Strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta
Oleh
GENDUK NUNIK
NIM. 204046102918
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(2)
1 A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya merealisasikan nilainilai ekonomi Islam dalam aktivitas nyata masyarakat adalah dengan mendirikan lembagalembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Dari sekian jenis lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor paling besar pengaruhnya dalam perekonomian masyarakat modern. Upaya intensif pendirian bank syariah di Indonesia itu ada sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (pakto) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia. 1
Krisis mutlidimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 masih meninggalkan dampak pada dunia bisnis Indonesia, terutama perbankan nasional. Perbankan nasional harus menanggung Non Performing Loan yang sangat besar akibat dari krisis yang menimpa sektor riil. Non Performing Loan dapat mengganggu likuiditas sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan, dan dalam waktu yang bersamaan muncul masalah lain yaitu negative spread. 2
Bila bank konvensional tidak juga menemukan vaksin penangkal virus negative spread, perbankan syariah relatif imun dan bahkan tak tersentuh.
1 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 1999), h. 192
2 Ahmad Riawan Amin, “Bukan Alternatif Tapi Solusi”, Modal, Jakarta 1 Januari 2003, h.
(3)
Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan Tight Money Policy atau kebijakan uang ketat. Otoritas moneter berharap dengan menetapkan bunga hingga setinggi itu, dana masyarakat akan tersedot ke sistem perbankan. Namun pada kenyataannya, kebijakan ini menjadi beban berat yang harus dipikul dunia perbankan konvensional. Banyak di antara bankbank itu yang kelimpungan tercekik oleh tingginya bunga. Mereka harus membayar bunga simpanan masyarakat dengan bunga yang selangit, sementara bank tidak dapat menarik bunga kredit sebesar itu dari nasabah. Seperti diketahui bahwa fragmen itu berlanjut dengan tumbangnya satu demi satu bank konvensional karena kesulitan likuiditas. Aliran dana mereka semakin parah ketika kredit yang dikucurkan kepada para debitur banyak yang macet. Akhirnya bank pun banyak yang terlikuidasi.
Likuiditas adalah tingkat di mana suatu aktiva dapat diubah ke dalam mata uang baik uang kertas maupun uang logam yang dilakukan untuk melaksanakan pembayaran. Kegiatan pembayaran merupakan salah satu tugas pokok bank yang secara terus menerus harus dilaksanakan guna mempertahankan dan mengembangkan usaha dari bank tersebut. Oleh sebab itu, sangat diperlukan manajemen untuk menangani kegiatan pembiayaan pada berbagai bank tak terkecuali bank syariah.
Kegiatan dan penyaluran dana bank syariah memerlukan pengendalian untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga. Pengelolaan dilakukan dengan manajemen likuiditas yang terorganisir dan sistematis. Tanpa memiliki pengendalian yang ketat dan kokoh, kelancaran likuiditas sulit untuk dipenuhi.
(4)
Salah satu kebijakan manajemen likuiditas adalah mencukupi pemeliharaan cadangan. 3
Pemeliharaan cadangan adalah penyisihan terhadap sejumlah dana dalam rangka memenuhi kebutuhan kewajiban. Terdapat dua pemeliharaan utama yaitu cadangan utama dan cadangan tambahan. 4 Bank syariah akan
menyisihkan dana untuk keperluan cadangan tambahan demi menjaga likuiditas jangka pendek dan menengah. Komponen cadangan tambahan ini harus memiliki tingkat likuiditas yang tinggi agar dapat dicairkan pada saat diperlukan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong penerapan manajemen likuiditas secara intensif yang salah satu di antaranya adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari nasabah bank itu sendiri. 5
Bank senantiasa menjaga aset, likuiditas dan kecukupan modal pada posisi yang tepat karena kesalahan manajemen bank dalam mengatur aset, likuiditas dan kecukupan modal akan mengakibatkan kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendek dan menutup resiko kerugian jika terjadi dalam upaya menentukan tingkat kredibilitas bank yang bersangkutan. Kebutuhan dana sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia berupa minimum cash untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya deposit yang ditarik sebelum jatuh tempo, komitmen dan mencukupi kas bagi keperluan bank yang tidak terduga dengan cara melakukan pembiayaan.
3 Masyhud Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), h. 272
4 Masyhudi Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, h. 328
(5)
Pembiayaan cash financing pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara cash flow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas yang biasa disebut rekening koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah ratarata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut. 6
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas dasar pinjaman itu, bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi bila bank merasa perlu dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak untuk menagih langsung kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama digunakan untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikutnya dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah. Jika ternyata piutang tersebut tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank.
Tingginya tingkat persaingan antar bank saat ini, memaksa bank untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada para nasabahnya yang salah satunya dengan cara mempermudah syarat pembayaran produk. Oleh karena itu, pembayaran yang ditunda atau pembayaran secara kredit menjadi suatu kebutuhan bagi bank dalam rangka meningkatkan volume penjualannya atas 6 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvavet, 2006),
(6)
penjualan secara kredit tersebut, maka bank memiliki piutang kepada pelanggan. 7 Piutang bagi perusahaan akan memperlambat arus kas karena
dana tunai atau kas akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo, padahal di sisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai atau kas untuk kegiatan operasionalnya. 8
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang dengan imbalan bunga. Atas pinjaman itu bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi bila bank merasa perlu dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak menagih langsung kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertamatama digunakan untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikut bunganya, dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah. Bila ternyata piutang tersebut tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank. 9
Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana yang bersumber dari berbagai pihak. Pihak pertama adalah pemilik perusahaan itu sendiri. Sementara pihak kedua adalah pelaku pasar keuangan yaitu berupa bank lainnya dan lembaga keuangan. Sedangkan pihak ketiga adalah masyarakat umum. Pihak pertama memberikan dana kepada bank sebagai modal untuk menjalankan kegiatan dan berinvestasi, pihak kedua menempatkan kepada 7 Lina Ismawati, “Anjak Piutang Alternatif Pembiayaan Untuk Memperlancar Arus
Perusahaan”, artikel pada Majalah Ilmiah Unikom, Vol. V, h. 133
8 Lina Ismawati, artikel pada Majalah Ilmiah Unikom, h. 134 9 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 203
(7)
bank syariah sebagai investasi dan penyediaan cadangan. Pihak ketiga menitipkan dananya kepada bank syariah untuk mengamankan dana dari resiko kehilangan dan sebagai sarana investasi agar mendapat imbalan bagi hasil. 10
Salah satu bank yang memberikan bagi hasil dalam menyalurkan pembiayaan adalah Bank DKI Syariah Jakarta. Bank ini merupakan salah satu bank yang menetapkan pembagian pendapatan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Konsep dari sistem bagi hasil adalah membagi perolehan pendapatan antara bank dan nasabah dengan nisbah tertentu atas dasar kesepakatan. Pembagian pendapatan tersebut dilaksanakan dalam kontrak kegiatan pembiayaan dengan cara profit and loss sharing. 11 Penerapan sistem
bagi hasil ini membuat para investor dan pengusaha tertarik sehingga dana dana yang dihimpun oleh Bank DKI Syariah Jakarta lebih banyak disalurkan pada sektor riil untuk memperoleh pendapatan bagi hasil.
