Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari Sudut

 Minat sekolah memudar: menurunnya perhatian terhadap pekerjaan sekolah dibandingkan dengan sebelumnya.  Responreaksi berlebihan: khususnya terhadap gerakan tiba-tiba dan oranglain dalam jarak dekat. 3. Tanda-tanda sosial-emosional  Rendahnya kepercayaan diri: perasaan tidak berharga  Menarik diri: mengisolasi diri dari teman, lari ke dalam khayalan atau ke bentuk-bentuk lain yang tidak berhubungan.  Depresi tanpa penyebab jelas: perasaan tanpa harapan dan ketidakberdayaan, pikiran dan pernyataan-pernyataan ingin bunuh diri.  Ketakuan berlebihan: kecemasan, hilang kepercayaan terhadap oranglain.  Keterbatasan perasaan: tidak dapat mencintai, tidak riang seperti sebelumnya atau sebagaimana dialami oleh teman sebayanya. 4. Tanda-tanda fisik  Perasaan sakit yang tidak jelas: mengeluh sakit kepala, sakit perut, tenggorokan tanpa penyebab jelas, menurunnya berat badan secara drastis, tidak ada kenaikan berat badan secara memadai, muntah-muntah.  Luka-luka pada alat kelamin atau mengidap penyakit kemaluan: pada vagina, penis, atau anus yang ditandai dengan pendarahan, lecet, nyeri atau gatal-gatal di seputar alat kelamin.  Hamil.

C. Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari Sudut

Kriminologi Kekerasan seksual sering terjadi kepada anak-anak dan perempuan, selain itu juga dimuat di dalam surat kabar maupun lewat media-media lain, dan ini sering terabaikan oleh lembaga-lembaga kompeten dalam sistem peradilan pidana, yang seharusnya memberikan perhatian dan perlindungan yang cukup berdasarkan hukum, misalnya adalah seorang siswa kelas III SMP diperkosa olehayah tirinya. Hal tersebut tidak seharusnya terjadi, sebab bagaimanapun korban tetap mempunyai hak untuk diperlakukan adil, dan dilindungi hak-haknya. Universitas Sumatera Utara Siapapun orangnya, menjadi korban kejahatan adalah sesuatu hal yang tidak pernah diinginkannya. Dalam kasus kekerasan seksual seringkali pelakunya adalah orang yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, dengan kata lain orang yang telah dikenalnya atau jadi anggota keluarga. Sebagaimana yang diketahui, dampak dari perilaku kekerasan seksual terhadap anak-anak cenderung merusak mental korban bahkan seringkali mengalami keterbelakangan mental. Untuk itu sungguh beralasan jika terus mencari solusi terbaik guna pencegahan dan penanggulangannya. Hukum positif di Indonesia saat ini memang sudah mulai mau mengatur secara khusus bentuk perlindungan untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Meskipun demikian, dari sudut hukum acara, korban tetap mempunyai kedudukan yang sangat pasif, dan dalam hal ini sebatas diwakilkan kepentingannya oleh jaksa penuntut umum. Bahkan, seringkali kita tahu bahwa masih ada aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila kejahatan itu terjadi dalam lingkup domestik. Teori yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini adalah sebagai berikut : 1. Teori Containment Menurut Reckless, teori Containment menerangkan terjadinya kejahatan dari posisi individu pelaku kejahatan diantara presi sosial social pressures dan tarikan sosial social pulls. Posisi individu di dalam dan diantara kedua faktor tersebut sangat menentukan bentuk pola tingkah laku yang akan terjadi. Kejahatan adalah kelemahan baik kendali didalam pribadi seseorang internal control dan kurangnya kendali dari luar atas diri orang yang bersangkutan external control di dalam menghadapi baik presi sosial maupun tarikan sosial tadi. Kaca mata kriminologi melalui teori ini melihat terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur adalah disebabkan karena bukan hanya semata-mata masalah lemahnya kendali internal melainkan jua lemahnya kendali eksternal atau kendala-kendala struktural pendidikan kesusilaan dalam keluarga, lingkungan, kediaman