10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mempengaruhi uji urin untuk urobilinogen atau oleh perubahan zat yang diukur Siregar dan Kumolosasi, 2006.
2.1.4 Level Kemaknaan Klinis Interaksi Obat Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2004; Tatro, 2009
a. Level 1
Hindari Kombinasi, risiko yang merugikan pasien lebih besar dari manfaat b.
Level 2 Sebaiknya hindari kombinasi, penggunaan kombinasi hanya dapat dilakukan pada
keadaan khusus. Penggunaan obat alternatif dapat dilakukan jika memungkinkan. Pasien harus dipantau dengan sebaik-baiknya jika obat tetap diberikan
c. Level 3
Minimalkan risiko, ambil tindakan yang perlu untuk meminimalkan resiko d.
Level 4 Tidak dibutuhkan tindakan. Risiko yang mungkin timbul relatif kecil. Potensi
bahaya pada pasien rendah dan tidak ada tindakan spesifik yang direkomendasikan. Tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya interaksi
obat. e.
Level 5 Tidak dibutuhkan tindakan. Kejadian interaksi tersebut diragukan atau tidak ada
kejadian interaksi yang menyebabkan terjadinya efek klinik.
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Obat Tatro, 2009
Dalam studi tentang interaksi obat, merupakan suatu yang umum terjadi jika ditemukan banyaknya variasi respon pasien terhadap regimen obat yang
sama. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi variasi respon tersebut diantaranya:
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Usia
Anak-anak dan lanjut usia memiliki resiko interaksi obat yang tinggi. Studi menunjukkan bahwa terhitung sekitar 25 dari semua resep ditujukan untuk
pasien lanjut usia, selain itu juga pasien lanjut usia secara ekstensif menggunakan obat tanpa resep. Pasien lanjut usia juga mungkin memiliki penyakit kronis
lainnya maupun penurunan fungsi organ. b.
Genetik Sebagai contoh, toksisitas karena efek penghambatan isoniazid terhadap
metabolisme fenitoin terlihat lebih signifikan pada asetilator lambat isoniazid c.
Penyakit Keadaan penyakit seperti kerusakan fungsi ginjal, fungsi hati dan hipoalbumin
dapat mempengaruhi respon terhadap berbagai obat yang sedang digunakan. d.
Konsumsi alkohol Intoleransi alkohol akut reaksi disulfiram muncul pada pasien yang
mengkonsumsi alkohol saat dalam pengobatan dengan suatu obat, termasuk sefamandol, sefoperazon, sefotetan, moksalaktam dan metronidazole. Penggunaan
alkohol secara kronik dapat menyebabkan perubahan yang mempengaruhi metabolisme obat terutama induksi enzim.
e. Merokok
Merokok dapat meningkatkan aktivitas enzim metabolisme obat di hati. Merokok dapat merangsang metabolisme teofilin dan mexiletine. Seorang perokok
membutuhkan dosis yang lebih besar untuk mencapai level serum terapetik.
f. Makanan
Makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat seperti susu dan tetrasiklin, aksi obat tyramine dalam makanan dan MAOI dan eliminasi obat protein dalam
makanan dan pH urin.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
g. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti adanya beberapa pestisida dapat mengubah efek enzim metabolisme di hati.
2.1.6 Pasien Yang Rentan Terhadap Interaksi Obat