Bertitik tolak pada pemikiran di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mencoba menuangkan sebuah obsesi yang terdapat dalam diri penulis yang kemudian diwujudkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul : “STRATEGI MANAJEMEN PEMBIAYAAN CASH DAN RECEIVABLE FINANCING PADA BANK DKI SYARIAH JAKARTA”. Tema ini menarik untuk dikaji, karena implikasinya sangat luas sehingga manajemen pembiayaan Bank DKI Syariah Jakarta dapat dikontrol melalui pembiayaan cashdanreceivable financing.
10 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 46
11 Tim Pengembangan Produk Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah; Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 61
(8)
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya kajian tentang manajemen operasional bank syariah yang terdiri atas penghimpunan dana dan penyediaan jasa keuangan, maka pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Kebijakan apa yang dapat diambil oleh manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah ?
2. Bagaimana tinjauan dan penerapan manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, maka penelitian skripsi ini memiliki tujuan di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kebijakan manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta.
2. Mengetahui sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta
3. Memperoleh gambaran tentang tinjauan dan sistem manajemen pembiayaancashdanreceivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta.
Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini di antaranya dapat dijelaskan sebagai berikut :
(9)
1. Manfaat akademis
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa buku bacaan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbankan Syariah.
2. Manfaat praktis
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi lembagalembaga perbankan, khususnya perbankan syariah dan sekaligus dapat memberikan penjelasan tentang strategi manajemen pembiayaancash danreceivable financing.
3. Masyarakat
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang sistem manajemen pembiayaancash danreceivable financing.
D. Kajian Pustaka
Secara umum, penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya. Adapun di antara para peneliti tersebut adalah sebagai berikut :
1. Chairil Fajri, Manajemen Pembiayaan Bank IFI Syariah, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
2. Gatot Subroto, Analisa Strategi Pengelolaan Piutang Iuran Perusahaan Pada PT. Jamsostek, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas
(10)
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
3. Siti Efendi bin Sharifuddin, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Manajemen Likuiditas PT. BII Unit Usaha Syariah, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Ketiga skripsi tersebut di atas pada dasarnya samasama mengkaji tentang manajemen pembiayaan pada bank syariah. Namun kajian ketiga skripsi tersebut sama sekali tidak menyinggung tentang strategi manajemen cash dan receivable financing pada bank syariah. Hal inilah yang menjadikan perbedaan yang sangat mendasar antara ketiga skripsi tersebut dengan skripsi yang sedang penulis bahas.
Berdasarkan pada kajian pustaka tersebut, secara khusus sampai saat ini belum ditemukan adanya kajian yang membahas tentang strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada suatu lembaga keuangan syariah seperti Bank DKI Syariah Jakarta. Atas dasar itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan cashdanreceivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dengan
(11)
informasi dari orang yang terlibat dalam obyek. 12 Menurut Marzuki,
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melukiskan keadaan obyek atau persoalan yang tidak dimaksudkan untuk mengambil atau menarik suatu kesimpulan yang berlaku umum. 13
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel dan fenomenafenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa adanya. 14
Oleh sebab itu, pembahasan hasil penelitian ini mengupayakan beberapa hal di antaranya adalah mencari informasi faktual yang mendetail dalam menjelaskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalahmasalah atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktekpraktek yang sedang berlangsung, membuat konfirmasi dan evaluasi serta mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh orang lain tentang masalah atau situasi yang sama agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan. 15
Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah Bank DKI Syariah Cabang Tanah Abang Jakarta yang berlokasi di jalan Wahid Hasyim No. 212A Jakarta Pusat.
12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998), Cet. ke2, h. 3
13 Marzuki, Metodologi Riset, (Jakarta: BPFE UI, 2001), h. 8
14 Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu pertama untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena social tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Kedua untuk memprediksi fenomena social tertentu. Lihat M. Subhan, et.al.,DasarDasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. ke1, h. 26
15 Menurut para pakar, definisi penelitian deskriptif itu sangat luas dan mencakup segala
macam bentuk penelitian kecuali penelitian histories dan eksperimental dan penelitian deskriptif dalam arti luas biasanya diidentikan dengan penelitian survei. Untuk pemahaman lebih lanjut lihat Mastuhu, et.al., Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis, (Jakarta: INIS, 2000), h. 209
(12)
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Bank DKI Syariah Jakarta. Untuk memperoleh data primer ini, penulis mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak yang telah ditunjuk oleh pihak Bank DKI Syariah Jakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diterima melalui studi kepustakaan dengan cara mempelajari dan mengkaji bukubuku, majalah dan artikelartikel yang erat kaitannya dengan masalah masalah yang akan dibahas. Dalam melakukan studi kepustakaan ini, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan guna memperoleh data dari berbagai literatur.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk kepentingan penelitian, pengambilan data dapat dilakukan melalui :
a. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data berupa dokumen tentang strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta yang diambil dari dokumendokumen berupa makalah, brosurbrosur dan dokumen lapangan.
b. Wawancara. Wawancara dilakukan untuk menggali data penelitian melalui percakapan langsung dengan pihak yang telah ditunjuk oleh
(13)
Bank DKI Syariah Jakarta yang mengarah pada masalah penelitian. Untuk wawancara ini digunakan pedoman wawancara guna mengarahkan permasalahan sesuai dengan kepentingan penelitian. 4. Teknik Pengolahan Data
Data penelitian yang diperoleh melalui data primer dan data sekunder kemudian diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu karya ilmiah yang memiliki bobot yang mendekati kepada kesempurnaan penulisan dengan mengacu kepada teknik pengolahan data.
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan dalam menganalisis data adalah menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif, yaitu suatu teknik analisis data di mana terlebih dahulu dipaparkan semua data yang telah diperoleh kemudian dianalisa dengan tetap berpedoman pada sumbersumber dalam bentuk kalimat.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariat dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007 Cet. ke 1, akan mewarnai seluruh bentuk penulisan skripsi ini.
F. Sistematika Penyusunan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka diperlukan suatu sistematika penyusunan. Adapun sistematika yang dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
(14)
Bab I menguraikan tentang pokokpokok pikiran yang tertuang dalam pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang bertujuan untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian yang dipergunakan untuk memudahkan penulisan dan sistematika penyusunan dipergunakan dalam rangka memberikan penjelasan secara garis besar mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini.
Bab II berisi landasan teori yang pembahasannya meliputi cash financing dan receivable financing. Ruang lingkup dari cash financing terdiri atas pengertian cash financing, jenis dan sumber alat cash financing, prinsip prinsip pengelolaan cash financing, tujuan dan manfaat pengelolaan cash financing serta metode dan pendekatan dalam pengelolaan cash financing. Sedangkan ruang lingkup dari receivable financing terdiri atas pengertian receivable financing, dasar hukum receivable financing, jenisjenis receivable financingdan rukun serta syarat receivable financing.