pelaku dan mekanisme peradilan pidana dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Universitas Sumatera Utara 2. Teori Labeling Menurut Becker, teori Labeling menerangkan dua hal, yaitu 1 tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label; 2 bagaimana efek lebaling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya pada diri seseorang terhadap mana ia memperoleh cap. Dalam konteks kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, teori ini cenderung memberikan justifikasi atas kebenaran keterlibatan unsur pemaksaan kehendak disertai dengan cara kekerasan pada setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Melekatnya cap atau label mengenai eksistensi unsur ini di dalam setiap tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur telah menghilangkan kemungkinan untuk menghadirkan unsur non-kekerasan di dalam kasus tersebut. Setelah diketahui teori yang berkaitan dengan kekerasan seksual tersebut, alangkah baiknya juga mengetahui macam-macam tipe tindak perkosaan yang dapat terjadi terhadap anak di bawah umur, yaitu : a. Sadistic Rape perkosaan sadis, yang memadukan seksualitas dan agresi dalam bentuk kekerasan destruktif. Dimana pelaku menikmati kesenangan erotis bukan melalui hubungan seksualnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atas kelamin dan tubuh korban. b. Anger Rape, yaitu perkosaan sebagai pelampiasan kemarahan atau sebagai sarana menyatakan dan melepaskan perasaan geram dan amarah yang tertahan. Dimana tubuh korban seakan dijadikan objek terhadap siapa pelaku memproyeksikan pemecahan kesulitan, kelemahan, frustasi, dan kekecewaan hidupnya. c. Domination Rape, yaitu perkosaan karena dorongan keinginan pelaku menunjukkan kekuasaan atau superioritasnya sebagai lelaki terhadap perempuan dengan tujuan utama penaklukan seksual. d. Seductive Rape, yaitu perkosaan karena dorongan situasi merangsang yang diciptakan kedua belah pihak. Dimana mulanya korban memutuskan untuk membatasi keintiman personal, dan sampai batas-batas tertentu bersikap permissive membolehkan perilaku pelaku asalkan tidak sampai melakukan Universitas Sumatera Utara hubungan seksual. Namun karena pelaku beranggapan bahwa perempuan umumnya membutuhkan paksaan dan tanpa itu dia merasa gagal, maka terjadilah perkosaan. e. Exploitation Rape, yaitu perkosaan yang terjadi karena diperolehnya keuntungan atau situasi di mana perempuan bersangkutan dalam posisi tergantung padanya secara ekonomi dan sosial. Setelah diketahui tipe-tipe perkosaan, maka dilakukan upaya penanggulangannya. Dimana ini dibagi ke dalam dua hal, yaitu : 1. Upaya yang bersifat Preventif, dimana upaya ini dilakukan jauh sebelum kejahatan itu terjadi, yaitu: a. Peran individu Yang harus dilakukan oleh setiap individu adalah berusaha untuk terus mencoba agar tidak menjadi korban kejahatan, khususnya kekerasan seksual, salah satunya adalah tidak memberikan kesempatan atau ruang kepada setiap orang atau setiap pelaku untuk melakukan kejahatan. Salah satunya yaitu menghindari pakaian yang dapat menimbulkan rangsangan seksual terhadap lawan jenis, ataupun tidak tidur bersama dengan anggota keluarga yang berlainan jenis yang telah dewasa. b. Peran orang tua Anak yang dididik dengan baik dalam keluarga harmonis memungkinkan mereka memperoleh kepercayaan diri tinggi dan berdaya tahan lebi tangguh sehingga mereka tidak mudah menjadi korban seksual berkepanjangan. Keterbukaan anak terhadap orang tua dalam hal berkomunikasi, membuat anak dapat mengatakan apa saja secara bebas tentang apa yang mereka alami. Eratnya relasi orang tua-anak membantu orang tua memantau pergaulan anaknya mencegah lebih banyak problem yang terkait dengan masalah relasi sosial anaknya. Selain itu, teladan kehidupan seksualitas orangtua yang bersih adalah unsur positif yang memberi