Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari

sanksi berupa denda yanratus g sudah disahkan oleh pemerintah, yaitu denda sebesar Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah bagi setiap pelaku Paedofilia yang tertangkap sebagai ganti rugi terhadap anak-anak yang sudah dicabulinya. Meskipun demikian, ancaman hukuman itu masih belum bisa mengimbangi ancaman hukuman yang digariskan hukum Islam. Padahal dalam hukum Islam, kalau kasus seperti itu yang terjadi, maka hukuman maksimumnya adalah hukuman mati. Idealnya, pembaharuan hukum yang hendak direncanakan sebagai bagian dari konsekuensi politik hukum di Indonesia ini adalah dapat mengacu pada kepentingan yang memfokuskan pada kepentingan masyarakat dan korban kejahatan.

B. Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari

Undang-Undang Perlindungan Anak UU No. 23 Tahun 2002 Seperti yang kita ketahui bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat dan martabat serta hak-haknya sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tercantum dalam Undnag-Undang 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak anak-anak. Dari sisi kehidupan anak adalah penerus masa depan bangsa dan penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan. Perlindungan pada anak-anak masih memerlukan suatu undang-undnag mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukkan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, spiritual maupun social. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan Universitas Sumatera Utara kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai ahlak mulia dan nilai pancasila. Berangkat dari konteks yang ada di atas, maka penulis akan mengangkat tentang tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dikaitkan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak ini. Dalam Pasal 13 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 yang berbunyi: “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: 1 Diskriminasi, misalnya perlakua yang membedakan suku, agama, ras, jenis kelami, etnik, dan bahasa; 2 Perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan seorang anak untuk memperoleh keuntungan dalam hal seksualitas; 3 Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, misalnya seperti tindakan atau perbuatan secara zolim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan kepada anak dan perbuatan melukai dan atau mencederai anak, dan tidak semata-mata fisik, tetapi juga mental dan sosial; 4 Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan-tindakan pelecehan seksual dan perbuatan tidak senonoh kepada anak. Seperti yang suah dijelaskan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ini sungguh sangat merugikan korban- korbannya yang sebagian besar adalah anak-anak. Untuk itu diharapkan dengan hadirnya UU ini ditengah-tengah masyarakat, dapat membuat takut para pelaku. Menurut penulis ketentuan pidana yang terdapat dalam undnag-undang ini sudah cukup baik di dalam penjatuhan hukuman. Karena dengan masa hukuman yang cukup lama dapat membuat para pelaku menjadi jera dan takut untuk melakukannya. Adapun pasal-pasal yang berhubungan dengan tindak pidana ini yaitu antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Pasal 80 ayat 1 UU No. 232002, yang berbunyi: “ Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun 6 enam bulan danatau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah”. 2. Pasal 81 ayat 1 UU No. 232002, yang berbunyi: “ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan oranglain, dipidana dengan penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah”. 3. Pasal 82 UU No. 232002, yang berbunyi: “ Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau anacaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebihingan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah”. Ancaman hukuman yang diberikan undang-undang ini cukup tinggi, namun untuk menjatuhkan dan menerapkan hukumannya sangat sulit. Hal ini disebabkan, karena untuk dapat dihukum, si pelaku harus dapat memenuhi unsur-unsur, seperti harus dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak-anak bersetubuh dengan dia. Apabila semua itu tidak dapat dibuktikan di persidangan tersangka tidak dapat dihukum dengan tuduhan memperkosa. Karena itu, sering terdengar kasus-kasus yang memprihatinkan. Hakim, jaksa, dan polisi gagal memperoleh bukti-bukti perkosaan yang dilakukan tersangka. Hingga banyak pelaku pemerkosaan, yang meninggalkan sejumlah penderitaan bagi para korban yang diperkosa, karena pelaku lolos dari jarring-jaring hukum. Universitas Sumatera Utara

C. Kekerasan Seksual terhadap Anak di bawah umur ditinjau dari