Bab III berisi tentang gambaran umum Bank DKI Syariah Jakarta yang pembahasannya meliputi sejarah singkat Bank DKI Syariah Jakarta, visi dan misi Bank DKI Syariah Jakarta, prinsip operasional Bank DKI Syariah Jakarta, penawaran produk dan jasa Bank DKI Syariah Jakarta serta struktur organisasi Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi ini, yaitu analisis sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta yang pembahasannya meliputi
(15)
perencanaan manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta, pengorganisasian manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta, jenis dan faktor manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta serta aplikasi sistem manajemen pembiayaan cash danreceivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab V merupakan bab penutup dari skripsi ini yang di dalamnya memuat beberapa kesimpulan dan saransaran yang merupakan kristalisasi dari babbab terdahulu yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiranlampiran.
(16)
15 A. Cash Financing
1. Pengertian Cash Financing
Cash financing terdiri dari dua buah kata yaitu dan cash dan financing. Secara etimologis, cash berarti tunai. 1 Sedangkan financing
dapat dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. 2 Secara
terminologi, cash financing dapat diartikan sebagai suatu pembelanjaan atau pembiayaan yang diberikan oleh bank secara tunai kepada nasabah
guna melunasi hutang dengan harta lancarnya.
Cash financing merupakan sinonim dari kata likuiditas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuiditas adalah perihal menyatakan posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo tepat pada waktunya. 3 Dalam terminologi
keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian tentang likuiditas yang salah satu di antaranya disebutkan bahwa likuiditas adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau
hutang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. 4 Selain itu,
1 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2000), Cet. ke24, h. 101
2 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 241
3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), Cet. ke2, h. 523
4 Riduan Tobink, et.al., Kamus Istilah Perbankan Populer, (Jakarta: PT. Atalya Rileni
(17)
likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito oleh deposan.
Artinya suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi kewajiban penarikan uang dari para deposan dana maupun para debitur. Di samping itu, likuiditas juga dapat dipahami sebagai tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai serta tingkat kepastian tentang jumlah
kas yang diperoleh. 5 Menurut Oliver, likuiditas adalah kemampuan bank
untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan yang telah jatuh tempo dan memenuhi persyaratan permintaan kredit tanpa adanya
penundaan. 6
Berdasarkan definisi tersebut, maka bank dapat dikatakan likuid
jika bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan
digunakan untuk memenuhi likuiditasnya. Bank juga dapat dikatakan
likuid apabila bank tersebut memilikicash assets yang lebih kecil dari hal
hal yang disebutkan di atas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki aset lainnya seperti suratsurat berharga yang dapat dicairkan sewaktuwaktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya. Kemudian suatu bank juga dapat dikatakan likuid jika bank tersebut memiliki kemampuan untuk
menciptakancash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. 7
5 Mohammad Muslich, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan dan
Kebijaksanaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. ke3, h. 48
6 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 2004), h. 153
7 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, (Jakarta:
(18)
Dengan demikian, likuiditas bank merupakan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek melalui pengelolaan likuiditas yang baik, maka bank dapat memberikan keyakinan kepada para deposan bahwa mereka dapat menarik dananya sewaktuwaktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, bank harus mempertahankan sejumlah alat likuidnya guna memastikan bahwa bank sewaktuwaktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajiban jangka pendeknya. Untuk itu, secara praktis likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini, untuk kondisi Indonesia pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum
sebesar 5% dari besarnya kewajiban pihak ketiga.
2. Jenis dan Sumber Alat Cash Financing
Ada empat rekening pokok yang merupakan alat likuid bagi bank 8
yang salah satu di antaranya adalah kas pada vault yang berisi uang tunai
yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari hari. Besarnya uang tunai yang dipelihara oleh bank biasanya didasarkan pada pengalaman atau estimasi besarnya penarikan seharihari. Jika bank
8 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), Cet.
(19)
memiliki kas pada vault melebihi kebutuhan transaksi seharihari, maka kelebihan tersebut akan disimpan pada Bank Sentral atau pada bank koresponden.
Rekening pokok lainnya yang merupakan alat likuid bagi bank adalah giro pada Bank Sentral. Biasanya giro ini merupakan giro wajib
minimum sebagai pemenuhan statutory reserve requirement yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Sentral berdasarkan prosentase tertentu dari dana pihak ketiga. Selain itu, rekening ini merupakan sarana transaksi antar bank baik dalam rangka melakukan kliring chekchek bank lain maupun untuk transaksi pinjaman antar bank dengan Bank Sentral.
Selanjutnya rekening pokok yang merupakan alat likuid bank adalah giro pada bank lain yang berisi semua simpanan pada bankbank koresponden yang juga dimaksudkan untuk menunjang transaksi antar
bank seperti transfer, inkaso, transaksiletter of credit, dan lain sebagainya.
Kemudian rekening pokok lain yang tidak kalah pentingnya yang merupakan alat likuid bank adalah berupa itemitem uang tunai yang masih dalam proses inkaso yang terdiri atas chekchek Bank Sentral atau bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening Bank Sentral atau bank koresponden.
Menurut Chairuddin, suatu bank dapat memperoleh alatalat likuid
yang diperlukan seperti tersebut di atas dari berbagai sumber 9 yang salah
satu di antaranya adalah aset bank yang akan segera jatuh tempo. Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo
(20)
dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Untuk itu, dalam kondisi kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila
keseluruhan portofolio kreditnya masuk dalam kategori ever green. Surat
surat berharga dan instrumen pasar uang seperti Bank Acceptance,
sertifikat Bank Indonesia dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan segera jatuh tempo dan dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas dalam golongan ini.
Suatu bank dapat juga memperoleh alatalat likuid yang diperlukan dari berbagai sumber seperti pasar uang. Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank memiliki kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
besarnya suatu bank dan persepsi pasar atas worthiness bank tersebut.
Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan konsistensi perkembangan bank, kualitas aset, reputasi kesehatan manajemen dan kekuatan modal bank.
Selain itu, bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang diperlukan dari berbagai sumber seperti sindikasi kredit. Pembentukan
sindikasi kredit selain bertujuan menyiasati legal lending limit dan
menyebabkan resiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan bank lain. Ketika mengalami kesulitan likuiditas, maka bank tersebut dapat mensindikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk mengatasi masalah tersebut.
(21)
Kemudian bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang diperlukan dari berbagai sumber seperti cadangan likuiditas. Khususnya bank yang tidak segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro Bank Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan.
Selanjutnya bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti sumber dana yang sifatnya last
resort. Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain. Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain
kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank
koresponden tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of
last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan yang bukan bank. Namun bantuan dana dari Bank Sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumbersumber likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang
dialaminya.
3. Prinsipprinsip Pengelolaan Cash Financing
Metode pengelolaan likuiditas yang diterapkan oleh masing masing bank secara praktis akan saling berbeda, tergantung pada metode manajemen dana yang diterapkan dan garis kebijakan dalam pengelolaan likuiditas. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam prinsipprinsip mendasar yang menjadi bingkai pengelolaan likuiditas.