Universitas Sumatera Utara arah bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan kehidupan seks yang bebas pula. c. Peran masyarakat Masyarakat merupakan suatu komunitas manusia yang memiliki watak yang berbeda-beda satu sama lainnya, sehingga kehidupan masyarakat sangat penting dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu kejahatan dilakukan. Dalam kehidupan bermasyarakat perlu adanya pola hidup yang aman dan tentram sehingga tidak terdapat ruang atau untuk terjadinya kejahatan, khususnya kejahatan di bidang asusila terutama kekerasan seksual terhadap anak. Upaya yang dilakukan agar mencegah hal itu yaitu dengan menciptakan suasana yang tidak menyimpang dengan tata nilai yang dianut oleh masyarakat. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat yaitu mengadakan silahturahmi antara anggota masyarakat yang diisi dengan ceramah-ceramah yang dibawakan oleh tokoh masyarakat dilingkungan tempat tinggal. d. Pengawasan peredaran film porno dan kaset porno Peredaran film porno yang semakin banyak beredar di masyarakat luas sangat berdampa terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya, karena dengan begitu akan sangat mudah seorang anak-anak untuk mendapatkan film tersebut dari kawannya maupun orang yang tidak dikenalnya. Akibatnya, seseorang yang sudah mempunyai hasrat birahinya namun tidak mempunyai kesempatan melampiaskan kepada wanita dewasa akhirnya melampiaskan kepada anak tetangga, anak saudara, maupun anaknya sendiri. Sehingga dalam hal ini pihak kepolisian telah mengambil sikap dalam meniadakan pengawasan terhadap peredarannya. e. Pemakaian internet Sehubungan dengan pemakaian internet, pihak kepolisian menambahkan, banyak rental-rental di kota Medan selain memberikan pelayanan peminjaman pemakaian internet kepada penyewa, pemilik Universitas Sumatera Utara rental juga memasukkan film-film yang tidak layak ditonton oleh penyewanya termasuk anak-anak yang dibawah umur, sehingga film- film tersebut dapat diakses dengan mudah di dalam internet. Hal itu dilakukan oleh para pemilik rental sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk menarik penyewa ke rental internet mereka. Para pemilik rental tidak tahu efek negatif yang dapat terjadi akibat kemudahan akses terhadap hal-hal yang berbau porno ini, salah satunya dapat merusak moral masyarakat terlebih anak-anak. Oleh karena itu, untuk menanggulanginya aparat kepolisian harus melakukan penyidikan kepada rental-rental internet yang mempertontonkan adegan tersebut, dan memberikan sanksi yang tegas agar tidak terjadi kembali. 2. Upaya yang bersifat Represif Penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan dan pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Tindakan represif yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus mendapat perintah dari atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosedur dan lain sebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan. Sehingga aparat yang bekerja dilapangan dalam melakukan tindakan tidak sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan terhadap pelaku, melakukan penangkapan, penyelidikan, penyidikan, dan lain sebagainya. Sementara bagi pihak kejaksaan adalah meneruskan penyidikan dari kepolisian dan melakukan penuntutan dihadapan majelis hakim pengadilan negeri. Sementara di pihak hakim adalah pemberian pidana maksimal kepada pelaku diharapkan agar pelaku dan calon pelaku mempertimbangkan Universitas Sumatera Utara kembali untuk melakukan dan menjadi takut dan jera untuk mengulangi kembali. Sementara bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan memberikan pembinaan terhadap narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan berupa pembinaan mental agama, penyuluhan hukum serta berbagai macam keterampilan. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang