukuran keluarga besar dari rata-rata a larger than average family size;
Kelahiran bayi baru a new baby; Orang berkebutuhan khusus disabled person;
Di rumah dan kematian the death. Penggunaan alkohol dan narkoba yang umum di antara orangtua yang melakukan
tindakan kekerasan mungkin memperbesar stres dan merangsang perilaku kekerasan. Karakteristik tertentu dari anak-anak, seperti: kelemahan mental, atau
kecacatan perkembangan atau fisik juga meningkatkan stres dari orangtua dan meningkatkan risiko tindakan kekerasan.
3. Isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak
keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. Kekurangan keterlibatan sosial
ini menghiangkan sistem dukungan dari orangtua yang bertindak keras, yang akan membantu mereka menatasi stres keluarga atau sosial dengan lebih baik. Lagi pula,
kurangnya kontak dengan masyarakat menjadikan para orangtua ini kurang memungkinkan mengubah perilaku mereka sesuai dengan nilai-nilai dan standar-
standar masyarakat. 4.
Struktur keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan
tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan
orangtua utuh. Karena keluarga dengan orangtua tunggal biasanya berpendapatan lebih kecil dibandingkan keluarga lain, sehingga hal tersebut dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai penyebab meningkatnya tindakan kekerasan terhadap anak. Keluarga- keluarga yang sering bertengkar secara kronis atau istri yang diperlakukan salah
mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak lebih tinggi.
B. Akibat-akibat dari Kekerasan Seksual