(22)
Pengelolaan likuiditas harus dilakukan secara hatihati dengan memperhatikan prinsipprinsip yang ada. Oleh sebab itu, dalam pengelolaan likuiditas bank perlu memperhatikan beberapa prinsip pengelolaan likuiditas yang salah satu di antaranya adalah bank harus memiliki sumber dana inti yang sesuai dengan sifat bank yang bersangkutan maupun pasar uang dan sumber dana yang ada di masyarakat serta cocok pula dengan mekanisme pengumpulan dana yang berlaku di mana tempat bank tersebut berada.
Prinsip pengelolaan likuiditas lainnya yang perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus mengelola sumbersumber dana maupun penempatan dana dengan hatihati. Untuk itu, harus diperhatikan komposisi sumber dana jatuh tempo berdasarkan jumlah masingmasing komposisi, tingkat suku bunga, faktorfaktor kesulitan dalam pengumpulan dana, produkproduk yang dimiliki, dan lain sebagainya.
Berikutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus memperhatikan perbedaan tingkat suku untuk nasabah yang berbeda dalam penempatan dananya. Tingkat suku bunga tersebut harus di atas tingkat suku bunga dana yang dipakainya. Dengan
kata lain, tingkat suku bunga atas penempatan dana tersebut harus bersifat
floating.
Selanjutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus menaruh perhatian terhadap usia sumber dananya
kapan akan jatuh tempo dan jangan sampai terjadi matury gap dengan
(23)
kebutuhan dana yang sering menjadi acuan yang berupa kebutuhan dana jangka pendek harus dipenuhi dengan sumbersumber dana jangka pendek. Sedangkan kebutuhan dana jangka panjang harus pula dipenuhi dengan sumbersumber dana jangka panjang.
Kemudian pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus waspada bahwa tingkat suku bunga tersebut selalu berfluktuasi atau naik turun dengan gerak yang sulit diprediksi sebelumnya. Pengelolaan likuiditas yang tidak kalah pentingnya yang perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus segera dikoordinasikan
apabila akan menanamkan sumbersumber dananya ke aktiva. 10
4. Tujuan dan Manfaat Pengelolaan Cash Financing
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting dalam operasional perbankan dan bahkan sangat menentukan suatu bank untuk dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif. Adapun tujuan dan manfaat dari pengelolaan
likuiditas suatu bank secara garis besar adalah sebagai berikut : 11
a. Untuk menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan oleh Bank Sentral.
b. Mengelola alatalat likuid agar selalu dapat memenuhi semua aliran kas, terutama kebutuhan yang tidak diperkirakan seperti penarikan dana yang tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo.
10 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, h. 81 82
(24)
c. Berusaha semaksimal mungkin untuk memperkecil terjadinya idle funds.
d. Memberi keyakinan kepada para nasabah bahwa mereka dapat menarik
dananya pada waktu tertentu atau pada saat jatuh tempo.
5. Metode dan Pendekatan Dalam Pengelolaan Cash Financing
Secara umum, metode yang digunakan oleh manajemen perbankan dalam menetapkan pengelolaan likuiditasnya berbeda antara satu bank dengan bank lainnya yang sangat dipengaruhi oleh pertimbangan prinsip kehatihatian maupun tujuan pencapaian pendapatan optimal. Pendekatan yang dapat ditempuh oleh manajemen bank dalam menetapkan pengelolaan likuiditasnya secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam
lima pendekatan yaitu : 12
a. Self liquiditing approach, yaitu pendekatan peningkatan bank melalui peningkatan kembali kredit dan penanaman dalam suratsurat berharga yang sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan pinjaman dalam bentuk commercial paper.
Dengan cara demikian, aktivaaktiva tersebut dapat digunakan sebagai alat likuid khususnya untuk membiayai permintaan kredit baru ataupun diinvestasikan kembali dalam suratsurat berharga.
b. Asset sale alibity atau asset shift ability, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara penjualan terhadap asetaset lainnya yang tidak produktif. c. New fund, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara menciptakan
sumbersumber dana baru baik dari masyarakat maupun dari dunia
(25)
perbankan seperti menciptakan traveller chek, credit card, deposito deposito berjangka, dan lain sebagainya.
d. Borrowers earning flow, yaitu meningkatkan likuiditas melalui usaha yang lebih giat dalam menjaga kelancaran penerimaan angsuran dan bunga kredit yang diberikannya.
e. Reserve discount window to centre bank as leader of last resort, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara mengadakan pinjaman kepada Bank Sentral sebagai pemberi jaminan yang terakhir.
Sebelum menentukan pilihan tentang pendekatan yang mana yang akan ditempuh dalam kebijakan likuiditas suatu bank, maka manajemen bank seharusnya melakukan analisis tiga langkah perencanaan dan analisa
sistem likuidasi seperti berikut ini. 13
a. Klasifikasi leabilitas dan modal masuk dalam kategori sebagai sumber dana yang dapat diandalkan atau dana tersebut mudah menguap. b. Klasifikasi aset yang dapat dikategorikan sebagai alat likuid atau
bukan sebagai alat likuid.
c. Membandingkan antara volume aset likuid dengan volume dana yang mudah menguap. Perbandingan maksimum antara volume aset likuid dengan dana yang mudah menguap adalah 1,00 karena pada posisi ini
akan dicapai yang disebut balance liquidity position, yaitu keadaan di
mana permintaan alatalat likuid sama besarnya dengan alat likuid yang tersedia pada bank.
(26)
B. Receivable Financing
1. Pengertian Receivable Financing
Receivable financing merupakan dua buah kata yang terdiri atas receivable dan financing. Secara etimologi, receivable dapat diartikan
sebagai jumlah uang yang dapat diterima. 14 Sedangkan financing dapat
dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. Secara terminologi,
receivable financing berarti tagihan uang bank kepada para nasabah yang
harus dilunasi paling lama satu tahun sejak keluarnya tagihan.
Receivable financing dalam kosa kata bahasa Indonesia dikenal dengan istilah piutang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, piutang adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada
orang lain. 15 Dalam Kamus Manajemen, piutang dagang atau account
receivable ialah tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak
tanggal keluarnya tagihan. 16
Menurut Hongren, piutang adalah suatu aktiva yang timbul karena perusahaan menjual barangnya atau memberikan jasanya kepada para pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan akan memberikan sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu tertentu di masa yang
akan datang. 17 Piutang juga dapat dipahami sebagai klaim dalam bentuk
14 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 469
15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 689
16 Marbun BN., Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 285
(27)
uang terhadap perusahaan. Piutang ini timbul terutama dari penjualan
barang dan jasa secara kredit dan peminjaman uang. 18
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang penyisihan aktiva tetap produktif dinyatakan bahwa piutang adalah tagihan
yang timbul dari transaksi jual beli atau sewa berdasarkan akad
murabahah, salam, istishna dan atau ijarah. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa untuk jangka waktu tertentu, perusahaan memiliki
pelanggannya. 19 Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Bank
Indonesia, bahwa piutang merupakan tagihan yang timbul dari transaksi
jual beli atau sewa berdasarkan akad murabahah, salam, istishna dan
ijarah. Akadakad tersebut merupakan akad piutang dalam konsep Islam.
Dalam Islam, piutang dikenal dengan istilah AlQardh. Secara
etimologis, AlQardh berarti AlQath’u yang bermakna potongan. 20 Untuk
itu, AlQardh dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu potongan
dari harta orang yang memberikan hutang. 21 Adapun kata hasan dapat
diartikan dengan baik, bagus dan indah. Dengan demikian, AlQardhul
Hasan merupakan pinjaman yang diberikan kepada seseorang untuk
kebutuhan yang mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapkan imbalan.
18 Ahmad Firdaus, Pengantar Akuntansi, (Jakarta: FE UI, 2001), h. 145
19 Mulyadi, Sistem Akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 202
20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT. Al
Ma’arif, 1998), Jilid XII, h. 129
21 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, (Kuala Lumpur:
(28)
Ditinjau dari aspek terminologi, ada beberapa pendapat tentang
definisi AlQardhul Hasan. Menurut Imam Hanafi, AlQardh adalah
pemberian harta oleh seseorang kepada orang lain supaya ia membayarnya. Kontrak yang khusus mengenai penyerahan harta kepada
seseorang agar orang itu mengembalikan harta yang sama sepertinya. 22
Sementara itu, Imam Malik menyatakan bahwa AlQardh merupakan
pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas kasihan dan bukan merupakan bantuan atau pemberian, tetapi harus
dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan. 23
Sedangkan menurut Imam Hambali AlQardh adalah perpindahan
harta milik secara mutlak, sehingga penggantinya harus sama nilainya. 24
Adapun pengertian AlQardh menurut Imam Syafi’i merupakan pinjaman
yang didasarkan pada AlQur’an bahwa barang siapa yang memberikan pinjaman yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan
melipatgandakan kebaikan kepadanya. 25
Beberapa uraian di atas menggambarkan bahwa AlQardh adalah
pinjaman atau hutang yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan lagi kepada orang yang telah meminjamkan harta, karena pinjaman tersebut merupakan potongan dari harta yang
memberikan pinjaman atau hutang. Dengan kata lain, AlQardh
merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
22 M. Abdul Mudjieb, et.al., Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 72
23 M. Mulichuddin,Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 8
24 M. Muslichuddin,Sistem Perbankan Dalam Islam, h. 8
(29)
diminta kembali atau dalam istilah lain meminjam tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur Fiqh klasik, AlQardh dikategorikan dalam akad
tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. 26
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berniat secara ikhlas untuk menolong orang lain dengan cara meminjamkan hutang tanpa
mengharapkan imbalan disebut sebagai AlQardhul Hasan.
AlQardhul Hasan merupakan suatu perjanjian antara bank seagai
pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan biaya apapun. Peminjam atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada waktu yang telah disepakati bersama dengan pokok
pinjaman. 27 Menurut Perwaatmadja, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban semata di mana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal
pinjaman. 28
Menurut Umar, AlQardhul Hasan adalah perjanjian pinjaman
baru kepada pihak kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama yakni sebesar yang dipinjam. Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan kesepakatan bersama
26 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h. 131
27 Warkum Sumitro, AzasAzas Perbankan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), h. 97
28 Karnaen Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha
(30)
dalam pembayaran yang dilakukan secara angsuran maupun tunai. 29 Ia
menambahkan bahwa AlQardhul Hasan merupakan pinjaman yang harus
dikembalikan pada akhir suatu waktu yang telah disepakati tanpa keharusan membayar bunga ataupun pembagian untung rugi dalam
bisnis. 30 Sedangkan menurut Abdul Fatah, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa dituntut untuk mengembalikan apaapa bagi peminjam, kecuali pengembalian modal
pinjaman tersebut. 31
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
AlQarhdul Hasan merupakan suatu jenis pinjaman produk pembiayaan dari pemilik modal baik individu maupun kelompok yang pengembalian pinjaman uangnya tidak disertai dengan bunga, namun pihak peminjam
berkewajiban untuk membayar biaya administrasi.
2. Dasar Hukum Receivable Financing
Dalam Islam piutang yang tidak mengharapkan imbalan bagi
pemilik modal dikenal dengan istilah AlQardhul Hasan. AlQardhul
Hasan adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. AlQardhul Hasan disyaratkan sebagai bentuk atau cara
pendekatan manusia kepada Allah SWT, karena AlQardh berarti lemah
lembut kepada manusia, mengasihi mereka dan memberikan kemudahan
29 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta: Yayasan
Dana Bhakti Primayasa, 1997), h. 40
30 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, h. 40
(31)
dalam urusan mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
...
(
#
q
ç
R
u
r
$
y
è
s
?
u
r
’
n
?
t
ã
Îh
Ž
É
9
ø
9
$
#
3
“
u
q
ø
)
-
G
9
$
#
u
r
(
Ÿ
w
u
r
(
#
q
ç
R
u
r
$
y
è
s
?
’
n
?
t
ã
É
O
ø
O
M
}
$
#
È
bº
u
r
ô
‰
ã
è
ø
9
$
#
u
r
4
(
#
q
à
)
¨
?
$
#
u
r
©
!
$
#
(
¨
b
Î
)
©
!
$
#
ß
‰
ƒ
Ï
‰
x
©
É
>$
s
)
Ï
è
ø
9
$
#
)
ﺓﺪﺋﺎﻤﻟﺍ
:
2
(
.
Artinya : “... Dan tolongmenolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya” (QS. Al Maidah : 2)
Transaksi AlQardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan
AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW serta ijma’ ulama. Sungguh pun demikian, Allah SWT mengajarkan kepada hambaNya agar
meminjamkan sesuatu bagi Allah SWT. 32 Dasar hukum dari pemberian
pinjaman tunai kebajikan AlQardhul Hasan adalah firman Allah SWT
sebagai berikut :
Æ
¨
B
#
s
Œ
“
Ï
%
©
!
$
#
Þ
Ú
Ì
•
ø
)
ã
ƒ
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
ç
m
x
ÿ
Ï
è
»
Ÿ
Ò
ã
‹
s
ù
m
s
9
ÿã
&
s
!
u
r
Ö
•
ô
_
r
&
Ò
Oƒ
Ì
•
x
.
)
ﺪﻳﺪﺤﻟﺍ
:
11
(
.
Artinya : “Barang siapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yangbaik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak” (QS. AlHadid : 11).
Adapun yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah bahwa seorang hamba yang diserukan untuk meminjam kepada Allah SWT, yaitu dengan cara membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan meminjam kepada Allah SWT, seorang hamba diseru untuk meminjam
(32)
kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. 33 Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
`
¨
B
#
s
Œ
“
Ï
%
©
!
$
#
Þ
Ú
Ì
•
ø
)
ã
ƒ
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
m
x
ÿ
Ï
è
»
Ÿ
Ò
ã
Š
s
ù
ÿ
&
s
!
$
]
ù$
y
è
ô
Ê
r
&
Z
o
u
Ž
•
Ï
W
Ÿ
2
4
ª
!
$
#
u
r
â
Ù
Î
6
ø
)
t
ƒ
ä
Ý
+
Á
ö
6
t
ƒ
u
r
Ï
m
ø
Š
s
9
Î
)
u
r
š
cq
ã
è
y
_
ö
•
è
?
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
245
.(
Artinya : “Barang siapa yang memberi pinjaman kepada Allah sesuatu
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan rizki, dan kepada Nyalah kamu dikembalikan” (QS. AlBaqarah : 245).
Ayat lain yang berbicara tentang masalah AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
...
(
#
q
ã
KŠ
Ï
%
r
&
u
r
n
o
4
q
n
=
¢
Á
9
$
#
(
#
q
è
?#
u
ä
u
r
n
o
4
q
x
.
¨
“
9
$
#
(
#
q
à
Ê
Ì
•
ø
%
r
&
u
r
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
4
...
)
ﻞﻣﺰﻤﻟﺍ
:
20
.(
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik” (QS. Al
Mujammil : 20).
Pada ayat lainnya yang masih berbicara tentang AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
$
y
g
•
ƒ
r
'
¯
»
t
ƒ
š
úï
Ï
%
©
!
$
#
(
#
þ
q
ã
Z
t
B
#
u
ä
#
s
Œ
Î
)
L
ä
êZ
t
ƒ
#
y
‰
s
?
A
û
ø
ï
y
‰
Î
/
#
’
n
<
Î
)
9
@
y
_
r
&
‘
w
K
|
¡
•
B
ç
nq
ç
7
ç
F
ò
2
$
$
s
ù
...
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
282
.(
Artinya : “Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” (QS. AlBaqarah : 282).
AlQardhul Hasan tidak hanya diabadikan dalam AlQur’an, tetapi juga terdapat dalam hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
(33)
َﻋ
ْﻦ
ِﺇ
ْﺑ
ِﻦ
َﻣ
ْﺴ
ُﻌ
ْﻮ
ٍﺩ
َﺃ
ﱠﻥ
ﱠﻨﻟﺍ
ِﺒ
َﻲ
َﺻ
َﻠ
ﻰ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
َﻭ
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
َﻗ
َﻝﺎ
:
َﻣ
ِﻣﺎ
ْﻦ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ٍﻢ
ُﻳ
ْﻘ
ِﺮ
ُﺽ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ًﻤ
ﺎ
َﻗ
ْﺮ
ًﺿ
ﺎ
َﻣ
ﱠﺮ
َﺗ
ْﻴ
ِﻦ
ِﺍ
ﱠﻻ
َﻛ
َﻥﺎ
َﻛ
َﺻﺎ
َﺪ
َﻗ
ِﺔ
َﻣ
ﱠﺮ
ٍﺓ
)
ﻩﺍﻭﺭ
ﻦﺑﺍ
ﺔﺟﺎﻣ
ﻦﺑﺍﻭ
ﻥﺎﺒﺣ
.(
34
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, Bukan seorang muslim yang meminjam kepada muslim lainnya dua kali, melainkan salah satunya adalah setara dengan shadaqah”. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Selain AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjadi
landasan hukum AlQardhul Hasan, masih terdapat landasan hukum yang
menjadi dasar diperbolehkannya transaksi AlQardhul Hasan yaitu ijma’
ulama yang diambil dari hadist Rasulullah SAW sebagai berikut :
َﻋ
ْﻦ
َﺃ
ِﺑ
ﻰ
ُﻫ
َﺮ
ْﻳ
َﺮ
َﺓ
َﺭ
ِﺿ
َﻲ
ُﷲﺍ
َﻋ
ْﻨ
ُﻪ
َﻗ
َﻝﺎ
٬
َﻗ
َﻝﺎ
َﺭ
ُﺳ
ْﻮ
ُﻝ
ِﷲﺍ
َﺻ
َﻠ
ﻰ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
َﻭ
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
:
َﻣ
ْﻦ
َﻧ
َﻔ
َﺲ
َﻋ
ْﻦ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ٍﻢ
ُﻛ
ْﺮ
َِﺑ
ًﺔ
ِﻣ
ْﻦ
ُﻛ
َﺮ
ِﺏ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻧ
ﱠﻔ
َﺲ
ُﷲﺍ
َﻋ
ْﻨ
ُﻪ
ُﻛ
ْﺮ
َﺑ
ًﺔ
ِﻣ
ْﻦ
ُﻛ
َﺮ
ِﺏ
َﻳ
ْﻮ
ِﻡ
ْﻟﺍ
ِﻘ
َﻴ
َﻣﺎ
ِﺔ
٬
َﻭ
َﻣ
ْﻦ
َﻳ
َﺴ
َﺮ
َﻋ
َﻠ
ﻰ
ُﻣ
ْﻌ
ِﺴ
ٍﺮ
َﻳ
ﱠﺴ
َﺮ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
ِﻓ
ﻰ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻭ
ْﺍ
َﻵ
ِﺧ
َﺮ
ِﺓ
٬
َﻭ
َﻣ
ْﻦ
َﺳ
َﺘ
َﺮ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ًﻤ
ﺎ
َﺳ
َﺘ
َﺮ
ُﷲﺍ
ِﻓ
ﻰ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻭ
ْﺍ
َﻵ
ِﺧ
َﺮ
ِﺓ
٬
ُﷲﺍﻭ
ِﻓ
ﻰ
َﻋ
ْﻮ
ِﻥ
ْﻟﺍ
َﻌ
ْﺒ
ِﺪ
َﻣ
َﻛﺎ
َﻥﺎ
ْﻟﺍ
َﻌ
ْﺒ
ُﺪ
ِﻓ
ﻰ
َﻋ
ْﻮ
ِﻥ
َﺃ
ِﺧ
ْﻴ
ِﻪ
)
ﻩﺍﻭﺭ
ﻢﻠﺴﻣ
.(
35
Artinya : “Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah SAW :
Barang siapa melepaskan seorang muslim dari suatu kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan dia dari kesusahankesusahan hari kiamat, dan barang siapa yang memberi kelonggaran pada seseorang yang ditimpa kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan di akhirat, dan barang siapa yang menutupi keburukan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya
selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim).
Para ulama sepakat bahwa AlQardhul Hasan boleh dilakukan.
Kesepakatan ulama ini didasari atas naluri manusia yang tidak dapat hidup
34 Abu Ishaq AlSyaerazi, AlMuhadzab, (Mesir: Musthafa AlBabi AlHalabi, tth), h. 302
(34)
tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya, tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan pertolongan. Oleh sebab itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian kehidupan di dunia. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan kebutuhan umatnya. 36 Contoh dalam perdagangan,
seseorang memiliki modal tetapi tidak pandai berdagang atau tidak memiliki kesempatan untuk berdagang, sedangkan orang lain pandai dan cakap serta memiliki waktu yang cukup untuk berdagang, tetapi tidak
memiliki modal. 37
Dari ketiga landasan tersebut yaitu AlQur’an, hadits Rasulullah
SAW dan ijma’ ulama secara jelas membolehkan pelaksanaan AlQardhul
Hasan, tetapi kebolehan tersebut belum bersentuhan dengan harta yang dapat dipinjamkan. Para ulama sepakat bahwa boleh meminjamkan harta yang bisa ditakar, ditimbang ataupun makanan. Imam Syafi’i berpendapat bahwa boleh meminjamkan segala sesuatu kecuali manusia. Sementara itu, Imam Hanafi berpendapat bahwa tidak boleh meminjamkan sesuatu yang
tidak bisa ditakar dan ditimbang. 38
Menurut Imam Hanafi seperti dikutip Wahbah Zuhailly, sah
memberi pinjaman barangbarang mitsly, yaitu barangbarang yang
memiliki unit yang serupa di pasar atau barangbarang yang tidak memiliki perbedaan yang mencolok bila ditinjau dari aspek harga. Adapun
yang termasuk barang mitsly adalah barang yang dapat ditakar dan
36 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, h. 132 133
37 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), Cet. ke38, h. 299
(35)
ditimbang karena bentuknya sama seperti buah kelapa, telur dan dapat
diukur dengan sesuatu ukuran panjang seperti kain. 39
Sedangkan Imam Malik, Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa boleh memberikan pinjaman pada setiap harta yang sah untuk dijual baik itu barang yang dapat ditakar atau ditimbang seperti emas, perak dan
makanan atau barangbarang tersebut adalah barang qimiy, yaitu barang
barang yang tidak mempunyai unit yang serupa di pasar seperti barang
perniagaan. 40
3. Jenisjenis Receivable Financing
Receivable financing atau piutang dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis 41 yang salah satu di antaranya adalah piutang dagang atau
account receivable. Piutang ini berasal dari penjualan barang dan jasa yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Piutang dagang dapat dikelompokkan sebagai unsur lancar pada neraca.
Jenis lainnya dari receivable financing atau piutang adalah wesel
tagihan atau notes receivable. Pemberian kredit kepada pelanggan dapat
pula didukung oleh suatu dokumen kredit yang resmi yang disebut wesel atau promes. Wesel adalah janji tertulis untuk melunasi jumlah piutang tertentu dalam waktu tertentu pula.
Jenis lain dari receivable financing atau piutang yang tidak kalah
pentingnya adalah adanya piutang lainlain. Piutang lainlain merupakan
39 Wahbah Zuhailly, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1995), h. 729
40 Hasan Ayyub, Fiqh Muamalat fi AlIslam, h. 175
(36)
kelompok ruparupa piutang yang meliputi pinjaman kepada karyawan dan perusahaan afiliasi, piutang bunga dan piutang pajak. Piutang lainlain disajikan secara terpisah dari piutang dagang dan wesel tagihan neraca. Jika unsur dari piutang lainlain tersebut diharapkan dapat dilunasi dalam satu tahun, maka piutang ini dapat dikelompokkan sebagai bagian dari aktiva lancar pada neraca. Namun jika penerimaannya diharapkan lebih dari jangka waktu satu tahun, maka piutang ini dapat dikelompokkan sebagai aktiva yang tidak lancar dan dalam neraca dilaporkan sebagai
investasi jangka panjang, yaitu antara aktiva lancar dan aktiva tetap.
4. Penyelesaian Receivable Financing
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No. 47/DSNMUI/II/2005 tentang penyelesaian receivable financing atau
piutang bagi nasabah yang tidak mampu membayar piutang, maka
ditetapkan sebagai berikut : 42
a. Bahwa sistem pembayaran piutang pada lembaga keuangan syariah pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara lembaga keuangan syariah dengan pihak nasabah. b. Bahwa dalam hal nasabah tidak mampu membayar, maka diselesaikan
dengan prinsip syariah Islam.
c. Bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut syariah Islam, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa untuk dijadikan pedoman
(37)
Ketentuan penyelesaian lembaga keuangan syariah boleh melakukan penyelesaian piutang bagi nasabah yang tidak mampu melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan ketentuan jaminan dijual oleh nasabah kepada lembaga keuangan syariah dengan harga pasar yang disepakati. Nasabah melunasi sisa piutangnya kepada lembaga keuangan syariah dari hasil penjualan jaminan tersebut. Jika hasil penjualan jaminan lebih kecil dari sisa piutang, maka sisa piutang tetap menjadi piutang nasabah. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara pihakpihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
5. Rukun dan Syarat Receivable Financing
Ajaran Islam telah menerapkan beberapa rukun dan syarat yang
harus dipenuhi dalam transaksi receivable financing atau piutang yang
dalam khazanah Islam dikenal dengan istilah AlQardhul Hasan. Jika
salah satu syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, maka akad AlQardhul
Hasan ini tidak menjadi sah. Adapun rukun AlQardhul Hasan adalah
peminjam (muqtaridh), pemberi pinjaman (muqtaridh), dana (AlQardh),
ijab dan qabul. 43
Menurut Imam Syafi’i, rukun AlQardh sama dengan jual beli. 44
Rukun AlQardh terdiri atas muqridh (pihak yang menghutangi),
muqtaridh (pihak yang berhutang), ijab dan qabul serta barang yang dapat
43 Wahbah Zuhailly, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, h. 730
(38)
dipinjamkan. Adapun syarat pinjaman terdiri atas besarnya pinjaman harus diketahui dengan takaran, timbangan atau jumlahnya. Sifat pinjaman dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan dan pinjaman berasal dari orang yang layak dimintai pinjaman.
Sedangkan syaratsyarat piutang terdiri atas muqridh (kreditur) dan
muqtaridh (debitur). Syaratsyarat bagi kreditur dan debitur adalah berakal, atas kehendak sendiri dan tidak mubazir sehingga pinjaman tersebut dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan, dan syarat yang terakhir bagi kedua belah pihak adalah balig (dewasa atau sudah cukup
umur). 45 Menurut Imam Hanafi, memberikan piutang kepada anak kecil
atau orang yang berada dalam perwalian tidak dibolehkan. 46
Syarat AlQardhul Hasan yang kedua adalah ijab dan qabul. Ijab
dan qabul merupakan syarat yang harus dilakukan oleh pihakpihak yang
melakukan akad qardh. Kontrak ini tidak sah dilakukan kecuali dengan
ijab dan qabul, sebab AlQardh merupakan kontrak pemberian milik
kepada seseorang. Lafadz yang sah digunakan ialah lafadz AlQardh dan
AlSalaf, sebab syara’ menyebutkan keduanya.
Syarat AlQardhul Hasan yang ketiga adalah adanya barang yang dipinjamkan. Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali samasama berpendapat bahwa barang yang dipinjamkan adalah sesuatu yang dihutangkan
45 Chatibul Umam, et.al., Fiqh Empat Mazhab, (Jakarta: Daar AlUlum Press, 2001), Cet.
k e1, h. 291
(39)
merupakan sesuatu yang sah dalam akad qardh seperti barang yang
ditakar, ditimbang, diukur, dihitung, dan lain sebagainya. 47
Meskipun AlQardh bersifat tolong menolong, tetapi ada satu hal
yang perlu diperhatikan dalam melalukan akad qardh. Halhal yang perlu
diperhatikan dalam akad qardh di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Jika pihak debitur menghadiahkan sesuatu kepada pihak kreditur, maka hal itu boleh diterima dan disukai oleh pihak debitur agar membayar dengan yang lebih baik.
b. Menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahad, pihak kreditur tidak
boleh mengambil manfaat sesuatu dari pihak debitur, 48 karena akad
qardh bertujuan untuk berlemah lembut antar sesama manusia, menolong urusan kehidupan dan memudahkan sarana hidup mereka, bukan bermaksud memperoleh keuntungan. Demikian pula menurut Imam Hanafi, Syafi’i dan Hambali, bahwa pihak kreditur tidak boleh mengharapkan tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. Misalnya pihak kreditur meminjamkan uang kepada pihak debitur dengan syarat pihak debitur harus mengembalikan pinjamannya dalam jumlah yang lebih banyak. Begitu juga dengan hadiah yang diberikan oleh pihak debitur kepada pihak kreditur jika disyaratkan oleh kedua belah pihak
pada saat melakukan akad, maka hal itu tidak dibolehkan. 49 Akad
tersebut akan batal bila pihak kreditur mengambil manfaat tambahan
47 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, h. 280
48 M. Hasbi AlShiddiqi, Hukum Fiqh Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), Cet.
ke1, h. 364
(1)
71
BAB V
PENUTUP
A. KesimpulanDari uraian, penjelasan dan analisa di atas sebagai hasil penelitian yang berkenaan dengan strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada, maka sebagai upaya mengakhiri pembahasan skripsi ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bidang kegiatan pembiayaan cash dan receivable financing yang perlu dirumuskan ke dalam bentuk kebijakan dasar umumnya meliputi segmen pembiayaan, jenis pembiayaan, wilayah pelayanan, penyampaian produk jasa bank dan distribusi pembiayaan.
2. Manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta dapat diterapkan pada perencanaan manajemen pembiayaan, pengorganisasian dan pengawasan pembiayaan. Oleh sebab itu, manajemen pembiayaan cash dan receivable financing dipandang perlu oleh Bank DKI Syariah Jakarta dalam rangka mencapai tujuan pembiayaan. Bank DKI Syariah Jakarta melihat bahwa manajemen pembiayaan cash dan receivable financing merupakan kombinasi dari pembiayaan cash dan receivable financing. Pada umumnya pembiayaan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara cash inflowdancash outflowpada bank syariah.
(2)
B. Saransaran
Dari hasil studi dan pengkajian tentang observasi yang tertuang dalam pembahasan skripsi ini, kiranya tidak berlebihan jika penulis mengemukakan saransaran sebagai berikut :
1. Manajemen pembiayaan cash dan receivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah telah sesuai dengan prinsipprinsip manajemen umum dalam Islam. Untuk itu, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya lebih mengacu pada konsep Islam dalam aktivitas manajemen baik dalam konsepsi maupun operasi.
2. Bank DKI Syariah Jakarta merupakan lembaga keuangan alternatif bagi para nasabah. Oleh sebab itu, Bank DKI Syariah Jakarta dalam menyalurkan pembiayaan hendaknya lebih memfokuskan perhatiannya pada kegiatan usaha kecil dan menengah yang selama ini belum disentuh oleh bankbank konvensional.
3. Banyaknya penyimpangan dana yang dilakukan oleh nasabah merupakan akibat kesalahan pihak bank dalam memberikan pembiayaan. Oleh karena itu untuk menghindari terjandinya penyimpangan dana yang dilakukan oleh para nasabah, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya benarbenar selektif dalam memberikan pembiayaan, tepat dan cermat dalam menganalisas permohonan pembiayaan serta melakukan monitoring secara intensif.
4. Perencanaan pembiayaan merupakan bagian dari aplikasi sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta. Untuk itu, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya memperhatikan aspekaspek
(3)
73
penting dalam mempertimbangkan penyusunan rencana pembiayaan cash dan receivable financing antara lain kondisi nasabah, keuangan bank, organisasi bank, dan lain sebagainya.
5. Dalam menyalurkan pembiayaan cash dan receivable financing diperlukan adanya sistem pengawasan pembiayaan. Oleh sebab itu, Bank DKI Syariah Jakarta hendaknya melaksanakan sistem pengawasan pembiayaan dengan baik dan menentukan standar baku yang dijadikan pedoman pengawasan terhadap kinerja karyawan.
(4)
74
AlQur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci AlQur’an, Jakarta: Departemen Agama RI, 1984
Abdul Fatah, Toto,Bank Tidak Identik Dengan Riba, Jawa Barat: MUI, tth. Abdul Mudjieb, M., et.al., Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994 Ali, Masyhud, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional
Dalam Perbankan, Jakarta: PT. Elex Media Computindo, 2002
Arifin, Zainul, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Pustaka Alvabet, 1999
, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
Ayyub, Hasan, Fiqh Mualamat fi AlIslam, Beirut: Daar AlTauhid, 1998 BN., Marbun, Kamus Manajemen, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003
Chairuddin, “Analisis Poisi Likuiditas”, Makalah Kelas, Medan: FE USU, 2002 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet. ke2
Firdaus, Ahmad, Pengantar Akuntansi, Jakarta: FE UI, 2001
Hamidi, Lutfi, JejakJejak Ekonomi Syariah, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003
Hasbi AlShiddiqy, M., Hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, Cet. ke1
Hongren, Horison, et.al., Akuntansi di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 1997 Irham, Staf Marketing Bank DKI Syariah Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 10
September 2009
Ismawati, Lina, “Anjak Piutang Alternatif Pembiayaan Untuk Memperlancar Arus Perusahaan”, Artikel Pada Majalah Ilmiah Unikom, Vol. 5
(5)
75
J. Maleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998, Cet. ke2
Marzuki, Metodologi Riset, Jakarta: BPFE UI, 2001
Matuhu, et.al., Manajemen Penelitian Agama; Perspektif Teoritis dan Praktis, Jakarta: INIS, 2000
Mulyadi, Sistem Akuntansi, Jakarta: Salemba Empat, 2001
Muslichuddin, Muhammad, Sistem Perbankan Dalam Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan dan Kebijaksanaan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, Cet. ke3
Muslim, Imam, Shahih Muslim bi alSyarhi alNawawi, Kairo: Daar AlHadits, 1994, Juz V
Perwaatmadja, Karnaen, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996
Pudjo Mulyono, Teguh, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Jakarta: Djambatan, 1995
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005, Cet. ke38 Riawan Amin, Ahmad, “Bukan Alternatif Tapi Solusi”, Modal, Jakarta 1 Januari
2003
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: PT. AlMa’arif, 1998, Jilid XII
alSyaeradzi, Abu Ishaq,AlMuhadzab, Mesir: Musthafa AlBabi AlHalabi, tth. Syafi’i Antonio, M., Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: FE UI, 2004
Subhan, M., DasarDasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, Cet. ke1
Sumitro, Warkum, AzasAzas Perbankan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997
(6)
Tim Pengembangan Produk Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah; Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, Jakarta: Djambatan, 2003
Tobink, Riduan, et.al., Kamus Istilah Perbankan Populer, Jakarta: PT. Atalya Rileni Sudeco, 2003
Umam, Chatibul, et.al., Fiqh Empat Mazhab, Jakarta: Daar AlUlum Press, 2001, Cet. ke1
Umar Chapra, M., AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, Yogyakarta: Yayasan Dana Bhakti Primayasa, 1997
www.bankdki.co.od www.bankdkisyariah.com
Zuhaelly, Wahbah, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995